يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَاَنْتُمْ حُرُمٌ ۗوَمَنْ قَتَلَهٗ مِنْكُمْ مُّتَعَمِّدًا فَجَزَۤاءٌ مِّثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهٖ ذَوَا عَدْلٍ مِّنْكُمْ هَدْيًاۢ بٰلِغَ الْكَعْبَةِ اَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسٰكِيْنَ اَوْ عَدْلُ ذٰلِكَ صِيَامًا لِّيَذُوْقَ وَبَالَ اَمْرِهٖ ۗعَفَا اللّٰهُ عَمَّا سَلَفَ ۗوَمَنْ عَادَ فَيَنْتَقِمُ اللّٰهُ مِنْهُ ۗوَاللّٰهُ عَزِيْزٌ ذُو انْتِقَامٍ ( الماۤئدة : ٩٥) Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai had-yad yang dibawa sampai ke Ka'bah atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa y
Di Mazhab Syafi'i sudah terbiasa dengan khilafiyah antar ulama di internal Mazhab. Menjadi tabu ketika dikutip oleh Salafi yang mengklaim kebenaran hanya pendapatnya dan lainnya bidah.
Di poster ini mereka mengutip dari salah satu ulama besar Syafi'iyah, Imam Ibnu Hajar Al Haitami. Uniknya kitab Ibnu Hajar banyak sekali tetapi mereka hanya mengambil dari Fatawa Al-Kubra yang memang agak keras dalam penolakan azan saat pemakaman.
Coba saya tampilkan pendapat Imam Ibnu Hajar di kitab paling muktamad, yaitu Tuhfah:
قَدْ يُسَنُّ الْأَذَانُ لِغَيْرِ الصَّلَاةِ كَمَا فِي آذَانِ الْمَوْلُودِ وَالْمَهْمُومِ وَالْمَصْرُوعِ وَالْغَضْبَانِ وَمَنْ سَاءَ خُلُقُهُ مِنْ إنْسَانٍ أَوْ بَهِيمَةٍ وَعِنْدَ مُزْدَحَمِ الْجَيْشِ وَعِنْدَ الْحَرِيقِ قِيلَ وَعِنْدَ إنْزَالِ الْمَيِّتِ لِقَبْرِهِ قِيَاسًا عَلَى أَوَّلِ خُرُوجِهِ لِلدُّنْيَا لَكِنْ رَدَدْته فِي شَرْحِ الْعُبَابِ وَعِنْدَ تَغَوُّلِ الْغِيلَانِ أَيْ تَمَرُّدِ الْجِنِّ لِخَبَرٍ صَحِيحٍ فِيهِ ، وَهُوَ وَالْإِقَامَةُ خَلْفَ الْمُسَافِرِ
“Terkadang dianjurkan adzan untuk selain salat, seperti di telinga bayi yang lahir, orang susah, orang pingsan, orang marah, yang buruk perilakunya baik manusia atau hewan, ketika desakan pasukan, ketika tenggelam. Ada yang mengatakan ketika mayit diturunkan ke kubur, diqiyaskan dengan pertama kali lahir di dunia, namun saya membantahnya dalam kitab Syarah Ubab. Juga ketika kerasukan jin, berdasarkan hadis sahih. Demikian halnya adzan dan iqamah di belakang musafir” (Tuhfah al-Muhtaj, 5/51)
Siapa yang mengawali azan ketika pemakaman? Di kitab sejarah dijelaskan:
الْاِصَابِي (٥٧٧ - ٦٥٧ هـ - ١١٨١ - ١٢٥٨ م) عَلِيًّ بْنُ الْحُسَيْنِ الْاِصَابِي، أَبُوْ الْحَسَنِ: فَقِيْهٌ أُصُوْلِيٌّ، يَمَانِيٌّ. وَهُوَ أَوَّلُ مَنْ سَنَّ الْاَذَانَ لِمَنْ يُسَدُّ اللَّحْدَ عَلَى الْمَيِّتِ.
“Ali bin Husain al-Ishabi (577-657 H atau 1181-1257 M), Abu Hasan, ahli fikih, ahli usul fikih, berkebangsaan Yaman. Dia adalah yang pertama kali menganjurkan adzan terhadap orang yang memasukkan mayit ke liang lahat” (Zirikly, al-A’lam, 4/280)
Jadi, sudah hampir 1000 tahun lalu telah ditemukan ijtihad ulama yang membolehkan azan ketika mengubur jenazah.
Kesimpulan di Mazhab Syafi'i dalam masalah ini disampaikan dalam Hasyiah Tuhfah:
وَلَا يُنْدَبُ الْآذَانُ عِنْدَ سَدِّهِ خِلَافًا لِبَعْضِهِمْ بَرْمَاوِي اهـ
“Tidak disunahkan adzan saat menutup liang lahat, berbeda dengan sebagian ulama. Dikutip dari Syaikh Barmawi” (Hawasyi asy-Syarwani, 3/171)
Kebetulan saja di Indonesia menggunakan pendapat yang membolehkan azan ketika pemakaman. (Sumber : Ma'ruf Khozin)
Komentar
Posting Komentar