Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2019

Hukum Membaca al-Quran Dengan Langgam Batak atau Jawa

  Pertanyaan:   Assalamu'alaikum wr. Wb. Redaksi Bahtsul Masail yang kami hormati, baru-baru ini kita mengikuti polemic mengenai boleh-tidaknya membaca al-Quran dengan langgam selain langgam Arab, misalnya dengan langgam Batak atau Jawa. Yang ingin saya tanyakan bolehkan membaca al-Quran dengan langgam Batak atau Jawa? Atas penjelasannya kami ucapkan terimakasih. Wassalamu'alaikum wr. wb   Munawwir/Sragen   Jawaban:   Assalamu'alaikum wr. Wb. Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Membaca al-Quran merupakan ibadah yang sangat besar pahalanya, bahkan disunnahkan juga mengindahkan bacaannya. Sampai disini sebenarnya tidak ada persoalan. Persoalan kemudian timbul ketika membaca al-Quran dengan langgam non-Arab. Misalnya langgam Jawa atau Batak.   Untuk menjawab pertanyaan ini maka kami akan menghadirkan pandangan para ulama tentang pembacaan al-Quran dengan pelbagai langgam. Asy-Syasyi dalam kitab al-Hilah mendokumentasikan tentang perbedaan para ulama dalam

Shalat antara Kewajiban dan Kebutuhan

Oleh: M. Quraish Shihab   Banyak yang menduga bahwa shalat baru disyariatkan Allah pada saat peristiwa Isra' dan Mi'raj Nabi Muhammad saw. Dugaan ini keliru karena bertebaran ayat-ayat al-Qur'an yang turun sebelum peristiwa itu yang berbicara tentang shalat. Memang seperti sabda Nabi saw. kepada seseorang yang ingin memeluk Islam tapi ingin dibebaskan dari shalat: "Tidak ada baiknya suatu agama tanpa shalat." Karena itu pula, shalat dikenal dalam semua agama kendati waktu, cara, dan bilangannya dapat berbeda-beda. Shalat lima kali sehari semalam itulah yang diwajibkan ketika peristiwa Mi'raj. Sebelum peristiwa itu, Nabi bersama sahabat–sahabat beliau pun telah shalat menghadap Ilahi, minimal dua kali dalam sehari semalam. Pagi dan petang.   Menghadapkan jiwa raga kepada Tuhan merupakan kewajiban keagamaan karena agama—sebagaimana diakui dan diyakini oleh setiap penganutnya—menetapkan bahwa Tuhan adalah Penguasa dan Pengatur alam raya. Dia yang menguasai hidup

Negeri Heboh ”Online”

Oleh: Said Aqil Siroj   Negeri kita tampaknya terus dilanda wabah heboh. Dari heboh soal politik, hukum, ekonomi, hingga radikalisme dan prostitusi. Semua pertunjukan itu tak lagi heboh dalam ranah 'manual', tetapi makin menghebohkan di wilayah online.   Sesuatu yang bersosok online, kini terasa lebih menghebohkan benak masyarakat. Tak heran, bermunculan semisal'radikalisme online'atau 'prostitusi online'. Apalagi pada kasus 'prostitusi online' yang melibatkan artis, gaungnya lebih menggelegar. Apa pun yang dilakukan artis, akan menjadi trending topic yang hangat-hangat sedap.   Bermula dari kasus terbunuhnya Tata Chubby, seorang pekerja seks komersial (PSK) di Jakarta, tiba-tiba semua tersentak. Lalu secara masif terjadilah penertiban terhadap rumah kos-kosan dan apartemen. Belum usai hiruk pikuk itu, kita lagi-lagi digegerkan oleh prostitusi short time kaliber artis bertarif Rp 80 juta hingga Rp 200 juta yang dijajakan secara online alias daring (dalam

Hukum Bermakmum pada Imam yang Jamak-Qashar

Ilustrasi Sholat Berjamaah  Pertanyaan: Assalamu'alaikum, nderek tanglet yai, bagaimana hukumnya berma'mum kepada orang yang sedang meakukan shalat jamak qashar, entah itu makmum mengetahui ataupun tidak kalau itu si imam sedang shalat jamak qashar, mohon penjelasan yang lebih terperinci, matur nuwun. Ibadul Ghofur, Kendal Jawaban : وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته Bapak Ibadul Ghofur yang dirahmati Allah SWT, hukum shalat berjamaah adalah sunnah muakkadah. Ada banyak ketentuan dalam melaksanakan shalat berjamaah, di antaranya Imam harus fashih bacaan Al-Qurannya, gerak makmum tidak mendahului gerak imam, posisi makmum tidak boleh lebih maju dari pada tempat imam. Kemudian, khusus untuk makmum niat untuk menjadi makmum/berjamaah diwajibkan sementara imam tidak wajib niat menjadi imam. Syekh Taqiyuddin Asy-Syafii menyebutkan dalam kitab Kifayatul Akhyar hal. 129 juz 1 ; وَصَلَاة الْجَمَاعَة مُؤَكدَة وعَلى الْمَأْمُوم أَن يَنْوِي الْ

Pesantren dalam Sejarah Kebangkitan Nasional

A Halim Iskandar Oleh : A Halim Iskandar Kolonialisasi lama hanya merampas tanah. Sedangkan kolonialisasi baru merampas seluruh kehidupan (Vandana Shiva). Peringatan momen Kebangkitan Nasional harus selalu dimaknai dalam kerangka kontekstual, bukan tekstual. Jika hanya merujuk pada aspek tekstualitas, niscaya peringatan kebangkitan nasional tidak akan memberi makna berarti. Penyebabnya, banyak studi sejarah terbaru mulai mengkritisi penetapan tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Sebagaimana dikatakan Parakitri TS (2006), beberapa sejarawan menilai tanggal 20 Mei sebagai tonggak awal mula gerakan kebangkitan nasionalisme pribumi berkat kelahiran organisasi Boedi Oetomo (BO) mengandung banyak kelemahan sejarah. Di antaranya organisasi BO saat itu sesungguhnya tidak mencerminkan aspirasi untuk memperjuangkan kemerdekaan Hindia-Belanda menjadi bangsa yang berdaulat, namun sekadar wadah berorganisasi bagi para priyayi dan bangsawan Jawa dengan memperjua

Komunitas Keadaban

Azyumardi Azra Oleh: Azyumardi Azra Kemerosotan keadaban publik (public civility) dalam masyarakat Indonesia masa pasca-Orde Baru merupakan salah satu masalah pokok yang dihadapi bangsa ini. Di mana-mana orang bisa menyaksikan pelanggaran keadaban publik, mulai dari pengendara yang tidak peduli dengan ketentuan lalu lintas, membuang sampah di jalan tol, buang air kecil di pinggir jalan, tidak mau tertib antrean sampai kepada pencurian aset publik yang lebih dikenal sebagai korupsi. Tindakan-tindakan semacam itu membuat para pelakunya seperti orang uncivilized --tidak beradab atau tidak memiliki keadaban. Padahal, katanya, orang Indonesia dari berbagai suku selalu mengklaim sebagai religius, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, dan seterusnya. Memandang fenomena kemerosotan keadaban publik, penulis Resonansi ini merasa beruntung ketika memahami bahwa keadaban menjadi salah satu tema pokok yang digagas dan dipraktikkan seorang tokoh pembaharu Islam Indonesia asal M

Hukum Laki-laki Memakai Kalung

Ilustrasi Pertanyaan: Assalamu'alaikum. Mohon maaf kiai karena keterbatasan kemampuan kami dalam memahami jawaban tasyabuh mengenakan gelang (seperti dibahas sebelumnya di rubrik Bahtsul Masail), kami ingin mengetahui jawaban secara khusus tentang pemakaian aksesoris kalung. Kalung yang kami maksud berbahan monel (seperti perak). Bolehkan seorang lelaki memakai kalung, memakainya disimpan didalam baju/kaos dan tidak berbahan emas? Mohon pencerahan. Terimakasih. Wassalamualaikm wr wb. Kholid  FY, Simbangkulon Gg1 Buaran Pekalongan Jawaban: Wa'alaikum salam wr. Wb. Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Dari pertanyaan yang diajukan kepada kami nampak jelas bahwa kalung yang dipakai bukan terbuat dari emas-perak. Namun sebelum kami menjawab pertanyaan di atas, maka pertama kali yang harus kita pahami adalah apakah kalung yang tidak terbuat dari emas-perak tersebut memang merupakan perhiasaan yang hanya dikhususkan