Selasa, 31 Januari 2023
Galeri Bunga Bangkai
Kategori :
Bunga Bangkai,
Galeri
Bunga Bangkai
Kategori :
Bunga Bangkai,
Galeri
Selasa, 24 Januari 2023
Tafsir Kemenag : Tafsir Al-Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat 253

تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍۘ مِنْهُمْ مَّنْ كَلَّمَ اللّٰهُ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجٰتٍۗ وَاٰتَيْنَا عِيْسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنٰتِ وَاَيَّدْنٰهُ بِرُوْحِ الْقُدُسِۗ وَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ مَا اقْتَتَلَ الَّذِيْنَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ مِّنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَتْهُمُ الْبَيِّنٰتُ وَلٰكِنِ اخْتَلَفُوْا فَمِنْهُمْ مَّنْ اٰمَنَ وَمِنْهُمْ مَّنْ كَفَرَ ۗوَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ مَا اقْتَتَلُوْاۗ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيْدُ ࣖ ( البقرة : ٢٥٣)
Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. Dan Kami berikan kepada Isa putera Maryam beberapa mukjizat serta Kami perkuat dia dengan Ruhul Qudus. Dan kalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang (yang datang) sesudah rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan, akan tetapi mereka berselisih, maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) di antara mereka yang kafir. Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya. (QS. Al-Baqarah ayat 253)
Setelah pada ayat yang lalu dijelaskan bahwa Nabi Muhammad adalah salah seorang rasul yang diutus Allah, di sini dijelaskan kedudukan para rasul di sisi-Nya dan keadaan umat mereka setelah kepergian para rasul itu. Rasul-rasul yang mulia dan tinggi derajatnya yang telah Kami sebutkan itu Kami lebihkan sebagian mereka dari sebagian yang lain dengan keutamaan yang diberikan kepada mereka. Di antara mereka ada yang Allah berfirman dengannya secara langsung dan mengajaknya berbicara sesuai keagungan-Nya, seperti Nabi Musa saat berada di Tur Sina dan Nabi Muhammad saat mikraj di Sidratulmuntaha, dan sebagian lagi ada yang ditinggikan-Nya beberapa derajat seperti Nabi Muhammad yang dibekali dengan ajaran yang bersifat universal. Dan Kami beri Isa putra Maryam beberapa mukjizat yang menjadi bukti kebenaran risalah yang ia bawa, seperti menyembuhkan anak yang terlahir buta, orang yang menderita penyakit belang; menghidupkan orang yang sudah mati, dan sebagainya; semua atas izin Allah. Dan Kami perkuat dia dengan Rohulkudus, yaitu Jibril yang selalu berada mendampingi dan memberinya dukungan hingga ia diangkat oleh Allah ke langit. Para rasul itu datang dengan membawa petunjuk, agama kebenaran, dan beberapa penjelasan. Maka, sudah semestinya semua manusia beriman, tidak berselisih dan saling memerangi. Tetapi kalau Allah menghendaki, niscaya orang-orang yang datang setelah mereka tidak akan berbunuh-bunuhan, bertengkar, mengutuk dan berkelahi sebagai puncak perselisihan mereka. Yang lebih buruk lagi, perselisihan mereka justru terjadi setelah bukti-bukti nyata sampai kepada mereka. Bukti-bukti itu mereka putar-balikkan dan disalahpahami, tetapi Allah tidak menghendaki sehingga mereka berselisih dan perselisihan itu mengantar mereka ke dalam pertengkaran, saling mengutuk, berkelahi dan/atau saling membunuh. Maka, dari perselisihan itu juga mengakibatkan ada di antara mereka yang beriman dan ada pula yang kafir. Kalau Allah menghendaki, tidaklah mereka umat para rasul itu berbunuh-bunuhan setelah terjadi perselisihan sesama mereka. Demikianlah, kalau menghendaki, tidak terjadi perselisihan itu, tetapi Allah berbuat menurut kehendak-Nya sesuai hikmah dan kebijaksanaan-Nya.
Tetapi Allah berbuat menurut kehendak-Nya, berdasarkan kepada hikmah dan pengetahuan yang maha tinggi. Allah memberi manusia tabiat, pikiran, perasaan dan kemauan, agar manusia itu dapat berpikir dan berbuat lebih baik dari makhluk-makhluk yang lain di bumi ini, agar mereka berpikir tentang kekuasaan Allah. Apabila manusia menggunakan pikiran dan perasaannya dengan sebaik-baiknya, niscaya mereka akan melihat tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah dimana-mana, sebab alam yang terbentang luas ini adalah tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran-Nya dan semuanya itu adalah ciptaan-Nya. Allah mengaruniakan agama kepada manusia melalui rasul-rasul-Nya, untuk menuntun akal manusia ke jalan yang benar. Sebab kemampuan akal manusia itu terbatas, apalagi mengenai masalah-masalah yang gaib atau abstrak, seperti sifat-sifat Allah, hal ihwal hari kemudian dan sebagainya. Sehingga apabila terjadi perselisihan pendapat antara mereka, maka mereka dapat menyelesaikannya dengan petunjuk dari agama tersebut.
Perbedaan pendapat yang terjadi di antara manusia adalah wajar. Tetapi perbedaan pendapat ini tidak boleh menimbulkan permusuhan yang menyebabkan mereka saling membunuh.
Sejarah telah menunjukkan bahwa kaum Yahudi sepeninggal Nabi Musa telah berselisih dan berpecah-belah. Demikian pula yang terjadi pada umat Nasrani sepeninggal Nabi Isa sampai masa sekarang ini. Antara berbagai golongan Nasrani sendiri terjadi pertengkaran yang berlarut-larut, saling menyerang dan saling membunuh. Golongan yang satu tidak mau beribadah di tempat peribadatan golongan lain, walaupun mereka seagama.
Umat Islam pun tak luput dari perpecahan, padahal ketika Nabi Muhammad masih hidup, mereka telah menjadi umat yang bersatu-padu, dan mempunyai potensi yang besar dalam pembentukan masyarakat yang hidup rukun dan saling menolong. Tetapi kemudian mereka jadi terkotak-kotak, karena adanya perbedaan paham, ditambah dengan fanatisme mazhab dan golongan, sehingga kekuatan mereka menjadi lemah; mereka menjadi umat yang terbelakang, dengan perekonomian yang lemah; serta menjadi bulan-bulanan umat lain. Padahal Allah telah memberikan petunjuk dalam Al-Qur'an:
Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (an-Nisa'/4:59). (FM)
Kategori :
Tafsir Kemenag,
Tafsir Surat Al Baqarah
Tafsir Kemenag : Tafsir Al-Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat 252

تِلْكَ اٰيٰتُ اللّٰهِ نَتْلُوْهَا عَلَيْكَ بِالْحَقِّ ۗ وَاِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِيْنَ ۔ ( البقرة : ٢٥٢)
Itu adalah ayat-ayat dari Allah, Kami bacakan kepadamu dengan hak (benar) dan sesungguhnya kamu benar-benar salah seorang di antara nabi-nabi yang diutus. (QS. Al-Baqarah ayat 252).
Itulah sebagian ayat-ayat Allah, khususnya mukjizat-mukjizat yang tertera di dalam surah ini, seperti kisah Bani Israil tersebut. Kami bacakan dan turunkan ayat-ayat itu kepadamu dengan benar demi menguatkan Al-Qur'an sebagai kitab hidayah. Dan engkau, Nabi Muhammad, adalah benar-benar seorang rasul, sebab tidak ada yang mampu menyebutkan kisah-kisah itu selain orang yang mendapat pengajaran dari Allah.
Demikianlah ayat Allah diturunkan kepada manusia dengan sebenarnya. Sesungguhnya ayat-ayat ini menjadi saksi atas kerasulan Nabi Muhammad saw yang tidak dapat diragukan lagi oleh semua ahli kitab Yahudi maupun Nasrani. Ternyata kisah-kisah yang diuraikan itu sesuai betul dengan apa yang ada di dalam kitab-kitab mereka, meskipun Nabi Muhammad saw tidak menyaksikan sendiri peristiwa-peristiwa itu. Namun semuanya dapat diketahui beliau semata-mata dengan perantaraan wahyu yang diturunkan kepadanya. Allah dengan tegas menyatakan:
¦ dan engkau (Muhammad) adalah benar-benar seorang rasul. (al-Baqarah/2: 252) (FM)
Kategori :
Tafsir Kemenag,
Tafsir Surat Al Baqarah
Tafsir Kemenag : Tafsir Al-Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat 251

فَهَزَمُوْهُمْ بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗوَقَتَلَ دَاوٗدُ جَالُوْتَ وَاٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهٗ مِمَّا يَشَاۤءُ ۗ وَلَوْلَا دَفْعُ اللّٰهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَّفَسَدَتِ الْاَرْضُ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ ذُوْ فَضْلٍ عَلَى الْعٰلَمِيْنَ ( البقرة : ٢٥١)
Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam. (QS. Al-Baqarah ayat 251)
Maka mereka mampu mengalahkannya, yakni Jalut dan tentaranya, dengan izin Allah, dan bahkan seorang pemuda bernama Dawud yang bergabung dengan tentara Talut berhasil membunuh Jalut. Kemudian Allah memberinya, Dawud, dua anugerah yang belum pernah diberikan kepada rasul-rasul sebelumnya, yaitu kerajaan dan hikmah agar bisa membawa maslahat, dan mengajarinya apa yang Dia kehendaki, seperti membuat baju besi dan memahami bahasa burung. Dan kalau Allah tidak melindungi melalui kekuasaan dan kehendak-Nya kepada sebagian manusia dengan memunculkan kekuatan penyeimbang bagi sebagian yang lain, niscaya rusaklah bumi ini, karena mereka akan bertindak semenamena dan menindas yang lemah. Tetapi Allah mempu-nyai karunia yang dilimpahkan-Nya atas seluruh alam, yakni apabila kezaliman merajalela, Allah akan memunculkan kekuatan yang mengimbanginya.
Kemudian tentara thalut mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah. Dalam peperangan itu, Nabi Dawud, yang juga ikut berperang, berhasil membunuh raja Jalut. Sebelum terjadi peperangan yang dahsyat itu, raja Jalut yang tubuhnya sangat besar dan tinggi dan memakai baju besi, dengan penuh kesombongan menantang untuk melakukan perang tanding seorang lawan seorang. Dari pihak Bani Israil sendiri tidak ada yang berani tampil ke muka untuk melayani tantangan itu, maka datanglah seorang pemuda penggembala kambing yaitu Dawud (yang kemudian menjadi nabi) dan beliau menyatakan kesediaannya untuk menghadapi raja Jalut. Ternyata yang dipergunakannya hanya sebuah alat pelempar batu yang selalu dipergunakan untuk melindungi kambing-kambingnya dari serangan serigala. Karena raja Jalut ini memakai baju besi, maka sukar sekali ditembus badannya dengan batu. Karena itu Dawud dengan kepandaiannya membidik lobang diantara dua matanya sebagai sasarannya, ternyata lemparan beliau tepat mengenai sasaran sehingga raja Jalut rubuh seketika karena dahinya ditembus oleh peluru batu itu.
Setelah itu Dawud mengambil pedangnya dan memenggal leher Jalut sehingga putus dan terpisah dari badannya. Maka dengan gugurnya raja Jalut itu buyarlah seluruh kaum Amalik karena rajanya telah terbunuh. Seluruh tentara Bani Israil dengan suara gemuruh dan gegap gempita menyambut Dawud yang kemudian dijadikan menantu oleh raja thalut sebagai penghargaan atas jasanya.
Selain kemenangan itu, Allah menganugerahkan pula hikmah dan kerajaan kepada Dawud sehingga ia menjadi orang yang pertama-tama merangkap dua jabatan sekaligus, yaitu sebagai nabi dan raja.
Seandainya Allah tidak menolak keganasan sebagian manusia dengan sebagian yang lain, rusaklah bumi ini; dan seandainya Allah tidak menolak orang-orang jahat dan zalim dengan orang-orang yang berbuat kebajikan niscaya kejahatan itu akan tambah merajalela dan menghancurkan orang-orang yang baik. Tetapi Allah sengaja mengatur benteng-benteng pertahanan itu karena Allah mempunyai karunia yang dianugerahkan kepada semesta alam. (FM)
Kategori :
Tafsir Kemenag,
Tafsir Surat Al Baqarah
Minggu, 22 Januari 2023
MENGAJARKAN PAMER DAN VIRAL ?
Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq
Syaikh Hasan as Sadziliy rahimahullah, seorang ulama pendiri thariqah Asy Syadiliyah yang hidup di abad ketujuh Hijriyah berkata :
أعلنوا بطاعتكم إظهاراً لعبوديتكم كما يتظاهر غيرُكم بالمعاصي، وعليكم بالإعلام للناس بما منحكم الله تعالى من العلوم والمعارف.
"Umumkan ketaatanmu agar orang-orang tahu akan ibadahmu, sebagaimana orang lain pede mempertunjukkan kemaksiatannya.
Viralkan kepada banyak orang akan ilmu dan pengetahuan yang telah Allah ta'ala anugerahkan kepadamu." [1]
Penjelasan :
Nasehat beliau dan juga ulama manapun harus disikapi dengan dua cara : Pertama adalah dengan didudukkan sesuai konteksnya. Perkataan sebaik apapun bila tidak dipahami dengan baik akan menjadi rusak.
Jangan sampai ketika kita membahas bab memaafkan, yang dibawa dalil-dalil tentang hukum dan keadilan. Dan saat kita bicara hukum dan keadilan, kita seret ke dalil tentang bab memaafkan. Akhirnya rancu.
Dan yang kedua, perkataan siapapun harus diselaraskan dengan kitabullah dan as Sunnah.
Karena siapapun bisa diterima atau ditolak pendapatnya, kecuali al Musthafa shalallahu'alaihi wassalam.
Sehingga memahami perkataan syaikh Syadzili di atas juga harus sesuai dengan konteks ucapan beliau dan harus tunduk di bawah alat ukur lurus dan bengkoknya segala sesuatu, yakni Qur'an dan al Hadits.
Dan tentu nasehat beliau di atas bukan untuk melegakkan aksi pamer amal dan pembenaran hawa nafsu kebanyakan orang untuk pengen viral dan populer.
Sehingga kesimpulan dari maksud perkataan Syaikh Syadzili di atas diantaranya adalah :
1. Amal yang dinampakkan adalah amal yang memang umumnya tidak bisa disembunyikan dan tujuannya untuk mendakwahkan atau mengajak orang lain, seperti Haji, pergi shalat berjamaah, jihad dan semisalnya, bukan untuk memamerkan apa lagi supaya dikenal.
Maka tidaklah tercela bahkan terpuji orang yang menyeru kepada jihad dan menampakkannya untuk memotivasi oang lain. Atau orang yang bersedekah dengan terang-terangan untuk mengajak orang lain.
Meskipun tetap dalam sejarah kita akan temui banyak ulama salaful ummah yang berusaha menyembunyikan amal-amal di atas. Demi menjaga agar tidak rusaknya ikhlas di dalam hati.
Ada yang ketika pergi berjihad orang mengira ia sedang pergi berhaji. Dan saat pergi berhaji, orang mengira ia pergi berdagang.
2. Yang selanjutnya tentu ketika seseorang menampakkan amal-amalnya, ia harus bisa selamat dari sifat riya dan berusaha untuk menjaga niat yang ada di dalam hatinya.
Sambungan dari nasehat beliau di atas adalah kalimat berikut ini :
وقد يمدح الإظهار فيما يتعذر الإسرارُ فيه كالغزو والحج والجمعة والجماعة، فإظهار المبادرة إليه وإظهار الرغبة فيه للتحريض بشرط أن لا يكون فيه شائبة رياء.
"Ada kalanya menampakkan ibadah yang tidak bisa dirahasiakan menjadi terpuji, seperti berperang, melaksanakan haji, shalat jum'at, dan berjama'ah. Menampakkan tindakan atau sekedar keinginan untuk menjalankannya adalah dalam rangka memotivasi orang lain dengan syarat tidak tercemari oleh riya'."
Contohnya jika ada yang berkata : "Aku ingin nanti berjihad di Palestina." Atau ada yang berkata, "Aku ingin bukan depan shalat Jum'at masjidil Haram."
Menampakkan amal seperti ini bisa saja bernilai kebaikan. Tapi tidak berarti semua amal inginnya viral dan kita dikenal.
Karena menjaga keikhlasan amal itu tidaklah mudah. Tidaklah anjuran agama yang sangat menekankan untuk menyembunyikan amal kecuali karena hati itu memang mudah berbolak- balik dan rentan terserang penyakit yang merusak niat.
Al imam Sufyan ats Tsauri berkata :
مَا عَالَجتُ شَيئًا أَشَدُّ عَليَّ مِن نِيَّتِي لأَنَّهَا تَتَقَلَّبُ عَليّ
“Tidak ada sesuatu yang paling berat untuk aku jaga, kecuali masalah niatku, sebab ia senantiasa berbolak-balik dalam diriku“.
3. Yang dianjurkan secara umum untuk menampakkan amal dan ilmu adalah orang-orang yang memang berilmu.
Hal ini agar masyarakat mudah dalam meminta fatwa dan nasehat agama kepada orang yang tepat. Karena jika yang berilmu menyembunyikan ilmunya, bisa jadi orang jahil yang sok berilmu akan berfatwa dan bicara agama semaunya.
Dan menyembunyikan ilmu adalah perbuatan yang memang dicela dalam agama. Dalam hadits misalnya ada ancaman yang berbunyi :
مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمً فَكَتَمَهُ أُلْجِمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ.
"Siapa yang ditanya tentang sebuah ilmu lalu ia mendiamkannya, maka akan dibuatkan kekang dari tali api neraka." (HR. Tirmidzi)
Selain itu, jika kalangan orang berilmu tidak terdepan dalam mensyiarkan dan mendakwahkan agama tentu ini akan menimbulkan fitnah dan kerusakan yang besar.
Orang-orang awam akan berani melanggar perintah agama dengan dalih bahwa orang alimnya saja telah meninggalkannya.
Nasehat beliau ini relevan untuk mengkritik dan mengoreksi sebagian sufi yang mengaku karena telah sampai pada maqam tertentu, sehingga mereka seperti meninggalkan amal-amal dalam agama karena terlalu menyembunyikannya.
Wallahu a'lam.
_____
📜Lathaif al-Minan wa al-Akhlaq fi Bayan Wujub al-Tahadduts bini'mah Allah hal 29
Kategori :
Renungan
𝗗𝗨𝗔 𝗦𝗘𝗡𝗝𝗔𝗧𝗔 𝗠𝗨𝗞𝗠𝗜𝗡
Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq
Kehidupan manusia hakikatnya hanya berpindah dari satu keadaan ke keadaan lain. silih berganti dan berputar seperti roda pedati. Ada saatnya di atas, ada waktunya terbenam di lumpur.
Yang mana silih bergantinya keadaan hidup itu secara umum hanya terbagi menjadi dua : Keadaan menyenangkan dan keadaan yang menyedihkan.
Maka dalam menghadapinya, seorang mukmin menggunakan senjata sabar dan syukur. Sabar dikala menghadapi musibah, bencana, kesedihan dan hal tak menyenangkan lainnya. Dan Syukur dikala mendapatkan karunia, kebahagiaan, kegembiraan dan hal menyenangkan lainnya.
Sabar dan syukur adalah termasuk jenis amal yang sangat agung dalam Islam. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa iman itu terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah sabar, dan bagian kedua adalah syukur. Dan siapa yang sempurna dalam syukur dan sabar, maka sempurnalah imannya.
Mughirah bin Musqim berkata :
الصبر نصف الإيمان، والشكر نصف الإيمان، واليقين الإيمان كله، ألم تر إلى قوله: إنَّ فِي ذلكَ لآياتٍ لكُلّ صَبَّارٍ شَكُورٍ
“Sabar itu separuh iman, Syukur separuh lainnya. Dan yakin adalah keimanan seluruhnya. Sebagaimana firman Allah : ‘Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda bagi setiap orang yang bersabar dan bersyukur.” (QS. Ibrahim : 5)[1]
Melalui tulisan sederhana ini, kami akan membahas sedikit tentang bab syukur dan sabar, selamat menyimak.
𝗕𝗮𝗯 𝗦𝗮𝗯𝗮𝗿
Bahasan ini akan kami bagi menjadi empat bahasan, yakni (1) Bab sabar (2) Bab syukur (3) Kisah menakjubkan para ulama dalam kesabaran (4) Kisah menakjubkan ulama dalam syukur mereka.
𝗣𝗲𝗻𝗴𝗲𝗿𝘁𝗶𝗮𝗻 𝗦𝗮𝗯𝗮𝗿
Tentang definisi apa itu kesabaran, ulama menjelaskan dalam berbagai bentuk terminologi yang berbeda-beda. Dan yang paling baik dan banyak digunakan oleh para ulama[2] adalah apa yang dinyatakan oleh Ibnu Hayan, sebagai mana yang dinukil oleh al imam ‘Aini rahimahullah :
الصبر حبس النفس على المكروه
“Sabar adalah menahan diri dalam menghadapi hal yang dibenci.”[3]
Sedangkan dalam pengertian yang hampir serupa, al Asfahani berkata : “Sabar adalah bertahan dalam kesempitan.”[4]
𝗞𝗲𝗱𝘂𝗱𝘂𝗸𝗮𝗻 𝘀𝗮𝗯𝗮𝗿
Banyak sekali ayat, hadits dan perkataan ulama yang menyebutkan tentang keutamaan sabar. Diantaranya adalah sebagai berikut :
𝗔𝗹 𝗤𝘂𝗿’𝗮𝗻
وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
“Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.“ (QS. Ali Imran: 146)
وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ
“Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang bersabar.” (QS. Al Baqarah : 156)
Para ulama menjelaskan bahwa kabar gembira yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah dengan diberikan syurga.[5]
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang diberikan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az Zumar: 10).
Al imam Auza’i rahimahullah mengatakan, “Pahala bagi orang yang bersabar tidak bisa ditakar dan ditimbang. Mereka benar-benar akan mendapatkan ketinggian derajat.”[6]
𝗛𝗮𝗱𝗶𝘁𝘀
وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنْ الصَّبْرِ
“Dan tidak ada seorang pun yang dianugerahi sesuatu yang lebih baik melebihi kesabaran." (HR. Bukhari)
وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ
“Kesabaran itu adalah cahaya.” (HR. Ahmad)
وَاعْلَمْ أَنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ، وَأَنَّ الْفَرَجَ مَعَ الْكَرْبِ، وَأَنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“Ketahuilah bahwasannya kemenangan itu bersama kesabaran, dan jalan keluar itu bersama kesulitan, dan bahwasanya bersama kesulitan ada kemudahan”. (HR. Tirmidzi)
𝗠𝗮𝗾𝗮𝗹𝗮𝗵 𝘂𝗹𝗮𝗺𝗮
Berkata sayidina Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu :
الصَّبْرُ مِنَ الإِيمَانِ بِمَنْزِلَةِ الرَّأْسِ مِنَ الْجَسَدِ، فَإِذَا ذَهَبَ الصَّبْرُ ذَهَبَ الإِيمَانُ
“Sabar bagi keimanan laksana kepala bagi tubuh. Apabila kesabaran telah lenyap maka lenyap pulalah keimanan.”[7]
Berkata al imam Syafi’i rahimahullah :
صَبرا جَميلا ما أقرَبَ الفَرجا
“Bersabarlah dengan sebaik-baiknya sabar, dan (engkau akan terkejut) betapa dekatnya jalan keluar.”[8]
𝗣𝗲𝗺𝗯𝗮𝗴𝗶𝗮𝗻 𝘀𝗮𝗯𝗮𝗿
Para ulama membagi tingkatan sabar menjadi tiga bagian. Sabar dalam menghadapi musibah, sabar dalam meninggalkan kemaksiatan dan sabar dalam mengerjakan ketaatan.
Berkata Hujjatul Islam al imam Ghazali rahimahullah :
والصبر على أوجه : صبر على طاعة الله وصبر عن محارمه وصبر على المصيبة
“Sabar terdiri dari beberapa bagian, yaitu (1) sabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah, (2) sabar dalam menjahui larangan-larangan Allah, (3) sabar dalam menerima musibah.”[9]
Adapun dalil tentang sabar dalam ta’at dan sabar meninggalkan maksiat diantaranya adalah :
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا
“Dan perintahkanlah keluargamu untuk mendirikan shalat dan bersabarlah atasnya.” (QS. Thaha : 132)
Sedangkan dalil sabar dalam musibah adalah :
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al Baqarah : 155)
Dan secara umum, sabar dalam mentaati Allah dan menjauhi maksiat tingkatannya lebih tinggi dari sabar ketika menghadapi musibah. Berkata al imam Qurthubi rahimahullah :
والصبر على طاعة الله عز وجل وعن محارم الله تعالى أفضل من الصبر على المصائب
“Sabar dalam ketaatan kepada Allah ‘azza wa jalla dan sabar menahan diri dari yang diharamkan oleh Allah adalah lebih utama dari sabar dalam menghadapi musibah.”[10]
Hal ini karena sabar dalam musibah sifatnya harus diterima. Seseorang yang sednag menghadapinya tidak punya pilihan kecuali harus bersabar. Jika ia mau bersabar maka akan diberikan pahala, jika tidak sabar ia tidak memperoleh apa-apa bahkan bisa jatuh ke dalam dosa.
Sedangkan sabar dalam ta’at dan menjauhi maksiat sifatnya pilihan, terkhusus jika itu dalam rupa ibadah sunnah. Seseorang bisa memilih bersabar melawan kantuk dan dinginnya malam untuk shalat malam, atau ia meninggalkannya.[11]
𝗛𝘂𝗸𝘂𝗺 𝗦𝗮𝗯𝗮𝗿
Sabar memiliki hukum yang berbeda sesuai dengan keadaan yang menuntut seorang mukmin untuk menyikapinya dengan kesabaran. Ada yang wajib ada pula yang sunnah. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah :
الصبر واجبا باتفاق المسلمين على أداء الواجبات وترك المحظورات ويدخل في ذلك الصبر على المصائب عن أن يجزع فيها.
“Sabar itu hukumnya wajib dengan kesepakatan kaum muslimin bila untuk menunaikan kewajiban dan meninggalkan kemaksiatan. Demikian juga sabar terhadap musibah-musibah yang menimpa.”[12]
𝟭. 𝗦𝗮𝗯𝗮𝗿 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗧𝗮’𝗮𝘁
Sabar dalam keta’atan hukumnya wajib bila itu berkaitan dengan kewajiban agama. Seperti sabar dalam menunaikan shalat lima waktu. Sabar menahan lapar dan dahga saat menunaikan puasa Ramadhan dan semisalnya. Seseorang yang tidak mau bersabar dalam kewajiban, alias meninggalkannya tentu saja hukumnya haram.
Sedangkan sabar dalam ketaatan yang sifatnya ibadah sunnah hukumnya juga sunnah. Seperti sabar dalam istiqamah menjaga shalat malam, dzikir dan puasa sunnah. Jika ia teguh, ia diberi pahala jika ia tak mampu dia bisa meninggalkannya dan tidak berdosa.
𝟮. 𝗦𝗮𝗯𝗮𝗿 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗵𝗮𝗱𝗮𝗽𝗶 𝗺𝗮𝗸𝘀𝗶𝗮𝘁
Demikian juga di bagian yang kedu ini, ada sabar yang wajib ada juga yang sunnah. Yang wajib adalah kesabaran untuk meninggalkan yang diharamkan seperti judi, minum minuman keras, berzina dan yang semisalnya. Sedangkan sabar yang sunnah adalah teguh dan sabar dalam meninggalkan hal yang dimakruhkan.
𝟯. 𝗦𝗮𝗯𝗮𝗿 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗺𝘂𝘀𝗶𝗯𝗮𝗵
Sedangkan sabar dalam musibah hukumnya adalah wajib, yakni dalam bentuk ia tidak mengeluh dan tidak marah kepada ketentuan Allah. Adapun tangisan, rasa sedih dan rasa sakit di dalam hati bukanlah ukuran seseorang sabar atau tidak sabar.
Seseorang yang menangis dan sedih ketika tertimpa musibah masih termasuk bersabar jika hatinya tetap ridha kepada keputusan Allah dan berserah diri kepadaNya.[13]
𝘽𝙚𝙧𝙨𝙖𝙢𝙗𝙪𝙣𝙜 𝙠𝙚 𝙗𝙖𝙗 𝙄𝙄 : 𝙎𝙮𝙪𝙠𝙪𝙧...
__________
[1] Tafsir Thabari (18/578)
[2] Fath al Bari (11/303)
[3] Umdatul Qari ( 25/85)
[4] Tafsir Raghib al Asfahani ( (1/177)
[5] Tafsir Jalalain (1/22).
[6] Tafsir al Qur’an al ‘Azhim (6/443)
[7] Mushannaf Ibnu Abi Syaibah no. 31097
[8] Tafsir Ibnu Katsir (8/418)
[9] Al Mukasyafah al Qulub hal. 19
[10] Hidayah ila Bulugh an Nihayah (1/881)
[11] Jami’ Masail (8/228)
[12] Majmu’ Fatawa (10/39)
[13] Fath Mu’in ‘ala Syarh Muslim (4/202)
Kategori :
Renungan
Selasa, 17 Januari 2023
Siapa Fir’aun di kalangan umat?
Kalau di masa Nabi Musa ada Fir’aun, maka di masa umat Nabi Muhammad juga ada Fir’aunnya. Siapa dia?
Khalifah ke-11 Dinasti Umayyah al-Walid bin Yazid bin Abdul Malik (709-744), yang dikenal dengan julukan al-Walid II, disebut oleh para ulama sebagai Fir’aunnya Umat Islam.
Apa saja kelakuannya sampai dijuluki Fir’aun?
Imam Suyuthi mengatakan al-Walid II adalah seorang fasik, peminum khamr, dan banyak melanggar aturan syari’at.
Bahkan, masih menurut penuturan Imam Suyuthi, al-Walid II naik haji ke Mekkah dengan tujuan hendak minum khamr (yang memabukkan) di depan Ka’bah. Dia juga menikahi istri-istri ayahnya–sesuatu yang diharamkan dalam Islam.
Imam Suyuthi meriwayatkan dari Dzahabi bahwa al-Walid II juga melakukan liwath. Karenanya, ada yang mengatakan dia seorang zindiq.
Apa yang disampaikan Imam Suyuthi dalam kitabnya, Tarikh al-Khulafa, senada dan seirama dengan penuturan Imam Thabari dalam kitab Tarikh-nya sebagai berikut: al-Walid II membawa anjing dalam kardus saat naik haji, dan juga membawa khamr, bahkan dia membawa kanopi seukuran Ka’bah dan bermaksud menutupi Ka’bah dengan kanopi lalu dia duduk di atas kanopi itu.
Syukurlah, kawannya mencegah sehingga kanopi itu hanya ditaruh di depan Ka’bah. Imam Thabari mengatakan masih banyak peristiwa tercela lainnya, namun dia tidak mau mengotori isi kitabnya dengan menuliskan semua perilaku buruk al-Walid II.
Dengan kata lain, al-Walid II bukan hanya melanggar syari’at Islam tapi juga berani menantang dan mengolok-olok agama Allah. Dia tidak takut dosa.
Begitu tercelanya dia sampai orang-orang menjuluki dia sebagai Fir’aun. Tapi, apa dasarnya julukan tersebut?
Julukan tersebut berasal dari sebuah riwayat yang diklaim berasal dari Hadis Nabi:
حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ حَدَّثَنَا ابْنُ عَيَّاشٍ قَالَ حَدَّثَنِي الْأَوْزَاعِيُّ وَغَيْرُهُ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ وُلِدَ لِأَخِي أُمِّ سَلَمَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غُلَامٌ فَسَمَّوْهُ الْوَلِيدَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمَّيْتُمُوهُ بِأَسْمَاءِ فَرَاعِنَتِكُمْ لَيَكُونَنَّ فِي هَذِهِ الْأُمَّةِ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ الْوَلِيدُ لَهُوَ شَرٌّ عَلَى هَذِهِ الْأُمَّةِ مِنْ فِرْعَوْنَ لِقَوْمِهِ
“Telah menceritakan kepada kami Abul Mughirah, telah pula menceritakan kepada kami Ibnu ‘Ayyasy, dia berkata: Telah menceritakan kepadaku Al-Auza’i dan yang lainnya, dari Az-Zuhri dari Sa’id bin Al-Musayyib dari Umar bin Khattab dia berkata; “Telah lahir seorang anak dari saudara laki-laki Ummu Salamah, istri Nabi SAW, kemudian diberi nama al-Walid, maka Nabi bersabda: “Kalian memberi nama dia dengan nama-nama Fir’aun kalian. Sungguh akan ada pada umat ini seorang lelaki yang diberi nama al-Walid. Sungguh dia lebih buruk bagi umat ini ketimbang Fir’aun kepada kaumnya.”
Hadis di atas terdapat dalam Musnad Ahmad, hadis nomor 104.
Jadi, para ulama menjuluki Khalifah al-Walid II sebagai Fir’aunya umat Islam itu berdasarkan tingkah lakunya yang jelas-jelas bertentangan dengan syariat Islam dan juga ada riwayat hadis yang mendukung sebutan itu.
Di luar itu, kita harus lebih berhati-hati mengatakan si A dan si B sebagai Fir’aun —apalagi kalau hanya berdasarkan perbedaan sikap dan pilihan politik semata.
Wa Allahu a’lam bish shawab
Tabik,
Kamis, 12 Januari 2023
Tafsir Kemenag : Tafsir Al-Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat 250

وَلَمَّا بَرَزُوْا لِجَالُوْتَ وَجُنُوْدِهٖ قَالُوْا رَبَّنَآ اَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَّثَبِّتْ اَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ ۗ ( البقرة : ٢٥٠)
Tatkala Jalut dan tentaranya telah nampak oleh mereka, merekapun (Thalut dan tentaranya) berdoa: "Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir". (QS. Al-Baqarah ayat 250)
Dan ketika saat yang mencekam semakin dekat, mereka, yakni kelompok kecil namun didukung keimanan yang kuat, terus maju untuk melawan Jalut dan tentaranya, meski mereka tahu benar kekuatan mereka tidak sebanding dengan kekuatan tentara Jalut. Untuk menguatkan mental, mereka berdoa, "Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami untuk menghadapi situasi yang berat ini; kukuhkanlah langkah kami di medan perang ini; dan tolonglah kami untuk menghadapi dan mengalahkan orang-orang kafir. " Cerita ini memberi kita beberapa pelajaran dalam menghadapi situasi yang berat dan sulit. Pertama, berani menghadapi dengan penuh kesabaran. Kedua, mempersiapkan apa saja yang memungkinkan untuk memantapkan langkah. Ketiga, berdoa untuk menguatkan mental.
Ketika raja thalut beserta tentaranya telah berhadap-hadapan dengan raja Jalut dan tentaranya, dan menyaksikan betapa banyaknya jumlah musuh dan perlengkapan yang serba sempurna, mereka berdoa kepada Allah agar dilimpahkan iman ke dalam hati mereka, sabar dan tawakal pada Allah dan agar Allah menolong mereka mengalahkan musuh-musuhnya yang menyembah berhala itu. (FM)
Kategori :
Tafsir Kemenag,
Tafsir Surat Al Baqarah
Tafsir Kemenag : Tafsir Al-Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat 249

فَلَمَّا فَصَلَ طَالُوْتُ بِالْجُنُوْدِ قَالَ اِنَّ اللّٰهَ مُبْتَلِيْكُمْ بِنَهَرٍۚ فَمَنْ شَرِبَ مِنْهُ فَلَيْسَ مِنِّيْۚ وَمَنْ لَّمْ يَطْعَمْهُ فَاِنَّهٗ مِنِّيْٓ اِلَّا مَنِ اغْتَرَفَ غُرْفَةً ۢبِيَدِهٖ ۚ فَشَرِبُوْا مِنْهُ اِلَّا قَلِيْلًا مِّنْهُمْ ۗ فَلَمَّا جَاوَزَهٗ هُوَ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَهٗۙ قَالُوْا لَا طَاقَةَ لَنَا الْيَوْمَ بِجَالُوْتَ وَجُنُوْدِهٖ ۗ قَالَ الَّذِيْنَ يَظُنُّوْنَ اَنَّهُمْ مُّلٰقُوا اللّٰهِ ۙ كَمْ مِّنْ فِئَةٍ قَلِيْلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيْرَةً ۢبِاِذْنِ اللّٰهِ ۗ وَاللّٰهُ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ ( البقرة : ٢٤٩)
Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata: "Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya; bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka dia adalah pengikutku". Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata: "Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya". Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata: "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar". (QS. Al-Baqarah ayat 249).
Setelah membuktikan sendiri kelayakan Talut sebagai pemimpin melalui keberadaan Tabut, akhirnya mereka mau mengikuti perintahnya. Maka ketika Talut membawa bala tentaranya untuk berangkat perang, sebelumnya dia memberi pengarahan seraya berkata, "Allah akan menguji kamu dengan sebuah sungai yang kamu seberangi. Maka barang siapa meminum airnya, dia bukanlah pengikutku; dan barang siapa tidak meminumnya maka dia adalah pengikutku, kecuali menciduk seciduk dengan tangan, sekadar untuk menghilangkan dahaga. "Tetapi kebanyakan mereka ternyata meminumnya dengan penuh keserakahan karena tidak mampu menahan nafsu minum, kecuali sebagian kecil di antara mereka yang kuat sehingga hanya meminumnya sedikit. Maka, ketika dia, Talut, dan orang-orang yang beriman bersamanya menyeberangi sungai itu, mereka yang banyak minum dari sungai itu berkata, "Kami tidak kuat lagi pada hari ini melawan Jalut dan bala tentaranya." Sementara itu, mereka yang minum air sungai sekadarnya dan meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, "Betapa banyak kelompok kecil yang didukung oleh kekuatan fisik dan memiliki keimanan yang kuat mampu mengalahkan kelompok besar lagi kuat dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar dengan memberi mereka pertolongan. Ini menunjukkan bahwa tenggelam dalam hal-hal duniawi dan menuruti hawa nafsu hanya akan melemahkan mental seseorang. Akibatnya, ia tidak mampu bersikap disiplin dalam menaati aturan, menegakkan kebenaran, dan melawan kebatilan.
Tatkala raja thalut keluar membawa tentaranya berperang melawan orang-orang Amalik, beliau memberi petunjuk lebih dahulu tentang peristiwa-peristiwa yang akan dialami, yaitu bahwa mereka nanti akan diuji oleh Allah dengan sebuah sungai yang mengalir di padang pasir. Beliau memperingatkan bahwa sungai itu bukan sungai biasa tetapi sungai untuk menguji mereka siapa yang teguh imannya dan siapa yang akan tergoda. Beliau berkata, "Siapa minum dari air sungai itu, maka bukanlah ia termasuk pengikutku, dan siapa yang tidak minum, maka ia adalah pengikutku, kecuali jika minum sekadar seciduk tangan saja." Diriwayatkan bahwa ketika Bani Israil melihat Tabut telah kembali, mereka tidak ragu-ragu lagi bahwa mereka akan mendapat kemenangan, karena itu mereka segera mempersiapkan tentara untuk berperang. Atas petunjuk dari raja thalut maka yang boleh ikut perang itu hanyalah laki-laki yang masih muda dan sehat badannya, tidak diperkenankan seorang yang sedang membangun rumah tetapi belum selesai atau seorang pedagang yang sedang sibuk mengurus perniagaannya dan tidak pula laki-laki yang mempunyai utang dan tidak pula pengantin yang belum berkumpul dengan istrinya. Dengan seleksi demikian maka raja thalut dapat menghimpun 80.000 tentara yang dapat diandalkan untuk berperang. Oleh karena pada waktu mereka berangkat itu adalah musim panas dan penjalanan amat jauh melalui padang pasir, maka mereka mohon agar di tengah perjalanan diberi kesempatan minum dari sungai. Sebagian besar tentara itu tidak menghiraukan peringatan raja thalut. Mereka minum sepuas hati dari air sungai itu dan ada pula yang minum hanya seciduk tangan, dan sedikit sekali yang tidak minum sama sekali.
Ketika raja thalut dan orang-orang yang beriman telah menyeberangi sungai itu untuk melangsungkan jihad fi sabilillah, maka berkatalah orang-orang yang telah minum itu, "Kami tidak sanggup pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya." Jalut itu adalah seorang yang besar tubuhnya dan menjadi raja bagi orang-orang Amalik.
Ucapan demikian itu tidak menakutkan tentara thalut yang beriman yang berkeyakinan akan menemui Allah pada hari Kiamat dengan penuh keteguhan hati. Mereka berkata, "Betapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak, dengan izin Allah. Sebab Allah menyertai orang-orang yang sabar dengan pertolongannya. (FM)
Kategori :
Tafsir Kemenag,
Tafsir Surat Al Baqarah
Tafsir Kemenag : Tafsir Al-Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat 248

وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ اِنَّ اٰيَةَ مُلْكِهٖٓ اَنْ يَّأْتِيَكُمُ التَّابُوْتُ فِيْهِ سَكِيْنَةٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِّمَّا تَرَكَ اٰلُ مُوْسٰى وَاٰلُ هٰرُوْنَ تَحْمِلُهُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ ۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيَةً لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ ࣖ ( البقرة : ٢٤٨)
Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman. (QS. Al-Baqarah ayat 248)
Dan nabi mereka berkata kepada mereka, "Sesungguhnya tanda atau bukti kerajaannya, yakni kelayakannya untuk mengemban tugas tersebut, ialah datangnya Tabut, yaitu tempat untuk menyimpan Taurat, kepadamu, yang sebelumnya berada di Palestina, yang di dalamnya terdapat sesuatu yang bisa memberi kamu ketenangan dari Tuhanmu dan sisa peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun, yang dibawa oleh malaikat yang hakikatnya hanya diketahui oleh Allah. Sungguh, pada yang demikian itu, yakni peristiwa besar tersebut, terdapat tanda kebesaran Allah bagimu yang bisa membawamu kepada ketaatan dan kerelaan, jika kamu benar-benar orang beriman. Seorang pemimpin harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya cerdas atau menguasai masalah dan mampu melaksanakan tugas. Untuk membuktikan kelayakannya maka harus dilakukan uji kelayakan.
Samuel menyatakan kepada Bani Israil, bahwa Allah telah memilih thalut sebagai raja yang akan memimpin mereka berperang melawan orang Amalik atau Amaliqah (Amalekit). Sebagai tanda bahwa thalut itu betul-betul telah dipilih oleh Allah ialah kembalinya Tabut (peti pusaka) kepada Bani Israil setelah beberapa tahun hilang dari tangan mereka karena dirampas oleh musuh. Di dalam Tabut itu disimpan beberapa benda sisa peninggalan keluarga Musa dan Harun seperti tongkat Nabi Musa, sandal, serban Nabi Harun, dan beberapa potong pecahan dari piring batu yang dibawa Musa dari Gunung Sinai. Jika Bani Israil mengadakan peperangan, maka Tabut itu selalu dibawa mereka bersama tentara karena dirasakan oleh mereka bahwa Tabut itu dapat menimbulkan semangat dan keberanian dalam peperangan.
Dalam suatu peperangan antara Bani Israil dan orang-orang Amalik, Bani Israil menderita kekalahan yang mengakibatkan Tabut dirampas dan dibawa lari oleh musuh. Setelah Tabut itu berada beberapa lama di tangan orang-orang Amalik, tiba-tiba pada suatu masa Amalik itu ditimpa bermacam-macam malapetaka dan bencana seperti wabah tikus yang merusak tanam-tanaman, dan berjangkitnya penyakit sehingga mereka merasa sial dengan adanya Tabut di tengah-tengah mereka. Mereka beranggapan bahwa malapetaka itu datangnya dari Tuhan Bani Israil yang membalas dendam kepada mereka, lalu mereka mengembalikan Tabut itu kepada Bani Israil dengan jalan menempatkannya dalam sebuah pedati yang ditarik oleh dua ekor sapi. Ternyata pedati itu dikemudikan oleh malaikat sehingga kembali lagi kepada Bani Israil. Kedatangan Tabut itu tepat sekali waktunya dengan terpilihnya thalut sebagai raja. Dengan kembalinya Tabut itu, barulah Bani Israil tunduk dan menerima thalut sebagai raja, sebab yang demikian itu adalah bukti dari Allah bagi orang-orang yang beriman. (FM)
Kategori :
Tafsir Kemenag,
Tafsir Surat Al Baqarah
Rabu, 11 Januari 2023
Tafsir Kemenag : Tafsir Al-Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat 247

وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ اِنَّ اللّٰهَ قَدْ بَعَثَ لَكُمْ طَالُوْتَ مَلِكًا ۗ قَالُوْٓا اَنّٰى يَكُوْنُ لَهُ الْمُلْكُ عَلَيْنَا وَنَحْنُ اَحَقُّ بِالْمُلْكِ مِنْهُ وَلَمْ يُؤْتَ سَعَةً مِّنَ الْمَالِۗ قَالَ اِنَّ اللّٰهَ اصْطَفٰىهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهٗ بَسْطَةً فِى الْعِلْمِ وَالْجِسْمِ ۗ وَاللّٰهُ يُؤْتِيْ مُلْكَهٗ مَنْ يَّشَاۤءُ ۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ ( البقرة : ٢٤٧)
Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu". Mereka menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi (mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa". Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah ayat 247)
Nabi atau ulama mereka akhirnya mengabulkan permintaan tersebut. Dan nabi mereka berkata kepada mereka sebagai bentuk pengabulan permintaan mereka, "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Talut menjadi raja atau komandanmu. "Mereka, khususnya para pembesar, menjawab dengan nada sinis, "Bagaimana mungkin Talut memperoleh kerajaan atau kekuasaan atas kami dan memimpin kami dalam pertempuran, sedangkan kami dengan segala kebesaran yang kami miliki seharusnya lebih berhak atas kerajaan atau jabatan itu daripadanya, dan dia juga tidak diberi kekayaan yang banyak?" Nabi mereka menjawab," Allah telah memilihnya sebagai raja kamu dan memberikan kepadanya sesuatu yang menjadikannya layak menerima tugas itu, yaitu kelebihan ilmu untuk memahami strategi perang dan fisik yang kuat agar mampu menjalankan tugas berat tersebut. "Ketahuilah, sesungguhnya Allah memberikan kerajaan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. (FM)
Kategori :
Tafsir Kemenag,
Tafsir Surat Al Baqarah
Tafsir Kemenag : Tafsir Al-Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat 246

اَلَمْ تَرَ اِلَى الْمَلَاِ مِنْۢ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ مِنْۢ بَعْدِ مُوْسٰىۘ اِذْ قَالُوْا لِنَبِيٍّ لَّهُمُ ابْعَثْ لَنَا مَلِكًا نُّقَاتِلْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗ قَالَ هَلْ عَسَيْتُمْ اِنْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ اَلَّا تُقَاتِلُوْا ۗ قَالُوْا وَمَا لَنَآ اَلَّا نُقَاتِلَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَقَدْاُخْرِجْنَا مِنْ دِيَارِنَا وَاَبْنَاۤىِٕنَا ۗ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ تَوَلَّوْا اِلَّا قَلِيْلًا مِّنْهُمْ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ ۢبِالظّٰلِمِيْنَ ( البقرة : ٢٤٦)
Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah Nabi Musa, yaitu ketika mereka berkata kepada seorang Nabi mereka: "Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah". Nabi mereka menjawab: "Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang". Mereka menjawab: "Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari anak-anak kami?". Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, merekapun berpaling, kecuali beberapa saja di antara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang zalim. (QS. Al-Baqarah ayat 246)
Ketika para sahabat Nabi begitu antusias melaksanakan perintah berjihad, ayat ini memperlihatkan kebalikan dari sikap tersebut yang ditunjukkan oleh Bani Israil. Tidakkah kamu, wahai Nabi Muhammad, perhatikan, yakni mendengar kisah, para pemuka Bani Israil setelah Musa wafat, ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka, setelah mereka berselisih paham siapa yang berhak menjadi pemimpin, dengan mengatakan," Angkatlah seorang raja, yakni pemimpin perang untuk kami, niscaya kami berperang di jalan Allah besertanya. "Nabi mereka menjawab, Jangan-jangan jika diwajibkan atasmu berperang, kamu tidak akan menaatinya untuk berperang juga karena takut mati dan kecintaanmu terhadap dunia?" Mereka menjawab, "Mengapa atau bagaimana mungkin kami tidak akan berperang di jalan Allah, sedangkan kami telah diusir dari kampung halaman kami dan dipisahkan dari anak-anak kami, karena mereka ditahan?" Tetapi ketika perang itu benar-benar diwajibkan atas mereka karena permintaan mereka sendiri, justru mereka berpaling dengan segera karena merasa ngeri dan takut, kecuali sebagian kecil dari mereka yang masih konsisten. Dan Allah Maha Mengetahui bahwa mereka adalah orang-orang yang zalim dengan meminta suatu kewajiban yang kemudian mereka sendiri melanggarnya.
Kisah pertama tentang Bani Israil pada ayat yang lalu diuraikan secara umum dan dalam ayat ini diuraikan secara terperinci. Pada masa itu, telah menjadi kebiasaan bagi Bani Israil bahwa soal-soal kenegaraan diatur oleh seorang raja dan soal agama dipimpin oleh seorang yang juga ditaati oleh raja sendiri. Samuel (nabi mereka saat itu) yang mengetahui tabiat Bani Israil, ketika mendengar usul mereka mengangkat seorang raja, timbul keraguan dalam hatinya tentang kesetiaan Bani Israil itu, sehingga beliau berkata, "Mungkin sekali jika kepada kamu nanti diwajibkan perang, kamu tidak mau berperang." Beliau sering menyaksikan sifat penakut di kalangan mereka. Mereka menjawab, "Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah. Padahal telah cukup alasan yang mendorong kami untuk melaksanakan perang itu? Kami telah diusir dari kampung halaman kami dan anak-anak kami pun banyak yang ditawan oleh musuh."
Mereka menyatakan bahwa penderitaan mereka sudah cukup berat sehingga jalan lain tidak ada lagi, kecuali dengan mempergunakan kekerasan. Ternyata benar apa yang diragukan oleh Samuel, yaitu tatkala perang telah diwajibkan kepada Bani Israil dan Samuel telah memilih seorang raja untuk memimpin mereka, mereka banyak yang berpaling dan meninggalkan jihad di jalan Allah serta sedikit sekali yang tetap teguh memegang janjinya.
Allah mengetahui orang-orang yang tidak ikut berjihad itu dan mereka dimasukkan dalam golongan orang-orang yang zalim, yang menganiaya dirinya sendiri disebabkan tidak mau berjihad untuk membela hak dan menegakkan kebenaran. Mereka di dunia menjadi orang-orang yang terhina dan di akhirat menjadi orang-orang yang celaka dan mendapat siksa. (FM)
Kategori :
Tafsir Kemenag,
Tafsir Surat Al Baqarah
Tafsir Kemenag : Tafsir Al-Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat 245

مَنْ ذَا الَّذِيْ يُقْرِضُ اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضٰعِفَهٗ لَهٗٓ اَضْعَافًا كَثِيْرَةً ۗوَاللّٰهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۣطُۖ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ ( البقرة : ٢٤٥)
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. (QS. Al-Baqarah ayat 245)
Barang siapa mau meminjami atau menginfakkan hartanya di jalan Allah dengan pinjaman yang baik berupa harta yang halal disertai niat yang ikhlas, maka Allah akan melipatgandakan ganti atau balasan kepadanya dengan balasan yang banyak dan berlipat sehingga kamu akan senantiasa terpacu untuk berinfak. Allah dengan segala kebijaksanaanNya akan menahan atau menyempitkan dan melapangkan rezeki kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan pada hari kebangkitan untuk mendapatkan balasan yang setimpal dan sesuai dengan apa yang diniatkan.
melapangkan rezeki kepada manusia yang lain yang pandai menyesuaikan diri dengan sunatullah dan menggarap berbagai bidang usaha sehingga merasakan hasil manfaatnya. Bila Allah menjadikan seorang miskin jadi kaya atau sebaliknya, maka yang demikian itu adalah sepenuhnya dalam kekuasaan Allah. Anjuran Allah menafkahkan sebagian harta ke jalan Allah, semata-mata untuk kemanfaatan manusia sendiri dan memberi petunjuk kepadanya agar mensyukuri nikmat pemberian itu karena dengan mensyukuri akan bertambah banyaklah berkahnya. Kemudian Allah menjelaskan bahwa semua makhluk akan dikembalikan kepada-Nya pada hari kiamat untuk menerima balasan amalnya masing-masing. (FM)
Kategori :
Tafsir Kemenag,
Tafsir Surat Al Baqarah
Tafsir Kemenag : Tafsir Al-Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat 244

وَقَاتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ ( البقرة : ٢٤٤)
Dan berperanglah kamu sekalian di jalan Allah, dan ketahuilah sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah ayat 244)
Usai menjelaskan bahwa kematian pasti akan tiba, pada ayat ini Allah mengikutinya dengan penjelasan tentang salah satu sebab kematian, yakni terbunuh dalam peperangan. Dan berperanglah kamu di jalan Allah ketika situasi menuntut demikian, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Mendengar apa yang kamu katakan, Maha Mengetahui apa yang kamu sembunyikan dalam hati, seperti keinginan untuk tidak turut berperang. Barang siapa mau meminjami atau menginfakkan hartanya di jalan Allah dengan pinjaman yang baik berupa harta yang halal disertai niat yang ikhlas, maka Allah akan melipatgandakan ganti atau balasan kepadanya dengan balasan yang banyak dan berlipat sehingga kamu akan senantiasa terpacu untuk berinfak. Allah dengan segala kebijaksanaanNya akan menahan atau menyempitkan dan melapangkan rezeki kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan pada hari kebangkitan untuk mendapatkan balasan yang setimpal dan sesuai dengan apa yang diniatkan.
Orang yang beriman hendaklah bangkit ke medan pertempuran untuk menjunjung tinggi kalimah Allah, mengamankan dakwah, dan menyebarkan agama. Kaum penegak kebenaran pasti akan mendapat kemenangan. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui terhadap siapa yang pergi ke medan pertempuran dengan niat membela agama. Demikian juga Dia mengetahui orang-orang yang mengkhianati perjuangan.
Dalam ayat ini, Allah menyuruh agar kita berperang menegakkan kebenaran. Peperangan ini mempunyai 2 macam strategi yaitu bertahan dan menyerang. Strategi bertahan ialah mengatur dan memperkuat umat Islam dalam segala bidang sehingga disegani oleh musuh dan terciptalah suasana aman dan tenteram. Strategi menyerang ialah berperang menghadapi musuh yang mengganggu ketertiban umat serta menjaga kehormatan bangsa dengan sebaik-baiknya. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mendengar segala sesuatu. (FM)
Kategori :
Tafsir Kemenag,
Tafsir Surat Al Baqarah
Tafsir Kemenag : Tafsir Al-Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat 243

۞ اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْنَ خَرَجُوْا مِنْ دِيَارِهِمْ وَهُمْ اُلُوْفٌ حَذَرَ الْمَوْتِۖ فَقَالَ لَهُمُ اللّٰهُ مُوْتُوْا ۗ ثُمَّ اَحْيَاهُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَذُوْ فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَشْكُرُوْنَ ( البقرة : ٢٤٣)
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang ke luar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati; maka Allah berfirman kepada mereka: "Matilah kamu", kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur. (QS. Al-Baqarah ayat 243)
Pada ayat ini Allah menegaskan bahwa tidak ada seorang pun bisa lari dari takdir Allah. Tidakkah kamu memperhatikan, yakni mendengar kisah orang-orang yang keluar dari kampung halamannya, sedang jumlahnya ribuan karena takut mati? Padahal Rasulullah melarang seseorang untuk keluar dari daerahnya yang terjangkit wabah penyakit. Lalu apabila Allah berfirman kepada mereka, "Matilah kalian! "pasti kalian akan mati tanpa bisa menghindar, karena hidup dan mati ada di tangan-Nya, dan kematian pasti datang meski tanpa sebab. Kemudian Allah menghidupkan mereka, artinya mereka terselamatkan dari musuh karena sebagian mereka ada yang ingin maju berjihad. Inilah karunia Allah. Sesungguhnya Allah memberikan karunia, yakni pemberian lebih, kepada manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur, karena ketidakmampuan manusia memahami jenis-jenis nikmat yang dianugerahkan Allah.
Dalam ayat ini, Allah memberikan tamsil atau perumpamaan bagi suatu kelompok masyarakat yang patah semangatnya, tidak mau berjuang untuk kemajuan masyarakat dan agamanya. Dengan ayat ini, Allah memberi-kan semangat agar sifat-sifat tersebut jangan dicontoh dan hendaklah manusia gigih berjuang untuk kejayaan bangsa dan agama. Dijelaskan juga berita orang yang lari dari tanah airnya di mana jumlah mereka ribuan banyaknya. Seharusnya mereka gagah berani, mampu mempertahankan tanah airnya, tetapi mereka lemah kehilangan semangat karena takut mati.
Yang tergambar dalam pikiran mereka yang melarikan diri itu adalah jalan keselamatan. Sedangkan yang terjadi sebaliknya, yaitu larinya mereka itu berarti memperkokoh kedudukan musuh untuk menjajah mereka dengan mudah. Kepada mereka yang penakut seperti ini, Allah berfirman, "Hancurlah kamu karena kamu adalah pengecut."
Kemudian setelah datang kesadaran mereka untuk bersatu kembali, Allah memberikan rahmat-Nya dengan menghidupkan semangat mereka kembali sehingga mereka bangkit mengumpulkan kekuatan untuk melepaskan diri dari perbudakan kaum penjajah karena Allah mempunyai karunia, Maha Penyantun terhadap manusia, namun demikian manusia tidak bersyukur kepada-Nya.
Sungguh pun Allah menghidupkan semangat mereka kembali sebagai karunia-Nya, namun masih banyak yang tidak bersyukur kepada-Nya. Dari ayat ini dapat diambil pelajaran bahwa apabila suatu umat selalu menentang ajaran Allah, maka umat ini akan selalu mendapat bahaya dengan berbagai cobaan dari-Nya.
Hal ini telah menjadi sunatullah bagi umat-umat terdahulu sampai sekarang. Menurut sebagian ahli tafsir, ayat ini memberikan suatu pelajaran berupa contoh perbandingan bagi umat yang mati jiwanya, yang lari dari negerinya karena tidak mempunyai tanggung jawab untuk mempertahankan-nya, sehingga negeri mereka menjadi jajahan. Rakyat yang ada di dalamnya menderita kemelaratan, penghinaan, dan kemiskinan karena mereka diperlakukan sebagai budak oleh golongan yang berkuasa yang datang dari luar. Tetapi setelah masa itu berlalu, dengan kesadaran yang diberikan Allah kepada mereka jiwa mereka hidup kembali. Mereka bangun serentak mengusir penguasa-penguasa zalim. Ini karunia dari Allah yang Mahakuasa dan Maha Penyayang. (FM)
Kategori :
Tafsir Kemenag,
Tafsir Surat Al Baqarah
Tafsir Kemenag : Tafsir Al-Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat 242

كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ ࣖ ( البقرة : ٢٤٢)
Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya (hukum-hukum-Nya) supaya kamu memahaminya. (QS. Al-Baqarah ayat 242)
Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya agar kamu mengerti. Penutup ayat ini seakan memberi jawaban atas pertanyaan apakah ada ketentuan agama menyangkut pemberian, selain harta waris? Jawabannya," ada", yaitu memberikan sesuatu sebagai penghibur bagi perempuan yang dicerai karena istri yang dicerai hidup keadaannya seperti ditinggal mati.
Demikian Allah menerangkan hukum-hukum-Nya yang seringkali disertai dengan sebab dan akibatnya untuk menjadi petunjuk bagi manusia dalam mencapai kemaslahatan agar diperhatikan oleh manusia.
Kategori :
Tafsir Kemenag,
Tafsir Surat Al Baqarah
Langganan:
Postingan (Atom)