لَقَدْ سَمِعَ اللّٰهُ قَوْلَ الَّذِيْنَ قَالُوْٓا اِنَّ اللّٰهَ فَقِيْرٌ وَّنَحْنُ اَغْنِيَاۤءُ ۘ سَنَكْتُبُ مَا قَالُوْا وَقَتْلَهُمُ الْاَنْۢبِيَاۤءَ بِغَيْرِ حَقٍّۙ وَّنَقُوْلُ ذُوْقُوْا عَذَابَ الْحَرِيْقِ ( اٰل عمران : ١٨١) Sesungguhnya Allah telah mendengar perkatan orang-orang yang mengatakan: "Sesunguhnya Allah miskin dan kami kaya". Kami akan mencatat perkataan mereka itu dan perbuatan mereka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar, dan Kami akan mengatakan (kepada mereka): "Rasakanlah olehmu azab yang mem bakar". ( QS. Ali 'Imran ayat 181 ). Sungguh, Allah telah mendengar perkataan orang-orang Yahudi yang mengatakan, "Sesungguhnya Allah itu miskin dan kami kaya." Orang-orang Yahudi beranggapan bahwa perintah berinfak di jalan Allah atau bersedekah untuk kepentingan sosial menunjukkan bahwa Allah miskin sehingga butuh pinjaman harta dari manusia. Seandainya Allah kaya, menurut mereka, niscaya Allah tidak menyuruh untuk berinfak dan bersede
Memahami ilmu agama tidaklah dapat disederhanakan dengan kalimat "ikuti saja sunnah". Diperlukan perangkat untuk dapat mengikuti sunnah sebagaimana yang dipahami oleh para ulama--dalam konteks ini para sahabat radhiyallāhu ta'āla anhum merupakan kelompok terdepan dalam barisan ulama. Menyederhanakan pemahaman ilmu agama, dengan kalimat "ikuti saja sunnah" membuka kemungkinan bagi kalangan awam untuk terjerumus ke dalam kesesatan. Syaikh Ibnu al-Wahhāb rahimahullah, sebagaimana dikutip oleh Syaikh Muhammad Awwāmah, mengatakan: الحديث مَضلَّةٌ الَّا للْعلَماءِ Hadits merupakan tempat yang membuat orang (awam) menjadi sesat, kecuali bagi para ulama. Kesesatan yang dimaksud di dalam pandangan Syaikh Ibnu Wahhab di atas adalah sesat pikir di dalam memahami hadits karena tidak menggunakan perangkat ilmu. Di antara contoh sesat pikir itu, adalah kekeliruan di dalam memahami hadits berikut: أَيُّمَا إِمرأةٍ اسْتعْطرتْ فَمرَّتْ عَلَى قَوْم ليجدوا ريْحَها فهِي زانيةٌ