Jumat, 29 Oktober 2021

Tafsir Al Qur'an Surat Al Insan


Tafsir Al Qur'an Surat Al Insan
Tafsir Al Qur'an Surat Al Insan

76. SURAT AL-INSAN

تَفْسِيرُ سُورَةِ الْإِنْسَانِ

(Manusia)

Makkiyyah atau Madaniyyah, 31 ayat, Turun sesudah Surat Ar-Rahman

Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan hadis sahih Muslim:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ " الم تَنزيلُ " السَّجْدَةَ، وَ " هَلْ أَتَى عَلَى الإنْسَانِ "

dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam dalam salat Subuh hari Jumat acapkali membaca surat As-Sajdah dan surat Al-Insan.

قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ: أَخْبَرَنَا ابْنُ زَيْدٍ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَرَأَ هَذِهِ السُّورَةَ: " هَلْ أَتَى عَلَى الإنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ " وَقَدْ أُنْزِلَتْ عَلَيْهِ وَعِنْدَهُ رَجُلٌ أَسْوَدُ، فَلَمَّا بَلَغَ صِفَةَ الْجِنَانِ، زَفَرَ زَفْرَةً فَخَرَجَتْ نَفْسَهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَخْرَجَ نَفْسَ صَاحِبِكُمْ -أَوْ قَالَ: أَخِيكُمْ-الشوقُ إِلَى الْجَنَّةِ"

Abdullah ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Zaid, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam membaca firman-Nya: Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa. (Al-Insan: 1) Surat ini ketika diturunkan di hadapan Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam terdapat seorang lelaki yang berkulit hitam; dan ketika bacaan beliau sampai pada gambaran tentang taman-taman surga, tiba-tiba lelaki hitam itu mengeluarkan suara napas yang mendengkur, lalu ia pun meninggal dunia. Maka Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, "Nyawa teman kalian atau saudara kalian telah dicabut, rupanya dia merindukan surga."

Predikat hadis ini mursal (karena hanya sampai pada tabi'in) lagi garib.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Androidkit/FM)

Tafsir Al Qur'an Surat Al Qiyamah Ayat 26-40


Tafsir Al Qur'an Surat Al Qiyamah Ayat 26-40
Tafsir Al Qur'an Surat Al Qiyamah Ayat 26-40

Al-Qiyamah, ayat 26-40

كَلَّا إِذَا بَلَغَتِ التَّرَاقِيَ (26) وَقِيلَ مَنْ رَاقٍ (27) وَظَنَّ أَنَّهُ الْفِرَاقُ (28) وَالْتَفَّتِ السَّاقُ بِالسَّاقِ (29) إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمَسَاقُ (30) فَلَا صَدَّقَ وَلَا صَلَّى (31) وَلَكِنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى (32) ثُمَّ ذَهَبَ إِلَى أَهْلِهِ يَتَمَطَّى (33) أَوْلَى لَكَ فَأَوْلَى (34) ثُمَّ أَوْلَى لَكَ فَأَوْلَى (35) أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى (36) أَلَمْ يَكُ نُطْفَةً مِنْ مَنِيٍّ يُمْنَى (37) ثُمَّ كَانَ عَلَقَةً فَخَلَقَ فَسَوَّى (38) فَجَعَلَ مِنْهُ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْأُنْثَى (39) أَلَيْسَ ذَلِكَ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يُحْيِيَ الْمَوْتَى (40)

Sekali-kali jangan. Apabila napas (seseorang) telah (mendesak) sampai ke kerongkongan, dan dikatakan (kepadanya), "Siapakah yang dapat menyembuhkan?” Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan (dengan dunia), dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan), kepada Tuhanmulah pada hari itu kamu dihalau. Dan ia tidak mau membenarkan (Rasul dan Al-Qur'an) dan tidak man mengerjakan salat, tetapi ia mendustakan (Rasul) dan berpaling (dari kebenaran), kemudian ia pergi kepada ahlinya dengan berlagak (sombong). Kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir) dan kecelakaanlah bagimu, kemudian kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir) dan kecelakaanlah bagimu. Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung-jawaban)? Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian mani itu menjadi 'alaqah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya, lalu Allah menjadikan darinya sepasang laki-laki dan perempuan. Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati?

Allah Subhanahu wa Ta'ala menceritakan keadaan saat meregang nyawa dan hal-hal mengerikan yang terjadi di dalamnya, semoga Allah meneguhkan kita dengan kalimah yangteguh. Untuk itu Allah Subhanahu wa Ta'ala Berfirman:

{كَلا إِذَا بَلَغَتِ التَّرَاقِيَ}

Sekali-kali jangan. Apabila napas (seseorang) telah (mendesak) sampai ke kerongkongan. (Al-Qiyamah: 26)

Jika kita anggap kalla sebagai kata sanggahan, berarti makna ayat ini ialah 'tiadalah engkau, hai anak Adam, di saat itu dapat mendustakan apa yang telah diberitakan kepadamu, bahkan hal itu dapat "engkau saksikan dengan terang-terangan olehmu sendiri'. Dan jika kita menganggapnya sebagai suatu pernyataan kebenaran, maka sudah jelas, yakni benar apabila roh telah sampai di kerongkongan, yakni rohmu dicabutdari jasadmu dan sampai di kerongkongan. Taraqi adalah bentuk jamak dari tarquwah, artinya tulang rawan yang ada antara pangkal sampai ujung leher. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain:

فَلَوْلا إِذا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ وَأَنْتُمْ حِينَئِذٍ تَنْظُرُونَ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلكِنْ لَا تُبْصِرُونَ فَلَوْلا إِنْ كُنْتُمْ غَيْرَ مَدِينِينَ تَرْجِعُونَها إِنْ كُنْتُمْ صادِقِينَ

Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kami ketika itu melihat, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat, maka mengapa jika kamu tidak dikuasai (oleh Allah)? Kamu tidak mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya) jika kamu adalah orang-orang yang benar? (Al-Waqi'ah: 83-87)

Hal yang sama disebutkan dalam surat ini melalui firman-Nya:

{كَلا إِذَا بَلَغَتِ التَّرَاقِيَ}

Sekali-kali jangan. Apabila napas (seseorang) telah (mendesak) sampai ke kerongkongan. (Al-Qiyamah: 26)

Hadis yang berkaitan dengan makna ini telah disebutkan di dalam tafsir surat Yasin, diriwayatkan melalui Bisyr ibnu Hajjaj.

At-taraqi adalah bentuk jamak dari tarquwah, artinya sama dengan tenggorokan.

{وَقِيلَ مَنْ رَاقٍ}

Dan dikatakan (kepadanya), "Siapakah yang dapat menyembuhkan?” (Al-Qiyamah: 27)

Ikrimah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah dukun manakah yang dapat menyembuhkanmu? Hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Qilabah sehubungan dengan makna firman-Nya: dan dikatakan (kepadanya), "Siapakah yang dapat menyembuhkan?” (Al-Qiyamah: 27) Maksudnya, adakah tabib yang dapat menyembuhkanmu? Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah, Ad-Dahhak, dan Ibnu Zaid.

ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Nasr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Rauh ibnul Musayyab alias Abu Raja Al-Kalabi, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Malik, dari Abul Jauza, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan dikatakan (kepadanya), "Siapakah yang dapat menyembuhkan?” (Al-Qiyamah: 27)

Dikatakan bahwa siapakah yang akan membawa naik rohnya, apakah malaikat rahmat ataukah malaikat azab? Dengan demikian, berarti ayat ini adalah menceritakan ucapan para malaikat.

Disebutkan pula dengan sanad yang sama dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan), (Al-Qiyamah: 29) Yakni bertautlah baginya dunia dan akhirat.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas: dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan), (Al-Qiyamah: 29) Yaitu akhir hari dunianya bertemu dengan awal hari akhiratnya. sehingga bertemulah keadaan yang sangat berat dengan keadaan sangat berat lainnya terkecuali bagi orang yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala (maka dia melewatinya dengan mudah dan tenang).

Ikrimah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan), (Al-Qiyamah: 29) Artinya, perkara yang besar dengan perkara yang besar lainnya bertemu. Mujahid mengatakan bahwa bencana bertemu dengan bencana lainnya.

Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan). (Al-Qiyamah: 29) Bahwa keduanya adalah betismu apabila ditautkan. Menurut riwayat lain yang bersumber darinya, kedua kakinya telah mati dan tidak lagi mampu menahan dirinya, padahal sebelumnya dia banyak berjalan dengan keduanya. Hal yang sama dikatakan oleh As-Saddi dari Abu Malik. Dan menurut riwayat lainnya lagi yang bersumber dari Al-Hasan, apabila kedua betis itu ditautkan dan dibungkus dalam kain kafan.

Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan). (Al-Qiyamah: 29) Terhimpunkan baginya dua perkara, manusia mempersiapkan jenazahnya, dan para malaikat mempersiapkan rohnya.

*******************

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمَسَاقُ}

kepada Tuhanmulah pada hari itu kamu dihalau. (Al-Qiyamah: 30)

Yakni dikembalikan dan dipulangkan. Demikian itu karena roh dibawa naik ke langit, lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Kembalikanlah jasad hamba-Ku ke tanah, karena sesungguhnya Aku menciptakan mereka dari tanah dan kepadanyalah Aku kembalikan mereka, dan darinyalah Aku keluarkan mereka di waktu yang lain (hari berbangkit)." Sebagaimana yang telah disebutkan di dalam hadis Al-Barra yang cukup panjang. Dan sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman:

وَهُوَ الْقاهِرُ فَوْقَ عِبادِهِ وَيُرْسِلُ عَلَيْكُمْ حَفَظَةً حَتَّى إِذا جاءَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ تَوَفَّتْهُ رُسُلُنا وَهُمْ لَا يُفَرِّطُونَ ثُمَّ رُدُّوا إِلَى اللَّهِ مَوْلاهُمُ الْحَقِّ أَلا لَهُ الْحُكْمُ وَهُوَ أَسْرَعُ الْحاسِبِينَ

Dan Dialah Yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya, Kemudian mereka (hamba Allah) dikembalikan kepada Allah, Penguasa mereka yang sebenarnya. Ketahuilah, bahwa segala hukum (pada hari itu) kepunyaan-Nya. Dan Dialah Pembuat perhitungan yang paling cepat. (Al-An'am: 61-62)

Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{فَلا صَدَّقَ وَلا صَلَّى وَلَكِنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى}

Dan ia tidak mau membenarkan (Rasul dan Al-Qur'an) dan tidak mau mengerjakan salat, tetapi ia mendustakan (Rasul) dan berpaling (dari kebenaran), (Al-Qiyamah: 31-32)

Hal ini menceritakan tentang keadaan orang kafir yang ketika di dunia mendustakan perkara yang hak dan berpaling dari mengamalkannya, maka tiada kebaikan dalam dirinya lahir dan batinnya. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:

{فَلا صَدَّقَ وَلا صَلَّى وَلَكِنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى ثُمَّ ذَهَبَ إِلَى أَهْلِهِ يَتَمَطَّى}

Dan ia tidak mau membenarkan (Rasul dan Al-Qur'an) dan tidak mau mengerjakan salat, tetapi ia mendustakan (Rasul) dan berpaling (dari kebenaran), kemudian ia pergi kepada ahlinya dengan berlagak (sombong). (Al-Qiyamah: 31-33)

Yaitu dengan langkah yang senang, angkuh, sombong, lagi malas, tiada keinginan dan tiada amal. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam ayat lain melalui firman-Nya:

وَإِذَا انْقَلَبُوا إِلى أَهْلِهِمُ انْقَلَبُوا فَكِهِينَ

Dan apabila orang-orang berdosa itu kembali kepada kaumnya. mereka kembali dengan gembira. (Al-Muthaffifin: 31)

Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

 إِنَّهُ كانَ فِي أَهْلِهِ مَسْرُوراً إِنَّهُ ظَنَّ أَنْ لَنْ يَحُورَ أَيْ يَرْجِعَ  -بَلى إِنَّ رَبَّهُ كانَ بِهِ بَصِيراً

Sesungguhnya dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan kaumnya (yang sama-sama kafir). Sesungguhnya dia yakin bahwa dia sekali-kali tidak akan kembali (kepada Tuhannya). (Al-Insyiqaq: 13-14) - Yakni tidak akan dikembalikan kepada Tuhannya.=  (Bukan demikian), yang benar sesungguhnya Tuhannya selalu melihatnya. (Al-Insyiqaq: 15)

Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: kemudian ia pergi kepada ahlinya dengan berlagak (sombong). (Al-Qiyamah: 33) Artinya, dengan langkah yang angkuh. Qatadah dan Zaid ibnu Aslam mengatakan dengan langkah yang sombong.

Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:

{أَوْلَى لَكَ فَأَوْلَى ثُمَّ أَوْلَى لَكَ فَأَوْلَى}

Kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir) dan kecelakaanlah bagimu, kemudian kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir) dan kecelakaanlah bagimu. (Al-Qiyamah: 34-35)

Ini merupakan ancaman yang keras dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, ditujukan kepada orang yang kafir kepada-Nya lagi angkuh dalam berjalan. Dengan kata lain, sudah sepantasnya kamu berjalan demikian, karena kamu kafir kepada Tuhan yang telah menciptakanmu. Ungkapan seperti ini mengandung nada cemoohan dan ancaman, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

 ذُقْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْكَرِيمُ

Rasakanlah, sesungguhnya kamu orang yang perkasa lagi mulia. (Ad-Dukhan: 49)

كُلُوا وَتَمَتَّعُوا قَلِيلًا إِنَّكُمْ مُجْرِمُونَ

(Dikatakan kepada orang-orang kafir), "Makanlah dan bersenang-senanglah kamu (di dunia dalam waktu) yang pendek: sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang berdosa.” (Al-Mursalat: 46)

فَاعْبُدُوا مَا شِئْتُمْ مِنْ دُونِهِ

Maka sembahlah olehmu (hai orang-orang musyrik) apa yang kamu kehendaki selain Dia. (Az-Zumar: 15)

Dan firman-Nya yang lain:

اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ

Perbuatlah apa yang kamu kehendaki! (Fushshilat: 40)

Masih banyak lagi ayat lainnya yang semakna.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman (yakni Ibnu Mahdi), dari Israil, dari Musa ibnu Abu Aisyah yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Sa'id ibnu Jubair tentang makna firman-Nya: Kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir) dan kecelakaanlah bagimu, kemudian kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir), dan kecelakaanlah bagimu. (Al-Qiyamah: 34-35)

Sa'id ibnu Jubair menjawab, bahwa hai ini dikatakan oleh Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam kepada Abu Jahal, kemudian turunlah ayat yang bersesuaian dengannya.

Abu Abdur Rahman An-Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Abun Nu'man, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dan telah menceritakan kepada kami Abu Daud, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Musa ibnu Abu Aisyah, dari Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas tentang firman-Nya: Kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir) dan kecelakaanlah bagimu, kemudian kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir), dan kecelakaanlah bagimu. (Al-Qiyamah: 34-35)

Ibnu Abbas menjawab bahwa itu dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam kepada Abu Jahal, kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan wahyu yang bersesuaian dengannya.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Khaiid, telah menceritakan kepada kami Syu'aib, dari Ishaq, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir) dan kecelakaanlah bagimu, kemudian kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir), dan kecelakaanlah bagimu. (Al-Qiyamah: 34-35)

Ini merupakan ancaman sesudah ancaman lainnya.

Menurut suatu riwayat, Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam memegang kerah baju musuh Allah (yaitu Abu Jahal), kemudian berkata kepadanya: Kecelakaanlah bagimu dan kecelakaanlah bagimu, kemudian kecelakaanlah bagimu dan kecelakaanlah bagimu. Maka musuh Allah alias Abu Jahal menjawab, "Apakah engkau mengancamku, hai Muhammad? Demi Tuhan, kamu tidak akan mampu dan begitu pula Tuhanmu untuk berbuat sesuatu pun terhadap diriku, karena sesungguhnya aku benar-benar orang yang paling perkasa yang menghuni lembah di antara kedua bukit ini."

*******************

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{أَيَحْسَبُ الإنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى}

Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)? (Al-Qiyamah: 36)

As-Saddi mengatakan, makna yang dimaksud ialah apakah manusia mengira bahwa dirinya tidak dibangkitkan hidup kembali? Menurut Mujahid, Imam Syafii, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, maknanya apakah manusia mengira bahwa dia tidak dikenakan perintah dan larangan? Tetapi makna lahiriah ayat menunjukkan pengertian umum yang mencakup kedua keadaan tersebut. Dengan kata Lain, dapat disebutkan bahwa tidaklah ia dibiarkan begitu saja di dunia ini tanpa dikenakan perintah dan larangan, dan tidak dibiarkan pula di dalam kuburnya dengan sia-sia tanpa dibangkitkan kembali; bahkan dia dikenai perintah dan larangan di dunia ini, lalu digiring kembali kepada Allah di hari kemudian setelah dibangkitkan.

Makna yang dimaksud ialah menguatkan adanya hari berbangkit dan sekaligus menyanggah pendapat orang yang mengingkarinya dari kalangan orang-orang yang sesat, bodoh, lagi pengingkar kebenaran. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan hal yang menunjukkan adanya hari berbangkit itu melalui penciptaan manusia dari permulaannya:

{أَلَمْ يَكُ نُطْفَةً مِنْ مَنِيٍّ يُمْنَى}

Bukankah dia dahulu setetes mani (nutfah) yang ditumpahkan (ke dalam rahim)? (Al-Qiyamah: 37)

Artinya, tidakkah manusia ingat bahwa asal dirinya adalah nutfah yang lemah berupa air mani yang dipancarkan dari sulbi ke dalam rahim.

{ثُمَّ كَانَ عَلَقَةً فَخَلَقَ فَسَوَّى}

kemudian nutfah itu menjadi 'alaqah, lalu Allah menciptakannya dan menyempurnakannya. (Al-Qiyamah: 38)

Yakni lalu jadilah ia 'alaqah, kemudian diberi bentuk, lalu ditiupkan roh ke dalam tubuhnya sehingga jadilah ia makhluk lain yang sempurna dan memiliki anggota tubuh yang lengkap, apakah dia laki-laki atau perempuan dengan seizin Allah dan takdirnya. Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya:

{فَجَعَلَ مِنْهُ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالأنْثَى}

lalu Allah menjadikan darinya sepasang laki-laki dan perempuan. (Al-Qiyamah: 39)

Lalu disebutkan pula dalam firman berikutnya:

{أَلَيْسَ ذَلِكَ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يُحْيِيَ الْمَوْتَى}

Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati? (Al-Qiyamah: 40)

Yaitu bukankah Tuhan yang menciptakan makhluk yang sempurna ini dari nutfah yang lemah berkuasa pula untuk mengembalikannya hidup seperti semula ketika Dia menciptakannya?

Kekuasaan mengembalikan hidup seperti semula ini adakalanya tersimpulkan melalui analogi prima bila dikaitkan dengan permuiaan penciptaan, atau adakalanya melalui analogi sepadan. Ada dua pendapat mengenainya, yang tersimpulkan dari makna firman-Nya:

 وَهُوَ الَّذِي يَبْدَؤُا الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ

Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikannya (menghidupkannya) kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya. (Ar-Rum: 27)

Tetapi pendapat pertamalah yang lebih terkenal, sebagaimana yang telah disebutkan di dalam tafsir surat Ar-Rum keterangannya dengan lengkap; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabah, telah menceritakan kepada kami Syababah, dari Syu'bah, dari Musa ibnu Abu Aisyah, dari seseorang, bahwa dia berada di atas puncak rumah membaca Al-Qur'an dengan suara yang keras. Manakala bacaannya sampai pada firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati? (Al-Qiyamah: 40) Maka ia mengucapkan, "Mahasuci Engkau, ya Allah, bukan demikian." Ketika ia ditanya mengenai hal itu, maka ia menjawab bahwa dirinya pernah mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam mengucapkan demikian.

Abu Daud rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Musa ibnu Abu Aisyah yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki salat di atas rumahnya, dan manakala ia membaca firman-Nya: Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati? (Al-Qiyamah: 40) Lalu ia berkata, "Mahasuci Engkau, bukan demikian." Kemudian mereka bertanya kepadanya tentang hal tersebut. Ia menjawab, bahwa dirinya telah mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam mengatakannya.

Hadis ini diriwayatkan secara tunggal oleh Imam Abu Daud, dan mengenai nama sahabat yang tidak disebutkan tidak menjadi masalah bagi hadis ini (sebab semua sahabat dinilai adil).

Imam Abu Daud mengatakan pula:

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ الزُّهْرِيُّ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، حَدَّثَنِي إِسْمَاعِيلُ بْنُ أُمَيَّةَ: سَمِعْتُ أَعْرَابِيًّا يَقُولُ: سَمِعْتُ أَبَا هُرَيرة يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ قَرَأَ مِنْكُمْ بِالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ فَانْتَهَى إِلَى آخِرِهَا: {أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ} ؟ فَلْيَقُلْ: بَلَى، وَأَنَا عَلَى ذَلِكَ مِنَ الشَّاهِدَيْنِ. وَمَنْ قَرَأَ: {لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ} فَانْتَهَى إِلَى: {أَلَيْسَ ذَلِكَ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يُحْيِيَ الْمَوْتَى} ؟ فَلْيَقُلْ: بَلَى. وَمَنْ قَرَأَ: {وَالْمُرْسَلات} فَبَلَغَ {فَبِأَيِّ حَدِيثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُونَ} ؟ فَلْيَقُلْ: آمَنَّا بِاللَّهِ".

telah menceritakan kepada kami Abdullah Ibnu Muhammad Az-Zuhri, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepadaku Ismail ibnu Umayyah; bahwa ia mendengar seorang Badui mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda, "Barang siapa dari kamu membaca surat At-Tinlalu bacaannya sampai pada firman Allah Subhanahu wa Ta'ala'Bukankah Allah adalah Hakim yang seadil-adilnya? ' (At-Tin: 8) Hendaklah ia menjawab'Bukan demikian yang sebenarnya, dan aku termasuk orang-orang yang menyaksikan hal tersebut.' Dan barang siapa yang membaca firman-Nya'Aku bersumpah dengan hari kiamat (Al-Qiyamah: 1). Lalu bacaannya sampai pada firman-Nya'Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati?' (Al-Qiyamah: 40) Hendaklah ia mengucapkan, 'Bukan demikian sebenarnya.' Dan barang siapa yang membaca surat Al-Mursalat, lalu bacaannya sampai pada firman Allah Subhanahu wa Ta'ala'Maka kepada perkataan apakah selain Al-Qur’an ini mereka beriman?' (Al-Mursalat: 50) Hendaklah iamengucapkan: 'Kami beriman kepada Allah'.”

Imam Ahmad meriwayatkan ini dari Sufyan ibnu Uyaynah, dan Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Ibnu Abu Umar ibnu Sufyan ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama. Syu'bah telah meriwayatkannya dari Ismail ibnu Umayyah yang mengatakan bahwa aku bertanya kepada Ismail, "Siapakah yang menceritakan ini kepadamu?" Ia menjawab, "Seorang lelaki yang jujur, dari Abu Hurairah."

قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا بِشْرٌ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةَ، قَوْلُهُ: {أَلَيْسَ ذَلِكَ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يُحْيِيَ الْمَوْتَى} ذُكِر لَنَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم كَانَ إِذَا قَرَأَهَا قَالَ: "سُبْحَانَكَ وَبَلَى"

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati? (Al-Qiyamah: 40) Telah diceritakan kepada kami, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam apabila membaca ayat ini selalu mengucapkan: Bukan demikian sebenarnya, Mahasuci Engkau.

Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Az-Zubairi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu Ishaq, dari Muslim Al-Batin. dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa bacaannya pernah sampai pada firman-Nya: Bukankah (Allah yang berbuat) demikian "berkuasa (pula) menghidupkan orang mati? (Al-Qiyamah: 40) Lalu Ibnu Abbas mengucapkan, "Mahasuci Engkau, hal yang sebenarnya bukan demikian." (Androidkit/FM)

Tafsir Al Qur'an Surat Al Qiyamah Ayat 16-25


Tafsir Al Qur'an Surat Al Qiyamah Ayat 16-25
Tafsir Al Qur'an Surat Al Qiyamah Ayat 16-25

Al-Qiyamah, ayat 16-25

لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ (16) إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ (17) فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ (18) ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ (19) كَلَّا بَلْ تُحِبُّونَ الْعَاجِلَةَ (20) وَتَذَرُونَ الْآخِرَةَ (21) وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ (22) إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ (23) وَوُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ بَاسِرَةٌ (24) تَظُنُّ أَنْ يُفْعَلَ بِهَا فَاقِرَةٌ (25)

Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya. Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia, dan meninggalkan (kehidupan) akhirat. Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat. Dan wajah-wajah (orang kafir) pada hari itu muram, mereka yakin bahwa akan ditimpakan kepadanya malapetaka yang amat dahsyat.

Ini merupakan pengajaran dari Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada Rasul-Nya tentang bagaimana dia harus menerima wahyu dari malaikat yang ditugaskan-Nya. Karena sesungguhnya beliau selalu tergesa-gesa menerimanya dan mendahului malaikat dalam membacanya. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kepadanya bahwa apabila malaikat datang membawa wahyu kepadanya, hendaklah ia mendengarkannya terlebih dahulu sampai malaikat itu menyelesaikan penyampaiannya, dan Allah-lah yang akan menjaminnya untuk dapat menghimpunkannya di dalam dadanya dan memudahkan baginya dalam menyampaikannya sesuai dengan apa yang ia terima dari malaikat. Dan hendaknyalah ia biarkan malaikat menerangkan, menafsirkan, dan menjelaskannya terlebih dahulu. Maka keadaan pertama ialah menghimpunkan wahyu di dalam dada beliau, keadaan kedua cara membacanya, dan keadaan ketiga mengenai tafsir dan penjelasannya. Untuk itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:

{لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ}

Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. (Al-Qiyamah: 16)

Makna yang dimaksud ialah menguasai wahyu Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

وَلا تَعْجَلْ بِالْقُرْآنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُقْضى إِلَيْكَ وَحْيُهُ وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْماً

dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al-Qur’an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah, "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.”(Thaha: 114)

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

{إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ}

Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya. (Al-Qiyamah: 17)

Yakni menghimpunkannya di dalam dadamu.

{وَقُرْآنَهُ}

dan membacanya. (Al-Qiyamah: 17)

Maksudnya, membuatmu pandai membacanya.

{فَإِذَا قَرَأْنَاهُ}

Apabila Kami telah selesai membacakannya. (Al-Qiyamah: 18)

Yaitu apabila malaikat telah membacakannya kepadamu dari Allah Subhanahu wa Ta'ala

{فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ}

maka ikutilah bacaannya itu. (Al-Qiyamah: 18)

Yakni dengarkanlah terlebih dahulu, kemudian bacalah ia sebagaimana yang telah diajarkannya kepadamu.

{ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ}

Kemudian sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya. (Al-Qiyamah: 19)

Yaitu sesudah engkau hafal dan engkau baca, maka Kami akan menjelaskan dan menerangkannya kepadamu serta memberimu ilham mengenai maknanya sesuai dengan apa yang Kami kehendaki dan Kami tentukan.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, dari Abu Uwwanah, dari Musa ibnu Abu Aisyah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pada asal mulanya merasa berat bila sedang menerima wahyu, dan beliau menggerakkan kedua bibirnya (mengikuti bacaan malaikat). Sa'id ibnu Jubair melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Ibnu Abbas berkata kepadanya, "Dan aku menggerakkan pula kedua bibirku sebagaimana Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam menggerakkan kedua bibirnya." Musa ibnu Abu Aisyah mengatakan bahwa Sa'id berkata kepadanya, "Aku menggerakkan kedua bibirku sebagaimana Ibnu Abbas menggerakkan kedua bibirnya." Setelah itu Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan firman-Nya: Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. (Al-Qiyamah: 16-17) Yakni menghimpunkannya di dalam dadamu, kemudian kamu dapat membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu. (Al-Qiyamah: 18) Maksudnya, dengarkanlah terlebih dahulu dengan penuh perhatian dan diamlah. Kemudian sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya. (Al-Qiyamah: 19) Sesudah itu apabila Jibril berangkat, maka Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam membacanya seperti apa yang dibacakan oleh Jibril kepadanya.

Imam Bukhari dan Imam Muslim telah meriwayatkan hal ini melalui berbagai jalur dari Musa ibnu Abu Aisyah dengan sanad yang sama. Menurut lafaz Imam Bukhari, disebutkan bahwa apabila Jibril datang, beliau menundukkan kepalanya; dan apabila Jibril telah pergi, maka beliau membacanya seperti apa yang telah dijanjikan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala kepadanya.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Yahya At-Taimi, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Abu Aisyah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam apabila wahyu diturunkan kepadanya, maka beliau mengalami keadaan yang berat karenanya. Dan apabila wahyu sedang diturunkan kepadanya, hal itu dapat diketahui melalui gerakan kedua bibirnya. Kedua bibir beliau kelihatan bergerak sejak awal penurunan wahyu karena khawatir bagian permulaan wahyunya terlupakan sebelum bagian yang terakhirnya selesai. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan firman-Nya: Janganlah kamu gerakkan lidahmu unluk (membaca) Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. (Al-Qiyamah: 16)

Hal yang sama telah dikatakan oleh Asy-Sya'bi, Al-Hasan Al-Basri, Qatadah, Mujahid, dan Ad-Dahhak serta selain merekayang bukan hanya seorang, bahwa sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan hal tersebut.

Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui jalur Al-Aufi, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. (Al-Qiyamah; 16) Bahwa beliau tidak pernah berhenti dari membaca Al-Qur'an karena takut dijadikan melupakannya. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan firman-Nya: Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur'an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya. (Al-Qiyamah: 16-17) Yakni Kamilah yang akan menghimpunkannya untukmu. dan membacanya. (Al-Qiyamah: 17) Yaitu Kamilah yang akan menjadikan kamu dapat membacanya hingga kamu tidak akan melupakannya.

Ibnu Abbas dan Atiyyah Al-Aufi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Kemudian sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya. (Al-Qiyamah: 19) Yakni menjelaskan apa-apa yang dihalalkannya dan apa-apa yang diharamkannya. Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah.

*******************

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{كَلا بَلْ تُحِبُّونَ الْعَاجِلَةَ وَتَذَرُونَ الآخِرَةَ}

Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia dan meninggalkan (kehidupan) akhirat. (Al-Qiyamah: 20-21)

Sesungguhnya yang mendorong mereka mendustakan hari kiamat, menentang wahyu kebenaran dan Al-Qur'an yang mulia yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya tiada lain karena tujuan mereka hanyalah kehidupan dunia yang segera dan mereka sama sekali melupakan kehidupan akhirat.

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

{وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ}

Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. (Al-Qiyamah: 22)

Berakar dari kata an-nadarah artinya cerah, berseri, dan riang gembira.

{إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ}

Kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Al-Qiyamah: 23)

Yakni melihat Tuhannya dengan terang-terangan, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari rahimahullah di dalam kitab sahihnya:

«إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ عَيَانًا»

Sesungguhnya kamu kelak akan melihat Tuhanmu dengan terang-terangan.

Dan sesungguhnya mengenai masalah melihatnya kaum mukmin kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala di negeri akhirat (di surga) telah dikuatkan oleh adanya hadis-hadis sahih yang diriwayatkan melalui berbagai jalur yang mutawatir, yang telah dinukil oleh para imam ahli hadis, sehingga tidak mungkin ditolak atau dicegah lagi kebenarannya.

Hadis yang bersumber dari Abu Sa'id dan Abu Hurairah yang keduanya ada di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa sejumlah orang bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kita dapat melihat Tuhan kita di hari kiamat nanti?" Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam balik bertanya:

«هَلْ تُضَارُّونَ فِي رُؤْيَةِ الشَّمْسِ وَالْقَمَرِ لَيْسَ دُونَهُمَا سَحَابٌ؟» قَالُوا: لَا، قَالَ: «فَإِنَّكُمْ تَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَذَلِكَ»

"Apakah kamu berdesak-desakan saat melihat matahari dan bulan di hari yang tak berawan?” Mereka menjawab, "Tidak.” Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, "Sesungguhnya kalian akan melihat Tuhan kalian seperti itu."

Di dalam kitab Sahihain dari Jarir, disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam memandang rembulan di malam purnama, lalu bersabda:

«إِنَّكُمْ تَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هذا القمر! فإن استطعتم أن لا تُغْلَبُوا عَلَى صَلَاةٍ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَلَا قَبْلَ غُرُوبِهَا فَافْعَلُوا»

Sesungguhnya kamu akan melihat Tuhanmu sebagaimana kamu melihat rembulan ini; jika kamu mampu untuk meluangkan waktumu guna mengerjakan salat sebelum matahari terbit dan sebelum tenggelamnya, maka lakukanlah.

Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Abu Musa yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda:

«جَنَّتَانِ مِنْ ذَهَبٍ آنِيَتُهُمَا وَمَا فِيهِمَا، وَجَنَّتَانِ مِنْ فِضَّةٍ آنِيَتُهُمَا وَمَا فِيهِمَا، وَمَا بَيْنَ الْقَوْمِ وَبَيْنَ أَنْ يَنْظُرُوا إِلَى الله عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا رِدَاءُ الْكِبْرِيَاءِ عَلَى وَجْهِهِ فِي جَنَّةِ عَدْنٍ»

Ada dua surga yang semua wadahnya dan segala isinya dari emas, dan ada pula dua surga yang semua wadahnya dan segala isinya dari perak. sedangkan tiada penghalang antara kaum (penghuni surga) dan kesempatan mereka untuk melihat Allah Subhanahu wa Ta'ala, melainkan hanya selendang Keagungan-(Nya) yang menghijab Zat-Nya di dalam surga Adn.

Di dalam hadis ifrad Imam Muslim disebutkan melalui Suhaib, dari Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam Yang telah bersabda:

 «إذا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ- قَالَ- يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: تُرِيدُونَ شَيْئًا أَزِيدُكُمْ؟ فَيَقُولُونَ: أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوهَنَا! أَلَمْ تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ وَتُنْجِنَا مِنَ النَّارِ! قَالَ: فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ، فَمَا أُعْطُوا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ وَهِيَ الزِّيَادَةُ»

Apabila ahli surga telah masuk surga—Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam melanjutkan—Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Apakah kamu menginginkan sesuatu tambahan yang Aku akan berikan kepadamu?” Mereka menjawab, "Bukankah Engkau telah menjadikan wajah kami putih (bercahaya), dan bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari neraka?”Nabi Saw, melanjutkan, bahwa lalu Allah membuka tirai hijab-(Nya), maka tiada sesuatu nikmat pun yang diberikan kepada mereka lebih disukai oleh mereka selain memandang kepada Zat Tuhan mereka; inilah yang dimaksud dengan tambahan.

Kemudian Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam membaca firman-Nya:

لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنى وَزِيادَةٌ

Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. (Yunus: 26)

Di dalam hadis ifrad Imam Muslim disebutkan sebuah hadis dari Jabir yang menyebutkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala menampakkan diri-Nya dengan penampilan yang penuh dengan keridaan kepada orang-orang mukmin. Semua hadis di atas menunjukkan bahwa orang-orang mukmin dapat melihat Tuhan mereka di tempat pemberhentian hari kiamat dan juga di taman-taman surga.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Abjar, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abu Fakhitah, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda:

«إِنَّ أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً لَيَنْظُرُ فِي مُلْكِهِ أَلْفَيْ سَنَةٍ يَرَى أَقْصَاهُ كَمَا يَرَى أَدْنَاهُ، يَنْظُرُ إِلَى أَزْوَاجِهِ وَخَدَمِهِ، وإن أفضلهم منزلة لينظر في وَجْهِ اللَّهِ كُلَّ يَوْمٍ مَرَّتَيْنِ»

Sesungguhnya ahli surga yang paling rendah kedudukannya benar-benar perlu waktu dua ribu tahun untuk melihat semua kerajaannya; bagian yang terjauhnya dapat ia lihat sebagaimana ia melihat bagian yang terdekatnya; ia melihat semua istri dan pelayannya. Dan sesungguhnya ahli surga yang paling utama kedudukannya benar-benar dapat melihat Zat Allah setiap harinya sebanyak dua kali.

Imam Turmuzi meriwayatkannyadari Abdu ibnu Humaid, dari Syababah, dari Israil, dari Nuwayyir yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Umar Radhiyallahu Anhu, lalu disebutkan hal yang semisal. Imam Turmuzi mengatakan bahwa Abdul Malik ibnu Abjar telah meriwayatkan hadis ini dari Mujahid, dari Ibnu Umar. Demikian pula As-Sauri, dia meriwayatkannya dari Nuwayyir, dari Mujahid, dari Ibnu Umar, tetapi tidak marfu'.

Seandainya tidak khawatir akan menjadikan pembahasan bertele-tele, tentulah kami akan mengemukakan hadis-hadis mengenai hal ini berikut semua jalur periwayatan dan lafaz-lafaznya, baik dari kitab Sahih, kitab Hisan, kitab Masanid, maupun kitab Sunan. Dan kami hanya dapat mengetengahkannya secara terpisah-pisah di berbagai tempat dalam tafsir ini, dan hanya kepada Allah-lah kita memohon taufik.

Masalah ini Alhamdulillah telah menjadi kesepakatan di antara para sahabat dan para tabi'in serta kaum Salaf dari umat ini (yakni orang-orang mukmin dapat melihat Zat Tuhannya di hari kemudian). Sebagaimana hal ini telah disepakati pula di kalangan para imam Islam dan para ulama pemberi petunjuk manusia.

Mengenai pendapat orang yang menakwilkan lafaz ila dalam ayat ini sebagai bentuk tunggal dari ala yang artinya nikmat-nikmat, seperti yang dikatakan oleh As-Sauri, dari Mansur, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Al-Qiyamah: 23)

Bahwa makna yang dimaksud menjadi seperti berikut, "Orang-orang mukmin di hari itu menunggu pahala dari Tuhan mereka." Ibnu Jarir telah meriwayatkan pendapat ini melalui berbagai jalur dari Mujahid. Hal yang sama dikatakan pula oleh Abu Saleh. Maka sesungguhnya pendapat ini jauh panggang dari api. Lalu bagaimanakah jawaban orang yang berpendapat demikian dengan adanya firman Allah Swt. yang mengatakan:

كَلَّا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ

Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhan mereka. (Al-Muthaffifin: 15)

Imam Syafii mengatakan bahwa tidaklah orang-orang durhaka dihalangi dari melihat Tuhan mereka, melainkan karena telah diketahui bahwa orang-orang yang bertakwa dapat melihat Tuhan mereka. Telah banyak pula hadis-hadis dari Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam secara mutawatir menunjukkan pengertian yang sama dengan konteks ayat yang mulia, yaitu firman-Nya: Kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Al-Qiyamah: 23)

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail Al-Bukhari, telah menceritakan kepada kami Adam, telah menceritakan kepada kami Al-Mubarak, dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. (Al-Qiyamah: 22) Yakni tampak indah berseri-seri dan ceria. Kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Al-Qiyamah: 23) Bahwa mereka memandang kepada Khaliq, dan sudah sepantasnya bagi mereka berseri-seri karena melihat kepada Zat Khaliqnya.

*******************

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ بَاسِرَةٌ}

Dan wajah-wajah (orang kafir) pada hari itu muram, mereka yakin bahwa akan ditimpakan kepadanya malapetaka yang amat dahsyat. (Al-Qiyamah: 24-25)

Begitulah penampilan wajah orang-orang durhaka kelak di hari kiamat, bermuram durja. Qatadah mengatakan tampak kelabu. As-Saddi mengatakan, warna wajah mereka berubah. Ibnu Zaid mengatakan bahwa basirah artinya muram.

{تَظُنُّ أَنْ يُفْعَلَ بِهَا فَاقِرَةٌ}

mereka yakin bahwa akan ditimpakan kepadanya malapetaka yang amat dahsyat. (Al-Qiyamah: 25)

Tazunnu di sini bermakna yakin, bukan mengira. Mujahid mengatakan bahwa faqirah artinya kebinasaan. Qatadah mengatakan keburukan. As-Saddi mengatakan bahwa mereka merasa yakin pasti binasa. Ibnu Zaid mengatakan mereka merasa pasti bahwa dirinya masuk neraka. Hal ini sama dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:

يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ

pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. (Ali Imran: 106)

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ مُسْفِرَةٌ ضاحِكَةٌ مُسْتَبْشِرَةٌ وَوُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ عَلَيْها غَبَرَةٌ تَرْهَقُها قَتَرَةٌ أُولئِكَ هُمُ الْكَفَرَةُ الْفَجَرَةُ

Banyak muka pada hari itu berseri-seri, tertawa dan gembira ria, dan banyak (pula) muka pada hari itu tertutup debu, dan ditutup lagi oleh kegelapan. Mereka itulah orang-orang kafir lagi durhaka. ('Abasa: 38-42)

Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خاشِعَةٌ عامِلَةٌ ناصِبَةٌ تَصْلى نَارًا حامِيَةً

Banyak muka pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang sangat panas (neraka). (Al-Ghasyiyah: 2-4)

sampai dengan firman-Nya:

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ ناعِمَةٌ لِسَعْيِها راضِيَةٌ فِي جَنَّةٍ عالِيَةٍ

Banyak muka pada hari itu berseri-seri, merasa senang karena usahanya, dalam surga yang tinggi. (Al-Ghasyiyah: 8-10)

Dan masih banyak ayat lainnya yang berkonteks sama. (Androidkit/FM)

Tafsir Al Qur'an Surat Al Qiyamah Ayat 1-15


Tafsir Al Qur'an Surat Al Qiyamah Ayat 1-15
Tafsir Al Qur'an Surat Al Qiyamah Ayat 1-15

Al-Qiyamah, ayat 1-15

لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ (1) وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ (2) أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَلَّنْ نَجْمَعَ عِظَامَهُ (3) بَلَى قَادِرِينَ عَلَى أَنْ نُسَوِّيَ بَنَانَهُ (4) بَلْ يُرِيدُ الْإِنْسَانُ لِيَفْجُرَ أَمَامَهُ (5) يَسْأَلُ أَيَّانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ (6) فَإِذَا بَرِقَ الْبَصَرُ (7) وَخَسَفَ الْقَمَرُ (8) وَجُمِعَ الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ (9) يَقُولُ الْإِنْسَانُ يَوْمَئِذٍ أَيْنَ الْمَفَرُّ (10) كَلَّا لَا وَزَرَ (11) إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمُسْتَقَرُّ (12) يُنَبَّأُ الْإِنْسَانُ يَوْمَئِذٍ بِمَا قَدَّمَ وَأَخَّرَ (13) بَلِ الْإِنْسَانُ عَلَى نَفْسِهِ بَصِيرَةٌ (14) وَلَوْ أَلْقَى مَعَاذِيرَهُ (15)

Aku bersumpah dengan hari kiamat, dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya? Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna. Bahkan manusia itu hendak berbuat maksiat terus-menerus. Ia bertanya, "Bilakah hari kiamat itu?” Maka apabila mata terbelalak (ketakiitan) dan apabila bulan telah hilang cahayanya dan matahari dan bulan dikwnpulkan, pada hari itu manusia berkata, "Ke manakah tempat lari?” Sekali-kali tidak! Tidak ada tempat berlindung! Hanya kepada Tuhanmu sajalah pada hari itu tempat kembali. Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya. Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.

Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan berkali-kali bahwa objek sumpah itu apabila merupakan hal yang dinafikan (lawan bicara), maka diperbolehkan mendatangkan la sebelum lafaz qasam dengan maksud untuk menguatkan penafian. Sedangkan yang menjadi objek qasam-nya ialah mengukuhkan adanya hari berbangkit, dan menyanggah apa yang diduga oleh hamba-hamba Allah yang tidak bodoh yang meniadakan hari berbangkit. Oleh karena itulah maka disebutkan:

{لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ وَلا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ}

Aku bersumpah dengan hari kiamat, dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). (Al-Qiyamah: 1-2)

Al-Hasan mengatakan bahwa Allah bersumpah dengan menyebut hari kiamat, dan tidak bersumpah dengan jiwa yang menyesali (dirinya sendiri). Qatadah mengatakan bahwa tidak demikian, bahkan Allah bersumpah dengan menyebut keduanya. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Al-Hasan dan Al-A'raj, bahwa keduanya membacanya dengan bacaan lauqsimu biyaumil qiyamah, tanpa memakai alif sesudah lam. Hal ini memperkuat pendapat Al-Hasan, karena sumpah dengan menyebut hari kiamat diperkuat dengan lam, sedangkan terhadap jiwa yang amat menyesali tidak memakai lam melainkan la, yang artinya dinafikan. Tetapi menurut pendapat yang benar, Allah Subhanahu wa Ta'ala bersumpah dengan menyebut keduanya, sebagaimana yang dikatakan oleh Qatadah —yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas— dan Sa'id ibnu Jubair, lalu dipilih oleh Ibnu Jarir.

Mengenai hari kiamat, telah dikenal; tetapi jiwa yang amat menyesali, maka menurut Qurrah ibnu Khalid dari Al-Hasan Al-Basri sehubungan dengan makna ayat ini, "Sesungguhnya orang mukmin itu, demi Allah, menurut penilaian kami tiada lain amat menyesali dirinya sendiri dan mencelanya, 'Aku tidak bermaksud dengan kalimatku, aku tidak bermaksud dengan makananku, dan aku tidak bermaksud dengan bisikan jiwaku,' yakni hal-hal yang berdosa. Tetapi sesungguhnya orang yang pendurhaka melaju terus dalam kedurhakaannya setapak demi setapak tanpa menyesali dirinya sendiri."

Juwaibir mengatakan bahwa telah sampai kepada kami dari Al-Hasan, bahwa ia mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). (Al-Qiyamah: 2) Bahwa tiada seorang pun dari penduduk langit maupun penduduk bumi, melainkan menyesali dirinya sendiri di hari kiamat nanti.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Saleh ibnu Muslim, dari Israil, dari Sammak, bahwa ia bertanya kepada Ikrimah tentang makna firman-Nya: dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). (Al-Qiyamah: 2)

Bahwa setiap orang menyesali perbuatan baik atau buruknya, dan ia mengatakan seandainya aku melakukan anu dan anu. Ibnu Jarir meriwayatkan ini dari Abu Kuraib, dari Waki', dari Israil dengan sanad yang sama.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Mu-ammal, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ibnu Juraij, dari Al-Hasan ibnu Muslim, dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). (Al-Qiyamah: 2)

Bahwa ia mencela perbuatan baik dan perbuatan buruknya sendiri. Kemudian ia meriwayatkannya melalui jalur lain dari Sa'id, bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas tentang hal ini, lain Ibnu Abbas menjawab, bahwa makna yang dimaksud adalah jiwa yang banyak mencela (dirinya sendiri). Ali ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa makna yang dimaksud ialah jiwa yang menyesali apa yang telah silam kemudian mencelanya.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna al-lawwamah, bahwa makna yang dimaksud ialah jiwa yang tercela. Qatadah mengatakan jiwa yang pendurhaka. Ibnu Jarir mengatakan bahwa semua pendapat di atas saling berdekatan pengertiannya. Tetapi yang lebih mirip dengan makna lahiriah ayat ialah jiwa yang amat menyesali dirinya atas perbuatan baik dan buruknya, dan menyesali yang telah silam.

*******************

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{أَيَحْسَبُ الإنْسَانُ أَلَّنْ نَجْمَعَ عِظَامَهُ}

Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya? (Al-Qiyamah: 3)

Yaitu di hari kiamat nanti, apakah dia mengira bahwa Kami tidak mampu mengembalikan tulang belulangnya, lalu menghimpunkannya kembali dari tempat-tempatnya yang berserakan.

{بَلَى قَادِرِينَ عَلَى أَنْ نُسَوِّيَ بَنَانَهُ}

Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna. (Al-Qiyamah: 4)

Sa'id ibnu Jubair dan AL-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah kuku atau teracaknya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Al-Hasan, Qatadah, Ad-Dahhak, dan Ibnu Jarir.

Ibnu Jarir mengemukakan alasannya, bahwa sesungguhnya jika Allah menghendaki, bisa saja Dia melakukan hal itu di dunia ini. Makna lahiriah ayat menunjukkan bahwa firman-Nya: Kami kuasa. (Al-Qiyamah: 4) merupakan kata keterangan keadaan dari firman-Nya "Najma'a.” Makna yang dimaksud ialah apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan kembali tulang belulangnya? Bukan demikian, sebenarnya Kami akan mengumpulkannya kembali, dan Kami mampu untuk menyusun kembali jari jemarinya. Yakni Kekuasaan Kami mampu untuk menghimpunkannya, dan seandainya Kami kehendaki, niscaya Kami membangkitkannya dengan lebih sempurna dari sebelumnya, maka Kami menjadikan jari jemarinya dalam keadaan rata alias sama panjangnya. Demikianlah pengertian dari pendapat Ibnu Qutaibah dan Az-Zujaj.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{بَلْ يُرِيدُ الإنْسَانُ لِيَفْجُرَ أَمَامَهُ}

Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus-menerus. (Al-Qiyamah: 5)

Sa'id ibnu Jubair telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yakni terus-menerus dalam kedurhakaannya. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: hendak membuat maksiat terus-menerus. (Al-Qiyamah: 5) Yakni berangan-angan, seorang manusia berkata pada dirinya, "Aku akan berbuat maksiat, kemudian bertobat sebelum kiamat terjadi." Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud ialah ingkar kepada perkara hak sebelum hari kiamat.

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: hendak membuat maksiat terus-menerus. (Al-Qiyamah: 5) Maksudnya, berjalan terus ke depan mengikuti hawa nafsunya.

Al-Hasan mengatakan bahwa anak Adam tidak akan pernah merasa puas dalam memperturutkan hawa nafsunya kepada perbuatan durhaka terhadap Allah terus-menerus kecuali orang yang dipelihara oleh Allah dari perbuatan maksiat.

Telah diriwayatkan dari Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Ad-Dahhak, dan As-Saddi serta selain mereka yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf, bahwa makna yang dimaksud menyangkut orang yang menyegerakan perbuatan-perbuatan dosa dan menangguh-nangguhkan tobatnya.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah orang kafir yang mendustakan hari hisab. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Zaid, dan inilah yang lebih kuat dan lebih sesuai dengan makna yang dimaksud.

Oleh karena itu, maka disebutkan dalam firman berikutnya:

{يَسْأَلُ أَيَّانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ}

Ia bertanya, "Bilakah hari kiamat itu?” (Al-Qiyamah: 6)

Yakni dia menanyakan bilakah hari kiamat itu? Akan tetapi, pertanyaan yang diajukannya itu mengandung nada tidak percaya akan kejadiannya dan mendustakan keberadaannya. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

وَيَقُولُونَ مَتى هذَا الْوَعْدُ إِنْ كُنْتُمْ صادِقِينَ قُلْ لَكُمْ مِيعادُ يَوْمٍ لَا تَسْتَأْخِرُونَ عَنْهُ ساعَةً وَلا تَسْتَقْدِمُونَ

Dan mereka berkata, "Kapankah (datangnya) janji ini, jika kamu adalah orang-orang yang benar?” Katakanlah.”Bagimu ada hari yang telah dijanjikan (hari kiamat) yang tiada dapat kamu minta mundur darinya barang sesaat pun dan tidak (pula) kamu dapat meminta supaya diajukan." (Saba': 29-30)

Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:

{فَإِذَا بَرِقَ الْبَصَرُ}

Maka apabila mata terbelalak (ketakutan). (Al-Qiyamah: 7)

Abu Amr ibnul Ala mengatakan bahwa bariqa artinya terbelalak. Apa yang dikatakannya mirip dengan pengertian yang terdapat di dalam firman Allah Swt.:

لا يَرْتَدُّ إِلَيْهِمْ طَرْفُهُمْ

sedangkan mata mereka tidak berkedip-kedip. (Ibrahim: 43)

Bahkan mata mereka terbelalak karena ngeri menyaksikan pemandangan di hari kiamat, mata mereka terbelalak ke sana kemari tidak menentu karena dicekam oleh rasa takut yang hebat. Sedangkan ulama lainnya membacanya baraqa, tetapi maknanya berdekatan dengan pendapat yang pertama. Makna yang dimaksud ialah bahwa pandangan-pandangan mata di hari kiamat terbelalak dan tidak berkedip serta bingung karena dahsyatnya pemandangan yang terjadi di hari kiamat yang sangat mengerikan.

*******************

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{وَخَسَفَ الْقَمَرُ}

dan apabila bulan telah hilang cahayanya. (Al-Qiyamah: 8)

Maksudnya, sinarnya lenyap.

{وَجُمِعَ الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ}

dan matahari dan bulan dikumpulkan. (Al-Qiyamah: 9)

Mujahid mengatakan bahwa matahari dan bulan digulung.

Dan Ibnu Zaid sehubungan dengan tafsir ayat ini membaca firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: Apabila matahari digulung dan apabila bintang-bintang berjatuhan. (At-Takwir: 1-2)

Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Mas'ud, bahwa dia membacanya dengan bacaan berikut, "Dan dihimpunkan antara matahari dan bulan."

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{يَقُولُ الإنْسَانُ يَوْمَئِذٍ أَيْنَ الْمَفَرُّ}

pada hari itu manusia berkata,  "Ke mana tempat lari?” (Al-Qiyamalv. 10)

Apabila manusia melihat huru-hara yang amat dahsyat di hari kiamat terjadi, maka setiap orang menginginkan lari menyelamatkan diri seraya mengatakan, "Adakah tempat untuk melarikan diri?" Yakni tempat untuk berlindung dari huru-hara itu. Maka dijawab oleh firman selanjutnya:

{كَلا لَا وَزَرَ إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمُسْتَقَرُّ}

Sekali-kali tidak! Tidak ada tempat berlindung! Hanya kepada Tuhanmu sajalah pada hari itu tempat kembali. (Al-Qiyamah: 11-12)

Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, dan Sa'id ibnu Jubair serta selain mereka yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah tiada jalan selamat.

Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

مَا لَكُمْ مِنْ مَلْجَإٍ يَوْمَئِذٍ وَما لَكُمْ مِنْ نَكِيرٍ

Kamu tidak memperoleh tempat berlindung pada hari itu dan tidak (pula) dapat mengingkari (dosa-dosamu). (Asy-Syura: 47)

Yakni tiada suatu tempat pun bagimu untuk bersembunyi. Hal yang sama disebutkan dalam surat ini melalui firman-Nya:

{لَا وَزَرَ}

Tidak ada tempat berlindung. (Al-Qiyamah: 11)

Artinya, tiada tempat untuk bersembunyi bagimu. Karena itu, disebutkan dalam firman berikutnya:

{إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمُسْتَقَرُّ}

Hanya kepada Tuhanmu sajalah pada hari itu tempat kembali. (Al-Qiyamah; 12)

Yaitu kamu dikembalikan hanya kepada-Nya.

Dalam firman berikutnya disebutkan:

{يُنَبَّأُ الإنْسَانُ يَوْمَئِذٍ بِمَا قَدَّمَ وَأَخَّرَ}

Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya. (Al-Qiyamah: 13)

Yakni diberitahukan kepadanya semua amal perbuatan yang telah dikerjakannya, baik yang di masa lalu maupun di masa yang baru, dan baik yang pertama maupun yang terakhir; semuanya tidak ada yang ketinggalan, yang besarnya dan juga yang kecilnya. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حاضِراً وَلا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَداً

dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang jua pun. (Al-Kahfi: 49)

Hal yang sama disebutkan dalam surat ini melalui firman-Nya:

{بَلِ الإنْسَانُ عَلَى نَفْسِهِ بَصِيرَةٌ وَلَوْ أَلْقَى مَعَاذِيرَهُ}

Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya. (Al-Qiyamah: 14-15)

Yaitu dia menyaksikan sendiri perbuatan dirinya dan mengetahui apa yang telah dikerjakannya, sekalipun dia beralasan dan mengingkarinya. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

 اقْرَأْ كِتابَكَ كَفى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيباً

Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu. (Al-Isra: 14)

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri. (Al-Qiyamah: 14) Pendengarannya, penglihatannya, kedua tangannya, dan kedua kakinya semuanya berbicara, begitu pula anggota tubuh yang lainnya—menurut Qatadah—menjadi saksi terhadap dirinya sendiri. Menurut riwayat yang lain, Qatadah mengatakan bahwa apabila engkau berkeinginan, demi Allah, engkau akan melihatnya dalam keadaan melihat semua aib orang lain dari dosa-dosa mereka, sedangkan dia melupakan dosa-dosanya sendiri.

Dikatakan pula bahwa di dalam kitab Injil disebutkan, "Hai anak Adam, engkau melihat tahi mata yang ada di mata saudaramu, sedangkan engkau tidak melihat yang lebih parah daripada itu di matamu!"

Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya. (Al-Qiyamah: 15) Yakni sekalipun dia mendebat dalam rangka membela dirinya, tetapi dia melihat semua kesalahan dan dosa-dosanya itu.

Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya. (Al-Qiyamah: 15) Yakni betapapun alasan yang dikemukakannya di hari itu. tidak akan diterima darinya.

As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya. (Al-Qiyamah: 15) Maksudnya, alasan pembelaan dirinya. Hal yang sama dikatakan oleh Ibnu Zaid dan Al-Hasan Al-Basri serta lain-lainnya, lalu dipilih oleh Ibnu Jarir.

Qatadah telah meriwayatkan dari Zurarah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya. (Al-Qiyamah: 15) Bahwa meskipun dia menanggalkan pakaian-pakaiannya. Ad-Dahhak mengatakan bahwa sekalipun dia menanggalkan kain penutupnya; penduduk Yaman menyebut tirai atau kain penutup dengan sebutan al-mi'zar yang bentuk jamaknya ma'azir. tetapi pendapat yang sahih adalah yang dikatakan oleh Mujahid dan murid-muridnya, semakna dengan firman-Nya:

ثُمَّ لَمْ تَكُنْ فِتْنَتُهُمْ إِلَّا أَنْ قالُوا وَاللَّهِ رَبِّنا مَا كُنَّا مُشْرِكِينَ

Kemudian tiadalah fitnah mereka, kecuali mengatakan.”Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah.” (Al-An'am: 23)

Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

 يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ جَمِيعاً فَيَحْلِفُونَ لَهُ كَما يَحْلِفُونَ لَكُمْ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ عَلى شَيْءٍ أَلا إِنَّهُمْ هُمُ الْكاذِبُونَ

(Ingatlah) hari (ketika) mereka semua dibangkitkan Allah, lalu mereka bersumpah kepada-Nya (bahwa mereka bukan orang musyrik) sebagaimana mereka bersumpah kepadamu; dan mereka menyangka bahwa sesungguhnya mereka akan memperoleh sesuatu (manfaat). Ketahuilah, bahwa sesungguhnya merekalah orang-orang pendusta. (Al-Mujadilah: 18)

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya. (Al-Qiyamah: 15) Yaitu permintaan maaf. Tidakkah engkau mendengar Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman: (yaitu) hari yang tidak berguna bagi orang-orang zalim permintaan maafnya. (Al-Mu’min: 52); Dan mereka menyatakan ketundukannya kepada Allah pada hari itu. (An-Nahl: 87) Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: lalu mereka menyerah diri (sambil berkata), "Kami sekali-kali tidak ada mengerjakan sesuatu kejahatan pun.” (An-Nahl: 28) Juga ucapan mereka yang diceritakan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya: Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah. (Al-An'am: 23). (Androidkit/FM)

Tafsir Al Qur'an Surat Al Muddatstsir Ayat 38-56


Tafsir Al Qur'an Surat Al Muddatstsir Ayat 38-56
Tafsir Al Qur'an Surat Al Muddatstsir Ayat 38-56

Al-Muddatstsir, ayat 38-56

 كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ (38) إِلَّا أَصْحَابَ الْيَمِينِ (39) فِي جَنَّاتٍ يَتَسَاءَلُونَ (40) عَنِ الْمُجْرِمِينَ (41) مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ (42) قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ (43) وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ (44) وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ الْخَائِضِينَ (45) وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوْمِ الدِّينِ (46) حَتَّى أَتَانَا الْيَقِينُ (47) فَمَا تَنْفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ (48) فَمَا لَهُمْ عَنِ التَّذْكِرَةِ مُعْرِضِينَ (49) كَأَنَّهُمْ حُمُرٌ مُسْتَنْفِرَةٌ (50) فَرَّتْ مِنْ قَسْوَرَةٍ (51) بَلْ يُرِيدُ كُلُّ امْرِئٍ مِنْهُمْ أَنْ يُؤْتَى صُحُفًا مُنَشَّرَةً (52) كَلَّا بَلْ لَا يَخَافُونَ الْآخِرَةَ (53) كَلَّا إِنَّهُ تَذْكِرَةٌ (54) فَمَنْ شَاءَ ذَكَرَهُ (55) وَمَا يَذْكُرُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ هُوَ أَهْلُ التَّقْوَى وَأَهْلُ الْمَغْفِرَةِ (56)

Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya, kecuali golongan kanan, berada di dalam surga, mereka saling menanyakan, tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa, "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" Mereka menjawab, "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan salat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, bahkan kami biasa membicarakan yang batil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan kami mendustakan hari pembalasan, sampai datang kepada kami kematian.” Maka syafaat dari orang-orang yang memberikan syafa’at tidak berguna lagi bagi mereka. Maka mengapa mereka (orang-orang kafir) berpaling dari peringatan (Allah)?" Seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut, lari dari singa. Bahkan tiap-tiap orang dari mereka berkehendak supaya diberikan kepadanya lembaran-lembaran yang terbuka. Sekali-kali tidak. Sebenarnya mereka tidak takut kepada negeri akhirat. Sekali-kali tidak demikian halnya. Sesungguhnya Al-Qur'an itu benar-benar peringatan. Maka barang siapa menghendaki, niscaya dia mengambil pelajaran darinya (Al-Qur'an). Dan mereka tidakakan mengambil pelajaran darinya kecuali (jika) Allah menghendakinya. Dia (Allah) adalah Tuhan Yang patut (kita) bertakwa kepada-Nya dan yang berhak memberi ampun.

Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitahukan bahwa:

{كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ}

Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya. (Al-Muddatstsir: 38)

Yakni bergantung kepada amal perbuatannya sendiri kelak di hari kiamat, Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas dan yang lainnya.

{إِلا أَصْحَابَ الْيَمِينِ}

Kecuali golongan kanan. (Al-Muddatstsir: 39) karena sesungguhnya mereka.

{فِي جَنَّاتٍ يَتَسَاءَلُونَ عَنِ الْمُجْرِمِينَ}

berada di dalam surga, mereka saling menanyakan, tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa. (Al-Muddatstsir: 40-41)

Yaitu mereka bertanya kepada orang-orang yang berdosa, sedangkan mereka sendiri berada di gedung-gedung surga yang tinggi-tinggi, dan yang ditanyai oleh mereka berada di dasar neraka. Mereka bertanya:

{مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ}

"Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" Mereka menjawab, "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan salat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin.”(Al-Muddatstsir: 42-44)

Maksudnya. kami tidak pernah menyembah Tuhan kami dan tidak pernah pula berbuat baik kepada makhluk-Nya dari sejenis kami.

{وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ الْخَائِضِينَ}

bahkan kami biasa membicarakan yang batil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya. (Al-Muddatstsir: 45)

Yakni kami membicarakan hal-hal yang tidak kami ketahui. Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa setiap ada orang yang sesat berbicara, maka kami ikut sesat bersamanya.

{وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوْمِ الدِّينِ حَتَّى أَتَانَا الْيَقِينُ}

dan kami mendustakan hari pembalasan, sampai datang kepada kami kematian. (Al-Muddatstsir. 46-47)

Yang dimaksud dengan perkara yang meyakinkan adalah kematian. Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

 وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). (Al-Hijr: 99)

Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam telah bersabda,

"أما هُوَ -يَعْنِي عُثْمَانَ بْنَ مَظْعُونٍ-فَقَدْ جَاءَهُ الْيَقِينُ مِنْ رَبِّهِ".

"Adapun dia —yakni Usman ibnu Maz'un— ajal kematian dari Tuhannya telah datang kepadanya."

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{فَمَا تَنْفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ}

Maka syafaat dari orang-orang yang memberikan syafaat tidak berguna lagi bagi mereka. (Al-Muddatstsir: 48)

Yaitu orang yang mempunyai sifat demikian, tiada manfaat baginya syafaat dari orang-orang yang memberi syafaat di hari kiamat nanti. Karena sesungguhnya syafaat itu hanya berhasil dilakukan terhadap orang yang berhak menerimanya. Adapun jika orang yang mati dalam keadaan kafir, maka kelak di hari kiamat baginya hanyalah neraka, tiadajalan lain baginya dan ia kekal di dalamnya untuk selama-lamanya. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

{فَمَا لَهُمْ عَنِ التَّذْكِرَةِ مُعْرِضِينَ}

Maka mengapa mereka (orang-orang kafir) berpaling dari peringatan (Allah)? (Al-Muddatstsir: 49)

Maksudnya, mengapa orang-orang kafir yang sebelum kamu itu berpaling dari seruan dan peringatan yang kamu tujukan kepada mereka.

{كَأَنَّهُمْ حُمُرٌ مُسْتَنْفِرَةٌ فَرَّتْ مِنْ قَسْوَرَةٍ}

seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut, lari dari singa. (Al-Muddatstsir: 50-51)

Yakni seakan-akan antipati mereka terhadap perkara yang hak dan berpalingnya mereka darinya adalah seperti keledai liar (zebra) yang lari dari hewan pemangsa yang mengintainya, siap untuk menerkamnya. Demikianlah menurut Abu Hurairah dan Ibnu Abbas dalam suatu riwayat yang bersumber darinya, dan Zaid ibnu Aslam serta putranya (yaitu Abdur Rahman). Atau dari pemburu yang telah siap menembaknya, menurut riwayat lain dari Ibnu Abbas, dan ini merupakan pendapat jumhur ulama.

Hammad ibnu Salamah telah meriwayatkan dari Ali ibnu Zaid, dari Yusuf ibnu Malik, dari Ibnu Abbas, bahwa asad atau singa memakai bahasa Arab, kalau menurut bahasa Habsyah disebut qaswaruh, menurut bahasa Persia disebut syair, dan menurut bahasa Nabtiyah disebut auba.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{بَلْ يُرِيدُ كُلُّ امْرِئٍ مِنْهُمْ أَنْ يُؤْتَى صُحُفًا مُنَشَّرَةً}

Bahkan tiap-tiap orang dari mereka berkehendak supaya diberikan kepadanya lembaran-lembaran yang terbuka. (Al-Muddatstsir: 52)

Artinya, bahkan setiap orang dari orang-orang musyrik itu menginginkan agar diturunkan kepadanya sebuah kitab sebagaimana kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam Ini menurut pendapat Mujahid dan yang lainnya. Jadi, menurutnya semakna dengan firman-Nya:

وَإِذا جاءَتْهُمْ آيَةٌ قالُوا لَنْ نُؤْمِنَ حَتَّى نُؤْتى مِثْلَ مَا أُوتِيَ رُسُلُ اللَّهِ اللَّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسالَتَهُ

Apabila datang sesuatu ayat kepada mereka, mereka berkata, ' 'Kami tidak akan beriman sehingga diberikan kepada kami yang serupa dengan apa yang telah diberikan kepada utusan-utusan Allah." Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan-Nya. (Al-An'am: 124)

Menurut riwayat lain yang juga dari Qatadah, mereka menginginkan agar diberi pembebasan tanpa amal perbuatan.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala selanjutnya menyebutkan:

{كَلا بَلْ لَا يَخَافُونَ الآخِرَةَ}

Sekali-kali tidak. Sebenarnya mereka tidak takut kepada negeri akhirat. (Al-Muddatstsir: 53)

Yaitu sesungguhnya yang merusak mereka tiada lain ketidakpercayaan mereka kepada hari akhirat, dan mereka mendustakan keberadaannya. Selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya:

{كَلا إِنَّهُ تَذْكِرَةٌ}

Sekali-kali tidak demikian halnya. Sesungguhnya Al-Qur’an itu benar-benar peringatan. (Al-Muddatstsir: 54)

Yakni benar, Al-Qur'an itu adalah peringatan.

{فَمَنْ شَاءَ ذَكَرَهُ وَمَا يَذْكُرُونَ إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّه}

Maka barang siapa menghendaki, niscaya dia mengambil pelajaran darinya (Al-Qur'an). Dan mereka tidak akan mengambil pelajaran darinya kecuali (jika) Allah menghendakinya. (Al-Muddatstsir: 55-56)

Semakna dengan firman-Nya:

 وَما تَشاؤُنَ إِلَّا أَنْ يَشاءَ اللَّهُ

Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu) kecuali bila dikehendaki Allah. (Al-Insan: 30)

Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{هُوَ أَهْلُ التَّقْوَى وَأَهْلُ الْمَغْفِرَةِ}

Dia (Allah) adalah Tuhan Yang patut (kita) bertakwa kepada-Nya dan yang berhak memberi ampun. (Al-Muddatstsir: 56)

Artinya, Dia berhak untuk ditakuti dan berhak memberi ampun terhadap dosa orang yang bertobat kepada-Nya dan kembali ke jalan-Nya, menurut Qatadah.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ، أَخْبَرَنِي سُهَيْلٌ -أَخُو حَزْمٍ -حَدَّثَنَا ثَابِتٌ الْبُنَانِيُّ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذِهِ الْآيَةَ: {هُوَ أَهْلُ التَّقْوَى وَأَهْلُ الْمَغْفِرَةِ} وَقَالَ: "قَالَ رَبُّكُمْ: أَنَا أَهْلٌ أَنْ أُتَّقَى، فَلَا يُجْعَلْ مَعِي إِلَهٌ، فَمَنِ اتَّقَى أَنْ يَجْعَلَ مَعِي إِلَهًا كَانَ أَهْلًا أَنْ أَغْفِرَ لَهُ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepadaku Suhail saudara Hazm, telah menceritakan kepada kami Sabit Al-Bannani, dari Anas ibnu Malik Radhiyallahu Anhu yang menceritakan bahwa Rasulullah Shalallahu'alaihi Wasallam membaca firman-Nya: Dia (Allah) adalah Tuhan Yang patut (kita) bertakwa kepada-Nya dan yang berhak memberi ampun. (Al-Muddatstsir: 56) Lalu beliau Shalallahu'alaihi Wasallam bersabda: Tuhan kalian telah berfirman, "Aku adalah Tuhan Yang berhak (kamu) bertakwa kepada-Nya, makajanganlah seseorang menjadikan Tuhan lain bersama-Ku. Maka barang siapa yang bertakwa kepada-Ku, hingga ia tidak menjadikan Tuhan lain bersama-Ku, maka dia adalah orang yang berhak mendapat ampunan (dari-Ku).

Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah meriwayatkan hadis ini melalui Zaid ibnul Habbab, sedangkan Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Al-Mu'afa ibnu Imran, keduanya dari Suhail ibnu Abdullah Al-Qat'i dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib, Suhail orangnya kurang kuat.

Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dari ayahnya, dari Hudbah ibnu Khalid, dari Suhail dengan sanad yang sama. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Ya'la, Al-Bazzar, Al-Bagawi, dan lain-lainnya melalui hadis Suhail Al-Qat'i dengan sanad yang sama. (Androidkit/FM)

Tafsir Al Qur'an Surat Al Muddatstsir Ayat 31-37


Tafsir Al Qur'an Surat Al Muddatstsir Ayat 31-37
Tafsir Al Qur'an Surat Al Muddatstsir Ayat 31-37

Al-Muddatstsir, ayat 31-37

وَمَا جَعَلْنَا أَصْحَابَ النَّارِ إِلَّا مَلَائِكَةً وَمَا جَعَلْنَا عِدَّتَهُمْ إِلَّا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا لِيَسْتَيْقِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ وَيَزْدَادَ الَّذِينَ آمَنُوا إِيمَانًا وَلَا يَرْتَابَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ وَالْمُؤْمِنُونَ وَلِيَقُولَ الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ وَالْكَافِرُونَ مَاذَا أَرَادَ اللَّهُ بِهَذَا مَثَلًا كَذَلِكَ يُضِلُّ اللَّهُ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَمَا يَعْلَمُ جُنُودَ رَبِّكَ إِلَّا هُوَ وَمَا هِيَ إِلَّا ذِكْرَى لِلْبَشَرِ (31) كَلَّا وَالْقَمَرِ (32) وَاللَّيْلِ إِذْ أَدْبَرَ (33) وَالصُّبْحِ إِذَا أَسْفَرَ (34) إِنَّهَا لَإِحْدَى الْكُبَرِ (35) نَذِيرًا لِلْبَشَرِ (36) لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَتَقَدَّمَ أَوْ يَتَأَخَّرَ (37)

Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat; dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah  imannya dan supaya orang~orang yang diberi Al-Kitab dan orang-orang mukmin itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan), "Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?” Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. Dan Saqar itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia. Sekali-kali tidak, demi bulan, dan malam ketika telah berlalu, dan subuh apabila mulai terang. Sesungguhnya Saqar itu adalah salah satu bencana yang amat besar, sebagai ancaman bagi manusia (yaitu) bagi siapa di antaramu yang berkehendak akan maju atau mundur.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{وَمَا جَعَلْنَا أَصْحَابَ النَّارِ}

Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka. (Al-Muddatstsir: 31)

As-hab arti bahasanya para pemilik, dan makna yang dimaksud adalah para penjaga neraka.

{إِلا مَلائِكَةً}

melainkan dari malaikat. (Al-Muddatstsir: 31)

Yakni terdiri dari para malaikat Zabaniyah (jura siksa) yang kasar lagi keras, yang demikian itu merupakan jawaban terhadap orang-orang musyrik Quraisy, ketika diceritakan kepada mereka bilangan para penjaga neraka. Maka Abu Jahal berkata, "Hai golongan orang-orang Quraisy, tidakkah setiap sepuluh orang dari kalian mampu mengalahkan seseorang dari mereka, maka pastilah kamu dapat mengalahkan mereka?" Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu, melainkan dari malaikat. (Al-Muddatstsir: 31) Yaitu kasar penampilannya, mereka tidak dapat dilawan dan tidak terkalahkan.

Menurut suatu pendapat, ada seseorang dari mereka yang dikenal dengan sebutan Abul Asydin, yang nama aslinya Kaldah ibnu Usaid ibnu Khalaf. Ia berkata, "Hai golongan orang-orang Quraisy, serahkanlah dua orang dari para penjaga neraka itu kepadaku, sedangkan yang sisanya yaitu tujuh belas orang kuserahkan kepada kalian untuk menanganinya." Ia katakan demikian karena merasa yakin dengan kekuatan dirinya yang hebat. Tersebutlah bahwa kekuatan yang dimilikinya menurut kisah mereka sangat hebat, dia berdiri di atas hamparan kulit sapi, lalu kulit sapi itu ditarik oleh sepuluh orang untuk mereka ambil dari bawah telapak kakinya. Ternyata kulit sapi itu robek, sedangkan si Kaldah tidak bergeming sedikit pun dari tempat pijakannya.

As-Suhaili mengatakan bahwa si Kaldahlah yang pernah menantang Rasulullah Shalallahu'alaihi Wasallam untuk bergulat, dan ia mengatakan, "Jika engkau mengalahkan aku, maka aku akan beriman kepadamu." Maka Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam memenuhi tantangannya dan ternyata beliau dapat membantingnya berkali-kali, tetapi Kaldah tidak juga mau beriman. Dan As-Suhaili mengatakan bahwa Ibnu Ishaq menisbatkan kisah pergulatan ini kepada Rukanah ibnu Abdu Yazid ibnu Hasyim ibnul Muttalib. Menurut saya, tidak ada pertentangan di antara apa yang disebutkan oleh keduanya karena barangkali keduanya terjadi; dan hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{وَمَا جَعَلْنَا عِدَّتَهُمْ إِلا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا}

dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir. (Al-Muddatstsir: 31)

Yakni sesungguhnya Kami sebutkan bilangan mereka sembilan belas hanyalah untuk menguji manusia.

{لِيَسْتَيْقِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ}

supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin. (Al-Muddatstsir: 31)

Yaitu agar mereka mengetahui bahwa Rasul ini adalah benar dan mengatakan hal yang sesuai dengan apa yang ada pada mereka dari kitab-kitab samawi yang diturunkan kepada para nabi sebelumnya.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{وَيَزْدَادَ الَّذِينَ آمَنُوا إِيمَانًا}

dan supaya orang yang beriman bertambah imannya. (Al-Muddatstsir: 31)

Yakni di samping iman yang telah ada pada mereka melalui apa yang mereka saksikan sendiri, bahwa berita yang disampaikan oleh Nabi mereka adalah benar.

{وَلا يَرْتَابَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ وَالْمُؤْمِنُونَ وَلِيَقُولَ الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ}

dan supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab dan orang-orang mukmin ita tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit. (Al-Muddatstsir: 31)

Maksudnya, orang-orang munafik.

{وَالْكَافِرُونَ مَاذَا أَرَادَ اللَّهُ بِهَذَا مَثَلا}

dan orang-orang kafir (mengatakan), 'Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?” (Al-Muddatstsir: 31)

Mereka mengatakan, "Apakah hikmah yang terkandung di balik penyebutan bilangan tersebut?"

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

{كَذَلِكَ يُضِلُّ اللَّهُ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ}

Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. (Al-Muddatstsir: 31)

Yakni dengan adanya cobaan dan ujian seperti ini, maka akan bertambah kuatlah iman di dalam hati sebagian kaum dan akan bertambah goyahlah keimanan pada sebagian yang lainnya. Hanya pada Allah-lah terdapat hikmah yang tiada taranya dan alasan yang mematikan hujah lawan.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{وَمَا يَعْلَمُ جُنُودَ رَبِّكَ إِلا هُوَ}

Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. (Al-Muddatstsir: 31)

Tiada seorang pun yang mengetahui jumlah mereka dan berapa banyaknya mereka kecuali hanya Allah sendiri, supaya tidak ada orang yang mempunyai dugaan bahwa mereka berjumlah sembilan belas malaikat saja. Sebagaimana yang dikatakan oleh segolongan orang-orang yang sesat dari kalangan para failasuf Yunani dan orang-orang yang serupa dengan mereka dari kalangan penganut kedua agama (Yahudi dan Nasrani). Ketika mereka mendengar ayat ini, maka mereka bermaksud menakwilkannya dengan pengertian sepuluh akal dan sembilan jiwa, yang hal ini merupakan buat-buatan mereka sendiri, tetapi mereka tidak mampu membuktikan kebenaran dari hipotesisnya. Mereka hanya memahami permulaan dari ayat ini, tetapi kafir dengan bagian terakhirnya, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta'ala Yang mengatakan: Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. (Al-Muddatstsir: 31)

Di dalam hadis Isra yang diriwayatkan di dalam kitab Sahihain dan kitab hadis lainnya telah disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda sehubungan dengan gambaran tentang Baitul Ma'mur yang ada di langit lapis ketujuh:

«فَإِذَا هُوَ يَدْخُلُهُ فِي كُلَّ يَوْمٍ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ لَا يَعُودُونَ إِلَيْهِ آخِرَ مَا عَلَيْهِمْ»

Dan ternyata Baitul Ma'mur itu setiap harinya dimasuki oleh tujuh puluh ribu malaikat yang tidak kembali lagi kepadanya untuk selama-lamanya.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَسْوَدُ، حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُهَاجِرٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنِ مُورِقٍ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنِّي أَرَى مَا لَا تَرَوْنَ، وَأَسْمَعُ مَا لَا تَسْمَعُونَ، أَطَّتِ السَّمَاءُ وحُقَّ لَهَا أَنْ تَئط، مَا فيها موضع أَصَابِعَ إِلَّا عَلَيْهِ مَلَكٌ سَاجِدٌ، لَوْ عَلِمْتُمْ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلًا وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا، وَلَا تَلَذّذتم بِالنِّسَاءِ عَلَى الفُرُشات، وَلَخَرَجْتُمْ إِلَى الصُّعُدَاتِ تَجْأَرُونَ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ". فَقَالَ أَبُو ذَرٍّ: وَاللَّهِ لوددتُ أَنِّي شَجَرَةٌ تُعضد.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Aswad, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Ibrahim ibnu Muhajir, dari Mujahid, dari Muwarraq, dari Abu Zar yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam telah bersabda: Sesungguhnya aku telah melihat apa yang tidak kamu lihat dan aku telah mendengar apa yang tidak kamu dengar. Langit berderak dan sepantasnya bagi langit berderak karena tiada suatu tempat pun darinya selebar empat buah jari melainkan padanya terdapat malaikat yang sedang sujud. Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian benar-benar sedikit tertawa dan banyak menangis, dan tidak mau bersenang-senang dengan wanita di atas peraduan, dan niscaya kamu akan keluar ke lempat-tempat yang tinggi untuk meminta tolong dan berseru kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala Maka Abu Zar memberikan komentarnya, "Demi Allah, (setelah mendengar hadis ini) ia benar-benar menginginkan seandainya dirinya berupa pohon yang dicabut (yakni makhluk yang tidak bernyawa)."

Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkannya melalui hadis Israil. Dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib, dan hal yang sama telah diriwayatkan dari Abu Zar secara mauquf.

قَالَ الْحَافِظُ أَبُو الْقَاسِمِ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا خَيْرُ بْنُ عَرَفَةَ الْمِصْرِيُّ، حَدَّثَنَا عُرْوَة بْنُ مَرْوَانَ الرُّقِيُّ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو، عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ بْنِ مَالِكٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم: "ما في السموات السَّبْعِ مَوْضِعُ قَدَمٍ وَلَا شِبْرٍ وَلَا كَفٍّ إِلَّا وَفِيهِ مَلَكٌ قَائِمٌ، أَوْ مَلَكٌ سَاجِدٌ، أَوْ مَلَكٌ رَاكِعٌ، فَإِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ قَالُوا جَمِيعًا: سُبْحَانَكَ! مَا عَبَدْنَاكَ حَقَّ عِبَادَتِكَ، إِلَّا أَنَّا لَمْ نُشْرِكْ بِكَ شَيْئًا".

Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Arafah Al-Masri, telah menceritakan kepada kami Urwah ibnu Marwan Ar-Ruqqi, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Amr, dari Abdul Karim ibnu Malik, dari Ata ibnu Abu Rabah, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam telah bersabda: Tiada suatu tempat pun, baik selebar telapak kaki, atau selebar sejengkal, atau selebar telapak tangan di langit yang ketujuh, melainkan padanya terdapat malaikat yang sedang berdiri atau malaikat yang sedang sujud atau malaikat yang sedang rukuk. Dan apabila hari kiamat terjadi, mereka semuanya mengatakan, "Mahasuci Engkau, kami tidak menyembah-Mu dengan penyembahan yang sebenar-benarnya, hanya saja kami tidak pernah mempersekutukan Engkau dengan sesuatu pun."

قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ نَصْرٍ الْمَرْوَزِيُّ فِي "كِتَابِ الصَّلَاةِ": حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ زُرَارَةَ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ عَطَاءٍ، عَنْ سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ صَفْوَانِ بْنِ مُحْرِز، عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ قَالَ: بَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَ أَصْحَابِهِ إِذْ قَالَ لَهُمْ: "هَلْ تَسْمَعُونَ مَا أَسْمَعُ؟ " قَالُوا: مَا نَسْمَعُ مِنْ شَيْءٍ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَسْمَعُ أَطِيطَ السَّمَاءِ وَمَا تُلَامُ أَنْ تَئطّ، مَا فِيهَا مَوْضِعُ شِبْرٍ إِلَّا وَعَلَيْهِ مَلَكٌ رَاكِعٌ أَوْ سَاجِدٌ"

Muhammad ibnu Nasr Al-Marwazi di dalam Kitabus salat-nya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Zurarah, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab, dari Ata, dari Sa'id, dari Qatadah, dari Safwan ibnu Muharriz, dari Hakim ibnu Hizam yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam ada bersama para sahabatnya, tiba-tiba beliau bertanya, "Apakah kalian mendengar apa yang kudengar?" Mereka menjawab, "Kami tidak mendengar sesuatu pun." Maka Rasulullah Shalallahu'alaihi Wasallam bersabda: Aku mendengar suara langit berderak, dan tidaklah langit dicela bila berderak, karena tiada sejengkal tempat pun padanya melainkan ada malaikat yang sedang rukuk atau sedang sujud.

قَالَ أَيْضًا: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ قَهْزَاذَ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاذٍ الْفَضْلُ بْنُ خَالِدٍ النَّحْوِيُّ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ بْنُ سُلَيْمَانَ الْبَاهِلِيُّ، سَمِعْتُ الضَّحَّاكَ بْنَ مُزَاحِمٍ، يُحَدِّثُ عَنْ مَسْرُوقِ بْنِ الْأَجْدَعِ، عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا فِي السَّمَاءِ الدُّنْيَا مَوْضِعُ قَدَمٍ إِلَّا وَعَلَيْهِ مَلَكٌ سَاجِدٌ أَوْ قَائِمٌ، وَذَلِكَ قَوْلُ الْمَلَائِكَةِ: {وَمَا مِنَّا إِلا لَهُ مَقَامٌ مَعْلُومٌ وَإِنَّا لَنَحْنُ الصَّافُّونَ وَإِنَّا لَنَحْنُ الْمُسَبِّحُونَ}

Ia mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Qahzaz, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'az Al-Fadl ibnu Khalid An-Nahwi, telah menceritakan kepada kami Ubaid ibnu Sulaiman Al-Bahili, bahwa ia pernah mendengar Ad-Dahhak ibnu Muzahim menceritakan hadis berikut dari Masruq ibnul Ajda', dari Aisyah Radhiyallahu Anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam telah bersabda: Tiada suatu tempat selebar telapak kakipun di langit yang terdekat melainkan padanya terdapat malaikat yang sedang sujud atau sedang berdiri. Yang demikian itu (diketahui dari) ucapan malaikat (yang disitir oleh firman-Nya), "Tiada seorangpun di antara kami (malaikat) melainkan mempunyai kedudukan yang tertentu, dan sesungguhnya kami benar-benar bersaf-saf (dalam menunaikan perintah Allah). Dan sesungguhnya kami benar-benar bertasbih (kepada Allah)" (Ash-Shaffat: 164-166)

Hadis ini marfu', tetapi garib sekali.

Kemudian ia meriwayatkannya dari Muhammad ibnu Adam, dari Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Abud Duha, dari Masruq, dari Ibnu Mas'ud. Ia telah mengatakan, "'Sesungguhnya di antara lapisan-lapisan langit terdapat suatu lapisan yang tiada tempat barang sejengkal pun padanya melainkan terdapat kening malaikat (yang sedang sujud) atau kedua telapak kakinya (yang sedang berdiri)." Kemudian Ibnu Mas'ud membaca firman-Nya: Dan sesungguhnya kami benar-benar bersaf-saf (dalam menunaikan perintah Allah). Dan sesungguhnya kami benar-benar bertasbih (kepada Allah).  (Ash-Shaffat: 165-166)

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سَيَّارٍ: حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ خَالِدٍ الدِّمَشْقِيُّ الْمَعْرُوفُ بِابْنِ أُمِّهِ، حَدَّثَنَا الْمُغِيرَةُ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ عَطِيَّةَ مِنْ بَنِي عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ، حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ بْنُ أَيُّوبَ [مِنْ بَنِي] سَالِمِ بْنِ عَوْفٍ. حَدَّثَنِي عَطَاءُ بْنُ زَيْدِ بْنِ مَسْعُودٍ مِنْ بَنِي الْحُبُلِيِّ، حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ بْنُ عَمْرِو بْنِ الرَّبِيعِ، مَنْ بَنِي سَالِمٍ، حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ الْعَلَاءِ، مِنْ بَنِي سَاعِدَةَ، عَنْ أَبِيهِ الْعَلَاءِ بْنِ سَعْدٍ -وَقَدْ شَهِدَ الْفَتْحَ وَمَا بَعْدَهُ-أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَوْمًا لِجُلَسَائِهِ: "هَلْ تَسْمَعُونَ مَا أَسْمَعُ؟ " قَالُوا: وَمَا تَسَمَعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "أطَّتِ السَّمَاءُ وَحُقَّ لَهَا أَنْ تَئط، إِنَّهُ لَيْسَ فِيهَا مَوْضِعُ قَدَم إِلَّا وَعَلَيْهِ مَلَكٌ قَائِمٌ أَوْ رَاكِعٌ أَوْ سَاجِدٌ، وقالَ الْمَلَائِكَةُ: {وَإِنَّا لَنَحْنُ الصَّافُّونَ وَإِنَّا لَنَحْنُ الْمُسَبِّحُونَ}

Kemudian ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sayyar, telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far alias Muhammad ibnu Khalid Ad-Dimasyqi yang dikenal dengan sebutan Ibnu Ummihi, telah menceritakan kepada kami Al-Mugirah ibnu Umar ibnu Atiyyah dari kalangan Bani Amr ibnu Auf, telah menceritakan kepadaku Sulaiman ibnu Ayyub, dari Salim ibnu Auf, telah menceritakan kepadaku Ata ibnu Yazid ibnu Mas'ud dari Banil Habli, telah menceritakan kepadaku Sulaiman ibnu Amr ibnur Rabi', dari Bani Salim, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnul Ala, dari Bani Sa'idah, dari ayahnya Al-Ala ibnu Sa'd yang ikut dalam penaklukan Mekah dan peperangan yang sesudahnya, bahwa pada suatu hari Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda kepada sahabat-sahabat yang sedang duduk bersamanya, "Apakah kalian mendengar suara yang kudengar?" Mereka bertanya, "Apakah yang telah engkau dengar, wahai Rasulullah?"Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: Langit berderak, dan sepantasnyalah langit berderak karena sesungguhnya tiada padanya tempat selebar telapak kaki pun melainkan ada malaikat yang sedang berdiri, atau sedang rukuk atau sedang sujud. Dan para malaikat berkata, "Dan sesungguhnya kami benar-benar bersaf-saf (dalam menunaikan perintah Allah). Dan sesungguhnya kami benar-benar bertasbih (kepada Allah). (Ash-Shaffat: 165-166)

Sanad hadis ini garib sekali.

ثُمَّ قَالَ: حَدَّثَنَا [مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى، حَدَّثَنَا] إِسْحَاقُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْمَاعِيلَ الفَروي، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ قُدَامَةَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ ديناره، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ: أَنَّ عُمَرَ جَاءَ وَالصَّلَاةُ قَائِمَةٌ، وَنَفَرٌ ثَلَاثَةٌ جُلُوسٌ، أَحَدُهُمْ أَبُو جَحْشٍ اللَّيْثِيُّ، فَقَالَ: قُومُوا فَصَلُّوا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ. فَقَامَ اثْنَانِ وَأَبَى أَبُو جَحْشٍ أَنْ يَقُومَ، وَقَالَ: لَا أَقُومُ حَتَّى يَأْتِيَ رَجُلٌ هُوَ أَقْوَى مِنِّي ذِرَاعَيْنِ، وَأَشَدُّ مِنِّي بَطْشًا فَيَصْرَعُنِي، ثُمَّ يَدس وَجْهِي فِي التُّرَابِ. قَالَ عُمَرُ: فَصَرَعْتُهُ وَدَسَسْتُ وَجْهَهُ فِي التُّرَابِ، فَأَتَى عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ فَحَجَزَنِي عَنْهُ، فَخَرَجَ عُمَرُ مُغْضَبًا حَتَّى انْتَهَى إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم فقال: "مَا رَأيَكَ يَا أَبَا حَفْصٍ؟ ". فَذَكَرَ لَهُ مَا كَانَ مِنْهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إن رضى عُمَرَ رحمةٌ، وَاللَّهِ لوددْتُ أَنَّكَ جِئْتَنِي بِرَأْسِ الْخَبِيثِ"، فَقَامَ عُمَرُ يُوجّهُ نَحْوَهُ، فَلَمَّا أَبْعَدَ نَادَاهُ فَقَالَ: "اجْلِسْ حَتَّى أُخْبِرَكَ بِغِنَى الرَّبِّ عَزَّ وَجَلَّ عَنْ صَلَاةِ أَبِي جَحْشٍ، إِنَّ لِلَّهِ فِي السَّمَاءِ الدُّنْيَا مَلَائِكَةً خُشُوعًا لَا يرفعون رءوسهم حتى تقوم الساعة. فإذا قامت رَفَعُوا رُءُوسَهُمْ ثُمَّ قَالُوا: رَبَّنَا، مَا عَبَدْنَاكَ حَقَّ عِبَادَتِكَ، وَإِنَّ لِلَّهِ فِي السَّمَاءِ الثَّانِيَةِ مَلَائِكَةً سُجُودًا لَا يَرْفَعُونَ رُءُوسَهُمْ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ فَإِذَا قَامَتِ السَّاعَةُ رَفَعُوا رُءُوسَهُمْ، وَقَالُوا: سُبْحَانَكَ! مَا عَبَدْنَاكَ حَقَّ عِبَادَتِكَ" فَقَالَ لَهُ عُمَرُ: وَمَا يَقُولُونَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ فَقَالَ: " أَمَّا أَهْلُ السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُولُونَ: سُبْحَانَ ذِي الْمُلْكِ وَالْمَلَكُوتِ. وَأَمَّا أَهْلُ السَّمَاءِ الثَّانِيَةِ فَيَقُولُونَ: سُبْحَانَ ذِي الْعِزَّةِ وَالْجَبَرُوتِ. وَأَمَّا أَهْلُ السَّمَاءِ الثَّالِثَةِ فَيَقُولُونَ: سُبْحَانَ الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ. فَقُلْهَا يَا عُمَرُ فِي صَلَاتِكَ". فَقَالَ عُمَرُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَكَيْفَ بِالَّذِي كُنْتَ عَلَّمْتَنِي وَأَمَرْتَنِي أَنْ أَقُولَهُ فِي صَلَاتِي؟ فَقَالَ: "قُلْ هَذَا مَرَّةً وَهَذَا مَرَّةً". وَكَانَ الَّذِي أَمَرَهُ بِهِ أَنْ يَقُولَ: "أَعُوذُ بِعَفْوِكَ مِنْ عِقَابِكَ، وَأَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سخَطك، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ، جَلَّ وَجْهُكَ"

Kemudian ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Muhammad ibnu Ismail Al-Farawi, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Qudamah, dari Abdur Rahman, dari Abdullah ibnu Dinar, dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Umar, bahwa Umar tiba, sedangkan salat telah didirikan, dan di situ terdapat tiga orang yang masih duduk, di antaranya adalah Abu Jahsy Al-Laisi. Maka Umar berkata kepada mereka, "Bangkitlah kalian dan salatlah bersama Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam!" Maka bangkitlah dua orang dari mereka, sedangkan Abu Jahsy menolak dan tidak man berdiri, serta mengatakan, "Aku tidak mau berdiri sebelum datang kepadaku seorang lelaki yang tubuhnya lebih kuat daripada aku dan lebih keras pukulannya daripada aku, lalu dia mengalahkanku dan membenamkan mukaku ke dalam pasir." Umar melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia bertarung dengan Abu Jahsy dan mengalahkannya serta membenamkan mukanya ke pasir, tetapi tiba-tiba datanglah Usman ibnu Affan yang memisahku darinya. Umar keluar dalam keadaan marah hingga sampai ke tempat Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam, lalu beliau Shalallahu'alaihi Wasallam bertanya, "Mengapa engkau, hai Abu Hafs?" Umar menceritakan peristiwa yang baru dialaminya kepada Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam Maka Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, "Jika Umar rela dan membelas kasihaninya, maka Allah pun demikian. Tetapi aku menginginkan seandainya saja engkau bawa ke hadapanku kepala si orang jahat itu." Maka Umar pun bangkit dan menuju ke tempat Abu Jahsy. Tetapi ketika baru beberapa Iangkah menjauh, Umar dipanggil kembali oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam, dan beliau Shalallahu'alaihi Wasallam bersabda kepadanya: Duduklah kamu, aku akan menceritakan kepadamu bahwa Allah tidak membutuhkan salat Abu Jahsy, Allah Subhanahu wa Ta'ala Mahakaya daripada dia. Sesungguhnya di langit yang terdekat Allah memiliki malaikat-malaikat yang khusyuk beribadah kepada-Nya, mereka tidak pernah mengangkat kepalanya sampai hari kiamat terjadi. Dan apabila hari kiamat terjadi, barulah mereka mengangkat kepalanya, kemudian mereka mengatakan, "Wahai Tuhan kami, kami tidak menyembah Engkau dengan penyembahan yang sebenar-benarnya.” Dan pada langit yang kedua Allah mempunyai malaikat-malaikat yang selalu sujud, mereka tidak pernah mengangkat kepalanya sebelum hari kiamat terjadi. Dan apabila hari kiamat terjadi, mereka baru mengangkat kepalanya, lalu berkata, "Mahasuci Engkau, Tuhan kami; kami tidak menyembah Engkau dengan penyembahan yang sebenar-benarnya." Maka Umar bertanya, "Wahai Rasulullah, doa apakah yang mereka ucapkan?" Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab: Adapun malaikat penduduk langit yang terdekat, mereka mengucapkan, "Mahasuci Tuhan Yang memiliki Kerajaan bumi dan Kerajaan langit.” Adapun yang diucapkan oleh penduduk langit yang kedua ialah, "Mahasuci Tuhan Yang memiliki Keagungan dan Keperkasaan." Adapun penduduk langit yang ketiga, mereka mengatakan, "Mahasuci Tuhan Yang Hidup Kekal, Yang tidak akan mati.” Maka bacalah pula olehmu, hai Umar, dalam salatmu. Umar bertanya, "Wahai Rasulullah, lalu bagaimanakah dengan doa-doa yang telah engkau ajarkan kepadaku untuk mengucapkannya dalam salatku?" Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab, "Sesekali ucapkanlah doa ini, dan pada kesempatan lain ucapkan doa itu!" Tersebutlah bahwa doa yang telah diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam kepadanya ialah: Aku berlindung kepada sifat pemaaf-Mu dari siksaan-Mu, dan aku berlindung kepada rida-Mu dari murka-Mu, dan aku berlindung kepada-Mu dari azab-Mu, Mahaagung Zat-Mu.

Hadis ini garib sekali, bahkan boleh dikatakan munkar dan sangat parah predikat munkar-nya.

Ishaq Al-Farawi diambil riwayatnya oleh Imam Bukhari. Ibnu Hayyan menyebutkan di dalam golongan perawi yang berpredikat siqah, tetapi Abu Daud, An-Nasai, Al-Uqaili, dan Ad-Daruqutni menilainya lemah. Abu Hatim Ar-Razi mengatakan tentangnya, bahwa dia adalah seorang yang sangat jujur, hanya saja menjadi tuna netra; barangkali dia menulis kitabnya dengan mengimlakannya, sedangkan yang menulisnya orang lain, tetapi semua kitabnya sahih. Tetapi di lain waktu Abu Hatim Ar-Razi mengatakan bahwa dia adalah orang yang mudtarib, dan mengenai gurunya yang bernama Abdul Malik ibnu Qudamah masih dibicarakan oleh Abu Qatadah Al-Jumahi. Tetapi anehnya yang dilakukan oleh Imam Muhammad ibnu Nasr, mengapa dia meriwayatkan darinya tanpa membicarakan perihalnya, tidak pula memperkenalkan tentang keadaannya, dan tidak pula menyinggung kelemahan sebagian perawinya. Hanya saja dia telah meriwayatkannya melalui jalur lain dari Sa'id ibnu Jubair secara mursal dengan lafaz yang semisal, juga melalui jalur lain dari Al-Hasan Al-Basri secara mursal dengan lafaz yang mendekatinya.

قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ نَصْرٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ قَهْزَاذَ، أَخْبَرَنَا النَّضْرُ، أَخْبَرَنَا عَبَّادُ بْنُ مَنْصُورٍ قَالَ: سَمِعْتُ عَدِيَّ بْنَ أَرْطَاةَ وَهُوَ يَخْطُبُنَا عَلَى مِنْبَرِ الْمَدَائِنِ قَالَ: سَمِعْتُ رَجُلًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ لِلَّهِ تَعَالَى مَلَائِكَةً تُرعَد فَرَائِصُهُمْ مِنْ خِيفَتِهِ، مَا مِنْهُمْ مَلَكٌ تَقْطُرُ مِنْهُ دَمْعَةٌ مِنْ عَيْنِهِ إِلَّا وَقَعَتْ عَلَى مَلَكٍ يُصَلِّي، وَإِنَّ مِنْهُمْ مَلَائِكَةً سُجُودًا مُنْذُ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَمْ يَرْفَعُوا رُءُوسَهُمْ وَلَا يَرْفَعُونَهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَإِنَّ مِنْهُمْ مَلَائِكَةً رُكُوعًا لَمْ يَرْفَعُوا رُءُوسَهُمْ مُنْذُ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَلَا يَرْفَعُونَهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، فَإِذَا رَفَعُوا رُءُوسَهُمْ نَظَرُوا إِلَى وَجْهِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، قَالُوا: سُبْحَانَكَ! مَا عَبَدْنَاكَ حَقَّ عِبَادَتِكَ"

Kemudian Muhammad ibnu Nasr mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Qahzaz, telah menceritakan kepada kami An-Nadr, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Mansuryang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Addi ibnu Artah mengatakan dalam khotbahnya di atas mimbar Mada'in, bahwa ia pernah mendengar seseorang dari sahabat Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam menceritakan hadis berikut dari Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam Yang telah bersabda: Sesungguhnya Allah mempunyai malaikat-malaikat yang sendi-sendi tubuhnya bergetar karena takut kepada-Nya, tiada setetes air mata pun yang dikeluarkan oleh seseorang dari mereka melainkan jatuh mengenai malaikat lainnya yang sedang salat. Dan sesungguhnya di antara mereka terdapat malaikat-malaikat yang selalu sujud sejak Allah menciptakan langit dan bumi, mereka tidak pernah mengangkat kepalanya dan tidak akan mereka angkal kepalanya sampai hari kiamat. Dan sesungguhnya di antara mereka terdapat malaikat-malaikat yang sedang rukuk dan tidak pernah mengangkat kepalanya sejak Allah menciptakan langit dan bumi, dan mereka tidak akan mengangkat kepalanya sampai hari kiamat. Apabila mereka mengangkat kepalanya, mereka memandang ke arah Zat Allah Subhanahu wa Ta'ala, lalu berkata, "Mahasuci Engkau, kami tidak menyembah Engkau dengan penyembahan yang sebenar-benarnya.”

Sanad hadis ini tidak mengandung cela.

*******************

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{وَمَا هِيَ إِلا ذِكْرَى لِلْبَشَرِ}

Dan Saqar itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia. (Al-Muddatstsir: 31)

Mujahid dan yang lain mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tiadalah Saqar itu. (Al-Muddatstsir: 31) Yakni neraka yang telah digambarkan di atas. Melainkan peringatan bagi manusia. (Al-Muddatstsir: 31)

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

{كَلا وَالْقَمَرِ وَاللَّيْلِ إِذْ أَدْبَرَ}

Sekali-kali tidak, demi bulan, dan malam ketika telah berlalu. (Al-Muddatstsir: 32-33)

Adbara artinya berpaling maksudnya berlalu.

{وَالصُّبْحِ إِذَا أَسْفَرَ}

dan subuh apabila mulai terang. (Al-Muddatstsir: 34)

Yaitu mulai bersinar memancarkan cahayanya.

{إِنَّهَا لإحْدَى الْكُبَرِ}

Sesungguhnya Saqar itu adalah salah satu bencana yang amat besar. (Al-Muddatstsir: 35)

Yakni salah satu dari azab yang amat besar, maksudnya neraka Saqar. Demikianlah menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, dan Ad-Dahhak serta selain mereka yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf.

{نَذِيرًا لِلْبَشَرِ لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَتَقَدَّمَ أَوْ يَتَأَخَّرَ}

sebagai ancaman bagi manusia, (yaitu) bagi siapa di antaramu yang berkehendak akan maju atau mundur. (Al-Muddatstsir: 36-37)

Yaitu bagi siapa yang mau menerima peringatan dan menempuh jalan petunjuk yang hak; atau siapa yang mundur darinya dan berpaling serta menolaknya. (Androidkit/FM)