Rabu, 22 Juni 2022

Keutamaan Istri Shalihah



سألت النبي صلى الله عليه وسلم أي الناس أعظم حقا على المرأة قال زوجها قلت فعلى الرجل قال أمه

Dari Aisyah RA: "Saya pernah bertanya kepada Nabi shallallahu alihi wa sallam, siapakah yang paling besar haknya terhadap seorang wanita?" Beliau menjawab: "Suaminya". Aku bertanya lagi: "dan terhadap lelaki?" Beliau menjawab: "ibunya".

عن أبي هريرة، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: لو كنت آمرا أحدا أن يسجد لأحد لأمرت المرأة أن تسجد لزوجها

Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Andai boleh kuperintahkan seseorang untuk bersujud kepada yang lain tentu kuperintahkan seorang istri untuk bersujud kepada suaminya”. (HR. Tirmidzi no. 1159).

إِذَا صَلَتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ

“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan.”
أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا رَاضٍ عَنْهَا دَخَلَتِ الْجَنَّةَ

“Wanita (istri) mana saja yang meninggal dalam keadaan suaminya ridha kepadanya niscaya ia akan masuk surga.”
At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan.”

لاَ يَصْلُحُ لِبَشَرٍ أَنْ يَسْجُدَ لِبَشَرٍ، وَلَوْ صَلَحَ لِبَشَرٍ أَنْ يَسْجُدَ لِبَشَرٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا مِنْ عِظَمِ حَقِّهِ عَلَيْهَا، وَاَّلذِي نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ كَانَ مِنْ قَدَمِهِ إِلَى مَفْرَقِ رَأْسِهِ قَرْحَةً تَجْرِي بِالْقَيْحِ وَالصَّدِيْدِ، ثُمَّ اسْتَقْبَلَتْهُ فَلحسَتْهُ مَا أَدّّتْ حَقَّهُ

“Tidaklah pantas bagi seorang manusia untuk sujud kepada manusia yang lain. Seandainya pantas/boleh bagi seseorang untuk sujud kepada seorang yang lain niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya dikarenakan besarnya hak suaminya terhadapnya. Demi Zat yang jiwaku berada di tangannya, seandainya pada telapak kaki sampai belahan rambut suaminya ada luka/borok yang mengucurkan nanah bercampur darah, kemudian si istri menghadap suaminya lalu menjilati luka/borok tersebut niscaya ia belum purna menunaikan hak suaminya.”

لَوْ أَمَرْتُ أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا، وَلَوْ أَنَّ رَجُلاً أَمَرَ امْرَأَتَهُ أَنْ تَنْقُلَ مِنْ جَبَلٍ أَحْمَرَ إِلَى جَبَلٍ أَسْوَدَ، وَمِنْ جَبَلٍ أَسْوَدَ إِلَى جَبَلٍ أَحْمَرَ لَكاَنَ لَهَا أَنْ تَفْعَلَ

“Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada seorang yang lain niscaya aku akan memerintahkan istri untuk sujud kepada suaminya. Seandainya seorang suami memerintahkan istrinya untuk pindah dari gunung merah menuju gunung hitam dan dari gunung hitam menuju gunung merah maka si istri harus melakukannya.”

أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا الطَّلاَقَ مِنْ غَيْرِ مَا بَأْس َفَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ

“Wanita mana yang meminta cerai kepada suaminya tanpa ada apa-apa maka haram baginya mencium wanginya surga.”

قِيْلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَيُّ النِّساَءِ خَيْرٌ؟ قَالَ: الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ، وَتُطِيْعُهُ إِذَا أَمَرَ، وَلاَ تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَلَا فِي مَالِهِ بِمَا يَكْرَهُ
Ditanyakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wanita (istri) yang bagaimanakah yang paling baik?” Beliau menjawab, “Yang menyenangkan suaminya bila suaminya memandangnya, yang menaati suaminya bila suaminya memerintahnya, dan ia tidak menyelisihi suaminya dalam perkara dirinya dan tidak pula pada harta suaminya dengan apa yang dibenci suaminya.” (Dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Irwa’ul Ghalil no. 1786)

Semoga Allah SWT Mengarunai kita istri sholehah, yang dapat mengantarkan suaminya mendapatkan surga. (FM)

Kemuliaan Hati Sayyidah Khadijah




قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :

الْمَرْأَةُ إِذَا صَلَّتِ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

“_Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka_.”
(HR. Ahmad )

" Sedikit gambaran wanita sholehah yang di contohkan oleh sayyidah khodijatul kubro, istri nabi muhammad saw "

Di ceritakan Suatu ketika Rasulullah SAW. pulang dalam keadaan sangat letih dari medan dakwah.
Ketika hendak masuk rumah, sayyidah Khadijah istri tercinta beliau biasanya menyambut beliau berdiri di depan pintu. Ketika Khadijah hendak berdiri menyambut Suami tercinta, Rasulullah berkata: “Wahai Khadijah tetaplah di tempatmu.” Saat itu Khadijah sedang menyusui anaknya Fatimah yang masih bayi.

Rasulullah faham dengan kesetiaan sayyidah Khadijah, Rasulullah TAKJUB dengan pengorbanan sayyidah Khadijah.

Meskipun dalam keadaan LELAH menjaga rumah tangganya. Mekipun dalam keadaan LETIH dalam memelihara anaknya, sayyidah Khadijah masih sempat menunjukkan KESETIANNYA kepada sang Suami walau dengan hal yang SEDERHANA.

Bahkan seluruh harta bendanya diberikan kepada Nabi demi perjuangan Islam dan bahkan lebih dari itu, jiwa dan raganya diperuntukkan untuk Islam.

Tidak jarang sayyidah Khadijah menahan lapar sambil menyusui anaknya Fatimah ra. Sehingga yang keluar bukan air susu lagi tapi DARAH yang keluar yang MASUK ke dalam MULUT Fatimah.

Melihat Khadijah letih menyusui anaknya, Rasulullah mengambil Fatimah dan diletakkan di tempat tidurnya. Gantilah Rasulullah berbaring dipangkuan sang Istri. Karena Rasulullah begitu lelah dan letih dari mendakwahkan islam kepada umatnya yang menolak seruannya, beliaupun tertidur dipangkuan sang istri.

Katika itulah sayyidah khadijah dengan belaian kasih sayang membelai rambut Beliau.
Tak terasa AIR MATA sayyidah Khadijah al-Kubra menetes mengenai pipi Rasulullah SAW.

Nabipun terjaga “Wahai Khadijah kenapa engkau menangis? Adakah engkau menyesal bersuamikan aku, Muhammad? Dahulu engkau wanita bangsawan, engkau mulia, engkau hartawan, tetapi hari ini engkau telah dihina orang, semua orang telah menjauh darimu, seluruh harta bendamu habis. Adakah engkau menyesal bersuamikan aku, Muhammad?”

Sayyidah Khadijah al-Kubra berkata, “Wahai suamiku, wahai Nabi Allah, bukan itu yang aku tangiskan. Dulu aku memiliki kemuliaan, kemuliaan itu aku serahkan untuk Allah dan Rasul-Nya. Dahulu aku memiliki kebangsawanan, kebangsawanan itupun aku serahkan untuk Allah dan Rasul-Nya. Dahulu aku memiliki harta kekayaan, seluruh harta kekayaan itu aku serahkan untuk Allah dan Rasul-Nya. Wahai Rasulullah, sekarang ini aku tidak memiliki apa-apa lagi. Tetapi engkau masih terus memperjuangkan agama ini.”

“ Wahai Rasulullah, sandainya aku telah MATI sedangkan perjuanganmu ini belum selesai, kemudian engkau hendak menyebrangi sebuah lautan, ..engkau hendak menyebrangi sebuah sungai dan engkau tidak menemukan satu perahu pun ataupun jambatan, maka engkau gali lubang kuburku, engkau gali kuburku, kemudian ambillah TULANG BELULANGKU, engkau jadikan jembatan sebagai jalan menyeberangi sungai itu untuk menemui umatmu" (FM)

Selasa, 21 Juni 2022

Hukum Memakai Minyak Wangi dan Berhias Untuk Perempuan



Forum Muslim - Ketahuilah bahwa keluarnya seorang perempuan dalam keadaan berhias atau memakai minyak wangi dengan keadaan menutup aurat hukumnya makruh tanzih, tidak haram. Hal itu menjadi haram jika perempuan tersebut bertujuan untuk pamer (mendapatkan pandangan mata) dari kaum laki-laki; artinya bertujuan membuat fitnah terhadap mereka.

Ibnu Hibban [58], al-Hakim [59], an-Nasa’i [60], al-Baihaqi [61] meriwayatkan dalam bab kemakruhan kaum perempuan untuk memakai minyak wangi, juga diriwayatkan oleh Abu Dawud [62] dari Abi Musa al-‘Asy’ari dengan marfu’ kepada Rasulullah, ia bersabda:

أيما امرأة استعطرت فمرت على قوم ليجدوا ريحها فهي زانية

(Perempuan manapun memakai wewangian kemudian lewat pada suatu kaum (laki-laki) agara mereka mendapati baunya maka ia seorang pelaku zina).

At-Tirmidzi [63] dalam bab tetang kemakruhan keluar perempuan dengan memakai wewangian, juga dari hadits Abi Musa al-‘Asy’ari dengan marfu’ kepada Rasulullah, ia bersabda:

كل عين زانية، والمرأة إذا استعطرت فمرت بالمجلس فهي كذا وكذا

(Setiap [kebanyakan] mata melakukan zina, dan perempuan jika ia memakai wewangian kemudian lewat di suatu majelis maka ia yang begini dan begini). Artinya ia seorang pelaku zina.

Hadits terakhir di atas dalam pengertian umum (Muthlaq), sementara hadits yang pertama dengan lafazh [ليجدوا ريحها] dalam pengertian yang dikhususkan (Muqayyad). Tujuan kedua hadits adalah sama. Karena itu maka pengertian yang umum (Mutlaq) harus dipahami dengan mengaitkannya dengan pengertian yang khusus(Muqayyad), sebagai mana kaedah ini telah menjadi keharusan dengan kesepakatan (Ijma’) mayoritas ulama, supaya kita terhindar dari konfrontasi dengan kesepakatan (Ijma’) mayoritas ulama tersebut. Karena itu tidak ada seorangpun dari para ulama yang menyatakan haram secara mutlak bagi seorang perempuan keluar rumah dengan memakai wewangian. Pemahaman semacam ini sesuai dengan hadits ‘Aisyah yang diriwayatkan Abu Dawud dalam Sunan-nya, bahwa ia berkata [64]: “Kita [Isteri-isteri nabi] keluar bersama nabi menuju Mekah, dan kita melumuri wajah dengan misik wangi untuk ihram. Jika salah seorang dari kami berkeringat, air keringatnya mengalir di atas wajahnya [membentuk guratan-guratan], dan nabi tidak mencegah”. Padahal Rasulullah dan isteri-isterinya berpakian ihram dari Dzil Hulaifah; suatu tempat beberapa mil dari Madinah.

Hadits pertama di atas diriwayatkan oleh an-Nasa’i dan al-Baihaqi dalam suatu bab yang keduanya menamakan bab tersebut dengan “Bab makruh bagi perempuan untuk memakai wewangian”. Bab tersebut dinamakan demikian karena keduanya paham bahwa hukum perempuan memakai minyak wangi adalah makruh tanzih. Lafazh makruh jika diungkapkan secara mutlak maka yang dimaksud adalah makruh tanzih, sebagaimana dinyatakan para ulama madzhab Syafi’i. Syaikh Ahmad ibn Ruslan berkata [65]:

وفاعل المكروه لم يعذب # بل إ ن يكف لامتثال يثب

(Seorang pelaku perbuatan makruh tidak disiksa, tetapi bila ia tidak melakukan perbuatan tersebut karena tujuan melaksanakan syari’at, ia diberi pahala).

Sebagaiman diketahuai al-Baihaqi adalah salah seorang ulama besar madzhab Syafi’i. Pemahaman mazdhab Syafi’i ini juga diambil oleh madzhab Hanbali dan Maliki. Artinya semua madzhab menyatakan bahwa lafazh “makruh” jika disebut secara mutlak maka yang dimaksud adalah “makruh tanzih”. Adapaun dalam madzhab Hanafi, umumnya penyebutan tersebut untuk tujuan “makruh tahrim”; artinya pelaku perbuatan tersebut telah berdosa.

Dengan demikian, orang yang mengharamkan keluarnya perempuan dengan wewangian, akan bersikap apa terhadap hadits ‘Aisyah di atas yang merupakan hadits shahih, karena tidak ada seorang ahli haditspun (al-hafizh) yang menyatakan hadits tersebut dla’if ?!. Adapun penyataan sikap dari seorang yang bukan ahli hadits tentu saja tidak ada gunanya, karena itu tidak memberikan pengaruh (sebagaimana disebutkan dalam kitab-kitab Musthalah al-Hadits).

Adapun hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah, bahwa suatu ketika seorang perempuan lewat di hadapan Abu Hurairah yang wewangiannya dirasakan oleh beliau, ia bertanya: “Handak kemanakah engkau wahai hamba Tuhan yang maha perkasa?, perempuan tersebut menjawab: “Ke masjid”. Abu Hurairah berkata: “Adakah engkau memakai wewangian untuk itu?”. Ia menjawab: “Iya”. Abu Hurairah berkata: “Kembalilah engkau pulang dan mandilah, sesungguhnya saya mendengar Rasulullah bersabda: “Allah tidak menerima shalat seorang perempuan yang keluar menuju masjid sementara wewangiannya menyebar semerbak hingga ia pulang kembali dan mandi”. Hadits ini tidak dinyatakan shahih oleh seorang hafizhpun. Bahkan Ibnu Khuzaimah yang meriwayatkannya berkata: “Jika hadits ini shahih”. [artinya menurut beliau hadits ini tidak shahih].

Dengan demikian hadits ini tidak dapat dijadikan sandaran hukum. Yang menjadi sandaran hukum dalam hal ini adalah hadits ‘Aisyah sebelumnya di atas, karena hadits tersebut lebih kuat sanadnya dari pada hadits Ibnu Khuzaimah ini.

Namun demikian makna dua hadits ini dapat dipadukan. Dengan dipahami sebagai berikut: “Jika hadits Ibnu Khuzaimah dinyatakan shahih maka maknanya bukan untuk tujuan mengharamkan memakai minyak wangi bagi kaum perempuan, tapi untuk menyatakan bahwa shalatnya perempuan tersebut tidak diterima [tidak memiliki pahala]. Hal ini sebagaimana diketahui bahwa ada beberapa perbuatan makruh yang dapat menghilangkan pahala perbuatan [ibadah] yang sedang dilakukan, namun begitu perbuatan [makruh] tersebut bukan sebuah kemaksiatan. Contohnya seperti shalat tanpa adanya khusyu, shalat tetap sah [menggugurkan kewajiban] hanya saja tanpa pahala dan tidak diterima. Contoh lainnya seperti hadits Ibnu ‘Abbas yang diriwayatkan Abu Dawud dengan marfu’ [66]: “Siapa yang mendengar orang memanggil [adzan] dan ia tidak memiliki alasan untuk mengikutinya [shalat jama’ah] maka tidak diterima shalatnya [sendiri] yang ia lakukan”. Beberapa sahabat bertanya: “Apakah alasan dalam hal ini?”. Ia menjawab: “Rasa takut atau karena sakit”. Hadits ini bukan berarti orang yang tidak shalat berjama’ah dengan tanpa alasan sebagai pelaku maksiat. Tetapi maknanya orang tersebut telah berlaku perbuatan makruh. Demikian pula dengan hadits Ibnu Khuzaimah di atas bukan dalam pengertian haram memakai wewangian bagi perempuan, tetapi dalam pengertian makruh.

Catatan lainnya; wewangian yang dimakruhkan di sini adalah wewangian yang semerbak baunya, sebab lafazh haditsnya menyatakan [وريحها تعصف], dan lafazh [تعصف] untuk bau yang menyengat, tidak digunakan mutlak/umum bagi seluruh wewangian. Sebagaimana hal ini telah dijelaskan oleh para ahli bahasa.

Adapun hadits yang berbunyi:

لا تمنعوا إماء الله من مساجد الله ولكن ليخرجن تفلات

(Janganlah kalian melarang para hamba Allah dari kaum perempuan untuk mendatangi masjid-masjid, hanya saja hendaklah mereka keluar dalam keadaan tidak memakai wewangian). Hadits inipun dalam pengertian makruh tanzih bila perempuan tersebut memakai wewangian menuju masjid.

Pengakuan sebagain orang bahwa an-Nasa’i meriwayatkan:

فمرت بقوم فوجدوا ريحها ...

Dengan lafazh [فوجدوا]; (…hingga kaum laki-laki medapatkan wanginya…) adalah periwayatan yang tidak shahih. Riwayat yang shahih adalah dengan lafazh [ليجدوا]; (…dengan tujuan agar kaum laki-laki mendapatkan wanginya).

Simak apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Muhammad ibn al-Munkadir, berkata: “Suatu saat Asma’ didatangi ‘Aisyah, sementara Zubair (suami Asma’) tidak ada di rumah. Dan ketika Rasulullah masuk ia mendapati wewangian, ia bersabda: “Tidak layak bagi seorang perempuan memakai wewangain di saat suaminya tidak di rumah”. Hadits inipun bukan untuk menunjukan keharaman, karena bila untuk tujuan haram maka akan diterangkan langsung oleh nabi.

Ibnu Muflih al-Maqdisi al-Hanbali dalam karyanya al-Adab as-Syar’iyyah berkata: “Haram bagi seorang perempuan keluar rumah suaminya tanpa mendapatkan izin darinya, kecuali karena dlarurat atau karena kewajian syari’at…”. Pada akhir tulisan ia berkata: “…dan dimakruhkan bagi perempuan memakai wewangain untuk hadir ke masjid atau ke tempat lainnya”.

* * *

Al-Baihaqi dalam dalam Sunan-nya meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas bahwa di hari iedul fitr

i Rasulullah keluar rumah, ia shalat dua raka’at, saat itu beliau bersama Bilal, kemudian datang kaum perempuan dan nabi menyuruh mereka semua untuk bersedekah, setelah itu kemudian kaum perempuan tersebut melepaskan apa yang mereka kenakan dari al-Khursh dan as-Sakhab. Al-Baihaqi berkata: “Hadits ini diriwayatkan al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya dari Abi al-Walid, dan diriwayatkan Muslim dari Syu’bah”. As-Sakhab adalah sesuatu yang dikenakan dari wewangian. Al-Khursh adalah perhiasan-perhiasan dari emas dan perak. Dalam hadits ini terdapat kebolehan bagi kaum perempuan untuk memakai wewangaian dan berhias, di mana Rasulullah tidak melarang kaum perempuan tersebut untuk mengenakannya.

__________________________________

[58]. Al-Ihsan Bi Tartib Shahih Ibn Hibban(6/301)

[59]. Al-Mustadrak: Kitab at-Tafsir (2/396)

[60]. Sunan an-Nasa'i: Kitab az-Zinah

[61]. As-Sunan al-Kubra (3/246)

[62]. Sunan Abi Dawud: Kitab at-Tarajjul: Bab tentang keluarnya perempuan dengan memakai minyak wangi.

[63]. Jami' at-Tirmidzi: Kitab al-Adab: Bab tentang makruhnya seorang perempuan keluar dengan memakai minyak wangi.

[64]. Sunan Abi Dawud: Kitab al-Manasik.

[65]. Matan az-Zubad (h. 10)

[66]. Sunan Abi Dawud: Kitab as-Shalat. Lihat pula al-Mustadrak (1/246) dan as-Sunan al-Kubra (3/75).
(Sumber : Muslimah Sholehah)

Amalan Di Hari Asyura'



في يوم عاشوراء عشر تتصل
بها اثنتان فلها فضل نقل صم صلِّ صل زر عالما عد واكتحل
راس اليتيم امسح تصدق واغتسل وسع على العيال قلم ظفرا
وسورة الاخلاص قل الفا تص

Di hari Asyuro ada sepuluh perkara
Ditambah dua keutamaan yang telah dinukil :

1. Puasa
2. Sholat
3. Sambung silaturrahim
4. Ziarah orang alim
5. Menjenguk orang sakit
6. Memakai celak mata
7. Mengusap kepala anak yatim
8. Sedekah
9. Mandi
10. Menambah nafkah keluarga
11. Memotong kuku
12. Membaca al-Ikhlas 1000x

📎 SUMBER : Kitab Kanzun Najah Wassurur

"Hubbul Wathan Minal Iman" Hadis Palsu ?



"Hubbul Wathan" Hadis Palsu?

Saya meyakini semua aktivis Muslim bergerak untuk izzul Islam wal Muslimin. Cuma caranya yang berbeda. Ada yang dengan purifikasi (pemurnian) Islam, ada yang politik, ada yang dakwah rumah ke rumah, ada yang mendirikan pesantren atau lembaga pendidikan dan sebagainya. Tapi ya jangan saling sikut-sikutan.

Bagi saudara kita yang bercita-cita menegakkan khilafah pasti menganggap nasionalisme sebagai salah satu penghalang. Makanya mereka menolak apapun yang berkaitan dengan nasionalisme, termasuk slogan Hubbul Wathan minal Iman.

Terlalu maklum kalau slogan itu bukan hadis. Para pimpinan di NU berkali-kali sudah menyampaikan bahwa Hubbul Wathan minal Iman bukan hadis, bersamaan dengan mewabahnya syair KH Wahab Hasbullah.

Sampai-sampai Ustaz yang menolak tersebut mencantumkan banyak kitab Takhrij Hadis yang kesemuanya menyatakan bukan hadis. Justeru di sinilah letak ketidakjujuran ustaz tersebut. Yakni ketika mengutip dari kitab Al-Maqashid Al-Hasanah, Al-Hafidz As-Sakhawi membenarkan kandungan makna slogan tersebut:

ﺣﺐ اﻟﻮﻃﻦ ﻣﻦ اﻹﻳﻤﺎﻥ، ﻟﻢ ﺃﻗﻒ ﻋﻠﻴﻪ، ﻭﻣﻌﻨﺎﻩ ﺻﺤﻴﺢ

"Cinta tanah air adalah bagian dari iman". Saya tidak menemukan sebagai hadis, tapi maknanya sudah benar (Al-Maqashid Al-Hasanah, 1/297)

Cinta tanah air merupakan saripati dari doa Nabi dalam hadis Sahih. Saat Nabi dan para Sahabat hijrah ke Madinah, ternyata kota Yatsrib itu banyak wabah penyakit, Abu Bakar mengeluh, Bilal juga berkeluh, dan sahabat Nabi lainnya, maka Nabi berdoa:

اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الْمَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ (رواه البخارى)

“Ya Allah, jadikan kami cinta Madinah, sebagaimana cinta kami kepada Makkah, atau melebihi Makkah” (HR al-Bukhari)

Lihatlah di hadis tersebut, di manapun Rasulullah menjalani kehidupan selalu mencintai negerinya.

Demikian pula istimbath hukum yang dilakukan oleh ulama ahli hadis dari Sahabat Anas:

«ﻛﺎﻥ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺇﺫا ﻗﺪﻡ ﻣﻦ ﺳﻔﺮ، ﻓﺄﺑﺼﺮ ﺩﺭﺟﺎﺕ اﻟﻤﺪﻳﻨﺔ، ﺃﻭﺿﻊ ﻧﺎﻗﺘﻪ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻧﺖ ﺩاﺑﺔ ﺣﺮﻛﻬﺎ ﻣﻦ ﺣﺒﻬﺎ»

"Jika Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam tiba dari perjalanan dan melihat rumah-rumah Madinah maka Nabi mempercepat kendaraan dengan menggerakkan untanya karena kecintaan Nabi kepada Madinah" (HR Bukhari no 1803)

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata:

ﻭﻓﻲ اﻟﺤﺪﻳﺚ ﺩﻻﻟﺔ ﻋﻠﻰ ﻓﻀﻞ اﻟﻤﺪﻳﻨﺔ ﻭﻋﻠﻰ ﻣﺸﺮﻭﻋﻴﺔ ﺣﺐ اﻟﻮﻃﻦ ﻭاﻟﺤﻨﻴﻦ ﺇﻟﻴﻪ

Hadis ini menunjukkan tentang keutamaan Kota Madinah dan disyariatkannya cinta tanah air serta rindu terhadap negeri (Fathul Bari, 7/621)

Tapi masih ada saja ulama lain yang mempermasalahkan dengan statemen tidak ada kaitan antara cinta tanah air dengan keimanan. Ternyata dijawab oleh ulama ahli hadis yang lain:

ﺃﻭ اﻟﻤﺮاﺩ ﺑﻪ اﻟﻮﻃﻦ اﻟﻤﺘﻌﺎﺭﻑ ﻭﻟﻜﻦ ﺑﺸﺮﻁ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺳﺒﺐ ﺣﺐﻫ ﺻﻠﺔ ﺃﺭﺣﺎﻣﻪ، ﺃﻭ ﺇﺣﺴﺎﻧﻪ ﺇﻟﻰ ﺃﻫﻞ ﺑﻠﺪﻩ ﻣﻦ ﻓﻘﺮاﺋﻪ ﻭﺃﻳﺘﺎﻣﻪ

Negeri tersebut adalah negeri yang telah diketahui, dengan syarat kecintaan pada negeri tersebut untuk bisa bersilaturahmi, atau berbuat baik kepada penduduk negerinya, orang fakir dan anak yatimnya (Syekh Al-Ajluni, Kasyf Al Khafa', 1/399) (Sumber : Ma'ruf Khozin )

Kebenaran Ilmu kalam itu apakah hanya berlaku buat umat islam dan buat mutakalimin saja?


fakhrul millah wad din, Imam Arrazi
fakhrul millah wad din, Imam Arrazi
Kebenaran Ilmu kalam itu apakah hanya berlaku buat umat islam dan buat mutakalimin saja?

Simpelnya ilmu kalam itu gini, ilmu kalam itu ilmu yang berbicara tentang sebuah objek, objeknya itu adalah aqidahnya orang islam, lalu setiap detail aqidah itu diuji dengan dalil/argumen dan kritik ilmiyah, nah argumen ilmiyah ini ga pandang agama, bahkan ga pandang aliran filsafat dan pemikiran(kecuali sofis). 

Argumen ilmiyah ini adalah sebuah hukum/kaidah ilmiyah yang dijadikan tolak ukur dan standar sesuatu masalah atau argumen bisa dikatakan ilmiyah atau tidak, dan kaidah-kaidah ini disepakati sebagai metodelogi penelitian ilmiyah oleh lintas aliran pemikiran. Jadi dalam ilmu kalam, jika isi kitab ilmu kalam berhasil mempertahankan thesis tentang aqidah itu dengan argumen ilmiyah yang disepakati umat manusia lintas pemikiran tadi, maka aqidahnya itu bisa dikatakan ilmiyah, keilmiyahannya bukan hanya milik umat islam saja, tapi siapa saja yang mempercayai ilmu

Apa itu ilmiyah? Klaim dalam masalah aqliyat/rasional dipertahankan dengan argumen hukum akal, klaim dalam masalah naqly harus dipertahankan dengan hukum naqly(baik nukilan atau penalaran) yang berbasis akal, klaim dalam masalah yang ditangkap secara inderawi harus dipertahankan dengan hukum empiris yang berbasis akal, klaim dalam masalah bahasa harus dipertahankan dengan argumen nukilan bahasa yang juga berbasis akal, dan klaim masalah kasyaf/ilham harus dipertahankan dengan dalil kasyfy yang juga berbasis akal. 

Jika dilihat hampir semua argumen itu basisnya akal, karena sebenarnya dari akal lah argumen lain bisa terbentuk. Hanya saja dalam masalah aqliyat yang dipakai adalah argumen akal murni, sedangkan diwilayah lain, akal terbatas. Jadi dalam argumen lain, akal hanya dipakai sebagai dasar dan basis argumen, seusai batas wilayah dan kemampuannya saja. 

Misalnya akal mengatakan bahwa arti dari sebuah kata bisa diketahui dari para pengguna bahasa, itu yang dikatakan akal, dari kaidah akal itulah argumen/dalil bahasa bisa diterima secara ilmiyah, sebelum memahami itu, maka bahasa tidak bisa dijadikan argumen, jadi asas/basis diterimanya dalil bahasa adalah kaidah akal. Tapi disisi lain, kemampuan akal terbatas, dimana dia tidak tau makna "miskin" misalnya, kecuali setelah bertanya pada pengguna bahasa(yang dirangkum dalam kamus atau langsung ditanya pada orangnya)

Jadi akal murni itu kekuatan nalar dan argumennya tidak mampu serta terbatas jika dipakai untuk mengetahui arti kata "miskin", dia butuh bantuan "penukil bahasa" untuk memahami arti kata miskin, jadi akal ga bisa mandiri untuk mengetahui masalah ini. Tapi disatu sisi, kita juga baru bisa tau bahwa nukilan dari penggunaan bahasa baru bisa menjadi dalil/argumen untuk mengetahui arti sebenarnya dari sebuah kata, ya dari hukum akal murni. Jadi argumen nukilan bahasa, baru bisa jadi argumen ilmiyah setelah dia diketahui telah sesuai dengan kaidah hukum akal lebih dahulu, singkatnya "berbasis hukum akal" lah.

Nah hal yang mirip juga terjadi pada argumen empiris, naqly, kasyf/ilham, dll. Dimana itu akan menjadi dalil/argumen ilmiyah dengan basis akal, karena tanpa mengetahui akal, maka kita tidak akan tau apakah suatu argumen bisa disebut dalil atau argumen ilmiyah atau tidak. 

Nah dalam ilmu kalam, prosesnya juga sama, agar ilmu kalam bisa dikatakan ilmiyah, jadi prosesnya adalah tinggal cek aja objek bahasannya(aqidah), baru kemudian diuji dengan argumen yang memenuhi standar ilmiyah, lalu kemudian bisa disimpulkan apakah objek kajian dan sebuah klaim kebenaran sesuai dengan kaidah ilmiyah atau tidak.

Dari situ kita tahu, apakah aqidah kita itu benar secara ilmiyah atau tidak. Jika salah ya ngapain kita ikuti aqidah yang salah. Jika benar, maka yang kita ikuti adalah ilmu, jadi aqidah kita bukan lagi sekedar ikut-ikutan kelompok, fanatik mazhab, keyakinan warisan atau bawaan lahir, dll, tapi ya itu memang ilmu pengetahuan yang harus diikuti orang beraka, yang mengikuti sesuatu yang ilmiyah

Aqidah yang telah di uji itu, bukan lagi "doktrin" atau "dogma" dimana itu semua hanya perlu diyakini saja, tanpa perlu dalil. Jadi kata-kata yang mengatakan "jangan merasa paling benar", "biar tuhan yang menilai" setelah penelitian ilmiyah adalah suatu hal yang konyol dan pengkhianatan terhadap ilmu pengetahuan. Sama saja dengan orang yang mengatakan kalau 1+1=3, lalu mengatakan pada orang lain "jangan merasa paling  benar". Karena setelah melewati proses ilmiyah, harusnya ketika berbicara tentang hasil ilmiyah yang didapat, kita tidak lagi bicara tentang mazhab atau kelompok tertentu, apalagi kecenderungan, tapi murni tentang kebenaran ilmiyah dan ilmu pengetahun

Jadi jika mazhab, agama, filsafat itu benar secara ilmiyah, maka mazhab itu adalah kebenaran itu sendiri, jadi saat seorang menjadi pengikutnya ya berarti dia sedang menjadi pengikut ilmu, bukan mazhab atau tokoh tertentu. Dan jika dia sedang condong dan memilih agama itu, bukan suka-suka dia, tapi karena pilihannya memang ilmiyah. Dan jika dia condong pada pendapatnya, dan mengkritik pendapat lain, bukan karena kefanatikannya, tapi memang karena keilmiyahannya. 

Karena ilmiyah itu ga punya agama dan mazhab, apalagi aliran pemikiran(filsafat) tertentu. Walaupun agama, mazhab, dan aliran pemikiran bisa ilmiyah dan bisa juga tidak. Tinggal diuji saja setiap klaim kebenaran dan keilmiyahan, dengan argumen ilmiyah yang sudah disepakati diawal, tanpa perlu menuduh tanpa meneliti dengan detail, tanpa perlu membenci atau mencintai pihak yang mengkritik atau membela, dll, intinya ya harus dingin dalam pembahasan ilmiyah(tentu diforum ilmiyah). 

Setelah melewati itu semua, baru kita tau, apakah suatu aliran pemikiran, agama atau mazhab, ilmiyah atau tidak. Nah kembali kepertanyaan awal, apakah aqidah yang kita ikuti sekarang benar secara ilmiyah? Nah untuk menjawab pertanyaan itu, para ulama islam menghidupkan sebuah ilmu yang dinamakan dengan ilmu kalam, sehingga didalamnya kita bisa menguji klaim kebenaran aqidah kita secara ilmiyah, sehingga kita melaksanakan kewajiban kita sebagai muslim secara ilmiyah dan tanpa harus takut bertentangan dengan ilmu pengetahuan

Dengan begitu, maka kita akan beriman dengan akal, bukan dengan sekedar yakin, percaya atau bawaan lahir, apalagi sampai berkata "kamu mengatakan itu bener, karena itu kelompokmu, jadi wajar ada kecondongan membela kelompok yang kamu ikuti", yang berkata seperti itu, sama sekali tidak memahami apa itu "ilmiyah""argumen", dan kaidah logika. 

Nah setelah mengetahui itu, kita baru bisa mengambil kesimpulan bahwa kebenaran yang ada dalam ilmu kalam itu berlaku untuk siapa saja yang berpegang ilmu, bukan cuma milik umat islam aja, apalagi jika dibatasi pada mutakalimin aja. Karena apa? Argumen yang dipakai ilmiyah. Selama dia mengaku ilmiyah, maka dia harus siap dikritik secara ilmiyah dan dengan argumen ilmiyah, itu dia isi kitab-kitab ilmu kalam. 

Kenapa umat islam sangat peduli dengan keilmiyahan aqidah mereka?itu karena mereka punya kewajiban setelah mereka mendengar ayat alquran memerintahkan "fa'lam annahu lailaha illallah" ketahuilah(dengan ilmu) bahwa tiada tuhan selain allah, yap perintahnya adalah mengenal allah dengan ilmu, perintahnya bukan "fa'taqid atau faqul annahu lailaha illallah" yang berarti percayalah atau katakanlah bahwa tiada tuhan selain allah. Jadi perintah allah bukan sekedar percaya atau berkata saja, tapi mengetahui secara ilmiyah dengan akal dan ilmu, untuk mengamalkan perintah ayat itulah ilmu kalam itu lahir dan terus dikembangkan. wallahualam

*Foto dibawah adalah maqam dari imam ilmu kalam, fakhrul millah wad din, imam arrazi (Sumber : Fauzan Inzaghi)

Masuk Islam Berkat Memuliakan Hari Asyura'





وَحكَى الْيَافِعِيُّ أَنَّهُ كَانَ فِي الرَّيِّ قاضٍ غَنِيٍّ، فَجَاءَهُ فَقِيْرٌ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ فَقَالَ لَهُ: أَعَزَّ اللهُ الْقَاضِيَ أَنَا رَجُلٌ فَقِيْرٌ ذُوْ عِيَالٍ، وَقَدْ جِئْتُكَ مُسْتَشْفِعًا بِحُرْمَةِ هَذَا الْيَوْمِ لِتُعْطِيَنِيْ عَشْرَةَ أَمْنَانِ خُبْزٍ وَخَمْسَةَ أَمْنَانِ لَحْمٍ، وَدِرْهَمَيْنِ، فَوَعَدَهُ الْقَاضِيْ بِذَلِكَ إِلَى وَقْتِ الظُّهْرِ،

Imam Yafi’i menceritakan : Bahwasanya di kota Array (kota kuna terletak di Iran Utara) terdapat Qadhi yang kaya-raya. Suatu hari kebetulan hari Asyura’ datanglah seorang faqir. Berkatalah si miskin tadi, “Semoga Allah memulyakan tuan Qadhi, Wahai tuan Qadhi, saya adalah seorang faqir yang mempunyai tanggungan keluarga. Demi kemuliaan hari ini, saya meminta pertolongan dari tuan agar tuan memberi saya sepuluh keping roti, lima potong daging dan uang dua dirham”. Sang Qadhi menjanjikan akan memberinya pada waktu Zhuhur.

فَرَجَعَ فَوَعَدَهُ إِلَى الْعَصْرِ، فَلَمَّا جَاءَ وَقْتُ الْعَصْرِ لَمْ يُعْطِهِ شَيْئًا،

Orang faqir itu pun kembali pada waktu Zhuhur kepada sang Qadhi, tapi sang Qadhi menjanjikannya sampai waktu Ashar. Dan ketika datang waktu Ashar, sang Qadhi tidak memberikan apa-apa

فَذَهَبَ الْفَقِيْرُ مُنْكَسِرَ الْقَلْبِ،

Maka pergilah si faqir dengan patah hati

فَمَرَّ بِنَصْرَانِيٍّ جَالِسٍ بَابَ دَارِهِ فَقَالَ لَه: بِحَقِّ هَذَا الْيَوْمِ أَعْطِنِيْ شَيْئًا

Maka si faqir melewati seorang nasrani yang sedang duduk-duduk di hadapan pintu rumahnya. Berkatalah si faqir kepada si nashrani: “ Demi keagungan ini hari, berilah saya sesuatu.”

فَقَال النَّصْرَانِيُّ: وَمَا هَذَا الْيَوْمُ؟

Si Nasrani bertanya, “Hari apakah hari ini?”

فَذَكَرَ لَهُ الْفَقِيْرُ مِنْ صِفَاتِهِ شَيْئًا،

Maka si faqirpun menerangkan sebagian keutamaan-keutamaan hari Asyura’.

فَقَالَ لَهُ النَّصْرَانِيُّ: اُذْكُرْ حَاجَتَكَ فَقَدْ أَقْسَمْتَ بِعَظِيْمِ الْحُرْمَةِ،

Berkata si Nasrani , “Katakan apa hajatmu, karena engkau telah bersumpah dengan agungnya kemuliaan hari Asyura

فَذَكَرَ لَهُ الْخُبْزَ وَاللَّحْمَ وَالدِّرْهَمَيْنِ،

Maka si faqir menuturkan kepada si nasrani (kebutuhannya, yaitu) sepuluh keping roti, lima potong daging dan uang dua dirham

فَأَعْطَاهُ عَشْرَةَ أَقْفِزَةِ حِنْطَةٍ وَمِائَةً مِنْ لَحْمٍ وَعِشْرِيْنَ دِرْهَمًا وَقَالَ: هَذَا لَكَ وَلِعِيَالِكَ مَا دُمْتُ حَيًّا فِيْ كُلِّ شَهْرٍ، كَرَامَةً لِهَذَا الْيَوْمِ،

Maka si nasranipun memberi si faqir sepuluh qafizah (nama takaran, kurang lebih 12 sha`) gandum, seratus potong daging dan uang dua puluh dirham seraya berkata: “Ini untuk kamu dan keluarga kamu, selagi aku masih hidup (akan aku beri) setiap bulan, karena kemuliaan hari ini.”

فَذَهَبَ الْفَقِيْرُ إِلَى مَنْزِلِهِ،

Dan pulanglah si faqir ke rumahnya :

فَلَمَّا جُنَّ اللَّيْلُ وَنَامَ الْقَاضِيْ سَمِعَ هَاتِفًا يَقُوْلُ: اِرْفَعْ رَأْسَكَ فَرَفَعَ رَأْسَهُ، فَأَبْصَرَ قَصْرًا مَبْنِيًّا بِلَبِنَةٍ مِنْ ذَهَبٍ وَلَبِنَةٍ مِنْ فِضَّةٍ، وَقَصْرًا مِنْ يَاقُوْتَةٍ حَمْرَاءَ يَبِيْنُ ظَاهِرُهُ مِنْ بَاطِنِهِ، فَقَالَ: إِلَهِيْ مَا هَذَانِ الْقَصْرَانِ؟ فَقِيْلَ لَهُ: هَذَانِ كَانَا لَكَ لَوْ قَضَيْتَ حَاجَةَ الْفَقِيْرِ، فَلَمَّا رَدَدْتَهُ صَارَا لِفُلَانٍ اَلنَّصْرَانِيِّ، قَالَ: فَانْتَبَهَ الْقَاضِيْ مَرْعُوْبًا يُنَادِيْ بِالْوَيْلِ وَالثُّبُوْرِ،

Ketika malam tiba dan sang Qadhi tidur dan bermimpi mendengar suara seseorang yang tidak terlihat orangnya, orang itu berkata : “Angkat kepalamu!”. Maka sang qadhipun mengangkat kepalanya, tiba-tiba dia melihat dua buah istana yang dibangun dari batu-bata bersalut emas dan sebuah lagi dibangun dari yaqut merah. Ia bertanya, “Ya Tuhan, apa dua istana ini ?”. Terdengar jawaban, “Keduanya untuk kamu andaikan saja kamu mau memenuhi hajat si faqir. Maka ketika kamu menolak dia, kini istana itu milik seorang Nasrani ”.

فَغَدَا إِلَى النَّصْرَانِيِّ فَقَالَ لَهُ: مَاذَا فَعلتَ الْبَارِحَةَ مِنَ الْخَيْرِ؟

Sang Qadhipun pergi ke rumah si nasrani seraya bertanya kepadanya , “Amal kebaikan apakah gerangan yang kau buat tadi siang ?”

فَقَالَ: وكَيْفَ ذَلِكَ؟

Si nasrani bertanya: “Ada apa gerangan ?”

فَذَكَر

َ لَهُ الرُّؤْيَا ثم قال له: بِعْنِيْ الْجَمِيْلَ الَّذِيْ عَمِلْتَهُ مَعَ الْفَقِيْرِ بِمِائَةِ أَلْفِ دِرْهَمٍ،

Maka sang qadhipun menceritakan mimpinya, kemudian dia berkata kepada si nashrani: ““Juallah amal baik yang engkau perbuat terhadap si faqir kepadaku dengan harga seratus ribu dirham !”

فَقَالَ: أَيُّهَا الْقَاضِيْ كُلُّ مَقْبُوْلٍ غالٍ لَا أَبِيْعُ ذَلِكَ بِمِلْءِ الْأَرْضِ كُلِّهَا أَتَبْخَلُ عَلَيَّ بِالْقَصْرَيْنِ؟

Kata si Nashrani: “ Wahai Qadhi, setiap amal yang diterima adalah mahal, aku tidak akan menjualnya sekalipun dengan harga bumi serta seisinya, apakah kamu kikir (sayang / tidak mau memberikan) kedua istana itu untukku ?”

فَقَالَ: أَنْتَ لَسْتَ بِمُسْلِمٍ،

Sang qadhipun berkata: “Bukankah engkau bukan orang Islam ?”

فَقَطَعَ الزُّنَّارَ وَقَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَأَنَّ دِيْنَهُ هُوَ الْحَقُّ.

Ketika itu juga orang Nashrani itu memotong ikat pinggangnya, dan mengucapkan dua kalimat syahadat : ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLALLAAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN RASUULULLAAH. Dan sesungguhnya agama nabi Muhammad adalah yang benar.

[ Sumber : Kitab Irsyadul Ibad halaman 78 (maktabah syamilah halaman 149) ]. Wallaahu A'lam. Semoga bermanfaat.

Senin, 20 Juni 2022

Rahasia Keberhasilan Pendidikan Para Ulama Salaf



Forum Muslim - Orang-orang sholeh dari keturunan Rasulullah Saw, memiliki 11 konsep dalam mendidik anak-anak mereka:

١. ﺍﻻﻡ ﻓﻲ ﺣﺎﻟﺔ ﺍﻟﺮﺿﺎﻋﺔ ﺗﻘﺮﺍﺀ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﻮﻟﻮﺩ ﺍﻳﺔ ﺍﻟﻜﺮﺳﻲ ﻭﺍﻟﻤﻌﻮﺫﺗﻴﻦ ﻭﺗﻜﺮﺭﻫﻤﺎ

1. Memerintahkan kepada isteri mereka ketika menyusui, agar lidahnya tidak putus untuk terus membaca Ayat Kursi, Al Ikhlas, Al Falaq, dan An Naas.

٢. ﺍﻭﻝ ﻣﺎﻳﻠﻘﻨﻮﻥ ﺍﻟﻄﻔﻞ ﻋﻨﺪ ﺑﺪﺍﻳﺔ ﺍﻟﻨﻄﻖ (ﺭﺿﻴﺖ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﺭﺑﺎ ﻭﺑﺎﻻﺳﻼﻡ ﺩﻳﻨﺎ ﻭﺑﻤﺤﻤﺪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻧﺒﻴﺎ ﻭﺭﺳﻮﻻ)

2. Pertama kali yang diajarkan ke anak mereka ketika baru bisa bicara, ialah kalimat yang berbunyi:
"Rodlitu billahi Robba Wa bil Islami diina Wa bimuhammadin sholla Allahu ‘alayhi wa sallam Nabiyyan wa Rosuula"
(Aku ridho Allah sebagai Tuhanku, Islam agamaku, dan Muhammad sebagai Nabi dan Rosul).

٣. ﺍﻟﺨﺮﻭﺝ ﺑﺎﻷﻭﻻﺩ ﺍﻟﺼﻐﺎﺭ ﺁﺧﺮ ﺍﻟﻠﻴﻞ ﺍﻟﻰ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﺣﺘﻰ ﻳﻜﻮﻥ ﻟﻬﻢ ﻋﺎﺩﺓ

3. Membiasakan kepada anak-anak mereka sejak kecil untuk bangun malam atau bangun sebelum tiba waktu Shubuh.

٤. ﻗﺒﻞ ﺍﻟﻤﻮﺍﺳﻢ ﺍﻟﺪﻳﻨﺔ ﻭﻣﻮﺍﺳﻢ ﺍﻟﻨﻔﺤﺎﺕ ، ﻛﺸﻬﺮ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻳﺠﻤﻌﻮﻥ ﺍﻭﻻﺩﻫﻢ ﻭﻳﺴﻠﻮﻫﻢ ﻣﺎﺫﺍ ﺳﻴﻌﻤﻠﻮﻥ ﻓﻲ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻤﻮﺍﺳﻢ ﻣﻦ ﺍﻟﺨﻴﺮ ﻭﺍﻟﺒﺮ ﻛﻘﺮﺍﺀﺓ ﺍﻟﻘﺮﺍﻥ ﻭﺍﻟﺬﻛﺮ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻭﻏﻴﺮﻫﺎ

4. Sebelum memasuki bulan-bulan berkah seperti Romadlon, mereka mengumpulkan anak-anak mereka dan bertanya, "Apa yang akan kalian kerjakan di bulan yang berkah ini? (Diantara amalan membaca Al Qur'an, dzikir, sedekah, dll.)

٥. ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻳﻌﻠﻤﻮﻥ ﺍﻭﻻﺩﻫﻢ ﺍﻟﻨﻴﺔ ﺍﻟﺼﺎﻟﺤﺔ ﻛﻤﺎ ﻳﻌﻠﻤﻮﻧﻬﻢ ﺍﻟﻔﺎﺗﺤﺔ

5. Mereka mengajari anak-anak mereka niat-niat yg baik sebagaimana mengajari mereka Surat Al Fatihah.

٦. ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻳﻌﻘﺪﻭﻥ ﻣﺠﻠﺲ ﻋﻠﻢ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﻴﺖ ﻳﺠﺘﻤﻊ ﻓﻴﻪ ﻛﻞ ﻣﻦ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﻴﺖ ﻳﻮﻣﻲ ﺍﻭ ﺍﺳﺒﻮﻋﻲ ﻳﻘﺮﺅﻥ ﻣﺎﺗﻴﺴﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﻘﺮﺍﻥ ﺍﻟﻜﺮﻳﻢ ( ﺣﺰﺏ ) ﻭﻛﺘﺐ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﻭﺍﻟﻔﻘﻪ ﻭﻳﺨﺘﻤﻮﻧﺔ ﺑﺎﻻﺩﻋﻴﺔ ﻭﺍﻟﺼﻼﺓ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ

6. Mereka mengadakan majelis ilmu di rumah, dan berkumpul semua yang ada di rumah, majlis harian atau mingguan, mereka membaca sedikit dari Al Qur'an dan kitab hadits serta fiqih. Mereka menutup majelis dengan doa dan solawat kepada Nabi Muhammad SAW.

٧. ﻓﻲ ﺣﺎﻝ ﺑﻠﻮﻍ ﺍﺣﺪ ﺍﺑﻨﺎﺋﻬﻢ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻳﻌﻠﻤﻮﻧﻪ ﺍﻧﻪ ﺑﻠﻎ ﻭﺍﻧﻪ ﺻﺎﺭ ﻣﻜﻠﻒ ﻭﺍﻥ ﺍﻻﻥ ﺻﺎﺭ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻠﻜﺎﻥ ﻳﺴﺠﻼﻥ ﺣﺴﻨﺎﺗﻪ ﻭﺳﻴﺌﺎﺗﻪ ﻭﻳﻜﺘﺒﺎﻥ ﺍﻗﻮﺍﻟﻪ ﻭﺍﻓﻌﺎﻟﻪ ،ﻭﻳﻜﻮﻥ ﺫﺍﻟﻚ ﻓﻲ ﺟﻤﻊ ﻳﺤﻀﺮﻩ ﺍﻟﻤﺸﺎﻳﺦ ﻭﺍﻟﻜﺒﺎﺭ

7. Ketika anak mereka telah mulai baligh, mereka memberi tahu anaknya bila sudah mukallaf dan sekarang dua Malaikat akan mencatat kebaikan-kejelekan, menulis ucapan serta perbuatannya. Untuk hal itu diadakanlah perayaan yang dihadiri para ulama' dan orang-orang sholeh.

٨. ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻻﻳﺆﺧﺮﻭﻥ ﺯﻭﺍﺝ ﺍﺑﻨﺎﺋﻬﻢ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﺒﻠﻮﻍ ﺧﻮﻓﺎ ﺍﻥ ﻳﻘﻌﻮﺍ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺤﻈﻮﺭ

8. Mereka tidak menunda pernikahan anak-anak mereka setelah baligh, kawatir terjerumus kepada kemaksiatan.

٩. ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻳﻌﻠﻤﻮﻥ ﺍﻭﻻﺩﻫﻢ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺘﻀﺮﻉ ﺍﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻲ ﻛﻞ ﺍﻻﺣﻮﺍﻝ، ﻓﺎﺫﺍ ﺍﺭﺍﺩ ﺍﻟﻮﻟﺪ ﺷﻲ ﻣﻦ ﻭﺍﻟﺪﻩ ﺍﻭ ﻭﺍﻟﺪﺗﻪ ﻳﻘﻮﻟﻮﻥ ﻟﻪ ﻗﻢ ﻭﺗﻮﺿﺎﺀ ﻭﺻﻞ ﺭﻛﻌﺘﻴﻦ ﻭﺍﺳﺌﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻥ ﻳﻘﻀﻲ ﺣﺎﺟﺘﻚ ﻭﺑﻌﺪ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻳﺎﻋﻄﻮﻩ ﻣﺎﻃﻠﺐ ،ﻭﻳﻘﻮﻟﻮﻥ ﻗﺪ ﺍﺳﺘﺠﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ ﺩﻋﺎﻙ

9. Mereka mengajari anak-anak berdoa memohon kepada Allah dalam setiap keadaan, maka apabila anaknya ingin sesuatu dari orang tuanya, mereka berkata kpd anaknya, "Wudhu'lah dan sholat 2 rokaat, lalu mintalah kepada Allah hajat-hajatmu. Setelah sholat, orang tua memberikan yang anak minta seraya berkata, "Sungguh Allah yang mengabulkan doamu".

١٠. ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻳﺠﻌﻠﻮﻥ ﻟﻜﻞ ﻭﺍﺣﺪ ﻋﻤﻞﻣﺨﺼﺺﻓﻲﺍﻟﺒﻴﺖ ،ﻓﻬﺬﺍ ﻋﻠﻴﻪ ﺟﻠﺐ ﺍﻻﻏﺮﺍﺽ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﻮﻕ ﻭﻫﺬﺍ ﻋﻠﻴﻪ ﻛﻨﺲ ﺍﻟﺒﻴﺖ ﻭﻫﺬﺍ ﻋﻠﻴﻪ ﺧﺪﻣﺔ ﺍﻟﻀﻴﻮﻑ ﻭﻫﺬﺍ ﻋﻠﻴﻪ ﺟﻠﺐ ﺍﻟﻤﺎﺀ ﻭﻫﻜﺬﺍ

10. Mereka membagi tugas kepada setiap anak, ada yang tugas belanja ke pasar, dan ada yang menyapu rumah, serta ada yang tugas melayani tamu dan ngambil air, dsb.

١١. ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻳﻬﺘﻤﻮﺍ ﺑﺘﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﺒﻨﺎﺕ ﺃﻛﺜﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﺬﻛﻮﺭ ﻻﻧﻬﻦ ﺣﺒﻴﺴﺎﺕ ﺍﻟﺒﻴﻮﺕ .

11. Mereka lebih banyak memperhatikan pembelajaran putri-putri mereka lebih serius dari anak laki-laki, karena anak perempuan tidak keluar rumah. (Dishare dari Al Habib Muhdlor As Segaf).

Keutamaan Menjadi Wanita Sholehah



Forum Muslim - Point-point dari halaman ini terdapat di dalam kitab Kanzul ‘Ummal, Misykah, Riadlush Shalihin, Uqudilijjain, Bhahishti Zewar, Al-Hijab, dan lain-lain,. Mudah-mudahan dapat diambil ibrah darinya.

1. Doa wanita lebih maqbul dari laki-laki karena sifat penyayang yang lebih kuat dari laki-laki. Ketika ditanya kepada Rasulallah SAW akan hal tersebut, jawab baginda : “Ibu lebih penyayang dari bapak dan doa orang yang penyayang tidak akan sia-sia.”

2. Wanita yang solehah itu lebih baik dari 1,000 orang laki-laki yang tidak soleh.

3. Seorang wanita solehah lebih baik dari 70 orang wali.

4. Seorang wanita solehah lebih baik dari 70 laki-laki soleh.

5. Barangsiapa yang menggembirakan anak perempuannya, derajatnya diibaratkan seperti orang yang senantiasa menangis karena takut kepada Allah SWT dan orang yang takut Allah SWT akan diharamkan api neraka ke atas tubuhnya.

6. Barang siapa yang membawa hadiah (barang makanan dari pasar ke rumah) lalu diberikan kepada keluarganya, maka pahalanya seperti bersedakah. Hendaklah mendahulukan anak perempuan terhadap anak laki-laki. Maka barangsiapa yang menyukakan anak perempuan seolah-olah dia memerdekakan anak Nabi Ismail AS

7. Tidaklah seorang wanita yang haidh itu, kecuali haidhnya merupakan kifarah (tebusan) untuk dosa-dosanya yang telah lalu, dan apabila pada hari pertama haidhnya membaca “Alhamdulillahi’alaa Kulli Halin Wa Astaghfirullah”. Segala puji bagi Allah dalam segala keadaan dan aku mohon ampun kepada Allah dari segala dosa.”; maka Allah menetapkan dia bebas dari neraka dan dengan mudah melalui shiratul mustaqim yang aman dari seksa, bahkan AllahTa’ala mengangkat derajatnya, seperti derajatnya 40 orang yang mati syahid, apabila dia selalu berzikir kepada Allah selama haidhnya.

8. Wanita yang tinggal bersama anak-anaknya akan tinggal bersama aku (Rasulullah SAW.) di dalam syurga.

9. Barang siapa mempunyai tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan atau dua anak perempuan atau dua saudara perempuan, lalu dia bersikap ihsan dalam pergaulan dengan mereka dan mendidik mereka dengan penuh rasa taqwa serta bertanggung jawab, maka baginya adalah syurga.

10. Dari ‘Aisyah r.ha. “Barang siapa yang diuji dengan sesuatu dari anak-anak perempuannya, lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka.”

11. Syurga itu di bawah telapak kaki ibu.

12. Apabila memanggil kedua ibu bapamu, maka jawablah panggilan ibumu dahulu.

13. Wanita yang taat berkhidmat kepada suaminya akan tertutup pintu-pintu neraka dan terbuka pintu-pintu syurga. Masuklah dari mana-mana pintu yang dia kehendaki dengan tidak dihisab.

14. Wanita yang taat akan suaminya, semua ikan-ikan di laut, burung di udara, malaikat di langit, matahari dan bulan, semuanya beristighfar baginya selama mana dia taat kepada suaminya dan meredhainya. (serta menjaga sembahyang dan puasanya)

15. ‘Aisyah r.ha. berkata “Aku bertanya kepada Rasulullah SAW. siapakah yang lebih besar haknya terhadap wanita ?” Jawab baginda, “Suaminya”. “Siapa pula berhak terhadap laki-laki ?” Jawab Rasulullah SAW. “Ibunya”.

16. Seorang wanita yang apabila mengerjakan solat lima waktu, berpuasa wajib sebulan (Ramadhan), memelihara kehormatannya serta taat kepada suaminya, maka pasti akan masuk syurga dari pintu mana saja yang dia kehendaki.

17. Tiap perempuan yang menolong suaminya dalam urusan agama, maka Allah SWT memasukkan dia ke dalam syurga lebih dahulu dari suaminya (10,000 tahun).

18. Apabila seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya, maka beristighfarlah para malaikat untuknya. Allah SWT mencatatkan baginya setiap hari dengan 1,000 kebaikan dan menghapuskan darinya 1,000 kejahatan.

19. Dua rakaat solat dari wanita yang hamil adalah lebih baik dari 80 rakaat solat wanita yang tidak hamil.

20. Wanita yang hamil akan dapat pahala berpuasa pada siang hari.

21. Wanita yang hamil akan dapat pahala beribadah pada malam

22. Seorang wanita yang mengalami sakit saat melahirkan, maka Allah SWT memberi pahala kepadanya seperti pahala orang yang berjihad dijalan Allah SWT

23. Wanita yang melahirkan akan mendapat pahala 70 tahun solat dan puasa dan tiap rasa sakit dan pada satu uratnya Allah memberikan satu pahala haji.

24. Apabila seseorang perempuan melahirkan anak, keluarlah dia dari dosa-dosa seperti keadaan ibunya melahirkannya.

25. Wanita yang meninggal dalam masa 40 hari sesudah melahirkan akan dianggap syahid.

26. Wanita yang memberi minum susu kepada anaknya dari badannya (susu badan) akan dapat satu pahala dari tiap-tiap titik susu yang diberikannya.

27. Jika wanita menyusui anaknya sampai cukup (2 1/2 tahun), maka malaikat-malaikat di langit akan memberikan kabar gembira bahwa syurga adalah balasannya.

28. Jika wanita memberi susu badannya kepada anaknya yang menangis, Allah akan memberi pahala satu tahun solat dan puasa.

29. Wanita yang habiskan malamnya dengan tidur yang tidak nyaman karena menjaga anaknya yang sakit akan mendapat pahala seperti membebaskan 20 orang hamba.

30. Wanita yang tidak cukup tidur pada malam hari karena menjaga anak yang sakit akan diampunkan oleh Allah akan seluruh dosanya dan bila dia menghibur hati anaknya Allah memberi 12 tahun pahala ibadat.

31. Apabila seorang wanita mencucikan pakaian suaminya, maka Allah mencatatkan baginya seribu kebaikan, dan mengampuni dua ribu kesalahannya,bahkan segala sesuatu yang disinari matahari akan memohonkan ampun untuknya, dan Allah mengangkatkannya seribu darjat.

32. Seorang wanita yang solehah lebih baik dari seribu orang laki-laki yang tidak soleh, dan seorang wanita yang melayani suaminya selama seminggu, maka ditutupkan baginya tujuh pintu neraka dan dibukakan baginya delapan pintu syurga, yang dia dapat masuk dari pintu mana saja tanpa dihisab.

33. Mana-mana wanita yang menunggu suaminya hingga pulang, disapukan mukanya, dihamparkan duduknya atau menyediakan makan minumnya atau memandang ia pada suaminya atau memegang tangannya, memperelokkan hidangan padanya,memelihara anaknya atau memanfaatkan hartanya pada suaminya karena mencari keridhaan Allah, maka disunatkan baginya akan tiap-tiap kalimat ucapannya,tiap-tiap langkahnya dan setiap pandangannya pada suaminya sebagaimana memerdekakan seorang hamba. Pada hari Qiamat kelak, Allah kurniakan Nur hingga tercengang wanita mukmin semuanya atas kurniaan rahmat itu. Tiada seorang pun yang sampai ke mertabat itu melainkan Nabi-nabi.

34. Tidakkan putus ganjaran dari Allah kepada seorang isteri yang siang dan malamnya menggembirakan suaminya.

35. Wanita yang melihat suaminya dengan kasih sayang dan suaminya melihat isterinya dengan kasih sayang akan di pandang Allah dengan penuh rahmat.

36. Jika wanita melayan suami tanpa khianat akan mendapat pahala 12 tahun solat.

37. Wanita yang melayani dengan baik kepada suami yang pulang ke rumah dalam keadaan letih akan medapat pahala jihad.

38. Jika wanita memijat suami tanpa disuruh akan mendapat pahala 7 emas dan jika wanita memijat suami bila disuruh akan mendapat pahala perak.

39. Dari Hadrat Muaz ra.: Wanita yang berdiri atas dua kakinya membakar roti untuk suaminya hingga muka dan tangannya kepanasan oleh api,maka diharamkan muka dan tangannya dari bakaran api neraka.

40. Thabit Al Banani berkata : Seorang wanita dari Bani Israel yang buta sebelah matanya sangat baik khidmatnya kepada suaminya. Apabila ia menghidangkan makanan dihadapan suaminya, dipegangnya pelita sehingga suaminya selesai makan. Pada suatu malam pelitanya kehabisan sumbu, maka diambilnya rambutnya dijadikan sumbu pelita. Pada keesokkannya matanyayang buta telah celik. Allah kurniakan keramat (kemuliaan pada perempuan itu karena memuliakan dan menghormati suaminya).

41. Pada suatu ketika di Madinah, Rasulullah SAW. keluar mengiringi jenazah. Beliau menemukan beberapa orang wanita dalam majelis itu. Rasulullah SAW lalu bertanya, “Apakah kamu menyolatkan jenazah ?” Jawab mereka,”Tidak”. Sabda

Sabda Rasulullah SAW “Sebaiknya kalian semua tidak usah ikur berziarah dan tidak ada pahala bagi kamu. Tetapi tinggallah di rumah dan berkhidmatlah kepada suami niscaya pahalanya sama dengan ibadat-ibadat orang laki-laki”.

42. Wanita yang memerah susu binatang dengan “Bismillah” akan didoakan oleh binatang itu dengan doa keberkatan.

43. Wanita yang membuat adonan tepung gandum dengan “Bismillah” , Allah akan berkahkan rezekinya.

44. Wanita yang menyapu lantai dengan berzikir akan mendapat pahala seperti meyapu lantai di Baitullah.

45. “Wahai Fatimah, untuk setiap wanita yang mengeluarkan peluh ketika membuat roti, Allah akan mejadikan 7 parit diantara dirinya dengan api neraka, jarak diantara parit itu ialah sejauh langit dan bumi.”

46. “Wahai Fatimah, bagi setiap wanita yang memintal benang, Allah akan mencatatkan untuknya perbuatan baik sebanyak utus benang yang dibuat dan memadamkan seratus perbuatan jahat.”

47. “Wahai Fatimah, untuk setiap wanita yang menenun kain, Allah telah menentukan satu tempat khusus untuknya di atas tahta di hari akhirat.”

48. “Wahai Fatimah, bagi setiap wanita yang memintal benang dan kemudian dibuat pakaian untuk anak-anaknya maka Allah akan memberikan pahala sama seperti orang yang memberi makan kepada 1000 orang lapar dan memberi pakaian kepada 1000 orang yang tidak berpakaian.”

49. “Wahai Fatimah, bagi setiap wanita yang meminyakkan rambut anaknya,menyikatnya, mencuci pakaian mereka dan memandikan anaknya, Allah akan memberikan pahala kebaikan sebanyak helai rambut mereka dan menghapus sebanyak itu pula dosa-dosanya dan menjadikan dirinya kelihatan berseri di mata orang-orang yang memerhatikannya.”

50. Sabda Nabi SAW: “Ya Fatimah barang mana wanita meminyakkan rambut dan janggut suaminya, memotong kumis (misai) dan mengerat kukunya, Allah akan memberinya minum dari sungai-sungai serta diringankan Allah baginya sakaratul maut dan akan didapatinya kuburnya menjadi sebuah taman dari taman- taman syurga dan dicatatkan Allah baginya kelepasan dari api neraka dan selamatlah ia melintas Titian Shirat.”

51. Jika suami mengajarkan isterinya satu hal akan mendapat pahala 80 tahun ibadat.

52. Wanita yang menyebabkan suaminya keluar dan berjuang ke jalan Allah dan kemudian menjaga adab rumah tangganya akan masuk syurga 500 tahun lebih awal dari suaminya, akan menjadi ketua 70,000 malaikat dan bidadari dan wanita itu akan dimandikan di dalam syurga, dan menunggu suaminya dengan menunggang kuda yang dibuat dari yakut.

53. Semua orang akan dipanggil untuk melihat wajah Allah di akhirat,tetapi Allah akan datang sendiri kepada wanita yang memberati auratnya iaitu memakai purdah di dunia ini dengan istiqamah.

54. Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan ialah wanita (isteri) yang solehah.

55. Salah satu tanda keberkatan wanita itu ialah cepat perkahwinannya,cepat pula kehamilannya dan ringan pula maharnya (mas kahwin)

Sumber : Dar Al Zainiyah

Menikahi Wanita Shalehah



Muhammad bin Musa Al Khawarizmi adalah ilmuwan matematika penemu bilangan nol. Ia lahir di Khawārizm (Khiva, Uzbekistan) sekitar tahun 780. Karenanya ia dikenal sebagai Al Khawarizmi.

Al Khawarizmi juga disebut sebagai Bapak Matematika atau Bapak Aljabar. Sebab, aljabar yang hingga kini digunakan berasal dari bukunya, Al-Jabar. Buku karyanya itu membahas solusi sistematik dari linear dan notasi kuadrat. Selain ahli matematika, Al Khawarizmi juga ahli astronomi dan astrologi.

Suatu hari, Al Khawarizmi ditanya tentang calon istri terbaik. Penemu bilangan nol ini kemudian menjawab dengan menggunakan rumusnya.

“Agama itu nilainya 1, sedangkan hal lain nilainya 0.
Jika wanita itu shalihah dan baik agamanya, maka nilainya 1
Jika dia cantik, tambahkan 0 di belakangnya. Jadi nilainya 10
Jika dia kaya, tambahkan 0 lagi dibelakangnya. Jadi nilainya 100
Jika dia keturunan orang baik-baik dan terhormat, tambahkan 0 lagi. Jadi nilainya 1000
Sebaliknya jika dia cantik, kaya dan nasabnya baik tetapi tidak punya agama, nilainya hanya 0.
Berarapun 0 dihimpun, ia tetap 0”

Demikianlah jawaban hebat dengan matematika. Al Khawarizmi mengajarkan kepada kita, mencari istri hendaklah menjadikan agama sebagai pertimbangan utama. Jika agamanya baik, maka kelebihan-kelebihan yang lain akan menjadi kebaikan yang berlipat ganda. Namun jika agamanya tidak ada, tidak berguna segala kelebihan wanita.

Yang dimaksud dengan agama bukanlah sekedar pengetahuan. Bukan pula latar belakang pendidikan jurusan agama. Tetapi pemahaman dan pengamalannya. Agamanya baik, artinya ia memahami agama dan mengamalkannya. Agamanya baik, artinya akhlaknya baik. Agamanya baik, artinya karakternya baik.

Wanita cantik dan agamanya baik, ia akan menggunakan kecantikannya untuk melayani suami. Persis seperti gambaran istri membahagiakan dalam hadits Nabi; jika dipandang ia menyenangkan. Maka ketenangan dan kebahagiaan pun memenuhi kehidupan pernikahan.

Wanita kaya dan agamanya baik, ia akan menggunakan kekayaannya di jalan kebaikan. Seperti bunda Khadijah, ia membantu suami berdakwah, ia menggunakan hartanya untuk perjuangan Rasulullah.

Wanita dari nasab terhormat dan agamanya baik, ia menjadi kehormatan tersendiri bagi suami. Dan juga menjadi saham yang baik bagi anak-anaknya nanti.

Maka jika engkau bertanya wanita manakah yang terbaik untuk menjadi istri, sesuai rumus Al Khawarizmi, jawabannya adalah pertama-tama carilah wanita shalihah barulah engkau perhitungkan kelebihan-kelebihan lainnya.
[Sumber : Keluargacinta. com]

Ketika Siti Aisyah RA Cemburu


Sayyidah Aisyah RA mengisahkan :
.
Suatu malam Rasulullah SAW secara diam diam keluar dari rumahku. Maka sikap beliau ini menjadikan aku merasa cemburu.
.
Sekembalinya beliau dari luar rumah, beliau memahami sikapku yang sedang hanyut dalam rasa cemburu. Segera beliau bertanya kepadaku, "Apakah engkau sedang ditimpa rasa cemburu?
.
Mendapat pertanyaan seperti ini, Sayyidah Aisyah RA menjawab :
.
وما لي لا يغار مثلي على مثلك؟
.
Mana mungkin wanita seperti aku tidak ditimpa rasa cemburu ketika memiliki suami seperti engkau (suami idaman setiap wanita)?
.
(HR. Muslim)

Hukum Menyusui Bayi Di Tempat Umum


Assalamu'alaikum.

Maaf ustadz, sebenarnya saya malu mau menanyakan ini, tapi bagaimana lagi, saya butuh kejelasan hukum. Waktu saya berangkat kuliah naik angkot ada seorang ibu muda dan cantik di samping saya sedang menggendong anaknya, tiba-tiba anaknya menangis. Tanpa bimbang dan ragu ibu itu langsung membuka dan mengeluarkan buah dadanya untuk menyusui anaknya. Jujur saja saya sebagai seorang gadis ikut malu melihat hal itu. Yang ingin saya tanyakan:

Bagaimana hukumnya menyusui anak di tempat umum?

Terima kasih.

(Dari Ayu Dewi Lestari).

Jawaban:

Wa 'alaikum salam warahmatullahi wababarakatuh.

Sebelum masuk ke jawaban inti, sebenarnya dalam masalah ini bahasan hukumnya murni bahasan aurat, dan bukan hanya hukum menyusuinya. Perkara menyusui anak di tempat umum ini hukum yang timbul tentunya tergantung prakteknya, bisa haram bisa boleh. Untuk masalah yang berkaitan erat dalam hal ini marilah kita bahas hukum membuka aurat bagi wanita. Mengenai hukum aurat ini telah ada gambaran yang jelas dari Allah dalam firmanNya:

وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Dan janganlah mereka (wanita) menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah wahai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS. An Nur : 31).

Kata "ziinah" pada ayat diatas menunjukkan makna perhiasan, menurut penafsiran Syeikh Wahbah az Zuhaili lebih menekankan pada tempat dimana perhiasan itu dipakai, karena pada dasarnya Allah tidak melarang perhiasannya, yang Allah larang adalah menampakkan anggota badan dimana perhiasan itu dipasang. Jadi hampir semua tempat perhiasaan itu dilarang untuk diperlihatkan, semisal telinga, leher, dada, pergelangan tangan, dan betis dan pergelangan kaki. Namun al Qur’an memberikan pengecualian bagian tubuh perempuan yang boleh tampak yaitu muka dan kedua telapak tangan.

Nah, untuk lebih menjaga fitrah seorang wanita dan agar lebih terjaga dari fitnah ada baiknya kita lihat juga pandangan dari para ulama tentang permasalahan ini:

- Diharamkan melihat dada wanita mahram, meskipun lelaki itu adalah bapaknya atau saudaranya. Ini adalah pendapat madzhab Malikiyah dan Hanabilah. Batas aurat bagi mahram adalah selain yang umumnya terlihat ketika seorang wanita di rumah meliputi: Hasta, rambut, ujung kaki, tidak boleh melihat payudara dan betisnya.

- Sementara madzhab Hanafiyah dan Syafi’iyah berpendapat bolehnya mahram melihat dada dan payudara. Hanya saja, mereka mensyaratkan bolehnya hal itu jika aman dari fitnah dan timbul syahwat.

Ini adalah berkaitan dengan mahram. Dan bila berhadapan dengan ajnabi (selain mahram) berdasarkan dalil nash dan semua ulama sepakat akan keharamannya. Dan untuk lebih aman lagi sebaiknya jangan menyusui anak secara terbuka di hadapan mahram dewasa. Dan bila berada didalam kendaraan umum atau tempat terbuka lainnya sebai

knya untuk sementara si anak diberikan susu instan atau ASI yang sudah dikemas dalam botol dot.

Wallahu a'lam.

(Dijawab oleh: Al Murtadho).

Referensi:

Tafsir al Munir liz Zuhailiy juz 18 hal. 216

وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا ما ظَهَرَ مِنْها أي لا يظهرن شيئا من الزينة للأجانب حين التحلي بها وهي كل ما يتزين به ويتجمل من أنواع الحلي والخضاب وغيرها، فيكون إبداء مواقع الزينة منهيا عنه بالأولى، أو لا يظهرن مواضع الزينة بإطلاق الزينة وإرادة مواقعها، بدليل قوله: إِلَّا ما ظَهَرَ مِنْها والثاني هو الأولى لأن الزينة نفسها ليست مقصودة بالنهي، وعلى كل حال هناك تلازم بين الزينة وموضعها، والغاية هي النهي عن أجزاء الجسد التي تكون محلا للزينة، كالصدر والأذن والعنق والساعد والعضد والساق

Syarh Muhtashar Khalil juz 1 hal. 248 (Malikiyah)

أن عورة الحرة مع الرجل المحرم من نسب أو رضاع أو صهر جميع بدنها إلا الوجه والأطراف وهي ما فوق المنحر وهو شامل لشعر الرأس والقدمان والذراعان فليس له أن يرى ثديها وصدرها وساقها والعبد الوغد مع سيدته كالمحرم يرى منها الوجه والأطراف المتقدمة وترى منه ما تراه من محرمها

Al Mughniy li Ibni Qudamah juz 7 hal. 98 (Hanabilah)

ويحوز للرجل أن ينظر من ذوات محارمه إلى ما يظهر غالبا كالرقبة والرأس والكفين والقدمين ونحو ذلك وليس له النظر إلى ما يستتر غالبا، كالصدر والظهر ونحوهما. قال الأثرم: سألت أبا عبد الله عن الرجل ينظر إلى شعر امرأة أبيه أو امرأة ابنه. فقال: هذا في القرآن: {ولا يبدين زينتهن} [النور: 31] إلا لكذا وكذا قلت: ينظر إلى ساق امرأة أبيه وصدرها قال: لا ما يعجبني ثم قال: أنا أكره أن ينظر من أمه وأخته إلى مثل هذا، وإلى كل شيء لشهوة. وذكر القاضي أن حكم الرجل مع ذوات محارمه حكم الرجل مع الرجل، والمرأة مع المرأة. وقال أبو بكر: كراهية أحمد النظر إلى ساق أمه وصدرها على التوقي؛ لأن ذلك يدعو إلى الشهوة يعني أنه يكره ولا يحرم

Badai' ash Shanai' juz 5 hal. 120 (Hanafiyah)

فيحل للرجل النظر من ذوات محارمه إلى رأسها وشعرها وأذنيها وصدرها وعضدها وثديها وساقها وقدمها لقوله تبارك وتعالى {ولا يبدين زينتهن إلا لبعولتهن أو آبائهن} [النور: 31] الآية نهاهن سبحانه وتعالى عن إبداء الزينة مطلقا واستثنى سبحانه إبداءها للمذكورين في الآية الكريمة منهم ذو الرحم المحرم والاستثناء من الحظر إباحة في الظاهر والزينة نوعان ظاهرة وهو الكحل في العين والخاتم في الأصبع والفتخة للرجل وباطنة وهو العصابة للرأس والعقاص للشعر والقرط للأذن والحمائل للصدر والدملوج للعضد والخلخال للساق والمراد من الزينة مواضعها لا نفسها لأن إبداء نفس الزينة ليس بمنهي. وقد ذكر سبحانه وتعالى الزينة مطلقة فيتناول النوعين جميعا فيحل النظر إليها بظاهر النص ولأن المخالطة بين المحارم للزيارة وغيرها ثابتة عادة فلا يمكن صيانة مواضع الزينة عن الكشف إلا بحرج وأنه مدفوع شرعا وكل ما جاز النظر إليه منهن من غير حائل جاز مسه لأن المحرم يحتاج إلى إركابها وإنزالها في المسافرة معها وتتعذر صيانة هذه المواضع عن الانكشاف فيتعذر على المحرم الصيانة عن مس المكشوف ولأن حرمة النظر إلى هذه المواضع ومسها من الأجنبيات إنما ثبت خوفا عن حصول الشهوة الداعية إلى الجماع والنظر إلى هذه الأعضاء ومسها في ذوات المحارم لا يورث الشهوة لأنهما لا يكونان للشهوة عادة بل للشفقة ولهذا جرت العادة فيما بين الناس بتقبيل أمهاتهم وبناتهم

Kifayatul Akhyar juz 2 hal. 44 (Syafi'iyah)

الرجل لا ينظر من محرمه ما بين سرتها وركبتها قطعا لأنه عورة وهل له النظر إلى غير ذلك من بدنها ؟ المذهب نعم لقوله تعالى {ولا يبدين زينتهن إلا لبعولتهن أو آبائهن} الآية ولأن المحرمية معنى توجب حرمة المناكحة فيكونان كالرجلين ألا ترى أنه لا ينتقض وضؤوه بلمسها في الأظهر وسواء في ذلك المحرم بنسب أو مصاهرة أو رضاع على الصحيح وقيل لا ينظر من محارمه إلا ما يبدو عند المهنة وهي الخدمة وهل الثدي مما يبدو عند المهنة ؟ فيه وجهان وكما يجوز للمحرم النظر يجوز له الخلوة بمحرمه والمسافرة بها وحكم الأمة قد مر والله أعلم فرع الأول نظر إلى الرجل جائز في جميع البدن إلا ما بين السرة والركبة عند أمن الفتنة فإن خشى الافتتان به حرم وكذا يحرم النظر إلى المحارم بشهوة بلا خلاف وكذا يحرم النظر إلى الأمرد بشهوة بلا خلاف وهو أولى بالتحريم من النظر إلى النساء وهذا لو لم يكن بشهوة ولم يخف من النظر فتنة قال الرافعي : لا يحرم فإن لم تكن شهوة وخاف الفتنة حرم على الصحيح وهو قول الأكثرين قال النووي في غير موضع من شرح المهذب : الصحيح تحريم النظر إلى الأمر مطلقا ونص عليه الشافعي ومعنى مطلقا : أي سواء كان بشهوة أو بغير شهوة

Sumber : Muslimah Shalehah