Langsung ke konten utama

Tafsir Surat An Nisa Ayat 40-42



An-Nisa, ayat 40-42

إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقالَ ذَرَّةٍ وَإِنْ تَكُ حَسَنَةً يُضاعِفْها وَيُؤْتِ مِنْ لَدُنْهُ أَجْراً عَظِيماً (40) فَكَيْفَ إِذا جِئْنا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنا بِكَ عَلى هؤُلاءِ شَهِيداً (41) يَوْمَئِذٍ يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَعَصَوُا الرَّسُولَ لَوْ تُسَوَّى بِهِمُ الْأَرْضُ وَلا يَكْتُمُونَ اللَّهَ حَدِيثاً (42)

Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah; dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar. Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti) apabila Kami mendatangkan seorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu). Dan hari itu orang-orang kafir dan orang-orang yang mendurhakai rasul ingin supaya mereka disamaratakan dengan tanah, dan mereka tidak dapat menyembunyikan (dari Allah) sesuatu kejadian pun.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfiiman memberitakan bahwa Dia tidak menganiaya seorang makhluk pun di hari kiamat nanti barang sebesar biji sawi, tidak pula barang seberat zarrah, melainkan Dia pasti menunaikannya dan melipatgandakannya jika hal itu merupakan amal kebaikan. Seperti yang disebutkan dalam ayat yang lain, yaitu firman-Nya:

وَنَضَعُ الْمَوازِينَ الْقِسْطَ

Kami akan memasang timbangan yang tepat. (Al-Anbiya: 47)

Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman pula menceritakan perihal Luqman, bahwa ia pernah mengatakan, seperti yang disitir oleh firman-Nya:

يَا بُنَيَّ إِنَّها إِنْ تَكُ مِثْقالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّماواتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ

Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi niscaya Allah akan mendatangkannya. (Luqman: 16)

Dan dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman:

{يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ النَّاسُ أَشْتَاتًا لِيُرَوْا أَعْمَالَهُمْ. فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ. وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ}

Pada hari itu manusia keluar dari kuburannya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. (Az-Zalzalah: 6-8)

Di dalam kitab Sahihain melalui hadis Zaid ibnu Aslam, dari Ata ibnu Yasar, dari Abu Sa'id Al-Khudri, dari Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam sehubungan dengan hadis syafaat yang cukup panjang. Di dalamnya antara lain disebutkan hal berikut:

«فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ ارْجِعُوا فَمَنْ وَجَدْتُمْ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالَ حَبَّةِ خَرْدَلٍ مِنْ إِيمَانٍ، فَأَخْرِجُوهُ مِنَ النَّارِ»

Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Kembalilah kalian. Maka barang siapa yang kalian jumpai dalam kalbunya iman sebesar biji sawi, keluarkanlah dia oleh kalian dari neraka.'"

Dalam lafaz yang lain disebutkan:

«أَدْنَى أَدْنَى أَدْنَى مِثْقَالِ ذَرَّةٍ مِنْ إِيمَانٍ، فَأَخْرِجُوهُ مِنَ النَّارِ فَيُخْرِجُونَ خَلْقًا كَثِيرًا»

"Kadar iman yang jauh lebih kecil, jauh lebih kecil, jauh lebih kecil dari zarrah, maka keluarkanlah dia oleh kalian dari neraka. Lalu keluarlah dari neraka manusia yang jumlahnya banyak."

Kemudian Abu Sa'id mengatakan, "Bacalah oleh kalian jika kalian suka firman Allah Subhanahu wa Ta'ala berikut," yaitu: Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah. (An-Nisa: 40)

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Yunus, dari Harun ibnu Antarah, dari Abdullah ibnus Saib, dari Zazan, bahwa sahabat Abdullah Ibnu Mas'ud pernah mengatakan hal berikut: Kelak di hari kiamat seorang hamba laki-laki atau seorang hamba perempuan didatangkan, lalu ada juru penyeru menyerukan di kalangan semua makhluk, baik yang terdahulu maupun yang terkemudian, "Ini adalah Fulan bin Fulan. Barang siapa yang mempunyai hak terhadapnya, hendaklah ia datang mengambil haknya." Maka hamba wanita merasa gembira bila ia mempunyai hak atas ayahnya atau ibunya atau saudaranya atau suaminya. Kemudian Abdullah ibnu Mas'ud membacakan firman-Nya: maka tidak ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya. (Al-Mu’minun: 101); Lalu Allah memberikan ampunan dari haknya menurut apa yang dikehendakinya, tetapi Dia tidak memberikan ampunan barang sedikit pun yang bertalian dengan hak-hak orang lain. Lalu hamba yang dipanggil dihadapkan di muka orang-orang (yang bersangkutan dengannya), dan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman kepadanya, "Berikanlah kepada orang-orang itu hak-hak mereka!" Hamba yang bersangkutan menjawab, "Ya Tuhanku, dunia telah lenyap. Dari manakah aku dapat memenuhi hak-hak mereka?" Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Ambillah oleh kalian dari amal-amal salehnya!" Lalu para malaikat memberikan kepada orang-orang itu haknya masing-masing sesuai dengan perbuatan aniaya si hamba (terhadap dirinya). Jika si hamba yang bersangkutan adalah kekasih Allah, dan masih ada tersisa sebesar zarrah dari amal salehnya, maka Allah melipatgandakannya untuk si hamba hingga si hamba masuk surga karenanya. Selanjutnya Abdullah ibnu Mas'ud membacakan firman-Nya kepada kami, yaitu: Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah; dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya. (An-Nisa: 40); Jika si hamba yang bersangkutan adalah orang yang celaka, maka malaikat yang ditugaskan berkata melapor, "Ya Tuhanku, semua kebaikannya telah habis, sedangkan orang-orang yang menuntutnya masih banyak." Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Ambillah dari amal keburukan mereka, kemudian tambahkanlah kepada amal keburukan si hamba itu." Kemudian si hamba yang bersangkutan dibelenggu dan dimasukkan ke dalam neraka.

Asar ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir melalui jalur lain dari Zazan dengan lafaz yang semisal. Sebagian dari kandungan asar ini mempunyai syahid (bukti) yang memperkuatnya dari hadis yang sahih.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Fudail (yakni Ibnu Marzuq), dari Atiyah Al-Aufi, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Umar yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Arab Badui, yaitu firman-Nya: Barang siapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya. (Al-An'am: 160); Seorang lelaki bertanya, "Hai Abu Abdur Rahman, lalu apakah buat orang-orang Muhajirin?" Abdullah ibnu Umar menjawab, "Bagi mereka ada pahala yang lebih utama dari itu, yakni yang disebutkan di dalam firman-Nya: 'Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah; dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar' (An-Nisa: 40)."

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah,telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdullah ibnu Bukair, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepadaku Ata ibnu Dinar, dari Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan makna firman-Nya: dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya. (An-Nisa: 40) Adapun orang musyrik, diringankan darinya azab di hari kiamat, tetapi ia tidak dapat keluar dari neraka selama-lamanya.

Ia mengatakan demikian atas dasar dalil hadis sahih yang menyebutkan bahwa Al-Abbas pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya pamanmu Abu Talib dahulu selalu melindungimu dan menolongmu, apakah engkau dapat memberikan sesuatu manfaat untuknya?" Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab:

"نَعَمْ هُوَ فِي ضَحْضَاح مِنْ نَارٍ، وَلَوْلَا أنا لكان في الدَّرْك الأسفل مِنَ النَّارِ"

Ya, dia berada di bagian pinggir (atas) dari neraka. Seandainya tidak ada aku, niscaya dia berada di bagian paling bawah dari neraka.

Tetapi barangkali hal ini hanya khusus bagi Abu Talib, bukan untuk orang-orang kafir. Sebagai dalilnya ialah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud At-Tayalisi di dalam kitab musnadnya:

حَدَّثَنَا عِمْرَانُ، حَدَّثَنَا قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ الْمُؤْمِنَ حَسَنَةً، يُثَابُ عَلَيْهَا الرِّزْقَ فِي الدُّنْيَا ويُجْزَى بِهَا فِي الْآخِرَةِ، وَأَمَّا الْكَافِرُ فَيُطْعَمُ بِهَا فِي الدُّنْيَا، فَإِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَةٌ"

telah menceritakan kepada kami Imran, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Anas, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda: Sesungguhnya Allah tidak menganiaya orang mukmin walaupun suatu kebaikan, Allah memberinya pahala rezeki di dunia, dan memberinya balasan pahala di akhirat nanti. Adapun orang kafir, maka Allah hanya memberinya di dunia; dan apabila hari kiamat, maka dia tidak memiliki suatu kebaikan pun.

Abu Hurairah, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan, Qatadah, dan Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar. (An-Nisa: 40) Yakni berupa surga; kami memohon rida Allah dan surga.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus-Samad, telah menceritakan kepada kami Sulaiman (yakni Ibnul Mugirah), dari Ali ibnu Zaid, dari Abu Usman yang menceritakan, "Telah sampai kepadaku dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala membalas satu kebaikan seorang hamba yang mukmin dengan sejuta kebaikan." Ali ibnu Zaid melanjutkan kisahnya, bahwa ia mendapat kesempatan untuk berangkat melakukan haji atau umrah, lalu ia menjumpai Abu Usman. Ia bertanya, "Sesungguhnya telah sampai kepadaku sebuah hadis darimu bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda, 'Suatu kebaikan seorang hamba mendapat balasan sejuta kebaikan'." Aku (Abu Usman) berkata, "Kasihan kamu. Sebenarnya tidak ada seorang pun yang lebih banyak belajar dari Abu Hurairah selain diriku, tetapi aku belum pernah mendengar hadis ini darinya." Maka aku berangkat dengan tujuan untuk menemui Abu Hurairah, tetapi aku tidak menjumpainya karena ia telah berangkat menunaikan haji. Aku pun berangkat pula menunaikan haji untuk mencari hadis ini. Ketika aku menjumpainya, aku langsung bertanya, "Wahai Abu Hurairah, hadis apakah yang pernah kudengar engkau memberikannya kepada penduduk Basrah?" Abu Hurairah balik bertanya, "Hadis apakah yang kamu maksudkan?" Aku menjawab, "Mereka menduga bahwa engkau telah mengatakan, 'Sesungguhnya Allah melipatgandakan suatu kebaikan menjadi sejuta kebaikan'." Abu Hurairah mengatakan, "Wahai Abu Usman, apakah yang membuatmu heran dengan masalah ini? Bukankah Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman: 'Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipatganda yang banyak' (Al-Baqarah: 245). Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman pula: 'Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit' (At-Taubah: 38). Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, aku benar-benar telah mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ لِيُضَاعِفُ الْحَسَنَةَ أَلْفَيْ أَلْفِ حَسَنَةٍ»

'Sesungguhnya Allah melipatgandakan satu kebaikan menjadi duajuta (pahala) kebaikan'."

Imam Ahmad mengatakan bahwa hadis ini garib, dan Ali ibnu Zaid ibnu Jad'an ini mempunyai banyak hadis yang munkar.

Imam Ahmad meriwayatkannya pula. Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Mubarak ibnu Fudailah dari Ali ibnu Zaid, dari Abu Usman An-Nahdi yang menceritakan bahwa ia pernah datang kepada sahabat Abu Hurairah, lalu bertanya kepadanya, "Telah sampai kepadaku bahwa engkau pernah mengatakan, 'Sesungguhnya pahala suatu kebaikan itu benar-benar dilipatgandakan menjadi sejuta pahala kebaikan'." Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bertanya, "Apakah yang menyebabkan kamu merasa heran dari hal tersebut? Sesungguhnya aku, demi Allah, pernah mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ لِيُضَاعِفُ الْحَسَنَةَ أَلْفَيْ أَلْفِ حَسَنَةٍ»

'Sesungguhnya Allah benar-benar melipatgandakan pahala suatu kebaikan (hingga) menjadi duajuta pahala kebaikan'."

Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui jalur lain. Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Khallad dan Sulaiman ibnu Khallad Al-Mu-addib, telah menceritakan kepada kami Muhammad Ar-Rifa'i, dari Ziyad ibnul Jassas, dari Abu Usman An-Nahdi yang menceritakan, "Sesungguhnya tidak ada seorang pun yang lebih banyak duduk (belajar) kepada Abu Hurairah selain diriku. Abu Hurairah datang berhaji lebih awal dariku, sedangkan aku datang sesudahnya. Tiba-tiba orang-orang dari Basrah mengklaim adanya sebuah hadis darinya yang menyebutkan bahwa dia pernah mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: 'Sesungguhnya Allah melipatgandakan pahala suatu kebaikan menjadi sejuta pahala kebaikan'." Lalu aku berkata, "Kasihan kalian ini. Sebenarnya tidak ada seorang pun yang lebih banyak belajar dari Abu Hurairah selain diriku sendiri, tetapi aku tidak pernah mendengar hadis ini darinya."  Lalu aku bertekad menemuinya, tetapi kujumpai dia telah berangkat menunaikan haji. Kemudian aku pun berangkat menunaikan haji untuk menemuinya sehubungan dengan hadis ini.

Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui jalur lain. Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi' ibnu Rauh, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Khalid Az-Zahabi, dari Ziyad Al-Jassas, dari Abu Usman yang menceritakan hadis berikut: Aku bertanya kepada Abu Hurairah, "Hai Abu Hurairah, aku mendengar saudara-saudaraku di Basrah menduga engkau pernah meriwayatkan bahwa engkau pernah mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: 'Sesungguhnya Allah membalas pahala suatu kebaikan dengan sejuta pahala kebaikan'." Abu Hurairah menjawab, "Demi Allah, bahkan aku mendengar Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: 'Sesungguhnya Allah membalas pahala suatu kebaikan dengan dua juta pahala kebaikan'." Kemudian Abu Hurairah membacakan firman-Nya: Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. (At-Taubah: 38)

*******************

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

فَكَيْفَ إِذا جِئْنا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنا بِكَ عَلى هؤُلاءِ شَهِيداً

Maka bagaimanakah apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu). (An-Nisa: 41)

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, menceritakan kengerian yang terjadi pada hari kiamat dan perkara serta keadaannya yang sangat keras; maka bagaimanakah perkara dan keadaan hari kiamat nanti ketika didatangkan seorang saksi dari tiap-tiap umat, yang dimaksud ialah para nabi. Seperti pengertian yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:

وَأَشْرَقَتِ الْأَرْضُ بِنُورِ رَبِّها وَوُضِعَ الْكِتابُ وَجِيءَ بِالنَّبِيِّينَ وَالشُّهَداءِ

Dan terang benderanglah bumi (padang mahsyar) dengan cahaya (keadilan) Tuhannya; dan diberikanlah buku (perhitungan perbuatan masing-masing) dan didatangkanlah para nabi dan saksi-saksi. (Az-Zumar: 69), hingga akhir ayat.

وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيداً عَلَيْهِمْ مِنْ أَنْفُسِهِمْ

(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri. (An-Nahl: 89), hingga akhir ayat.

قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ، حَدَّثَنَا سفيانُ، عَنِ الأعْمَشِ، عَنْ إبراهيمَ، عَنْ عُبَيْدَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ لِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "اقْرَأْ عَلَيَّ" قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، آقْرَأُ عَلَيْكَ وَعَلَيْكَ أُنزلَ؟ قَالَ: "نَعَمْ، إِنِّي أُحِبُّ أَنَّ أَسْمَعَهُ مِنْ غَيْرِي" فَقَرَأْتُ سُورَةَ النِّسَاءِ، حَتَّى أَتَيْتُ إِلَى هَذِهِ الْآيَةِ: {فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاءِ شَهِيدًا} قَالَ: "حَسْبُكَ الْآنَ" فَإِذَا عَيْنَاهُ تَذْرِفَان.

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Ubaidah, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda kepadanya: "Bacakanlah (Al-Qur'an) untukku!" Aku menjawab, "Wahai Rasulullah, apakah aku membacakan Al-Qur'an untukmu. padahal Al-Qur'an diturunkan kepadamu?" Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab, "Ya, sesungguhnya aku- suka bila mendengarnya dari orang lain." Lalu aku membaca surat An-Nisa. Ketika bacaanku sampai kepada firman-Nya: Maka bagaimanakah apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu). (An-Nisa: 41) Maka Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: Cukuplah sekarang! Ternyata kedua mata beliau berlinangan air mata.

Imam Muslim meriwayatkannya pula melalui hadis Al-A'masy dengan sanad yang sama. Telah diriwayatkan melalui berbagai jalur dari Ibnu Mas'ud; hal ini membuktikan bahwa hadis ini benar-benar dari Ibnu Mas'ud. Imam Ahmad meriwayatkan melalui jalur Abu Hayyan dan Abu Razin, dari Ibnu Mas"ud.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي الدُّنْيَا، حَدَّثَنَا الصَّلْتُ بنُ مَسْعُود الجَحْدَري، حَدَّثَنَا فُضَيْلُ بْنُ سُلَيْمَانَ، حَدَّثَنَا يونُس بنُ مُحَمَّدِ بْنِ فضَالَة الْأَنْصَارِيُّ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ -وَكَانَ أَبِي مِمَّنْ صَحِبَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَاهُمْ فِي بَنِي ظَفَر، فَجَلَسَ عَلَى الصَّخْرَةِ الَّتِي فِي بَنِي ظَفَرٍ الْيَوْمَ، وَمَعَهُ ابْنُ مَسْعُودٍ وَمُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ وَنَاسٌ مِنْ أَصْحَابِهِ، فَأَمْرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَارِئًا فَقَرَأَ، فَأَتَى عَلَى هَذِهِ الْآيَةِ: {فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاءِ شَهِيدًا} فَبَكَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حتى اضْطَرَبَ لِحْيَاهُ وَجَنْبَاهُ، فَقَالَ: "يَا رَبُّ هَذَا شهدتُ عَلَى مَنْ أَنَا بَيْنَ ظَهْرَيْهِ، فَكَيْفَ بِمَنْ لَمْ أَرَهُ؟ "

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abud Dunia, telah menceritakan kepada kami As-Silt ibnu Mas'ud Al-Juhdari, telah menceritakan kepada kami Fudail ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Muhammad ibnu Fudalah Al-Ansari, dari ayahnya yang menceritakan bahwa ayahnya termasuk salah seorang yang menjadi sahabat Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam ia pernah menceritakan bahwa Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam datang mengunjungi mereka di Bani Zafar, lalu beliau duduk di atas sebuah batu besar yang ada di tempat Bani Zafar. Saat itu Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam ditemani oleh Ibnu Mas'ud, Mu'az ibnu Jabal dan sejumlah orang dari kalangan sahabat-sahabatnya. Lalu Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam memerintahkan kepada seorang qari’ untuk membaca Al-Qur'an. Manakala bacaan si qari' sampai pada firman-Nya: Maka bagaimanakah apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu). (An-Nisa: 41) Maka Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam menangis hingga air matanya membasahi kedua pipi dan janggutnya. Lalu beliau Shalallahu'alaihi Wasallam berkata: Ya Tuhanku, sekarang aku bersaksi atas orang-orang yang aku berada di antara mereka, bagaimanakah dengan orang yang belum aku lihat (yakni sesudahku)?

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abdullah Az-Zuhri, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Al-Mas'udi, dari Ja'far ibnu Amr ibnu Harb, dari ayahnya, dari Abdullah (yaitu Ibnu Mas'ud) sehubungan dengan ayat ini. ia menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda:

«شَهِيدٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتُ فِيهِمْ، فَإِذَا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ»

Aku orang yang menyaksikan lagi mengetahui selagi aku berada di antara mereka; tetapi apabila Engkau mewafatkan diriku, maka hanya Engkaulah yang mengawasi mereka.

Adapun mengenai apa yang diceritakan oleh Abu Abdullah Al-Qurtubi di dalam kitab Tazkirah, ia mengatakan dalam bab "Hal yang Menyebutkan Kesaksian Nabi Shalallahu'alaihi Wasallam atas Umatnya", telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami seorang lelaki dari kalangan Ansar, dari Al-Minhal ibnu Amr, bahwa ia pernah mendengar Sa'id ibnul Musayyab mengatakan, "Tiada suatu hari pun yang terlewatkan melainkan ditampilkan kepada Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam perihal umatnya di pagi dan sore harinya. Maka Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam mengenal nama dan amal perbuatan mereka. Karena itulah Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam mempersaksikan atas perbuatan mereka. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman: Maka bagaimanakah apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu). (An-Nisa: 41)

Maka sesungguhnya hal ini adalah asar (bukan hadis), di dalam sanadnya terdapat inqita'. Di dalam sanadnya terdapat seseorang yang tidak dikenal lagi tidak disebutkan namanya. Hal ini merupakan periwayatan Sa'id ibnul Musayyab sendiri, dan dia tidak me-rafa'-kannya (sampai kepada Rasulullah Shalallahu'alaihi Wasallam)

Ternyata Al-Qurtubi menerima kenyataan ini. Lalu sesudah mengetengahkan asar ini ia mengatakan dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan bahwa semua amal perbuatan dilaporkan kepada Allah pada tiap hari Senin dan Kamis; kepada para nabi, para ayah, dan para ibu pada hari Jumat. Al-Qurtubi mengatakan, tidak ada pertentangan mengingat barangkali hal ini khusus bagi Nabi kita saja, sehingga ditampilkan kepadanya semua amal perbuatan setiap hari, juga pada hari Jumat yang bersama-sama para nabi lainnya.

*******************

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

يَوْمَئِذٍ يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَعَصَوُا الرَّسُولَ لَوْ تُسَوَّى بِهِمُ الْأَرْضُ وَلا يَكْتُمُونَ اللَّهَ حَدِيثاً

Di hari itu orang-orang kafir dan orang-orang yang mendurhakai rasul ingin supaya mereka disamaratakan dengan tanah, dan mereka tidak dapat menyembunyikan (dari Allah) sesuatu kejadian pun. (An-Nisa: 42)

Seandainya saja bumi terbelah dan menelan mereka, nisaya mereka terhindar dari kengerian dan huru-hara di Mauqif (padang mahsyar), dan terhindar dari kehinaan, kemaluan, dan cemoohan. Makna ayat ini sama seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:

يَوْمَ يَنْظُرُ الْمَرْءُ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ

pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya. (An-Naba': 40) , hingga akhir ayat.

*******************

Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{وَلا يَكْتُمُونَ اللَّهَ حَدِيثًا}

dan mereka tidak dapat meyembunyikan (dari Allah) sesuatu kejadian pun. (An-Nisa: 42)

Hal ini menceritakan keadaan mereka, bahwa mereka mengakui semua yang telah mereka kerjakan, dan tidak dapat menyembunyikan dari Allah sesuatu pun dari amal perbuatan mereka.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hakim, telah menceritakan kepada kami Amr, dari Mutarrif, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa'id ibnu Jubair yang menceritakan bahwa seorang lelaki datang kepada Ibnu Abbas, lalu lelaki itu menanyakan kepadanya tentang firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang menceritakan keadaan orang-orang musyrik di hari kiamat, bahwa mereka mengatakan:  Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah. (Al-An'am: 23) Dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman: dan mereka tidak dapat menyembunyikan (dari Allah) sesuatu kejadian pun. (An-Nisa: 42); Maka Ibnu Abbas mengatakan, "Adapun mengenai firman-Nya: 'Demi Allah, Tuhan kami,   tiadalah kami mempersekutukan Allah' (Al-An'am: 23). Sesungguhnya mereka (orang-orang musyrik) ketika melihat dengan mata kepala mereka sendiri bahwa tidak dapat masuk surga kecuali hanya orang-orang Islam, maka mereka berkata (kepada sesamanya), 'Marilah kita mengingkari perbuatan kita!' Lalu mereka mengatakan seperti yang disitir oleh firman-Nya: 'Demi Allah, Tuhan kami,   tiadalah kami mempersekutukan Allah' (Al-An'am: 23). Maka Allah mengunci mati mulut mereka dan berbicaralah kedua kaki dan tangan mereka. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: 'dan mereka tidak dapat menyembunyikan (dari Allah) sesuatu kejadian pun' (An-Nisa: 42)."

Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari seorang lelaki, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa'id ibnu Jubair yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki datang kepada Ibnu Abbas, lalu bertanya banyak hal yang bertentangan di dalam Al-Qur'an menurut pendapatku. Ibnu Abbas berkata, "Coba sebutkan yang mana, apakah engkau meragukan Al-Qur'an?" Lelaki itu berkata, "Tidak, tetapi aku bingung memahaminya." Ibnu Abbas bertanya, "Apakah yang membingungkanmu di dalam Al-Qur'an itu?" Lelaki itu berkata bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman dalam suatu ayat, yaitu firman-Nya: Kemudian tiadalah fitnah mereka kecuali mengatakan, "Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah." (Al-An'am: 23) Dalam ayat yang lainnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman: dan mereka tidak dapat menyembunyikan (dari Allah) sesuatu kejadian pun. (An-Nisa: 42) Ternyata dari pengertian tersebut mereka dapat menyembunyikan sesuatu dari Allah? Maka Ibnu Abbas menjawab bahwa mengenai firman-Nya: Kemudian tiadalah fitnah mereka kecuali mengatakan, "Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah." (Al-An'am: 23) Sesungguhnya tatkala mereka menyaksikan di hari kiamat bahwa Allah tidak memberikan ampunan kecuali kepada pemeluk agama Islam, dan Allah mengampuni semua dosa betapapun besarnya kecuali dosa mempersekutukan Allah. Mereka bermaksud mengingkari hal tersebut. Untuk itu mereka mengatakan: Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah. (Al-An'am: 23) Mereka mengharapkan dengan hal ini agar Allah memberikan ampunan bagi mereka, tetapi Allah mengunci mulut mereka dan berbicaralah kedua tangan dan kedua kaki mereka tentang hal-hal yang mereka lakukan sebenarnya. Maka di saat itulah disebutkan di dalam firman-Nya: Di hari itu orang-orang kafir dan orang-orang yang mendurhakai rasul ingin supaya mereka disamaratakan dengan tanah, dan mereka tidak dapat menyembunyikan (dari Allah) sesuatu kejadian pun. (An-Nisa: 42)

Juwabir meriwayatkan dari Ad-Dahhak, bahwa Nafi' ibnul Azraq pernah datang kepada Ibnu Abbas, lalu menanyakan kepadanya mengenai makna firman-Nya: Di hari itu orang-orang kafir dan orang-orang yang mendurhakai rasul ingin supaya mereka disamaratakan dengan tanah, dan mereka tidak dapat menyembunyikan (dari Allah) sesuatu kejadian pun. (An-Nisa: 42) Juga firman-Nya: Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah. (Al-An'am: 23) Maka Ibnu Abbas berkata kepadanya, "Aku merasa yakin bahwa kamu berangkat dari kalangan teman-temanmu dengan maksud akan menemuiku untuk menanyakan ayat-ayat mutasyabih dari Al-Qur'an. Untuk itu apabila kamu kembali kepada mereka, beri tahukanlah kepada mereka bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala menghimpun semua manusia di hari kiamat di suatu padang (mahsyar). Lalu orang-orang yang mempersekutukan Allah mengatakan bahwa sesungguhnya Allah tidak akan menerima sesuatu pun dari seseorang kecuali dari orang yang mengesakan-Nya. Lalu mereka berkata, 'Marilah kita ingkari perbuatan kita.' Ketika ditanyai, mereka mengatakan seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: 'Demi Allah,   Tuhan   kami,   tiadalah  kami  mempersekutukan Allah' (Al-An'am: 23)." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa sebelum mereka mengatakan hal tersebut Allah mengunci mulut mereka dan berbicaralah semua anggota tubuh mereka, dan bersaksilah semua anggota tubuh mereka terhadap diri mereka dengan menyatakan bahwa sebenarnya mereka adalah orang-orang yang mempersekutukan Allah. Maka pada saat itu mereka berharap seandainya diri mereka ditelan oleh bumi. dan mereka tidak dapat menyembunyikan (dari Allah) sesuatu kejadian pun. (An-Nisa: 42)

Riwayat Ibnu Jarir. (Androidkit/FM)


Artikel Terkait

Komentar

Artikel Populer

Prahara Aleppo

French Foreign Minister Bernard Kouchner takes off a Jewish skull-cap, or Kippa, at the end of a visit to the Yad Vashem Holocaust Memorial in Jerusalem, Tuesday, Sept. 11, 2007. Kouchner is on an official visit to Israel and the Palestinian Territories. (AP Photo/Kevin Frayer) Eskalasi konflik di Aleppo beberapa hari terakhir diwarnai propaganda anti-rezim Suriah yang sangat masif, baik oleh media Barat, maupun oleh media-media “jihad” di Indonesia. Dan inilah mengapa kita (orang Indonesia) harus peduli: karena para propagandis Wahabi/takfiri seperti biasa, mengangkat isu “Syiah membantai Sunni” (lalu menyamakan saudara-saudara Syiah dengan PKI, karena itu harus dihancurkan, lalu diakhiri dengan “silahkan kirim sumbangan dana ke no rekening berikut ini”). Perilaku para propagandis perang itu sangat membahayakan kita (mereka berupaya mengimpor konflik Timteng ke Indonesia), dan untuk itulah penting bagi kita untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Suriah. Tulisan i

Mengelola Blog Wordpress dan Blogspot Melalui Ponsel

Di jaman gatget yang serba canggih ini, sekarang dasboard wordpress.com dan blogspot.com semakin mudah dikelola melalui ponsel. Namun pada settingan tertentu memang harus dilakukan melalui komputer seperti untuk mengedit themes atau template. Dan bagi kita yang sudah terbiasa "mobile" atau berada di lapangan maka kita bisa menerbitkan artikel kita ke blog wordpress.com melalui email yang ada di ponsel kita, so kita nggak usah kawatir.

3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup - Himayah atau Pemimpin Ulama di Tanah Banten

Forum Muslim - Banten merupakan provinsi Seribu Kyai Sejuta Santri. Tak heran jika nama Banten terkenal diseluruh Nusantara bahkan dunia Internasional. Sebab Ulama yang sangat masyhur bernama Syekh Nawawi AlBantani adalah asli kelahiran di Serang - Banten. Provinsi yang dikenal dengan seni debusnya ini disebut sebut memiliki paku atau penjaga yang sangat liar biasa. Berikut akan kami kupas 3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup. 1. Abuya Syar'i Ciomas Banten Selain sebagai kyai terpandang, masyarakat ciomas juga meyakini Abuya Syar'i sebagai himayah atau penopang bumi banten. Ulama yang satu ini sangat jarang dikenali masyarakat Indonesia, bahkan orang banten sendiri masih banyak yang tak mengenalinya. Dikarnakan Beliau memang jarang sekali terlihat publik, kesehariannya hanya berdia di rumah dan menerima tamu yg datang sowan ke rumahnya untuk meminta doa dan barokah dari Beliau. Banyak santri - santrinya yang menyaksikan secara langsung karomah beliau. Beliau jug

Amalan Pada Malam Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha

Nabi Muhammad ﷺ bersabda: عن عبادة بن الصامت رضي الله عنه أن رسول ﷺ قال: “من أحيا ليلة الفطر وليلة الأضحى لم يمت قلبه يوم تموت القلوب” رواه الطبراني في الكبير والأوسط. Dari Ubadah Ibn Shomit r.a. Sungguh Rosulullah ﷺ bersabda: "Barangsiapa menghidupkan malam Idul Fitri dan malam Idul Adlha, hatinya tidak akan mati, di hari matinya hati." ( HR.Thobaroni ) عن أبي أمامه رضي الله عنه عن النبي ﷺ قال : “من قام ليلتي العيدين محتسباً لم يمت قلبه يوم تموت القلوب”. وفي رواية “من أحيا” رواه ابن ماجه Dari Abi Umamah r.a, dari Nabi ﷺ, bersabda: Barangsiapa beribadah di dua malam Hari Raya dengan hanya mengharap ALLAH, maka hatinya tidak akan mati pada hari matinya hati. ( HR. Ibnu Majah ) Bagaimana cara menghidupkan dua Hari Raya itu? Telah disebutkan oleh Syaikh Abdul Hamid Al Qudsi, dengan mengamalkan beberapa amalan: 1. Syaikh Al Hafni berkata: Ukuran minimal menghidupkan malam bisa dengan Sholat Isya’ berjama’ah dan meniatkan diri untuk jama’ah Sholat Shubuh pada besoknya. Atau mempe

Kisah Siti Ummu Ayman RA Meminum Air Kencing Nabi Muhammad SAW

Di kitab Asy Syifa disebutkan bahwa Kanjeng Nabi Muhammad SAW punya pembantu rumah tangga perempuan bernama Siti Ummu Ayman RA. Dia biasanya membantu pekerjaan istri Kanjeng Nabi dan nginap di rumah Kanjeng Nabi. Dia bercerita satu pengalaman uniknya saat jadi pembantu Kanjeng Nabi. Kanjeng Nabi Muhammad itu punya kendi yang berfungsi sebagai pispot yang ditaruh di bawah ranjang. Saat di malam hari yang dingin, lalu ingin buang air kecil, Kanjeng Nabi buang air kecil di situ. Satu saat, kendi pispot tersebut hilang entah ke mana. Maka Kanjeng Nabi menanyakan kemana hilangnya kendi pispot itu pada Ummu Ayman. Ummu Ayman pun bercerita, satu malam, Ummu Ayman tiba-tiba terbangun karena kehausan. Dia mencari wadah air ke sana kemari. Lalu dia nemu satu kendi air di bawah ranjang Kanjeng Nabi SAW yang berisi air. Entah air apa itu, diminumlah isi kendi itu. Pokoknya minum dulu. Ternyata yang diambil adalah kendi pispot Kanjeng Nabi. Dan yang diminum adalah air seni Kanjeng Nabi yang ada dal

KH.MUNFASIR, Padarincang, Serang, Banten

Akhlaq seorang kyai yang takut memakai uang yang belum jelas  Kyai Laduni yang pantang meminta kepada makhluk Pesantren Beliau yang tanpa nama terletak di kaki bukit padarincang. Dulunya beliau seorang dosen IAIN di kota cirebon. Saat mendapatkan hidayah beliau hijrah kembali ke padarincang, beliau menjual seluruh harta bendanya untuk dibelikan sebidang sawah & membangun sepetak gubuk ijuk, dan sisa selebihnya beliau sumbangkan. Beliau pernah bercerita disaat krisis moneter, dimana keadaan sangatlah paceklik. Sampai sampai pada saat itu, -katanya- untuk makan satu biji telor saja harus dibagi 7. Pernah tiba tiba datanglah seseorang meminta doa padanya. Saat itu Beliau merasa tidak pantas mendoakan orang tersebut. Tapi orang tersebut tetap memaksa beliau yang pada akhirnya beliaupun mendoakan Alfatihah kepada orang tersebut. Saat berkehendak untuk pamit pulang, orang tersebut memberikan sebuah amplop yang berisi segepok uang. Sebulan kemudian orang tersebut kembali datang untuk memi

ALASAN ALI MENUNDA QISHASH PEMBUNUH UTSMAN

Oleh :  Ahmad Syahrin Thoriq   1. Sebenarnya sebagian besar shahabat yang terlibat konflik dengan Ali khususnya, Zubeir dan Thalhah telah meraih kesepakatan dengannya dan mengetahui bahwa Ali akan menegakkan hukum qishash atas para pemberontak yang telah membunuh Utsman.  Namun akhirnya para shahabat tersebut berselisih pada sikap yang harus diambil selanjutnya. Sebagian besar dari mereka menginginkan agar segera diambil tindakan secepatnya. Sedangkan Ali memilih menunda hingga waktu yang dianggap tepat dan sesuai prosedur. 2. Sebab Ali menunda keputusan untuk menegakkan Qishash adalah karena beberapa pertimbangan, diantaranya : Pertama, para pelaku pembunuh Ustman adalah sekelompok orang dalam jumlah yang besar. Mereka kemudian berlindung di suku masing-masing atau mencari pengaruh agar selamat dari hukuman. Memanggil mereka untuk diadili sangat tidak mungkin. Jalan satu-satunya adalah dengan kekuatan. Dan Ali menilai memerangi mereka dalam kondisi negara sedang tidak stabil sudah pas

Abuya Syar'i Ciomas Banten

''Abuya Syar'i Ciomas(banten)" Abuya Syar'i Adalah Seorang Ulama Yg Sangat Sepuh. Menurut beliau sekarang beliau telah berrusia lebih dari 140 tahun. Sungguh sangat sepuh untuk ukuran manusia pada umumnya. Abuya Sar'i adalah salah satu murid dari syekh. Nawawi al bantani yg masih hidup. Beliau satu angkatan dengan kyai Hasyim asy'ary pendiri Nahdatul ulama. Dan juga beliau adalah pemilik asli dari golok ciomas yg terkenal itu. Beliau adalah ulama yg sangat sederhana dan bersahaja. Tapi walaupun begitu tapi ada saja tamu yg berkunjung ke kediamannya di ciomas banten. Beliau juga di yakini salah satu paku banten zaman sekarang. Beliau adalah kyai yg mempunyai banyak karomah. Salah satunya adalah menginjak usia 140 tahun tapi beliau masih sehat dan kuat fisiknya. Itulah sepenggal kisah dari salah satu ulama banten yg sangat berpengaruh dan juga kharismatik. Semoga beliau senantiasa diberi umur panjang dan sehat selalu Aaamiiin... (FM/ FB )

Sholawat-Sholawat Pembuka Hijab

Dalam Islam sangat banyak para ulama-ulama sholihin yang bermimpi Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam dan mendapatkan petunjuk atau isyarat untuk melakukan atau mengucapkan kalimat-kalimat tertentu (seperti dzikir, sholawat, doa dll ). Bahkan sebagian di antara mereka menerima redaksi sholawat langsung dari Rasulullah dengan ditalqin kata demi kata oleh Beliau saw. Maka jadilah sebuah susunan dzikir atau sholawat yg memiliki fadhilah/asror yg tak terhingga.  Dalam berbagai riwayat hadits dikatakan bahwa siapa pun yang bermimpi Nabi saw maka mimpi itu adalah sebuah kebenaran/kenyataan, dan sosok dalam mimpinya tersebut adalah benar-benar Nabi Muhammad saw. Karena setan tidak diizinkan oleh Alloh untuk menyerupai Nabi Muhammad saw. Beliau juga bersabda, "Barangsiapa yg melihatku dalam mimpi maka ia pasti melihatku dalam keadaan terjaga" ----------------------------- 1. SHOLAWAT JIBRIL ------------------------------ صَلَّى اللّٰهُ عَلٰى مُحَمَّدٍ SHOLLALLOOH 'ALAA MUHAMMA

Daun Pepaya Jepang, Aman Untuk Pakan Kambing di @kapurinjing