Yunus bin ‘Abdul A’la, dia adalah salah seorang murid Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i.
Suatu ketika dia berbeda pendapat dengan Imam Syafi’i yang merupakan gurunya, dalam satu permasalahan yang muncul saat pengajian di majlis. Karena saat itu Yunus dihinggapi perasaan sedikit emosi, dia berdiri sambil menunjukan ekspresi marah dan meninggalkan pengajian lalu pulang ke rumahnya.
Saat malam tiba, Yunus mendengar suara pintu rumahnya diketuk oleh seseorang.
“Siapa..?” Tanya Yunus.
“Muhamad bin Idris..” Jawab orang yang mengetuk pintu.
Pikiran Yunus menerawang pada siapa saja yang namanya Muhammad bin Idris.
“Ini Syafi’i..” Terdengar susulan jawaban dari luar.
Waktu pintu dibuka, Yunus kaget luar biasa, Gurunya datang kerumah mengunjunginya.
Setelah dipersilahkan masuk dan duduk, Imam Syafi’i berkata,
"Hai Yunus, ratusan masalah menyatukan kita, apakah hanya karena satu masalah kita berpisah..?"
Janganlah engkau berupaya untuk selalu menang dalam setiap perdebatan, karena memenangkan hati lebih utama dari pada memenangkan perdebatan..
Jangan kau hancurkan jembatan yang sudah kau bangun dan kau seberangi. Karena bisa jadi engkau membutuhkannya untuk kembali di satu hari nanti..
Upayakan engkau selalu membenci kesalahan, bukan membenci pelakunya..
Marahlah engkau pada maksiat, tapi maafkan pelakunya.
Kritiklah pendapat orang, namun tetap hormatilah orang yang mengatakannya..
Tugas kita dalam hidup ini adalah membunuh penyakit, bukan membunuh orang yang sakit..
Jika orang datang padamu meminta maaf, berilah maaf..
Kalau engkau didatangi orang bingung, dengarkanlah curhatannya..
Jika orang yang butuh datang padamu, berilah ia dari sebagian apa yang telah Allah berikan padamu..
Bila ada yg datang menasihatimu, berterima kasihlah kepadanya..
Meskipun engkau hanya memanen duri di satu hari, tetaplah kau tanam bunganya dan jangan pernah ragu. Karena balasan dari Dzat Yang Maha Kasih dan Maha Dermawan jauh lebih mulia dari pada balasan manusia..
Meskipun Imam Syafi’i derajatnya lebih tinggi sebagai seorang guru, tapi beliau dengan akhlak luhurnya mengajarkan dan menasihati muridnya dengan santun dan hikmah, sampai rela mendatangi muridnya. Guru yang bijak akan tahu keadaan murid yang masih belum benar dengan mengajari dan menasihatinya, bukan malah ikut memusuhinya saat seorang murid tersebut melakukan kesalahan atau tidak sependapat dengannya. (Dalwa Dakwah/FM)
Komentar
Posting Komentar