Langsung ke konten utama

Aswaja Berparadigma Global



Forum Muslim - Dalam sebuah sarasehan Aswaja (Ahlussunnah wal jama'ah) yang diselenggarakan para pemuda dan pemudi Nahdlatul Ulama (IPNU dan IPPNU) di sebuah kota kecil di Jawa Timur, pertanyaan jenial itu muncul: bagaimana ber-Aswaja dengan cara berpikir global?


Bukan semata-mata karena yang melontarkannya anak-anak muda yang datang dari desa dan latar belakang keluarga santri yang sederhana. Tetapi juga karena pertanyaan itu datang dari sebuah tempat di pelosok, yang cukup jauh dari hiruk-pikuk keriuhan "politik global" – berbeda bila datang dari kalangan mahasiswa atau warga NU yang berada di luar negeri.


Ada sederet hal yang menjadi kegelisahan anak-anak muda itu, yang diajukan kepada penulis untuk dijawab dalam sesi panel diskusi: bagaimana Aswaja di mata dunia? Bagaimana ber-Aswaja di era globalisasi? Dan pada gilirannya, bagaimana ber-Aswaja dengan cara berpikir global?


Pertanyaan-pertanyaan yang tak mudah. Pertama, pertanyaan itu melampaui apa yang dipikirkan oleh para tokoh NU yang berjasa merumuskan pemikiran ke-Aswaja-an NU, sebutlah – untuk menyebut generasi mutakhir – Gus Dur atau Kiai Said Aqil Siradj sendiri. (Lagi-lagi kita akan kaget bercampur gembira bahwa pertanyaan itu dilontarkan oleh santri-santri muda NU.) Wacana Aswaja yang menjadi bidang garapan para tokoh tersebut, khususnya Gus Dur (untuk menyebut stadium terakhir dan bentuk paling "kosmopolit" dari wacana Aswaja yang pernah dimunculkan NU), baru berhenti pada ranah negara (bagaimana agama mendapat tempat dalam negara yang bukan negara Islam), dan belum pada ranah antar-negara (inter-states), lebih-lebih antar-bangsa (inter-national). Secara konseptual, dalam berbagai tulisannya, ada fase ketika persoalan-persoalan dunia menjadi perhatian Gus Dur. Yang pertama, secara analogis, yaitu ketika Gus Dur mencoba memandang persoalan-persoalan dunia secara analogis dengan yang terjadi di dalam negeri. Ini fase esai-esai di Tuhan Tidak Perlu Dibela. Selebihnya fase keterlibatan (engagement), yaitu ketika Gus Dur melibati persoalan itu dengan menempatkan keprihatinannya pada titik yang sentral: bagaimana Islam dapat terlibat dalam membangun perdamaian dunia. Tetapi tidak secara khusus tentang Aswaja.


Kedua, pertanyaan itu membuka dimensi yang tidak terpikirkan dalam pemikiran ke-NU-an yang berpijak pada pengalaman lokalitas dan penghayatan atas hal-hal yang familiar dari tradisi setempat. Sangat sulit, jika bukannya "intimidatif", memaksa seorang warga NU untuk berkomentar tentang suatu dinamika politik di Argentina, atau memintanya menanggapi sebuah penangkapan demonstran di sebuah pawai massa di New York. Hal-hal itu terlalu asing dan jauh dari dunia "kultural"-nya. Praktis pertanyaan itu hanya dapat dilontarkan oleh generasi NU yang lain, yang terikat dengan lokalitasnya namun mengalami pertemuan dengan arus global dan dituntut menanggapinya, sedikit-banyak untuk meredam kontradiksi antara lokalitasnya dan arus baru yang dapat mengasingkannya dari lokalitas itu.


Dan itulah persisnya yang dihadapi anak-anak muda itu, yang mungkin merasakan bahwa dunia kini telah menjadi bagian dari kampung halaman mereka yang terdekat.


Untuk memenuhi permintaan mereka, penulis membuat sebuah draft yang berjudul "Aswaja untuk Kekinian: Tantangan Global, Jawaban Lokal". Untuk merintis suatu pendekatan "global" atas Aswaja, kita mesti menjadikan fenomena global sebagai tantangan. Namun merumuskan tantangan itu saja tidak mudah, karena persoalan-persoalan global yang dihadapi oleh umat manusia hari ini sudah sedemikian kompleks dan berjalin-kelindan dengan persoalan-persoalan struktural yang ruwet dan diferensiasi kehidupan yang kelihatannya terpisah namun terkait satu sama lain. Scott Sernau, dalam Global Problems (2006), menyebut sedikitnya dua belas rumpun persoalan: kelas, kerja, gender dan keluarga, pendidikan, kejahatan, perang, demokrasi dan HAM, etnisitas dan agama, urbanisasi, populasi dan kesehatan, teknologi dan energi, serta ekologi. Sementara Aswaja? Aswaja adalah suatu paradigma beragama. Dapatkah suatu paradigma beragama menjawab sederet persoalan yang penyelesaiannya membutuhkan pendekatan "non-agama"?


Belajar dari kegagalan setiap gerakan yang ingin menjadikan agama sebagai solusi yang tuntas dan instan, maka Aswaja tidak dapat diperlakukan sebagai satu-satunya jawaban "dogmatis", melainkan sebagai tawaran, suatu proposal, suatu kerangka kerja, suatu inspirasi bagi transformasi dunia yang lebih baik, dalam arti sebenarnya. Tidak semua orang, tentu saja, menganut Aswaja, tetapi Aswaja dapat menjadi kerangka kerja yang memungkinkan berbagai pihak bekerja bersama untuk mencari solusi atas persoalan bersama yang dihadapi.


Lagi-lagi persoalannya tidaklah semudah membalik telapak tangan. Lebih mudah menjawab "bagaimana Aswaja di mata dunia" daripada "bagaimana ber-Aswaja dengan cara berpikir global", lebih-lebih "bagaimana memecahkan persoalan dunia dengan kerangka berpikir Aswaja". Pertanyaan pertama dapat dijawab dengan menyajikan statistik: Aswaja, atau Sunnism, dianut oleh kira-kira delapan puluh persen umat Muslim di dunia, kecuali di beberapa negara di mana Syi'ah (Shiism) atau ideologi-ideologi keagamaan lain dominan. Kepenganutan itu sendiri sudah menjadi kekuatan besar untuk suatu perubahan, atau minimal mempertahankan suatu tradisi yang baik dari pengrusakan kekuatan-kekuatan luar.


Hal itu terlihat dari kasus Tunisia dalam Pemilu terakhir baru-baru ini – kekuatan politik Sunni dapat membendung kekuatan politik reaksioner anti-demokratis, yang ingin memanfaatkan situasi pasca-revolusioner untuk tujuan-tujuannya yang sempit. Namun, itu pun tidak sepenuhnya. Kepenganutan Aswaja yang kuat tidak menjamin kemampuannya untuk diporakporandakan oleh ekstremisme dan ideologi-ideologi keagamaan militan yang reaksioner. Gerakan takfiri dan ekstremis-teroristik yang haus kekuasaan, seperti Wahhabi (untuk yang pertama) dan ISIS (untuk yang kedua), terus menjadi tantangan yang mengintai setiap saat.


Pertanyaan tentang "bagaimana Aswaja di mata dunia", dengan kata lain, adalah semata soal membuka dan mengetahui seberapa dalam dan seberapa besar kekuatan "internal" umat Muslim di dunia hari ini, yang sebagian besar bisa dipastikan menganut setidaknya satu dari keempat mazhab fiqh dan berakidah dengan salah satu dari dua mazhab teologi Asy'ariyyah dan Maturidiyyah, serta menerima tasawuf sebagai warisan tradisional yang berharga. Namun itu bukan jaminan untuk membanggakan diri. Mengetahui kenyataan demikian, juga berarti bertanya tentang seberapa kuat daya tahan Aswaja menghadapi godaan perpecahan umat, sektarianisme, dan aksi-aksi kekerasan yang dilancarkan oleh kaum puritan. Seberapa ampuh dan efektif Aswaja dapat menjadi pelindung bagi tradisi-tradisi yang baik (al-qadim ash-shalih) yang setiap saat berada dalam ancaman destruksi, dan terus-menerus menjadi sasaran kaum puritan itu?


Dengan bertanya demikian, mungkin kita akan mampu menjawab "bagaimana ber-Aswaja di era globalisasi". Dengan mengetahui kekuatan dan daya tahan internal Aswaja, kita dapat mengukur seberapa jauh kekuatan tersebut mampu menghadapi tantangan-tantangan global. Seperti disinggung di atas, tidak cukup memahami Aswaja semata-mata Aswaja sebagai paham keagamaan, sementara tantangan global yang dihadapi tidak mesti bersifat keagamaan. Paham keagamaan itu merupakan modal yang perlu di-upgrade  agar dapat menjadi perekat bagi ikatan-ikatan sosial yang riil yang setiap saat mengalami proses pelapukan dan destruksi karena globalisasi yang mendorong individualisme, eksploitasi, kekerasan, dan oportunisme yang sempit. Dengan berlandaskan pada sikap-sikap tawassuth, tawazun, dan i'tidal, maka keragaman pemahaman dan praktik keagamaan yang menjadi mozaik dari kaum Sunni di berbagai negeri akan dapat meregenerasi ikatan-ikatan sosial itu, dan memperkuat tidak saja persaudaraan seagama (ukhuwwah islamiyyah) tetapi juga persaudaraan kemanusiaan (ukhuwwah basyariyyah). Aswaja tidak saja muncul sebagai ikatan keagamaan, tapi juga ikatan sosial baru. Seorang Muslim kulit langsat di pelosok Indonesia dapat menjalin ikatan dengan seorang Muslim kulit hitam dari Afrika Tengah, atau seorang muallaf kulit putih dari sebuah negeri di Eropa Barat. Perbedaan dan keragaman latar belakang ras, budaya, dan mazhab fiqh yang dianut menjadi kekuatan yang mempertemukan dan memungkinkan lahirnya solidaritas baru.


Globalisasi yang dimungkinkan oleh interaksi dan konektivitas di antara berbagai pihak, dapat memungkinkan ikatan-ikatan baru yang tak terduga di antara berbagai elemen penganut Aswaja di berbagai negeri. Hal ini akan memungkinkan pengenalan akan lokalitas masing-masing, dengan melihat keterbatasan masing-masing lokalitas sebagai salah satu dari sekian manifestasi dari keragaman wajah Islam. Kekhasan dialek, kekhasan tradisi zikir dan perayaan sosial (Maulid, khitanan, perayaan kelahiran) akan terungkap dalam pertemuan antar-lokalitas itu. Jika Gus Dur pernah menggulirkan gagasan "pribumisasi Islam", maka dalam perspektif global, penting melihat bagaimana pribumisasi itu terjadi di masing-masing negeri; bagaimana setiap komunitas Muslim mempribumikan Islam dengan caranya masing-masing. Tekanan akan lokalitas masing-masing komunitas Muslim itulah yang akan membedakan "kosmopolitanisme" Aswaja dari kosmopolitanisme dalam teori-teori liberal yang mempromosikan pluralisme tanpa keberakaran tertentu atas lokalita.


Lokalitas itu mungkin menjadi suatu parameter bagi suatu konsepsi yang lebih komprehensif tentang Aswaja berparadigma global. Tetapi itu baru satu parameter, yang bisa jadi belum satu-satunya. Dibutuhkan "ijtihad" untuk menggali Aswaja berparadigma global. Tetapi satu hal setidaknya pasti: generasi Aswaja berwawasan global merupakan generasi poliglot yang mampu berinteraksi dengan beragam bahasa. [FM]


Artikel Terkait

Komentar

Artikel Populer

Prahara Aleppo

French Foreign Minister Bernard Kouchner takes off a Jewish skull-cap, or Kippa, at the end of a visit to the Yad Vashem Holocaust Memorial in Jerusalem, Tuesday, Sept. 11, 2007. Kouchner is on an official visit to Israel and the Palestinian Territories. (AP Photo/Kevin Frayer) Eskalasi konflik di Aleppo beberapa hari terakhir diwarnai propaganda anti-rezim Suriah yang sangat masif, baik oleh media Barat, maupun oleh media-media “jihad” di Indonesia. Dan inilah mengapa kita (orang Indonesia) harus peduli: karena para propagandis Wahabi/takfiri seperti biasa, mengangkat isu “Syiah membantai Sunni” (lalu menyamakan saudara-saudara Syiah dengan PKI, karena itu harus dihancurkan, lalu diakhiri dengan “silahkan kirim sumbangan dana ke no rekening berikut ini”). Perilaku para propagandis perang itu sangat membahayakan kita (mereka berupaya mengimpor konflik Timteng ke Indonesia), dan untuk itulah penting bagi kita untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Suriah. Tulisan i

Mengelola Blog Wordpress dan Blogspot Melalui Ponsel

Di jaman gatget yang serba canggih ini, sekarang dasboard wordpress.com dan blogspot.com semakin mudah dikelola melalui ponsel. Namun pada settingan tertentu memang harus dilakukan melalui komputer seperti untuk mengedit themes atau template. Dan bagi kita yang sudah terbiasa "mobile" atau berada di lapangan maka kita bisa menerbitkan artikel kita ke blog wordpress.com melalui email yang ada di ponsel kita, so kita nggak usah kawatir.

3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup - Himayah atau Pemimpin Ulama di Tanah Banten

Forum Muslim - Banten merupakan provinsi Seribu Kyai Sejuta Santri. Tak heran jika nama Banten terkenal diseluruh Nusantara bahkan dunia Internasional. Sebab Ulama yang sangat masyhur bernama Syekh Nawawi AlBantani adalah asli kelahiran di Serang - Banten. Provinsi yang dikenal dengan seni debusnya ini disebut sebut memiliki paku atau penjaga yang sangat liar biasa. Berikut akan kami kupas 3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup. 1. Abuya Syar'i Ciomas Banten Selain sebagai kyai terpandang, masyarakat ciomas juga meyakini Abuya Syar'i sebagai himayah atau penopang bumi banten. Ulama yang satu ini sangat jarang dikenali masyarakat Indonesia, bahkan orang banten sendiri masih banyak yang tak mengenalinya. Dikarnakan Beliau memang jarang sekali terlihat publik, kesehariannya hanya berdia di rumah dan menerima tamu yg datang sowan ke rumahnya untuk meminta doa dan barokah dari Beliau. Banyak santri - santrinya yang menyaksikan secara langsung karomah beliau. Beliau jug

Amalan Pada Malam Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha

Nabi Muhammad ﷺ bersabda: عن عبادة بن الصامت رضي الله عنه أن رسول ﷺ قال: “من أحيا ليلة الفطر وليلة الأضحى لم يمت قلبه يوم تموت القلوب” رواه الطبراني في الكبير والأوسط. Dari Ubadah Ibn Shomit r.a. Sungguh Rosulullah ﷺ bersabda: "Barangsiapa menghidupkan malam Idul Fitri dan malam Idul Adlha, hatinya tidak akan mati, di hari matinya hati." ( HR.Thobaroni ) عن أبي أمامه رضي الله عنه عن النبي ﷺ قال : “من قام ليلتي العيدين محتسباً لم يمت قلبه يوم تموت القلوب”. وفي رواية “من أحيا” رواه ابن ماجه Dari Abi Umamah r.a, dari Nabi ﷺ, bersabda: Barangsiapa beribadah di dua malam Hari Raya dengan hanya mengharap ALLAH, maka hatinya tidak akan mati pada hari matinya hati. ( HR. Ibnu Majah ) Bagaimana cara menghidupkan dua Hari Raya itu? Telah disebutkan oleh Syaikh Abdul Hamid Al Qudsi, dengan mengamalkan beberapa amalan: 1. Syaikh Al Hafni berkata: Ukuran minimal menghidupkan malam bisa dengan Sholat Isya’ berjama’ah dan meniatkan diri untuk jama’ah Sholat Shubuh pada besoknya. Atau mempe

KH.MUNFASIR, Padarincang, Serang, Banten

Akhlaq seorang kyai yang takut memakai uang yang belum jelas  Kyai Laduni yang pantang meminta kepada makhluk Pesantren Beliau yang tanpa nama terletak di kaki bukit padarincang. Dulunya beliau seorang dosen IAIN di kota cirebon. Saat mendapatkan hidayah beliau hijrah kembali ke padarincang, beliau menjual seluruh harta bendanya untuk dibelikan sebidang sawah & membangun sepetak gubuk ijuk, dan sisa selebihnya beliau sumbangkan. Beliau pernah bercerita disaat krisis moneter, dimana keadaan sangatlah paceklik. Sampai sampai pada saat itu, -katanya- untuk makan satu biji telor saja harus dibagi 7. Pernah tiba tiba datanglah seseorang meminta doa padanya. Saat itu Beliau merasa tidak pantas mendoakan orang tersebut. Tapi orang tersebut tetap memaksa beliau yang pada akhirnya beliaupun mendoakan Alfatihah kepada orang tersebut. Saat berkehendak untuk pamit pulang, orang tersebut memberikan sebuah amplop yang berisi segepok uang. Sebulan kemudian orang tersebut kembali datang untuk memi

ALASAN ALI MENUNDA QISHASH PEMBUNUH UTSMAN

Oleh :  Ahmad Syahrin Thoriq   1. Sebenarnya sebagian besar shahabat yang terlibat konflik dengan Ali khususnya, Zubeir dan Thalhah telah meraih kesepakatan dengannya dan mengetahui bahwa Ali akan menegakkan hukum qishash atas para pemberontak yang telah membunuh Utsman.  Namun akhirnya para shahabat tersebut berselisih pada sikap yang harus diambil selanjutnya. Sebagian besar dari mereka menginginkan agar segera diambil tindakan secepatnya. Sedangkan Ali memilih menunda hingga waktu yang dianggap tepat dan sesuai prosedur. 2. Sebab Ali menunda keputusan untuk menegakkan Qishash adalah karena beberapa pertimbangan, diantaranya : Pertama, para pelaku pembunuh Ustman adalah sekelompok orang dalam jumlah yang besar. Mereka kemudian berlindung di suku masing-masing atau mencari pengaruh agar selamat dari hukuman. Memanggil mereka untuk diadili sangat tidak mungkin. Jalan satu-satunya adalah dengan kekuatan. Dan Ali menilai memerangi mereka dalam kondisi negara sedang tidak stabil sudah pas

Kisah Siti Ummu Ayman RA Meminum Air Kencing Nabi Muhammad SAW

Di kitab Asy Syifa disebutkan bahwa Kanjeng Nabi Muhammad SAW punya pembantu rumah tangga perempuan bernama Siti Ummu Ayman RA. Dia biasanya membantu pekerjaan istri Kanjeng Nabi dan nginap di rumah Kanjeng Nabi. Dia bercerita satu pengalaman uniknya saat jadi pembantu Kanjeng Nabi. Kanjeng Nabi Muhammad itu punya kendi yang berfungsi sebagai pispot yang ditaruh di bawah ranjang. Saat di malam hari yang dingin, lalu ingin buang air kecil, Kanjeng Nabi buang air kecil di situ. Satu saat, kendi pispot tersebut hilang entah ke mana. Maka Kanjeng Nabi menanyakan kemana hilangnya kendi pispot itu pada Ummu Ayman. Ummu Ayman pun bercerita, satu malam, Ummu Ayman tiba-tiba terbangun karena kehausan. Dia mencari wadah air ke sana kemari. Lalu dia nemu satu kendi air di bawah ranjang Kanjeng Nabi SAW yang berisi air. Entah air apa itu, diminumlah isi kendi itu. Pokoknya minum dulu. Ternyata yang diambil adalah kendi pispot Kanjeng Nabi. Dan yang diminum adalah air seni Kanjeng Nabi yang ada dal

Sholawat-Sholawat Pembuka Hijab

Dalam Islam sangat banyak para ulama-ulama sholihin yang bermimpi Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam dan mendapatkan petunjuk atau isyarat untuk melakukan atau mengucapkan kalimat-kalimat tertentu (seperti dzikir, sholawat, doa dll ). Bahkan sebagian di antara mereka menerima redaksi sholawat langsung dari Rasulullah dengan ditalqin kata demi kata oleh Beliau saw. Maka jadilah sebuah susunan dzikir atau sholawat yg memiliki fadhilah/asror yg tak terhingga.  Dalam berbagai riwayat hadits dikatakan bahwa siapa pun yang bermimpi Nabi saw maka mimpi itu adalah sebuah kebenaran/kenyataan, dan sosok dalam mimpinya tersebut adalah benar-benar Nabi Muhammad saw. Karena setan tidak diizinkan oleh Alloh untuk menyerupai Nabi Muhammad saw. Beliau juga bersabda, "Barangsiapa yg melihatku dalam mimpi maka ia pasti melihatku dalam keadaan terjaga" ----------------------------- 1. SHOLAWAT JIBRIL ------------------------------ صَلَّى اللّٰهُ عَلٰى مُحَمَّدٍ SHOLLALLOOH 'ALAA MUHAMMA

Abuya Syar'i Ciomas Banten

''Abuya Syar'i Ciomas(banten)" Abuya Syar'i Adalah Seorang Ulama Yg Sangat Sepuh. Menurut beliau sekarang beliau telah berrusia lebih dari 140 tahun. Sungguh sangat sepuh untuk ukuran manusia pada umumnya. Abuya Sar'i adalah salah satu murid dari syekh. Nawawi al bantani yg masih hidup. Beliau satu angkatan dengan kyai Hasyim asy'ary pendiri Nahdatul ulama. Dan juga beliau adalah pemilik asli dari golok ciomas yg terkenal itu. Beliau adalah ulama yg sangat sederhana dan bersahaja. Tapi walaupun begitu tapi ada saja tamu yg berkunjung ke kediamannya di ciomas banten. Beliau juga di yakini salah satu paku banten zaman sekarang. Beliau adalah kyai yg mempunyai banyak karomah. Salah satunya adalah menginjak usia 140 tahun tapi beliau masih sehat dan kuat fisiknya. Itulah sepenggal kisah dari salah satu ulama banten yg sangat berpengaruh dan juga kharismatik. Semoga beliau senantiasa diberi umur panjang dan sehat selalu Aaamiiin... (FM/ FB )

Daun Pepaya Jepang, Aman Untuk Pakan Kambing di @kapurinjing