Langsung ke konten utama

Alquran, Umat Islam, dan Persaudaraan Universal

Buya Syafi'i Ma'arif

Oleh: Ahmad Syafii Maarif

Saya tidak tahu apakah ada Kitab Suci selain Alquran yang siap untuk diterima atau ditolak dengan memanggil semua otak-otak besar yang pernah dikenal umat manusia sepanjang sejarah (lih. misalnya s. al-Baqarah: 23; s. al-Isrâ: 107). Tantangan ini akan berlaku sepanjang zaman sampai rapuhnya dunia ini. Dengan pengetahuan yang terbatas tentang Alquran, Resonansi ini akan mencoba mengurai tiga bahasan yang saling berkait itu sebagai bagian dari kegelisahan batin saya yang sudah dirasakan sejak masih kuliah di Universitas Chicago antara tahun 1979 s/d 1982.

Selama di Chicago alm. Fazlur Rahman telah membuka hati dan otak saya tentang makna Alquran bagi umat Islam dan kemanusiaan seluruhnya. Salah seorang mantan mahasiswanya di Chicago, Prof. Frederick Danny, menulis tentang Rahman: “His mind changed, his position evolved but his central coordinate was always the Qur’an.” (Mindanya berubah, posisinya berkembang tetapi koordinat/titik perhatian? utamanya tetaplah Alquran). Bagi Rahman, Alquran punya pandangan dunia tertentu yang utuh-komprehensif, oleh sebab itu pendekatan yang serba ad hoc tidak akan menyingkapkan pandangan dunia itu secara adil. Tuan dan puan yang ingin mengenal pandangan Rahman tentang Alquran setidak-tidaknya dapat diikuti melalui karya pengantarnya: Major Themes of the Qur’an (terbit pertama kali tahun 1980). Perbincangan tentang karya ini telah dilakukan oleh banyak pihak, bisa ditelusuri via Google.

Semakin lama, beban batin terasa semakin berat, sedangkan jalan keluarnya sebenarnya sudah tampak, tetapi selalu saja diterpedo oleh kenyataan pahit umat Islam yang masih saja berendam di dalamnya. Bermacam tafsir Alquran  telah saya baca, tetapi tetap saja menyisakan pertanyaan besar: mengapa Alquran yang begitu dimuliakan gagal difahami secara benar oleh umat ini untuk dijadikan pedoman hidup? Mengapa perintah-perintah utamanya yang sederhana dianggap angin lalu saja oleh umat yang mengaku beriman kepadanya? Pertanyaan semacam ini bisa sangat panjang, tetapi kita cukupkan dua saja dalam tulisan ini.

Kita pusatkan pembicaraan kita pada ayat 10 dan pada saatnya nanti akan dilanjutkan pula ayat 13 dari surat al-Ĥujurât (49), sebuah surat yang diturunkan di masa Madinah sekitar tahun sembilan hijriah (631 M). Ayat 10 yang terjemahan bebasnya adalah: “Sesungguhnya pilihan yang sah bagi orang-orang beriman itu adalah bersaudara. Maka oleh sebab itu damaikanlah antara dua saudara kamu [yang bertikai]. Dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu diberi rahmat.” Awal ayat ini menggunakan ungkapan innamâ yang dalam bahasa Arab bertujuan untuk membatasi (lilĥashr). Artinya dalam konteks ini, orang beriman itu hanya punya satu pilihan yang sah dalam hidup kolektif mereka: bersaudara. Titik!

Tetapi mengapa dalam berbagai periode sejarah bahkan sampai hari ini, umat Islam memilih jalan hidup yang tidak sah dengan sering bertikai dan berperang sesama mereka? Jawaban yang tersedia dalam hati saya adalah karena ego, kepentingan sesaat, dan hawa nafsu yang tak terkendali di kalangan sebagian umat. Manakala ego, kepentingan, dan hawa nafsu mengalahkan kekuatan firman Allah, berarti kita telah berkhianat terhadap Alquran, tetapi mengapa kita masih saja mengaku beriman kepada Kitab Suci ini? Tiga nilai buruk itu bisa saja dibungkus dalam selimut nasionalisme seperti yang sekarang berlaku antara Iran dan Saudi Arabia. Dalam kasus dua negara ini, yang dominan adalah sifat hegemonik, bukan karena perbedaan mazhab keagamaan.

Dalam skala yang lebih kecil, penyebab perbelahan antara partai-partai dan golongan-golongan Islam di Indonesia tidak akan jauh dari ketiga faktor di atas: ego, kepentingan, dan hawa nafsu. Ironisnya, semuanya ini tidak jarang ditutupi dengan dalil-dalil agama yang dikutip tanpa rasa tanggung jawab iman. Alangkah sulitnya menundukkan egoisme kepada kehendak wahyu. Jika wahyu tidak mampu lagi membimbing prilaku kolektif umat Islam, lalu apa lagi yang masih tersisa yang dapat dipedomani? Tidak ada lagi yang tersisa.


Umat Islam yang sekarang jumlahnya sekitar 1,6 miliar di muka bumi adalah bagian dari kemanusiaan universal, tetapi perannya masih berada di buritan peradaban. Banyak faktor, internal dan eksternal, yang terlibat di dalamnya mengapa situasinya demikian menyedihan, apa pun ukuran yang dipakai orang untuk itu. Antara al-Qur’an dan umat Islam terbentang jurang yang lebar sekali. Sedikit contoh di atas telah menjelaskan apa yang kita maksud. Contoh lain bisa berjibun

Dalam Mukhtashar min Tafsîr al-Imâm al-Thabarî dan Qur’ân Karîm: Tafsîr wa Bayân ma’a Asbâb al-Nuzûl li-‘l-Suyûthî, ayat 10 surat al-Ĥujurât di atas tidak diberi penjelasan tentang betapa pentingnya ungkapan innamâ di awal ayat itu. Saya heran mengapa kedua mufassir klasik yang berbeda abad itu tidak membahas prinsip utama tentang persaudaraan orang beriman ini. Mungkin dianggap ayat itu sudah sangat jelas, karenanya tidak perlu diberi penjelasan lagi. Atau mungkin juga karena yang saya cek ini adalah ringkasan kedua tafsir itu, di dalamnya ayat 10 itu tidak disertakan penjelasannya oleh yang meringkas.

Dalam suasana perpecahan masif dunia Islam sekarang ini, ayat ini perlu disuarakan dengan sangat lantang, sebab siapa tahu masih ada hati umat Islam yang akan menjadi lembut dan tersentuh oleh kandungannya yang terang benderang itu. Kita semua sadar bahwa perpecahan pasti bermuara kepada kehancuran atau kekalahan, tetapi ajaibnya kita tidak mau memasang rem untuk mencegahnya.

Sebagian mufassir kontemporer memang memberi ulasan terhadap ayat 10 itu. Muĥammad ‘Alî al-Shabûnî dalam Shafwat al-Tafâsîr, (1405 H/1985), Vol. 3, misalnya memberikan ulasan atas ayat 10 itu sebagai berikut: “Tidak ada persaudaraan kecuali antara orang-orang yang beriman, tidak ada persaudaraan antara seorang mu’min dengan seorang kafir…persaudaraan Islam lebih kokoh dari pada persaudaraan berdasarkan keturunan” (hlm. 235). Ungkapan terakhir inilah sebenarnya yang mesti dipedomani oleh umat Islam sedunia bahwa ikatan keturunan, latar belakang sejarah, dan bangsa tidak boleh menghancurkan bangunan persaudaraan universal berdasarkan agama. Tetapi yang berlaku adalah sebaliknya: persaudaraan imaniah berantakan akibat perbedaan suku, bangsa, mazhab, dan latar belakang sejarah. Betapa jauhnya bangunan dunia Islam dari cita-cita mulia Alquran.

Adalah mufassir A Yusuf Ali dalam The Holy Qur’an (cet. 1975, hlm. 1405 catatan no. 4928) yang dengan bagus sekali memberi penjelasan atas ayat 10 itu sebagai berikut: “The enforcement of the Muslim Brotherhood is the greatest social ideal of Islam. On it was based the Prophet’s Sermon at the last pilgrimage, and Islam cannot be completely realized until this ideal is achieved.” (Pelaksanaan/penguatan Persaudaraan Muslim merupakan cita-cita sosial Islam yang terbesar. Atas`dasar itulah Khutbah Nabi saat di haji wada’ disampaikan, dan Islam tidak mungkin diwujudkan dengan sempurna sampai cita-cita ini berhasil diraih). Bagi saya, Yusuf Ali telah menangkap dengan sempurna pesan historis dari ayat 10 ini.

Bagaimana pula mufassir Hamka menjelaskan ayat 10 itu? Inilah kutipannya: “Maka ayat 10 Surat ini menjelaskan yang lebih positif lagi, bahwasanya kalau orang sudah sama-sama tumbuh iman dalam hatinya, tidak mungkin mereka bermusuhan. Jika tumbuh permusuhan lain tidak adalah karena sebab yang lain, misalnya karena salah faham, salah terima” (lih. Tafsir al-Azhar (2007, Juz XXV-XXVI, hlm. 199). Hamka benar, tetapi yang berlaku di dunia Islam sekarang tidak saja salah faham. Jauh melampaui itu. Kepentingan dan perlombaan duniawi telah mengalahkan cita-cita agung tentang persaudaraan yang demikian tajam, tetapi puitis, disampaikan Alquran puluhan abad yang silam. Dengan mengabaikan pesan ayat 10 ini, jangan terlalu berharap bahwa rahmat Allah akan turun kepada kita sebagaimana terbaca di ujung ayat itu. Ada tiga syarat untuk mengundang turunnya rahmat itu: kokohnya persaudaraan, perdamaian, dan sikap taqwa yang tulus. Nilai-nilai inilah yang tengah absen dalam komunitas Muslim di berbagai bagian dunia.

Tetapi tuan dan puan jangan sampai kehilangan asa mengikuti penjelasan Resonansi ini. Penulisnya tetap optimis bahwa pada saatnya nanti umat Islam akan sadar dan mau berunding dengan Alquran dengan kesediaan mengoreksi prilakunya yang menyimpang selama ini dari ketentuan agama yang benar, khususnya yang bertalian dengan persaudaraan imaniah.

Prinsip persaudaraan berdasarkan iman telah kita jelaskan dengan cita-cita sosial mulia yang menyertainya dan rintangan-rintangan utama yang menjadi sandungannya. Pada bagian ke-3 nanti, kita tengok pula gagasan Alquran tentang prinsip persaudaraan universal di antara umat manusia yang berbeda iman atau dengan mereka yang tidak beriman sama sekali. []

Kita kutip makna ayat 13 surat al-Hujurat secara lengkap, “Wahai manusia! Kami ciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan Kami jadikan kamu beberapa bangsa dan puak agar kamu saling mengenal satu sama lain. Sesungguhnya yang termulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling takwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Mahasadar.”

Yang dipanggil oleh ayat bukan hanya orang beriman. Mufasir Muhammad Asad dalam The Message of the Qur'an (1980, halaman 792) memberi ulasan tentang etika sosial yang terkandung dalam ayat 13 ini. Kita kutip, “Bermula dengan penghormatan yang ditujukan kepada Nabi (dalam ayat 2-7) dan implikasinya kemudian atas kepemimpinan umat yang benar sesudahnya, diskursus ini mencapai puncaknya pada prinsip persaudaraan di antara orang-orang beriman (ayat 10), dan dalam pengertian yang terluas, persaudaraan seluruh umat manusia (ayat 13).”

Panggilan “Wahai Manusia!” dengan sendirinya bersifat umum, satu iman atau dalam lintas iman, lintas bangsa, dan lintas puak, atau lebih luas dari itu. Muhammad Asad dengan mengutip pendapat para mufasir Zamakhshari, Razi, dan Baydhawi bahwa penciptaan manusia dari seorang ayah dan seorang ibu mengandung prinsip “persamaan asal-usul biologis yang merefleksikan persamaan martabat manusia yang bercorak umum buat semua” (halaman 792 catatan no 15). Tetapi posisi termulia di mata Allah tetaplah diberikan kepada mereka yang paling bertakwa, sebuah posisi yang terbuka untuk semua manusia berdasarkan ayat 13 itu.

Dalam bacaan saya atas Alquran, memang banyak perintah agar manusia itu beriman yang terdapat dalam belasan ayat karena dengan iman itu manusia akan punya urat tunggang sebagai pegangan batinnya yang paling kuat. Tetapi, ada sebuah ayat dalam surat al-Nisa' (4): 136 yang memanggil orang yang sudah beriman untuk beriman, “Wahai orang-orang yang beriman! Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan [kepada] Kitab yang diturunkan atas rasul-Nya dan [kepada] Kitab yang telah Ia turunkan sebelumnya. Dan barang siapa yang tidak percaya kepada Allah dan malaikat-Nya dan kitab-kitab-Nya dan para rasul-Nya dan hari akhir, maka sesungguhnya ia telah sesat dengan kesesatan yang jauh.”

Jelas di sini bahwa seorang yang sudah beriman pun masih diperintahkan agar bersungguh-sungguh dalam imannya, tidak boleh bermain-main dengan iman itu. Tetapi karena manusia diberi kemauan dan pilihan bebas untuk beriman atau tidak beriman dengan segala risikonya, maka terbacalah ayat berikut, “Berimanlah kamu kepadanya atau janganlah kamu beriman.” (QS al-Isra': 107); juga ayat ini, “Apakah engkau [Muhammad] ingin memaksa manusia agar mereka semuanya beriman?” (QS Yunus [10]: 99).

Selengkapnya makna ayat itu adalah sebagai berikut, “Dan jika Allah menghendaki, sungguh berimanlah seluruh umat manusia, apakah engkau ingin memaksa manusia agar mereka semuanya beriman?” Ada lagi ayat dalam surat al-Baqarah (2): 256, “Tidak ada paksaan dalam agama.”

Rupanya masalah iman ini bukanlah masalah sederhana. Rumit dan penuh misteri! Memerlukan izin Allah untuk beriman itu (lihat ayat 100 surat Yunus). Terus terang saja, saya gamang karena tidak tahu pasti apakah iman saya ini sudah benar atau belum. Ada doa untuk itu, “Ya Muqalliba al-qulub, tsabbit qalbi 'ala dinika wa 'ala tha'atik” (Wahai Zat yang membolak-balik hati! Teguhkan hatiku atas agama-Mu dan dalam sikap taat kepada-Mu).

Berdasarkan pengalaman empirik manusia sepanjang sejarah, ternyata tidak semua orang mau beriman di atas Planet Bumi ini. Ayat-ayat di atas membenarkan fakta itu semua. Dengan perkataan lain, pilihan bebas manusia telah membawa mereka kepada iman atau tidak beriman. Pertanyaan krusial yang muncul dari sini adalah apakah mungkin tercipta sebuah persaudaraan universal antara kelompok manusia beriman dan kelompok mereka yang tidak beriman?

Mungkin pandangan selintas akan mengatakan: persaudaraan antara orang beriman saja sulit diwujudkan, apalagi persaudaraan antara mereka yang beriman dan mereka yang tidak beriman. Agak masuk akal juga pandangan ini, tetapi menyesatkan jika kita mengacu kepada Alquran.

Penciptaan persaudaraan universal sangat mungkin dengan syarat kita menyepakati beberapa prinsip etika sosial yang dihormati semua pihak. Pertama, harus diakui dulu bahwa Planet Bumi ini adalah untuk seluruh manusia, beriman atau tidak beriman. Tak seorang pun yang punya hak monopoli atasnya dengan alasan apa pun. Kedua, harus ada pengakuan atas prinsip kesatuan umat manusia, sekalipun terdiri dari berbagai suku, bangsa, dan latar belakang sejarah. Pengakuan ini harus disertai dengan kesediaan menegakkan keadilan dan persaudaraan yang tulus antarmanusia. Ketiga, harus dikembangkan kultur toleransi yang luas di antara sesama umat manusia.

Saya sadar sepenuhnya bahwa cita-cita besar di atas sangat sulit untuk direalisasikan, tetapi pilihan di depan kita hanya dua: bersaudara atau terus bermusuhan dengan “memaksa” bumi ini untuk semakin menjadi membara. Alquran tidak diragukan lagi memerintahkan agar umat manusia menggiring bola sejarah ke arah pilihan yang pertama: mewujudkan persaudaraan universal! Bagi saya, pada akhirnya, demi keamanan ontologis manusia, maka persaudaraan universal adalah sebuah keharusan metafisis.

Sumber : REPUBLIKA.CO.ID, 7 January 2015
Ahmad Syafii Maarif, Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Artikel Terkait

Komentar

Artikel Populer

Prahara Aleppo

French Foreign Minister Bernard Kouchner takes off a Jewish skull-cap, or Kippa, at the end of a visit to the Yad Vashem Holocaust Memorial in Jerusalem, Tuesday, Sept. 11, 2007. Kouchner is on an official visit to Israel and the Palestinian Territories. (AP Photo/Kevin Frayer) Eskalasi konflik di Aleppo beberapa hari terakhir diwarnai propaganda anti-rezim Suriah yang sangat masif, baik oleh media Barat, maupun oleh media-media “jihad” di Indonesia. Dan inilah mengapa kita (orang Indonesia) harus peduli: karena para propagandis Wahabi/takfiri seperti biasa, mengangkat isu “Syiah membantai Sunni” (lalu menyamakan saudara-saudara Syiah dengan PKI, karena itu harus dihancurkan, lalu diakhiri dengan “silahkan kirim sumbangan dana ke no rekening berikut ini”). Perilaku para propagandis perang itu sangat membahayakan kita (mereka berupaya mengimpor konflik Timteng ke Indonesia), dan untuk itulah penting bagi kita untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Suriah. Tulisan i

Mengelola Blog Wordpress dan Blogspot Melalui Ponsel

Di jaman gatget yang serba canggih ini, sekarang dasboard wordpress.com dan blogspot.com semakin mudah dikelola melalui ponsel. Namun pada settingan tertentu memang harus dilakukan melalui komputer seperti untuk mengedit themes atau template. Dan bagi kita yang sudah terbiasa "mobile" atau berada di lapangan maka kita bisa menerbitkan artikel kita ke blog wordpress.com melalui email yang ada di ponsel kita, so kita nggak usah kawatir.

3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup - Himayah atau Pemimpin Ulama di Tanah Banten

Forum Muslim - Banten merupakan provinsi Seribu Kyai Sejuta Santri. Tak heran jika nama Banten terkenal diseluruh Nusantara bahkan dunia Internasional. Sebab Ulama yang sangat masyhur bernama Syekh Nawawi AlBantani adalah asli kelahiran di Serang - Banten. Provinsi yang dikenal dengan seni debusnya ini disebut sebut memiliki paku atau penjaga yang sangat liar biasa. Berikut akan kami kupas 3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup. 1. Abuya Syar'i Ciomas Banten Selain sebagai kyai terpandang, masyarakat ciomas juga meyakini Abuya Syar'i sebagai himayah atau penopang bumi banten. Ulama yang satu ini sangat jarang dikenali masyarakat Indonesia, bahkan orang banten sendiri masih banyak yang tak mengenalinya. Dikarnakan Beliau memang jarang sekali terlihat publik, kesehariannya hanya berdia di rumah dan menerima tamu yg datang sowan ke rumahnya untuk meminta doa dan barokah dari Beliau. Banyak santri - santrinya yang menyaksikan secara langsung karomah beliau. Beliau jug

Amalan Pada Malam Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha

Nabi Muhammad ﷺ bersabda: عن عبادة بن الصامت رضي الله عنه أن رسول ﷺ قال: “من أحيا ليلة الفطر وليلة الأضحى لم يمت قلبه يوم تموت القلوب” رواه الطبراني في الكبير والأوسط. Dari Ubadah Ibn Shomit r.a. Sungguh Rosulullah ﷺ bersabda: "Barangsiapa menghidupkan malam Idul Fitri dan malam Idul Adlha, hatinya tidak akan mati, di hari matinya hati." ( HR.Thobaroni ) عن أبي أمامه رضي الله عنه عن النبي ﷺ قال : “من قام ليلتي العيدين محتسباً لم يمت قلبه يوم تموت القلوب”. وفي رواية “من أحيا” رواه ابن ماجه Dari Abi Umamah r.a, dari Nabi ﷺ, bersabda: Barangsiapa beribadah di dua malam Hari Raya dengan hanya mengharap ALLAH, maka hatinya tidak akan mati pada hari matinya hati. ( HR. Ibnu Majah ) Bagaimana cara menghidupkan dua Hari Raya itu? Telah disebutkan oleh Syaikh Abdul Hamid Al Qudsi, dengan mengamalkan beberapa amalan: 1. Syaikh Al Hafni berkata: Ukuran minimal menghidupkan malam bisa dengan Sholat Isya’ berjama’ah dan meniatkan diri untuk jama’ah Sholat Shubuh pada besoknya. Atau mempe

KH.MUNFASIR, Padarincang, Serang, Banten

Akhlaq seorang kyai yang takut memakai uang yang belum jelas  Kyai Laduni yang pantang meminta kepada makhluk Pesantren Beliau yang tanpa nama terletak di kaki bukit padarincang. Dulunya beliau seorang dosen IAIN di kota cirebon. Saat mendapatkan hidayah beliau hijrah kembali ke padarincang, beliau menjual seluruh harta bendanya untuk dibelikan sebidang sawah & membangun sepetak gubuk ijuk, dan sisa selebihnya beliau sumbangkan. Beliau pernah bercerita disaat krisis moneter, dimana keadaan sangatlah paceklik. Sampai sampai pada saat itu, -katanya- untuk makan satu biji telor saja harus dibagi 7. Pernah tiba tiba datanglah seseorang meminta doa padanya. Saat itu Beliau merasa tidak pantas mendoakan orang tersebut. Tapi orang tersebut tetap memaksa beliau yang pada akhirnya beliaupun mendoakan Alfatihah kepada orang tersebut. Saat berkehendak untuk pamit pulang, orang tersebut memberikan sebuah amplop yang berisi segepok uang. Sebulan kemudian orang tersebut kembali datang untuk memi

ALASAN ALI MENUNDA QISHASH PEMBUNUH UTSMAN

Oleh :  Ahmad Syahrin Thoriq   1. Sebenarnya sebagian besar shahabat yang terlibat konflik dengan Ali khususnya, Zubeir dan Thalhah telah meraih kesepakatan dengannya dan mengetahui bahwa Ali akan menegakkan hukum qishash atas para pemberontak yang telah membunuh Utsman.  Namun akhirnya para shahabat tersebut berselisih pada sikap yang harus diambil selanjutnya. Sebagian besar dari mereka menginginkan agar segera diambil tindakan secepatnya. Sedangkan Ali memilih menunda hingga waktu yang dianggap tepat dan sesuai prosedur. 2. Sebab Ali menunda keputusan untuk menegakkan Qishash adalah karena beberapa pertimbangan, diantaranya : Pertama, para pelaku pembunuh Ustman adalah sekelompok orang dalam jumlah yang besar. Mereka kemudian berlindung di suku masing-masing atau mencari pengaruh agar selamat dari hukuman. Memanggil mereka untuk diadili sangat tidak mungkin. Jalan satu-satunya adalah dengan kekuatan. Dan Ali menilai memerangi mereka dalam kondisi negara sedang tidak stabil sudah pas

Abuya Syar'i Ciomas Banten

''Abuya Syar'i Ciomas(banten)" Abuya Syar'i Adalah Seorang Ulama Yg Sangat Sepuh. Menurut beliau sekarang beliau telah berrusia lebih dari 140 tahun. Sungguh sangat sepuh untuk ukuran manusia pada umumnya. Abuya Sar'i adalah salah satu murid dari syekh. Nawawi al bantani yg masih hidup. Beliau satu angkatan dengan kyai Hasyim asy'ary pendiri Nahdatul ulama. Dan juga beliau adalah pemilik asli dari golok ciomas yg terkenal itu. Beliau adalah ulama yg sangat sederhana dan bersahaja. Tapi walaupun begitu tapi ada saja tamu yg berkunjung ke kediamannya di ciomas banten. Beliau juga di yakini salah satu paku banten zaman sekarang. Beliau adalah kyai yg mempunyai banyak karomah. Salah satunya adalah menginjak usia 140 tahun tapi beliau masih sehat dan kuat fisiknya. Itulah sepenggal kisah dari salah satu ulama banten yg sangat berpengaruh dan juga kharismatik. Semoga beliau senantiasa diberi umur panjang dan sehat selalu Aaamiiin... (FM/ FB )

Sholawat-Sholawat Pembuka Hijab

Dalam Islam sangat banyak para ulama-ulama sholihin yang bermimpi Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam dan mendapatkan petunjuk atau isyarat untuk melakukan atau mengucapkan kalimat-kalimat tertentu (seperti dzikir, sholawat, doa dll ). Bahkan sebagian di antara mereka menerima redaksi sholawat langsung dari Rasulullah dengan ditalqin kata demi kata oleh Beliau saw. Maka jadilah sebuah susunan dzikir atau sholawat yg memiliki fadhilah/asror yg tak terhingga.  Dalam berbagai riwayat hadits dikatakan bahwa siapa pun yang bermimpi Nabi saw maka mimpi itu adalah sebuah kebenaran/kenyataan, dan sosok dalam mimpinya tersebut adalah benar-benar Nabi Muhammad saw. Karena setan tidak diizinkan oleh Alloh untuk menyerupai Nabi Muhammad saw. Beliau juga bersabda, "Barangsiapa yg melihatku dalam mimpi maka ia pasti melihatku dalam keadaan terjaga" ----------------------------- 1. SHOLAWAT JIBRIL ------------------------------ صَلَّى اللّٰهُ عَلٰى مُحَمَّدٍ SHOLLALLOOH 'ALAA MUHAMMA

Kisah Siti Ummu Ayman RA Meminum Air Kencing Nabi Muhammad SAW

Di kitab Asy Syifa disebutkan bahwa Kanjeng Nabi Muhammad SAW punya pembantu rumah tangga perempuan bernama Siti Ummu Ayman RA. Dia biasanya membantu pekerjaan istri Kanjeng Nabi dan nginap di rumah Kanjeng Nabi. Dia bercerita satu pengalaman uniknya saat jadi pembantu Kanjeng Nabi. Kanjeng Nabi Muhammad itu punya kendi yang berfungsi sebagai pispot yang ditaruh di bawah ranjang. Saat di malam hari yang dingin, lalu ingin buang air kecil, Kanjeng Nabi buang air kecil di situ. Satu saat, kendi pispot tersebut hilang entah ke mana. Maka Kanjeng Nabi menanyakan kemana hilangnya kendi pispot itu pada Ummu Ayman. Ummu Ayman pun bercerita, satu malam, Ummu Ayman tiba-tiba terbangun karena kehausan. Dia mencari wadah air ke sana kemari. Lalu dia nemu satu kendi air di bawah ranjang Kanjeng Nabi SAW yang berisi air. Entah air apa itu, diminumlah isi kendi itu. Pokoknya minum dulu. Ternyata yang diambil adalah kendi pispot Kanjeng Nabi. Dan yang diminum adalah air seni Kanjeng Nabi yang ada dal

Daun Pepaya Jepang, Aman Untuk Pakan Kambing di @kapurinjing