Langsung ke konten utama

Posisi Umat Islam Indonesia dalam Era Demokratisasi

KH SahaL Mahfudh
Oleh: KH. MA. Sahal Mahfudh

Berbicara tentang posisi umat Islam di Indonesia—apalagi bila dikaitkan dengan proses demokratisasi—tidaklah mudah. Hal itu tidak mungkin ditelaah hanya dari sudut pandang mikro-sinkronis. Sudut pandang ini akan sulit menemukan posisi yang tepat, yang selalu berkaitan erat secara simbiosis dengan kondisi dan situasi obyektif yang terjadi. Namun bila hal itu di telaah dari sudut pandang makro-historis tentu akan memerlukan pembahasan yang panjang. Tentu saja hal itu sulit diformulasikan dalam tulisan yang singkat ini. Tulisan ini hanya mencoba melihat berbagai fenomena yang timbul akibat perkembangan partisipasi umat Islam dalam politik, yang tentu juga akan beppengaruh terhadap umat Islam dalam aspek-aspek kehidupan lainmya.

Kita “umat Islam" meskipun dipahami dalam konotasi yang sama, namun seringkali nengalami penyempitan dan pemekaran cakupan dalam penerapannya sebagai subyek mau pun obyek politik. Perubahan ini berjalan mengikuti luas dan sempitnya wawasan gerakan-gerakan Islam yang ada. Pada abad-abad lalu, ketika masyarakat suku-suku bangsa Indonesia masih dijajah oleh pemerintah kolonial, umat Islam hanya meliputi sesama kaum muslimin yang tinggal di sebuah kawasan tertentu, meski masih ada perbedaan antara muslim santri dan muslim nonsantri.

Ketika Indonesia telah merdeka berubah liputannya menjadi kaum muslimin yang membentuk nasion Indonesia. Liputan ini menyempit lagi, ketika mulai muncul kepentingan-kepentingan politik yang berbeda dari banyak faksi. Umat Islam pada saat itu ditujukan hanya kepada mereka yang masuk -atau dimasukkan ke dalam- gerakan-gerakan formal Islam yang bersikap sektarian di kalangan kaum muslimin sendiri.

Perubahan-perubahan seperti itu penting maknanya, dalam spektrum strategi perjuangan lebih luas. Siapa yang dimasukkan ke dalam kategori "umat Islam"? Konsep keumatan yang berbeda-beda itu setidaknya mengacu pada munculnya dua alternatif, apakah perjuangan umat Islam itu sebagai bagian dari sebuah perjuangan umum kemanusiaan atau justru akan merombak visi kemanusiaan menjadi lebih luas dan global yaitu keislaman.

Perbedaan pilihan dari dua alternatif di atas tentu mempengaruhi tujuan dan strategi, yang berdampak pada munculnya perilaku sosial dari gerakan-gerakan Islam yang meletakkan diri dalam situasi dikotomis, antara definisi “kita” dan "mereka", dengan segala konsekuensi yang ditimbulkan. Dampak lain yang timbul adalah perbednan garapan, struktur kepemimpinan, proses pengambilan keputusan, juga tawaran bentuk-bentuk kemasyarakatan yang hendak dibangun.

Dalam hal ini, kasus pertentangan warga NU yang oleh keadaan seperti karena menjadi anggota KORPRI tidak mungkin menjadi pendukung PPP di satu pihak, dan kawan-kawan seorganisasi induk yang mendukung PPP di lain pihak, adalah contoh menarik untuk ditelaah. Ketika format perjuangan NU diubah oleh Muktamarnya yang ke-27 di Situbondo, yaitu ketika dinyatakan bahwa NU tidak lagi mempunyai kaitan organisatoris dengan organisasi politik manapun. Perubahan besar dalam hubungan kedua belah pihak lalu terjadi dengan dampak-dampak tersendiri.

***

Kekuatan umat Islam di tingkat elit politik sempat bergulat hebat ketika menentukan bentuk negara antara Islam dan non-Islam, yang akhirnya diselesaikan dengan rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila ini sebenarnya merupakan simbolisasi besarnya kekuatan ideologis Islam. Namun kekuatan itu tak mampu memegang dominasi percaturan tingkat atas, karena kurang memperoleh dukungan luas dari massa Islam di tingkat bawah. Secara hipotetis, bila dukungan dari bawah cukup besar, tentu umat Islam tidak begitu saja menerima bentuk kompromistik yang dicapai oleh kalangan elit kepemimpinan Islam waktu itu.

Kenyataan inilah yang barangkali masih belum tuntas dipahami oleh sebagian umat Islam Indonesia saat ini. Bahwa kesadaran berbangsa sebagai penggerak utama bagi cita-cita kehidupan masyarakat sebagai bangsa, adalah sesuatu yang harus diterima sebagai fakta obyektif yang tuntas. Meskipun secara bertahap tapi pasti, penerimaan atas kenyataan ini telah berlangsung makin mantap di kalangan umat Islam, utamanya setelah diberlakukannya UU kepartaian dan UU keormasan dengan Pancasila sebagai satu-satunya asas. Malahan NU dalam Muktamarnya yang ke-27 di Situbondo menegaskan, Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk final bagi kaum muslimin Indonesia.

Ketidakmampuan membaca perkembangan kesadaran politik kenegaraan kaum muslimin ini akan berakibat jauh, karena munculnya pandangan yang terlalu idealistik tentang hubungan Islam dan negara. Ajaran Islam -sebagai komponen yang membentuk dan mengisi kehidupan bermasyarakat warga negara Indonesiaseharusnya diperankan sebagai faktor komplementer.

Bagi komponen-komponen lain, bukannya sebagai faktor tandingan yang berfungsi disintegratif terhadap kehidupan bangsa secara keseluruhan. Islam dalam hal ini difungsikan sebagai kekuatan integratif yang mendorong tumbuhnya partisipasi penuh dalam upaya membentuk Indonesia yang kuat, demokratis dan penuh keadilan.

Meskipun tidak menutup kemungkinan adanya sebagian umat Islam idealis yang memandang Islam tidak hanya berfungsi komplementer terhadap ideologi kenegaraan lain, namun secara sepintas dapat dilihat bahwa massa Islam sudah berdamai dengan ideologi negara dan sekaligus masih mampu mempertahankan kehidupan mereka pada konteks "Islami" tersendiri secara aplikatif. Mereka nampaknya puas dengan sikap akomodatif yang dilakukan oleh NU dan Muhammadiyah sebagai perwakilan terpenting kaum muslimin Indonesia, untuk menerima fungsi komplementer Islam dalam kehidupan berbangsa. dan bemegara. Ini terbukti dengan dukungan mereka terhadap kegiatan-kegiatan organisasi tersebut mau pun dengan luasnya jangkauan keanggotaan keduanya.

Pada permulaan Orde Baru, Bung Hatta pernah mengambil inisiatif mendirikan Partai Demokrasi Islam Indonesia dengan tujuan mendidik umat Islam dalam berpolitik Gagasan ini tidak sampai direalisasikan. Malahan pada akhirnya beliau memandang tradisi politik Islam dari sudut yang positif, menawarkan jalan Islam yang lentur, jika ingin menjalankan peran penting menuju masyarakat yang adil dan makmur. Nampaknya Bung Hatta dengan pendirian terakhir ini lebih melihat ke belakang, sebagai sikap koreksi atas kelemahan politik umat Islam, sekaligus mengantisipasi perkembangan permasalahan politik di masa mendatang.

Kelemahan umat Islam dalam bidang politik bersumber pada perbedaan persepsi tentang hubungan Islam dan politik, diikuti dengan sikap politik yang berbeda pula. Ada sikap menolak terhadap garis yang dianggap menyimpang dari garis vertikal Islam. Ada pula yang tidak hanya menggunakan garis lurus ke atas, akan tetapi juga bersikap mendatar dan kompromi terhadap kekuasaan. Sikap ini lalu mempermudah perilaku akomodatif sepanjang tak mengganggu prinsip yang diyakini. Masih ada lagi sikap lain, misalnya menolak sama sekali kaitan Islam dengan politik, kecuali hanya bersifat kultural.

Dengan persepsi dan sikap yang berbeda tentang hubungan Islam dan politik itu, kiranya dapat dipahami, posisi umat Islam dalam politik dan dalam proses demokratisasi. Bila persepsi yang dominan adalah yang kedua dengan konsekuensi logisnya bersikap akomodatif kritis, maka posisi mereka di dalam pergumulan politis paling tidak adalah sebagai promotor yang dituntut kemampuannya menjadikan Islam sebagai kekuatan integratif yang diaplikasikan ke dalam sikap dan perilaku masyarakat Pancasilais. Tetapi untuk menarik umat Islam dari posisi pinggiran (marginal) diperlukan juga keluasan pandangan keislaman para elite politik Islam sendiri, sekaligus juga keluasan cakrawala umat di luar kekuatan politik Islam, dalam mengarahkan proses kehidupan bangsa.

***

Demokratisasi adalah proses yang mencakup seluruh aspek kehidupan bangsa. Suatu proses dapat berjalan -lancar atau tidak- akan tergantung pada sistem, mekanisme, power dan sasaran. Bila yang diproses adalah "demokrasi" agar menjadi sikap dan perilaku masyarakat, maka bagi umat Islam yang memiliki persepsi dominan tentang kaitan Islam dan politik, memerlukan konsensus yang didasarkan pada kesadaran pluralistik, yang sebenarnya telah dirumuskan dalam konsep “Bhineka Tunggal Ika".

Kesadaran pluralistik itu berimplikasi pada kesadaran toleransi dan saling menghargai antara berbagai kelompok yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam proses itu, karena pada dasarnya demokrasi tidak mungkin tanpa sikap toleran dan saling menghagai antar pihak-pihak yang bersangkutan. Ini berarti bahwa demokratisasi memerlukan keberanian untuk menjauhkan sektarianisme yang sering merancukan watak toleran dan saling menghargai. Pada gilirannya tidak ada dominasi kekuatan oleh yang besar untuk mengalahkan yang kecil. Kepentingan bersama dianggap lebih afdhol daripada kepentingan sekte tertentu, mengalahkan watak sektarianisme -atau dengan konotasi lain “golonganisme''—yang selalu lebih mengutamakan sektenya.

Terlepas dari apapun bentuk demokrasi yang dimiliki bangsa Indonesia, pengertian demokrasi merupakan norma yang diberlakukan dalam tatanan politik dengan ciri dasar: dari, oleh dan untuk rakyat bersama, mendorong adanya partisipasi rakyat secara penuh pada semua aspek kehidupan, tanpa paksaan dan ancaman. Meski pada tingkat elementer, demokrasi sering dikonotasikan sebagai kemerdekaan atau kebebasan menyampaikan aspirasi, kemauan dan konsepsi-konsepsi politik mau pun kemasyarakatan, meskipun pada batas-batas tertentu harus sesuai dengan konsensus yang dihasilkan.

Partisipasi penuh itu sendiri banyak ditentukan oleh sejauh mana umat menyadari sepenuhnya akan hak dan kewajibannya dalam berbangsa dan bernegara. Hal itu tidak cukup hanya dengan menyadari dan melaksanakan kewajiban secara sepihak. Dalam hal ini, pertanyaannya adalah, sudahkah umat Islam di negeri tercinta ini mengetahui, menyadari, menerima, melakukan dan mengembangkan hak dan kewajibannya, sehingga bersikap dan berperilaku partisipatif dalam semua aspek kehidupan atas dorongan watak demokrasi?

Floating mass memang berjalan dengan dampak positifnya, berupa gairah membangun di kalangan umat bawah dan dicapainya stabilitas. Namun diakui atau tidak, di pihak lain umat Islam di pedesaan menjadi asing dan terasingkan dari arti kegiatan politik yang sebenarnya. Di kalangan mereka terjadi proses depolitisasi yang bermuara pada adanya sikap keawaman di bidang politik, sikap masa bodoh terhadap demokratisasi dan sikap antagonistik pada kegiatan politik yang dianggap mengganggu kepentingannya.

Kalau toh mereka menggunakan hak pilihnya dan mengikuti kampanye dalam pemilu, hanyalah didorong oleh keengganan menghadapi tuduhan menghambat pembangunan, tidak Pancasilais, tidak berpartisipasi dan kadang karena sungkan dengan tetangga atau teman sejawat. Kalau mereka dengar atau memabaca kalimat demokrasi Pancasila, demokrasi ekonomi, demokrasi pendidikan dan seterusnya, mereka akan hanya berhenti di situ saja tanpa menampakkan apresiasi yang sungguh-sungguh untuk mengetahui, apalagi menanggapi lebih jauh.

Ini memang bukan indikasi bagi kegagalan pendidikan politik di kalangan umat Islam di bawah. Akan tetapi paling tidak menghambat proses mengetengahkan umat Islam dalam pergumulan politik dan menjauhkan kesadaran penuh mereka atas hak dan kewajibannya dalam berbangsa dan bernegara. Akan tetapi apa pun yang terjadi, komitmen umat Islam atas bangsa dan negaranya tidak akan berubah karena telah terpatri oleh patriotisme yang tinggi, yang telah tertanam secara inhern dalam dirinya seperti pendahulu-pendahulunya. Oleh karenanya, kita harus bersyukur kepada Allah atas karuniaNya berupa hasil pembangunan yang telah kita rasakan bersama, sehingga pada gilirannya akan menambah karunia yang lebih memenuhi harapan dan cita-cita. [FM]

*) Diambil dari KH MA Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial, 2004 (Yogyakarta: LKiS), dengan judul “Islam dan Demokratisasi”. Judul “Posisi Umat Islam Indonesia dalam Era Demokratisasi” merujuk pada makalah asli sebagaimana pernah disampaikan pada Forum Silaturrahim PPP Jawa Tengah di Semarang, 5 September 1992.

Artikel Terkait

Komentar

Artikel Populer

Prahara Aleppo

French Foreign Minister Bernard Kouchner takes off a Jewish skull-cap, or Kippa, at the end of a visit to the Yad Vashem Holocaust Memorial in Jerusalem, Tuesday, Sept. 11, 2007. Kouchner is on an official visit to Israel and the Palestinian Territories. (AP Photo/Kevin Frayer) Eskalasi konflik di Aleppo beberapa hari terakhir diwarnai propaganda anti-rezim Suriah yang sangat masif, baik oleh media Barat, maupun oleh media-media “jihad” di Indonesia. Dan inilah mengapa kita (orang Indonesia) harus peduli: karena para propagandis Wahabi/takfiri seperti biasa, mengangkat isu “Syiah membantai Sunni” (lalu menyamakan saudara-saudara Syiah dengan PKI, karena itu harus dihancurkan, lalu diakhiri dengan “silahkan kirim sumbangan dana ke no rekening berikut ini”). Perilaku para propagandis perang itu sangat membahayakan kita (mereka berupaya mengimpor konflik Timteng ke Indonesia), dan untuk itulah penting bagi kita untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Suriah. Tulisan i

Mengelola Blog Wordpress dan Blogspot Melalui Ponsel

Di jaman gatget yang serba canggih ini, sekarang dasboard wordpress.com dan blogspot.com semakin mudah dikelola melalui ponsel. Namun pada settingan tertentu memang harus dilakukan melalui komputer seperti untuk mengedit themes atau template. Dan bagi kita yang sudah terbiasa "mobile" atau berada di lapangan maka kita bisa menerbitkan artikel kita ke blog wordpress.com melalui email yang ada di ponsel kita, so kita nggak usah kawatir.

3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup - Himayah atau Pemimpin Ulama di Tanah Banten

Forum Muslim - Banten merupakan provinsi Seribu Kyai Sejuta Santri. Tak heran jika nama Banten terkenal diseluruh Nusantara bahkan dunia Internasional. Sebab Ulama yang sangat masyhur bernama Syekh Nawawi AlBantani adalah asli kelahiran di Serang - Banten. Provinsi yang dikenal dengan seni debusnya ini disebut sebut memiliki paku atau penjaga yang sangat liar biasa. Berikut akan kami kupas 3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup. 1. Abuya Syar'i Ciomas Banten Selain sebagai kyai terpandang, masyarakat ciomas juga meyakini Abuya Syar'i sebagai himayah atau penopang bumi banten. Ulama yang satu ini sangat jarang dikenali masyarakat Indonesia, bahkan orang banten sendiri masih banyak yang tak mengenalinya. Dikarnakan Beliau memang jarang sekali terlihat publik, kesehariannya hanya berdia di rumah dan menerima tamu yg datang sowan ke rumahnya untuk meminta doa dan barokah dari Beliau. Banyak santri - santrinya yang menyaksikan secara langsung karomah beliau. Beliau jug

Amalan Pada Malam Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha

Nabi Muhammad ﷺ bersabda: عن عبادة بن الصامت رضي الله عنه أن رسول ﷺ قال: “من أحيا ليلة الفطر وليلة الأضحى لم يمت قلبه يوم تموت القلوب” رواه الطبراني في الكبير والأوسط. Dari Ubadah Ibn Shomit r.a. Sungguh Rosulullah ﷺ bersabda: "Barangsiapa menghidupkan malam Idul Fitri dan malam Idul Adlha, hatinya tidak akan mati, di hari matinya hati." ( HR.Thobaroni ) عن أبي أمامه رضي الله عنه عن النبي ﷺ قال : “من قام ليلتي العيدين محتسباً لم يمت قلبه يوم تموت القلوب”. وفي رواية “من أحيا” رواه ابن ماجه Dari Abi Umamah r.a, dari Nabi ﷺ, bersabda: Barangsiapa beribadah di dua malam Hari Raya dengan hanya mengharap ALLAH, maka hatinya tidak akan mati pada hari matinya hati. ( HR. Ibnu Majah ) Bagaimana cara menghidupkan dua Hari Raya itu? Telah disebutkan oleh Syaikh Abdul Hamid Al Qudsi, dengan mengamalkan beberapa amalan: 1. Syaikh Al Hafni berkata: Ukuran minimal menghidupkan malam bisa dengan Sholat Isya’ berjama’ah dan meniatkan diri untuk jama’ah Sholat Shubuh pada besoknya. Atau mempe

KH.MUNFASIR, Padarincang, Serang, Banten

Akhlaq seorang kyai yang takut memakai uang yang belum jelas  Kyai Laduni yang pantang meminta kepada makhluk Pesantren Beliau yang tanpa nama terletak di kaki bukit padarincang. Dulunya beliau seorang dosen IAIN di kota cirebon. Saat mendapatkan hidayah beliau hijrah kembali ke padarincang, beliau menjual seluruh harta bendanya untuk dibelikan sebidang sawah & membangun sepetak gubuk ijuk, dan sisa selebihnya beliau sumbangkan. Beliau pernah bercerita disaat krisis moneter, dimana keadaan sangatlah paceklik. Sampai sampai pada saat itu, -katanya- untuk makan satu biji telor saja harus dibagi 7. Pernah tiba tiba datanglah seseorang meminta doa padanya. Saat itu Beliau merasa tidak pantas mendoakan orang tersebut. Tapi orang tersebut tetap memaksa beliau yang pada akhirnya beliaupun mendoakan Alfatihah kepada orang tersebut. Saat berkehendak untuk pamit pulang, orang tersebut memberikan sebuah amplop yang berisi segepok uang. Sebulan kemudian orang tersebut kembali datang untuk memi

ALASAN ALI MENUNDA QISHASH PEMBUNUH UTSMAN

Oleh :  Ahmad Syahrin Thoriq   1. Sebenarnya sebagian besar shahabat yang terlibat konflik dengan Ali khususnya, Zubeir dan Thalhah telah meraih kesepakatan dengannya dan mengetahui bahwa Ali akan menegakkan hukum qishash atas para pemberontak yang telah membunuh Utsman.  Namun akhirnya para shahabat tersebut berselisih pada sikap yang harus diambil selanjutnya. Sebagian besar dari mereka menginginkan agar segera diambil tindakan secepatnya. Sedangkan Ali memilih menunda hingga waktu yang dianggap tepat dan sesuai prosedur. 2. Sebab Ali menunda keputusan untuk menegakkan Qishash adalah karena beberapa pertimbangan, diantaranya : Pertama, para pelaku pembunuh Ustman adalah sekelompok orang dalam jumlah yang besar. Mereka kemudian berlindung di suku masing-masing atau mencari pengaruh agar selamat dari hukuman. Memanggil mereka untuk diadili sangat tidak mungkin. Jalan satu-satunya adalah dengan kekuatan. Dan Ali menilai memerangi mereka dalam kondisi negara sedang tidak stabil sudah pas

Kisah Siti Ummu Ayman RA Meminum Air Kencing Nabi Muhammad SAW

Di kitab Asy Syifa disebutkan bahwa Kanjeng Nabi Muhammad SAW punya pembantu rumah tangga perempuan bernama Siti Ummu Ayman RA. Dia biasanya membantu pekerjaan istri Kanjeng Nabi dan nginap di rumah Kanjeng Nabi. Dia bercerita satu pengalaman uniknya saat jadi pembantu Kanjeng Nabi. Kanjeng Nabi Muhammad itu punya kendi yang berfungsi sebagai pispot yang ditaruh di bawah ranjang. Saat di malam hari yang dingin, lalu ingin buang air kecil, Kanjeng Nabi buang air kecil di situ. Satu saat, kendi pispot tersebut hilang entah ke mana. Maka Kanjeng Nabi menanyakan kemana hilangnya kendi pispot itu pada Ummu Ayman. Ummu Ayman pun bercerita, satu malam, Ummu Ayman tiba-tiba terbangun karena kehausan. Dia mencari wadah air ke sana kemari. Lalu dia nemu satu kendi air di bawah ranjang Kanjeng Nabi SAW yang berisi air. Entah air apa itu, diminumlah isi kendi itu. Pokoknya minum dulu. Ternyata yang diambil adalah kendi pispot Kanjeng Nabi. Dan yang diminum adalah air seni Kanjeng Nabi yang ada dal

Sholawat-Sholawat Pembuka Hijab

Dalam Islam sangat banyak para ulama-ulama sholihin yang bermimpi Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam dan mendapatkan petunjuk atau isyarat untuk melakukan atau mengucapkan kalimat-kalimat tertentu (seperti dzikir, sholawat, doa dll ). Bahkan sebagian di antara mereka menerima redaksi sholawat langsung dari Rasulullah dengan ditalqin kata demi kata oleh Beliau saw. Maka jadilah sebuah susunan dzikir atau sholawat yg memiliki fadhilah/asror yg tak terhingga.  Dalam berbagai riwayat hadits dikatakan bahwa siapa pun yang bermimpi Nabi saw maka mimpi itu adalah sebuah kebenaran/kenyataan, dan sosok dalam mimpinya tersebut adalah benar-benar Nabi Muhammad saw. Karena setan tidak diizinkan oleh Alloh untuk menyerupai Nabi Muhammad saw. Beliau juga bersabda, "Barangsiapa yg melihatku dalam mimpi maka ia pasti melihatku dalam keadaan terjaga" ----------------------------- 1. SHOLAWAT JIBRIL ------------------------------ صَلَّى اللّٰهُ عَلٰى مُحَمَّدٍ SHOLLALLOOH 'ALAA MUHAMMA

Abuya Syar'i Ciomas Banten

''Abuya Syar'i Ciomas(banten)" Abuya Syar'i Adalah Seorang Ulama Yg Sangat Sepuh. Menurut beliau sekarang beliau telah berrusia lebih dari 140 tahun. Sungguh sangat sepuh untuk ukuran manusia pada umumnya. Abuya Sar'i adalah salah satu murid dari syekh. Nawawi al bantani yg masih hidup. Beliau satu angkatan dengan kyai Hasyim asy'ary pendiri Nahdatul ulama. Dan juga beliau adalah pemilik asli dari golok ciomas yg terkenal itu. Beliau adalah ulama yg sangat sederhana dan bersahaja. Tapi walaupun begitu tapi ada saja tamu yg berkunjung ke kediamannya di ciomas banten. Beliau juga di yakini salah satu paku banten zaman sekarang. Beliau adalah kyai yg mempunyai banyak karomah. Salah satunya adalah menginjak usia 140 tahun tapi beliau masih sehat dan kuat fisiknya. Itulah sepenggal kisah dari salah satu ulama banten yg sangat berpengaruh dan juga kharismatik. Semoga beliau senantiasa diberi umur panjang dan sehat selalu Aaamiiin... (FM/ FB )

Daun Pepaya Jepang, Aman Untuk Pakan Kambing di @kapurinjing