Makam Abul Hasan asy-Syadzili -File Google |
Forummuslim.org - Secara pribadi Abul Hasan asy-Syadzili
tidak meninggalkan karya tasawuf, begitu juga muridnya, Abul Abbas
al-Mursi, kecuali hanya sebagai ajaran lisan tasawuf, Doa, dan hizib.
Ibn Atha'illah as- Sukandari adalah orang yang pertama
menghimpun ajaran-ajaran, pesan-pesan, doa dan biografi keduanya,
sehingga kasanah tareqat Syadziliyah tetap terpelihara. Ibn Atha'illah
juga orang yang pertama kali menyusun karya paripurna tentang
aturan-aturan tareqat tersebut, pokok-pokoknya, prinsip-prinsipnya, bagi
angkatan-angkatan setelahnya.
Melalui sirkulasi karya-karya Ibn
Atha'illah, tareqat Syadziliyah mulai tersebar sampai ke Maghrib, sebuah
negara yang pernah menolak sang guru. Tetapi ia tetap merupakan tradisi
individualistik, hampir-hampir mati, meskipun tema ini tidak dipakai,
yang menitik beratkan pengembangan sisi dalam. Syadzili sendiri tidak
mengenal atau menganjurkan murid-muridnya untuk melakukan aturan atau
ritual yang khas dan tidak satupun yang berbentuk kesalehan populer yang
digalakkan. Namun, bagi murid-muridnya tetap mempertahankan ajarannya.
Para murid melaksanakan Tareqat Syadziliyah di zawiyah-zawiyah yang
tersebar tanpa mempunyai hubungan satu dengan yang lain.
Sebagai
ajaran Tareqat ini dipengaruhi oleh al-Ghazali dan al-Makki. Salah satu
perkataan as-Syadzili kepada murid-muridnya: "Seandainya kalian
mengajukan suatu permohonanan kepada Allah, maka sampaikanlah lewat Abu
Hamid al-Ghazali". Perkataan yang lainnya: "Kitab Ihya' Ulum ad-Din,
karya al-Ghozali, mewarisi anda ilmu. Sementara Qut al-Qulub, karya
al-Makki, mewarisi anda cahaya." Selain kedua kitab tersebut,
as-Muhasibi, Khatam al-Auliya, karya Hakim at-Tarmidzi, Al-Mawaqif wa
al-Mukhatabah karya An-Niffari, Asy-Syifa karya Qadhi 'Iyad, Ar-Risalah
karya al-Qusyairi, Al-Muharrar al-Wajiz karya Ibn Atah'illah.
- Ketaqwaan terhadap Allah swt lahir dan batin, yang diwujudkan dengan jalan bersikap wara' dan Istiqamah dalam menjalankan perintah Allah swt.
- Konsisten mengikuti Sunnah Rasul, baik dalam ucapan maupun perbuatan, yang direalisasikan dengan selalau bersikap waspada dan bertingkah laku yang luhur.
- Berpaling (hatinya) dari makhluk, baik dalam penerimaan maupun penolakan, dengan berlaku sadar dan berserah diri kepada Allah swt (Tawakkal).
- Ridho kepada Allah, baik dalam kecukupan maupun kekurangan, yang diwujudkan dengan menerima apa adanya (qana'ah/ tidak rakus) dan menyerah.
- Kembali kepada Allah, baik dalam keadaan senang maupun dalam keadaan susah, yang diwujudkan dengan jalan bersyukur dalam keadaan senang dan berlindung kepada-Nya dalam keadaan susah.
Kelima sendi tersebut juga tegak diatas lima sendi berikut:
- Semangat yang tinggi, yang mengangkat seorang hamba kepada derajat yang tinggi.
- Berhati-hati dengan yang haram, yang membuatnya dapat meraih penjagaan Allah atas kehormatannya.
- Berlaku benar/baik dalam berkhidmat sebagai hamba, yang memastikannya kepada pencapaian tujuan kebesaran-Nya/kemuliaan-Nya.
- Melaksanakan tugas dan kewajiban, yang menyampaikannya kepada kebahagiaan hidupnya.
- Menghargai (menjunjung tinggi) nikmat, yang membuatnya selalu meraih tambahan nikmat yang lebih besar.
Selain itu tidak peduli sesuatu yang bakal terjadi (merenungkan
segala kemungkinan dan akibat yang mungkin terjadi pada masa yang akan
datang) merupakan salah satu pandangan tareqat ini, yang kemudian
diperdalam dan diperkokoh oleh Ibn Atha'illah menjadi doktrin utamanya.
Karena menurutnya, jelas hal ini merupakan hak prerogratif Allah. Apa
yang harus dilakukan manusia adalah hendaknya ia menunaikan tugas dan
kewajibannya yang bisa dilakukan pada masa sekarang dan hendaknya
manusia tidak tersibukkan oleh masa depan yang akan menghalanginya untuk
berbuat positif.
Sementara itu tokohnya yang terkenal pada abad
ke delapan Hijriyah, Ibn Abbad ar-Rundi (w. 790 H), salah seorang
pensyarah kitab al-Hikam memberikan kesimpulan dari ajaran Syadziliyah:
Seluruh kegiatan dan tindakan kita haruslah berupa pikiran tentang
kemurahan hati Allah kepada kita dan berpendirian bahwa kekuasaan dan
kekuatan kita adalah nihil, dan mengikatkan diri kita kepada Allah
dengan suatu kebutuhan yang mendalam akan-Nya, dan memohon kepada-Nya
agar memberi syukur kepada kita."
Mengenai dzikir yang merupakan suatu hal yang mutlak dalam tareqat,
secara umum pada pola dzikir tareqat ini biasanya bermula dengan Fatihat
adz-dzikir. Para peserta duduk dalam lingkaran, atau kalau bukan, dalam
dua baris yang saling berhadapan, dan syekh di pusat lingkaran atau
diujung barisan. Khusus mengenai dzikir dengan al-asma al-husna dalam
tareqat ini, kebijakjsanaan dari seorang pembimbing khusus mutlak
diperlukan untuk mengajari dan menuntun murid. Sebab penerapan asma
Allah yang keliru dianggap akan memberi akibat yang berbahaya, secara
rohani dan mental, baik bagi sipemakai maupun terhadap orang-orang
disekelilingnya. Beberapa contoh penggunaan Asma Allah diberikan oleh
Ibn Atha'ilah berikut: "Asma al-Latif," Yang Halus harus digunakan oleh
seorang sufi dalam penyendirian bila seseorang berusaha mempertahankan
keadaan spiritualnya; Al-Wadud, Kekasih yang Dicintai membuat sang sufi
dicintai oleh semua makhluk, dan bila dilafalkan terus menerus dalam
kesendirian, maka keakraban dan cinta Ilahi akan semakin berkobar; dan
Asma al-Faiq, "Yang Mengalahkan" sebaiknya jangan dipakai oleh para
pemula, tetapi hanya oleh orang yang arif yang telah mencapai tingkatan
yang tinggi.
Tareqat Syadziliyah terutama menarik dikalangan
kelas menengah, pengusaha, pejabat, dan pengawai negeri. Mungkin karena
kekhasan yang tidak begitu membebani pengikutnya dengan ritual-ritual
yang memberatkan seperti yang terdapat dalam tareqat-tareqat yang
lainnya. Setiap anggota tareqat ini wajib mewujudkan semangat tareqat
didalam kehidupan dan lingkungannya sendiri, dan mereka tidak
diperbolehkan mengemis atau mendukung kemiskinan. Oleh karenanya, ciri
khas yang kemudian menonjol dari anggota tareqat ini adalah kerapian
mereka dalam berpakaian. Kekhasan lainnya yang menonjol dari tareqat ini
adalah "ketenagan" yang terpancar dari tulisan-tulisan para tokohnya,
misalnya: asy-Syadzili, Ibn Atha'illah, Abbad. A Schimmel menyebutkan
bahwa hal ini dapat dimengerti bila dilihat dari sumber yang diacu oleh
para anggota tareqat ini. Kitab ar-Ri'ayah karya al-Muhasibi. Kitab ini
berisi tentang telaah psikologis mendalam mengenai Islam di masa awal.
Acuan lainnya adalah Qut al-Qulub karya al-Makki dan Ihya Ulumuddin
karya al-Ghozali. Ciri "ketenangan" ini tentu sja tidak menarik bagi
kalangan muda dan kaum penyair yang membutuhkan cara-cara yang lebih
menggugah untuk berjalan di atas Jalan Yang Benar.
Disamping
Ar-Risalahnya Abul Qasim Al-Qusyairy serta Khatamul Auliya'nya, Hakim
at-Tirmidzi. Ciri khas lain yang dimiliki oleh para pengikut tareqat ini
adalah keyakinan mereka bahwa seorang Syadzilliyah pasti ditakdirkan
menjadi anggota tareqat ini sudah sejak di alam Azali dan mereka percaya
bahwa Wali Qutb akan senantiasa muncul menjadi pengikut tareqat ini.
Tidak
berbeda dengan tradisi di Timur Tengah, Martin menyebutkan bahwa
pengamalan tareqat ini di Indonesia dalam banyak kasus lebih bersifat
individual, dan pengikutnya relatif jarang, kalau memang pernah, bertemu
dengan yang lain. Dalam praktiknya, kebanyakan para anggotanya hanya
membaca secara individual rangaian-rangkaian doa yang panjang (hizb),
dan diyakini mempunyai kegunaan-kegunaan megis. Para pengamal tareqat
ini mempelajari berbagai hizib, paling tidak idealnya, melalui
pengajaran (talkin) yang diberikan oleh seorang guru yang berwewenang
dan dapat memelihara hubungan tertentu dengan guru tersebut, walaupun
sama sekali hampir tidak merasakan dirinya sebagai seorang anggota dari
sebuah tareqat.
Hizb al-Bahr, Hizb Nashor, disamping Hizib
al-Hafidzah, merupaka salah satu Hizib yang sangat terkenal dari
as-Syadzilli. Menurut laporan, hizib ini dikomunikasikan kepadanya oleh
Nabi SAW. Sendiri. Hizib ini dinilai mempunyai kekuatan adikodrati, yang
terutama dugunakan untuk melindungi selama dalam perjalanan. Ibnu
Batutah menggunakan doa-doa tersebut selama perjalanan-perjalanan
panjangnya, dan berhasil. Dan di Indonesia, dimana doa ini diamalkan
secara luas, secara umum dipercaya bahwa kegunaan megis doa ini hanya
dapat "dibeli" dengan berpuasa atau pengekangn diri yang liannya dibawah
bimbingan guru.
Hizib-hizib dalam Tareqat Syadzilliyah, di
Indonesia, juga dipergunakan oleh anggota tareqat lain untuk memohon
perlindungan tambahan (Istighotsah), dan berbagai kekuatan hikmah,
seperti debus di Pandegelang, yang dikaitkan dengan tareqat Rifa'iyah,
dan di Banten utara yang dihubungkan dengan tareqat Qadiriyah.
Para ahli mengatakan bahwa hizib, bukanlah doa yang sederhana, ia
secara kebaktian tidak begitu mendalam; ia lebih merupakan mantera
megis yang Nama-nama Allah Yang Agung (Ism Allah A'zhim) dan, apabila
dilantunkan secara benar, akan mengalirkan berkan dan menjamin respon
supra natural. Menyangkut pemakaian hizib, wirid, dana doa, para syekh
tareqat biasnya tidak keberatan bila doa-doa, hizib-hizib (Azhab), dan
wirid-wirid dalam tareqat dipelajari oleh setiap muslim untuk tujuan
personalnya. Akan tetapi mereka tidak menyetujui murid-murid mereka
mengamalkannya tanpa wewenang, sebab murid tersebut sedang mengikuti
suaru pelatihan dari sang guru
Tareqat ini mempunyai pengaruh
yang besar di dunia Islam. Sekarang tareqat ini terdapat di Afrika
Utara, Mesir, Kenya, dan Tanzania Tengah, Sri langka, Indonesia dan
beberapa tempat yang lainnya termasuk di Amerika Barat dan Amerika
Utara. Di Mesir yang merupakan awal mula penyebaran tareqat ini, tareqat
ini mempunyai beberapa cabang, yakitu: al-Qasimiyyah, al- madaniyyah,
al-Idrisiyyah, as-Salamiyyah, al-handusiyyah, al-Qauqajiyyah,
al-Faidiyyah, al-Jauhariyyah, al-Wafaiyyah, al-Azmiyyah, al-Hamidiyyah,
al-Faisiyyah dan al- Hasyimiyyah.
Yang menarik dari filosufi
Tasawuf Asy-Syadzily, justru kandungan makna hakiki dari Hizib-hizib
itu, memberikan tekanan simbolik akan ajaran utama dari Tasawuf atau
Tharekat Syadziliyah. Jadi tidak sekadar doa belaka, melainkan juga
mengandung doktrin sufistik yang sangat dahsyat.
Di antara Ucapan Abul Hasan asy-Syadzili:
- Pengelihatan akan yang Haqq telah mewujud atasku, dan takkan meninggalkan aku, dan lebih kuat dari apa yang dapat dipikul, sehingga aku memohon kepada Tuhan agar memasang sebuah tirai antara aku dan Dia. Kemudian sebuah suara memanggilku, katanya " Jika kau memohon kepada-Nya yang tahu bagaimana memohon kepada-Nya, maka Dia tidak akan memasang tirai antara kau dan Dia. Namun memohonlah kepada-Nya untuk membuatmu kuat memiliki-Nya."Maka akupun memohon kekuatan dari Dia pun membuatku kuat, segala puji bagi Tuhan!
- Aku pesan oleh guruku (Abdus Salam ibn Masyisy ra): "Jangan anda melangkahkan kaki kecuali untuk sesuatu yang dapat mendatangkn keridhoan Allah, dan jangan duduk dimajelis kecuali yang aman dari murka Allah. Jangan bersahabat kecuali dengan orang yang membantu berbuat taat kepada Allah. Jangan memilih sahabat karib kecuali orang yang menambah keyakinanmu terhadap Allah."
- Seorang wali tidak akan sampai kepada Allah selama ia masih ada syahwat atau usaha ihtiar sendiri.
- Janganlah yang menjadi tujuan doamu itu adalah keinginan tercapainya hajat kebutuhanmu. Dengan demikian engkau hanya terhijab dari Allah. Yang harus menjadi tujuan dari doamu adalah untuk bermunajat kepada Allah yang memeliharamu dari-Nya.
- Seorang arif adalah orang yang megetahui rahasia-rahasia karunia Allah di dalam berbagai macam bala' yang menimpanya sehari-hari, dan mengakui kesalahan-kesalahannya didalam lingkungan belas kasih Allah kepadanya.
- Sedikit amal dengan mengakui karunia Allah, lebih baik dari banyak amal dengan terus merasa kurang beramal.
- Andaikan Allah membuka nur (cahaya) seorang mu'min yang berbuat dosa, niscaya ini akan memenuhi antara langit dan bumi, maka bagaimanakah kiranya menjelaskan : "Andaikan Allah membuka hakikat kewalian seorang wali, niscaya ia akan disembah, sebab ia telah mengenangkan sifat-sifat Allah SWT. (Sufinews)
Komentar
Posting Komentar