Ilustrasi Orang serakah - File smeindonesia.org |
Disebutkan
dalam kitab Ta'lîmul-Muta'alim, bahwa salah satu penyebab tumpul dan
lemahnya pikiran adalah perut yang penuh dengan makanan dan minuman.
Ilmu kedokteran modern sepakat bahwa faktor makanan memiliki pengaruh
besar terhadap kuat dan lemahnya potensi di tubuh.
Kalau
diibaratkan sebuah mesin kendaraan, perut adalah tangki bahan
bakarnya, alat yang paling penting dalam mengelola dan mengatur
sirkulasi bahan bakar yang masuk ke dalam bagian-bagian mesin lainnya.
Sedikit kecerobohan yang terjadi, semisal bahan bakarnya tercampur air,
walau sedikit, ngadatlah mesinnya, bahkan bisa mengancam bagian-bagian
lain. Dan hancurlah mesin itu. Sudah menjadi keharusan bagi pemilik
kendaraan untuk menjaga agar bahan bakar yang dipasokkan adalah bahan
bakar yang tepat, murni dan tidak berlebihan.
KH
Bahauddin Mudhari, seorang metafisikawan Indonesia era 60-an
menjelaskan bahwa cara kerja perut tidak jauh beda dengan mesin yang
terdiri dari sel-sel, pipa-pipa dan kampas-kampas yang terus bergesek
sepanjang waktu. Makanan dan minuman itulah yang menjadi bahan bakar
yang disiramkan agar tetap berjalan, perut yang terisi sesuai porsinya
akan lebih mampu untuk bekerja maksimal, sel-sel dalam tubuh akan tetap
terjaga kelembabannya, bahkan menjadikannya terasa lebih panas (suhu
yang sehat) hingga memacu kerja urat syaraf agar bertambah giat dan
cepat. Sel-sel tubuh yang bergerak cepat dan semakin panas akan
menimbulkan pergeseran dan daya tarik-tolak "magnetishce kracht" atau
yang dinamakan "tenaga listrik". Gaya ini dapat kita pelajari dalam
bidang ilmu teknik. Panas yang timbul dari pergesekan-pergesekan ini
mampu menarik dan mengangkat benda-benda di sekitarnya. Contoh, sebilah
penggaris yang digosok-gosokkan hingga memanas, mampu mengangkat
selembar kertas kecil yang ada didekatnya. Ini terjadi karena daya
panas tersebut telah berubah menjadi daya listrik.
Dalam
lapar, bukan berarti setrum listrik yang bisa kita lihat dengan panca
indera, melainkan tenaga listrik halus yang diterima oleh otak berupa
sinar, inilah yang dinamakan sinar batin.
Sinar
batin seperti inilah cahaya yang mampu membuka akal pikiran sesorang,
menerangi kalbu dan mampu membuat seseorang menangkap sesuatu yang ada
di luar jangkauan akalnya, dan yang lebih meyakinkan mampu membuka
tirai yang menutupi suatu persoalan pelik, yang biasanya sudah
dipandang tidak ada solusi lagi.
Orang-orang
yang seperti inilah yang telah berhasil mewarnai masa terbaik umat
manusia, dulu di zaman Nabi Muhammad r. Bagi generasi ini tidak ada
persoalan rumit yang tak terpecahkan, tidak ada permasalahan buntu yang
tidak ada solusinya. Karena mereka memiliki kadar kualitas daya
berpikir yang luar biasa. Cara berpikir generasi ini sanggup menghadapi
setiap persoalan dan memecahkan setiap kebuntuan tanpa merasa letih
nalar otaknya. Dengan kondisi nalar akal yang bagus seperti ini, tak
heran kehausan mereka akan ilmu pengetahuan terpupuk dengan amat
suburnya. Berasal dari generasi inilah agama Islam mencapai masa
keemasan yang tak terbilang oleh sejarah.
Dengan
bantuan mereka, Rasulullah r membalik kondisi bangsa Arab yang "bukan
apa-apa" menjadi sebuah bangsa terhormat. Bangsa yang asalnya oleh
bangsa lain tidak pernah dianggap ada, menjadi bangsa yang sangat
diperhitungkan. Bangsa yang tenggelam dalam kebodohan penyembahan pada
kayu-kayu, dan batu-batuan, menjadi bangsa yang menjaga, dan
memperjuangkan tauhid, serta menyebarkannya pada bangsa lainnya.
Sebaliknya,
saat ini ketika kebiasaan dan tradisi umat Islam telah terbalik,
terbalik pula kejayaannya. Sedikit sekali ditemui umat Islam yang
membiasakan diri untuk tidak mengenyangkan perutnya. Yang banyak adalah
sebaliknya, mengejar materi untuk kepentingan perut mereka, dan makan
dengan hidangan selengkap-lengkapnya, jauh dari kebiasaan generasi
pertama yang makan sekedar menutup rasa lapar. Ketika umat Islam sudah
termakan oleh kepentingan perut, maka jelas moral perjuangan mereka
menjadi sangat runtuh.
Di
tengah keterpurukan umat Islam saat ini, sudah seharusnya umat Islam,
terutama generasi mudanya kembali meniru, menghidupkan dan membiasakan
kembali kebiasaan-kebiasaan generasi pertama, menyucikan jiwa, menatap
renung kebersihan hati, dan menelusuri jati diri. Karena nilai-nilai
kualitas diri seperti yang dimiliki generasi pertama yang istimewa
tersebut bukan tak mungkin terulang kembali di masa akan datang. Tinggal
bagaimana generasi sekarang dan yang akan datang kembali menerapkan
kebiasaan-kebiasaan dan tradisi yang pernah dilakukan dulu, di masa
generasi pertama, agar generasi sekarang bukan orang-orang yang berotak
tumpul dan lemah, tapi cerdas, tangkas dan memiliki kualitas daya
nalar yang tidak biasa, serta mampu menalar hal-hal yang tak terjangkau
oleh akal orang yang memiliki kebiasaan yang biasa-biasa saja. Sebab,
sebagaimana dinyatakan Syekh az-Zarnuji, pengarang kitab
Ta'limul-Muta'allim, generasi yang memiliki kebiasaan mengenyangkan
perut, maka otak dan pikirannya akan menjadi tumpul dan lemah. Coba
renungkan
Penulis: M. Mahrus Ali
Sumber : Buletin Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan – Jawa Timur.
Komentar
Posting Komentar