Langsung ke konten utama

Review “A Note From Tehran”

Tepat setahun yang lalu, saya berada di Tehran. Sebelumnya, sejak 1999-2007 saya pernah tinggal di Iran. Awalnya untuk kuliah S2 karena saya mendapat beasiswa di Tehran University, jurusan Hukum Islam. Baru kuliah satu semester, saya mendapati bahwa memang bidang tersebut sama sekali tidak saya minati. Seiring dengan itu, saya kerepotan mengurus bayi (kalau pakai istilah seorang pakar parenting, waktu itu saya mengalami sindrom gajatu ‘gagap jadi ortu’). Kuliah pun saya tinggalkan dan saya fokus mengurus anak. Ketika anak saya telah usia dua tahun, saya bekerja sebagai jurnalis di IRIB, dengan memanfaatkan kemampuan bahasa Indonesia, Inggris, dan Persia saya. Lumayan, bisa menabung Dollar. Seiring dengan semua itu pula, saya aktif menjadi blogger dan mencatat warna-warni kehidupan saya selama di Iran di blog saya. Catatan itu akhirnya menjadi buku dengan judul Pelangi di Persia (lalu terbit ulang dengan judul Journey to Iran).

Kembali lagi ke Tehran setelah lima tahun berlalu, tentu saja memberi banyak kesan baru. Apalagi, bila dulu status saya TKW (tenaga kerja wanita, meski agak mentereng karena kerjanya di kantor), kali ini saya datang sebagai intelektual muslimah yang diundang hadir dalam Konferensi “Perempuan dan Kebangkitan Islam”. Saya bersama 16 perempuan Indonesia lainnya (intelektual, jurnalis, aktivis) lolos seleksi setelah mengirimkan paper yang terkait dengan tema kebangkitan Islam. Kali ini, saya (kami) dilayani dengan fasilitas VIP dan menginap di hotel bintang lima, dikawal ketat ala tamu negara, dan diajak jalan-jalan ke berbagai kota dengan pesawat carteran.

Memang judulnya adalah Konferensi Islam, tetapi, dari sudut pandang HI, bagi saya ini adalah sebuah investasi besar di bidang diplomasi budaya, yang dilakukan Iran. Bayangkan saja, ada 1000 perempuan dari 85 negara yang diundang hadir, sebagian besar dari mereka bermahzab Sunni, selain bertemu langsung dengan intelektual perempuan Iran, menyaksikan langsung kiprah perempuan Iran, juga diajak jalan-jalan ke berbagai kota di Iran. Pengalaman empiris seperti itu tak pelak akan menimbulkan semacam ‘prejudice breaking’ (memecah prasangka) bagi mereka yang selama ini hanya ‘mendengar’ tentang Iran (dan yang didengar biasanya lebih banyak yang negatifnya).

Mungkin ada yang mengatakan, tentu saja yang ‘keliatan’ oleh peserta adalah yang bagus-bagusnya saja. Namun, sebagian dari kami para peserta Indonesia sebenarnya juga melihat yang buruk-buruknya, misalnya, koordinasi panitia yang keliatan kurang rapi, atau, acara konferensi yang terlalu Arab (yang diutamakan untuk bicara di mimbar orang-orang dari negara Arab melulu, untung akhirnya setelah memaksa, delegasi Indonesia bisa bicara di mimbar dan mendapat tepukan meriah karena presentasi yang sangat bagus, jauh beda dengan delegasi Arab yang kebanyakan isinya membosankan). Namun, cerita-cerita soal Quran yang beda, sholatnya menyembah Ali bukan Allah, perempuan yang ditindas, orang Sunni yang dibunuhi, dll, tidak kami temukan.

Perempuan Indonesia, di manapun, memang hobi belanja. Sebenarnya kami dilarang bepergian sendiri tanpa dikawal. Karena belanja itu penting buat ibu-ibu, akhirnya panitia membentuk beberapa kelompok shopping. Beberapa ibu Indonesia, termasuk saya, shopping dengan dikawal dua bodyguard ganteng yang tidak sabaran (pengennya belanja cepet-cepet dan segera pulang ke hotel).

Tentu saja, itu tidak cukup buat kami. Akhirnya, saya mengantar beberapa teman Indonesia ke pasar Tajrish (pasar terdekat dari hotel, dan dulu selama saya di Tehran saya malah belum pernah belanja ke sana) secara sembunyi-sembunyi, tanpa minta izin panitia. Kami naik bis umum. Ngelencer masuk ke gang-gang di pasar. Muter-muter sampai pegel. Dan inilah faktor penting yang membuat kami bisa bersentuhan langsung dengan masyarakat Tehran, yang ternyata memang biasa-biasa saja, sama seperti manusia di belahan dunia lain. Bukan masyarakat garis keras, puritan, bengis, dan supersesat seperti yang digambarkan media. Bahkan kami sempat bertemu ibu yang sangat ramah menyapa kami dalam bahasa Inggris, dan langsung bersedia menjadi guide dadakan saat kami tersesat di pasar itu. Dia juga membantu kami menawar barang.

Di sesi lain belanja (maklum, emang belanjanya berkali-kali kok:D), kami bertemu dengan sebuah toko kecil, nyempil di sebuah gang. Toko itu menjual Quran, kitab-kitab doa, dan parfum. Seorang ibu langsung terpikir membeli Quran kecil untuk oleh-oleh. Ya, apalagi yang lebih dahsyat daripada Quran cetakan Iran yang legendaris itu (dikatain ‘beda’ dari Quran kaum Sunni)? Si penjual, anak muda yang ganteng (kalau emak-emak kayak saya bilang ganteng, itu artinya memang bener-bener ganteng:D), dengan tak peduli membiarkan kami memilih-milih Quran. Sama sekali kami tidak ditanya, “Mau Quran Sunni apa Syiah?”. Saat saya tanya, ‘harganya berapa?’, dia jawab ‘4000 toman, tapi ini bukan harga ya, ini hadiah’. Ya, memang konvensi di sana, Quran itu ga boleh dijualbelikan, jadi transaksinya harus berjudul ‘memberi hadiah’.

Teman saya itu, seorang doktor, dosen, dan aktivis PERSIS (Sunni tulen dong ya) memborong sekitar 8 Quran. Eeeh.. besoknya,  ibu ini minta dianterin lagi belanja, alasannya oleh-olehnya masih kurang. Beliau ini sangat saya hormati, tapi tetep saya nggak mau mengantarnya belanja, karena menurut saya belanjaannya sudah terlalu banyak, pasti sudah over weight. Eh, beliau malah nekad ngelencer sendiri (bener-bener sendirian!) ke pasar lagi, naik bis. Padahal, tidak bisa bahasa Persia. Ketika pulang ke hotel, dengan penuh semangat beliau cerita, berhasil menemukan toko Quran yang kemarin dan membeli setumpuk Quran lagi (di samping tentu saja, seabrek suvenir lainnya). Karena beliau masih bingung menghitung uang Iran (yang memang membingungkan karena ada istilah Toman, ada Riyal), dia membuka begitu saja dompetnya dan menyuruh si penjual Quran mengambil sendiri uangnya. Setelah saya hitung, ternyata harga Quran itu malah lebih murah dari kemarin. Ternyata kali ini yang jualan bapaknya si ganteng. Wah.

Trus, jadi Qurannya beda apa enggak? Ya enggak lah. Bukankah Allah sudah berjanji menjaga kemurnian Al Quran? Masa sebuah negara bisa memalsukan Quran, dan bisa ‘melawan’ janji Allah? Secara logika emang ga masuk sih. Tapi sekarang ada pengalaman empiris yang membuktikan bahwa Quran Iran sama saja dengan Quran Arab Saudi.
Kejadian menarik lainnya, saat kami tur ke kota Qom. Saya dan beberapa orang bergabung dalam satu kelompok, sebagian orang Indonesia, sebagian India. Seorang profesor dari India sempat ‘hilang’ dan guide kami, Zahra, sangat panik. Saya agak kesal pada Zahra. Duh, profesor gitu loh, nggak perlu dikhawatirkan. Kalaupun nyasar dia bisa telpon ke panitia (semua peserta diberi kartu telepon dengan pulsa sangat banyak, saya aja sampai puas nelpon berkali-kali ke Indonesia, gratis). Akhirnya emang ibu satu itu bisa ketemu lagi.
Nah, ketika kami diajak berkunjung ke kompleks makam Sayyidah Ma’shumah (seorang ‘wali’ keturunan Nabi) yang dibangun megah dan berkubah emas, Zahra mengajak kami berziarah. Dia (tentu saja, Syiah) heran sekali saat tahu bahwa ada anggota rombongan Indonesia yang belum pernah ziarah (kebetulan di antara kami tidak ada yang dari NU). Saya menahan tawa geli melihat ekspresi teman-teman setelah didorong-dorong Zahra untuk mendekati makam. Ada yang nervous, ada yang bingung, ada juga yang dengan bijaksana berkomentar, “Yah… insya Allah kalau ada ribuan orang berdoa di tempat yang sama, energi positifnya pasti besar..” (makam itu memang penuh sesak oleh pengunjung). Sementara saya sendiri, meski berasal dari keluarga yang ‘Muhammadiyah banget’ (bahkan menziarahi makam kakek-nenek saya pun gak pernah, karena tidak ada tradisi itu), saya menikah dengan seseorang yang berasal dari keluarga yang “NU banget”. Jadi, tiap lebaran, pasti kami berziarah ke makam leluhur dan kalau baca doa di pengajian keluarga, semua nama leluhur disebut-sebut.

Tapi pengalaman ini tidak ‘dimasukkan ke hati’. Saya lihat, tetap saja, yang lebih kuat adalah ‘diplomasi budaya’, melihat secara empiris budaya orang lain. Dan memakluminya. Titik. Buktinya, segera setelah itu, kami semua kembali ke selera asal: narsis berfoto-foto di kompleks makam sambil ketawa-ketiwi. Bahkan Zahra pun minta difotoin. Saat itu tiba-tiba angin bertiup kencang dan chadur (kain lebar yang menutupi tubuh, bukan cadar) Zahra tersingkap. Terlihat dia mengenakan setelan tunik dan celana panjang dengan model modern. Spontan kami memuji…aih cantiknyaaa…. Kalau kami aja yang perempuan spontan memuji kecantikan Zahra saat itu, bisa dibayangkan cantiknya kayak apa
Ada banyak lagi kesan-kesan, yang pastinya berbeda-beda bagi tiap peserta konferensi. Apalagi, latar belakang kami sangat beragam, ada yang dosen filologi, dosen sejarah, dosen HI, jurnalis, dokter, dll. Kami pun lalu berinisiatif menuliskan kesan-kesan itu, tidak melulu tentang Iran, tapi lebih pada refleksi yang kami dapatkan dari kunjungan itu, dikaitkan dengan kebangkitan Islam dan peran perempuan Indonesia. Dan lahirlah buku ini, A Note from Tehran. Ada banyak yang bisa dipelajari dari sini. Seperti ditulis salah seorang penulis di buku ini, 

“Memang banyak hal yang bisa dipelajari dari Iran, namun bukan berarti harus meniru apa pun yang ada di sana. Kita menyadari, ada perbedaan antara kita dan mereka, terutama mungkin masalah mazhab. Namun, kupikir, dalam hal ini, paham atau aliran tak perlu kita permasalahkan. Biarlah mereka dengan pemahaman mereka, dan kita dengan pemahaman kita. Tapi, sebagaimana Rasulullah saw menyuruh kita untuk belajar dari banyak bangsa, tentu tak salah bila kita mempelajari (dan berusaha mengadopsi) semangat kebangkitan dan kemandirian mereka, meniru sifat ramah mereka, dan mencontoh penegakan nilai-nilai Islam dalam kehidupan bernegara.  Bukankah ini kunci kebangkitan Islam: berpegang teguh kepada nilai-nilai Islam?”

Endorsment untuk buku ini:
Berangkat dari berbagai refleksi para penulis selama berkunjung ke Iran, tulisan di buku ini ini memberikan wawasan tentang pentingnya peran perempuan dalam kebangkitan umat. Buku ini layak dibaca oleh siapapun yang mencari referensi terkait peran perempuan Islam di ruang public. Lewat buku ini pula, kita dapat mengambil berbagai inspirasi dari para pahlwan perempuan Indonesia, antara lain Rahmah el Yunusiah, Kartini, dan Rohana Kudus, serta kepedulian para perempuan terhadap tatanan politik global. Selamat membaca!
–Anies Baswedan, Ph.D, Rektor Universita Paramadina

Buku ini memberi inspirasi bagi kaum perempuan bahwa mereka dapat berkontribusi bagi kemajuan bangsa. Membaca buku ini, kita tersadarkan bahwa hidup yang seimbang antara kepentingan pribadi, kewajiban sebagai perempuan, dan berbagi dengan sesama bukanlah hal yang tidak mungkin; bahkan justru melimpahkan banyak berkah. Apapun profesinya, perempuan bisa membuat perubahan ke arah kebaikan, asal disertai dengan niat kuat dalam menjalankan amanah dan konsisten memberikan yang terbaik pada jalur yang ditempuhnya.
–Adiska Fardani, COO NoLimit Indonesia, Peraih Kartini Next Generation Award 2013
(NB: cerita yang saya tulis di note ini tidak dimuat di buku)
Buku bisa pesan online ke arif.maulawi@gmail.com. Harga 36rb.

Artikel Terkait

Komentar

Artikel Populer

Prahara Aleppo

French Foreign Minister Bernard Kouchner takes off a Jewish skull-cap, or Kippa, at the end of a visit to the Yad Vashem Holocaust Memorial in Jerusalem, Tuesday, Sept. 11, 2007. Kouchner is on an official visit to Israel and the Palestinian Territories. (AP Photo/Kevin Frayer) Eskalasi konflik di Aleppo beberapa hari terakhir diwarnai propaganda anti-rezim Suriah yang sangat masif, baik oleh media Barat, maupun oleh media-media “jihad” di Indonesia. Dan inilah mengapa kita (orang Indonesia) harus peduli: karena para propagandis Wahabi/takfiri seperti biasa, mengangkat isu “Syiah membantai Sunni” (lalu menyamakan saudara-saudara Syiah dengan PKI, karena itu harus dihancurkan, lalu diakhiri dengan “silahkan kirim sumbangan dana ke no rekening berikut ini”). Perilaku para propagandis perang itu sangat membahayakan kita (mereka berupaya mengimpor konflik Timteng ke Indonesia), dan untuk itulah penting bagi kita untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Suriah. Tulisan i

3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup - Himayah atau Pemimpin Ulama di Tanah Banten

Forum Muslim - Banten merupakan provinsi Seribu Kyai Sejuta Santri. Tak heran jika nama Banten terkenal diseluruh Nusantara bahkan dunia Internasional. Sebab Ulama yang sangat masyhur bernama Syekh Nawawi AlBantani adalah asli kelahiran di Serang - Banten. Provinsi yang dikenal dengan seni debusnya ini disebut sebut memiliki paku atau penjaga yang sangat liar biasa. Berikut akan kami kupas 3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup. 1. Abuya Syar'i Ciomas Banten Selain sebagai kyai terpandang, masyarakat ciomas juga meyakini Abuya Syar'i sebagai himayah atau penopang bumi banten. Ulama yang satu ini sangat jarang dikenali masyarakat Indonesia, bahkan orang banten sendiri masih banyak yang tak mengenalinya. Dikarnakan Beliau memang jarang sekali terlihat publik, kesehariannya hanya berdia di rumah dan menerima tamu yg datang sowan ke rumahnya untuk meminta doa dan barokah dari Beliau. Banyak santri - santrinya yang menyaksikan secara langsung karomah beliau. Beliau jug

Mengelola Blog Wordpress dan Blogspot Melalui Ponsel

Di jaman gatget yang serba canggih ini, sekarang dasboard wordpress.com dan blogspot.com semakin mudah dikelola melalui ponsel. Namun pada settingan tertentu memang harus dilakukan melalui komputer seperti untuk mengedit themes atau template. Dan bagi kita yang sudah terbiasa "mobile" atau berada di lapangan maka kita bisa menerbitkan artikel kita ke blog wordpress.com melalui email yang ada di ponsel kita, so kita nggak usah kawatir.

Amalan Pada Malam Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha

Nabi Muhammad ﷺ bersabda: عن عبادة بن الصامت رضي الله عنه أن رسول ﷺ قال: “من أحيا ليلة الفطر وليلة الأضحى لم يمت قلبه يوم تموت القلوب” رواه الطبراني في الكبير والأوسط. Dari Ubadah Ibn Shomit r.a. Sungguh Rosulullah ﷺ bersabda: "Barangsiapa menghidupkan malam Idul Fitri dan malam Idul Adlha, hatinya tidak akan mati, di hari matinya hati." ( HR.Thobaroni ) عن أبي أمامه رضي الله عنه عن النبي ﷺ قال : “من قام ليلتي العيدين محتسباً لم يمت قلبه يوم تموت القلوب”. وفي رواية “من أحيا” رواه ابن ماجه Dari Abi Umamah r.a, dari Nabi ﷺ, bersabda: Barangsiapa beribadah di dua malam Hari Raya dengan hanya mengharap ALLAH, maka hatinya tidak akan mati pada hari matinya hati. ( HR. Ibnu Majah ) Bagaimana cara menghidupkan dua Hari Raya itu? Telah disebutkan oleh Syaikh Abdul Hamid Al Qudsi, dengan mengamalkan beberapa amalan: 1. Syaikh Al Hafni berkata: Ukuran minimal menghidupkan malam bisa dengan Sholat Isya’ berjama’ah dan meniatkan diri untuk jama’ah Sholat Shubuh pada besoknya. Atau mempe

KH.MUNFASIR, Padarincang, Serang, Banten

Akhlaq seorang kyai yang takut memakai uang yang belum jelas  Kyai Laduni yang pantang meminta kepada makhluk Pesantren Beliau yang tanpa nama terletak di kaki bukit padarincang. Dulunya beliau seorang dosen IAIN di kota cirebon. Saat mendapatkan hidayah beliau hijrah kembali ke padarincang, beliau menjual seluruh harta bendanya untuk dibelikan sebidang sawah & membangun sepetak gubuk ijuk, dan sisa selebihnya beliau sumbangkan. Beliau pernah bercerita disaat krisis moneter, dimana keadaan sangatlah paceklik. Sampai sampai pada saat itu, -katanya- untuk makan satu biji telor saja harus dibagi 7. Pernah tiba tiba datanglah seseorang meminta doa padanya. Saat itu Beliau merasa tidak pantas mendoakan orang tersebut. Tapi orang tersebut tetap memaksa beliau yang pada akhirnya beliaupun mendoakan Alfatihah kepada orang tersebut. Saat berkehendak untuk pamit pulang, orang tersebut memberikan sebuah amplop yang berisi segepok uang. Sebulan kemudian orang tersebut kembali datang untuk memi

ALASAN ALI MENUNDA QISHASH PEMBUNUH UTSMAN

Oleh :  Ahmad Syahrin Thoriq   1. Sebenarnya sebagian besar shahabat yang terlibat konflik dengan Ali khususnya, Zubeir dan Thalhah telah meraih kesepakatan dengannya dan mengetahui bahwa Ali akan menegakkan hukum qishash atas para pemberontak yang telah membunuh Utsman.  Namun akhirnya para shahabat tersebut berselisih pada sikap yang harus diambil selanjutnya. Sebagian besar dari mereka menginginkan agar segera diambil tindakan secepatnya. Sedangkan Ali memilih menunda hingga waktu yang dianggap tepat dan sesuai prosedur. 2. Sebab Ali menunda keputusan untuk menegakkan Qishash adalah karena beberapa pertimbangan, diantaranya : Pertama, para pelaku pembunuh Ustman adalah sekelompok orang dalam jumlah yang besar. Mereka kemudian berlindung di suku masing-masing atau mencari pengaruh agar selamat dari hukuman. Memanggil mereka untuk diadili sangat tidak mungkin. Jalan satu-satunya adalah dengan kekuatan. Dan Ali menilai memerangi mereka dalam kondisi negara sedang tidak stabil sudah pas

Kisah Siti Ummu Ayman RA Meminum Air Kencing Nabi Muhammad SAW

Di kitab Asy Syifa disebutkan bahwa Kanjeng Nabi Muhammad SAW punya pembantu rumah tangga perempuan bernama Siti Ummu Ayman RA. Dia biasanya membantu pekerjaan istri Kanjeng Nabi dan nginap di rumah Kanjeng Nabi. Dia bercerita satu pengalaman uniknya saat jadi pembantu Kanjeng Nabi. Kanjeng Nabi Muhammad itu punya kendi yang berfungsi sebagai pispot yang ditaruh di bawah ranjang. Saat di malam hari yang dingin, lalu ingin buang air kecil, Kanjeng Nabi buang air kecil di situ. Satu saat, kendi pispot tersebut hilang entah ke mana. Maka Kanjeng Nabi menanyakan kemana hilangnya kendi pispot itu pada Ummu Ayman. Ummu Ayman pun bercerita, satu malam, Ummu Ayman tiba-tiba terbangun karena kehausan. Dia mencari wadah air ke sana kemari. Lalu dia nemu satu kendi air di bawah ranjang Kanjeng Nabi SAW yang berisi air. Entah air apa itu, diminumlah isi kendi itu. Pokoknya minum dulu. Ternyata yang diambil adalah kendi pispot Kanjeng Nabi. Dan yang diminum adalah air seni Kanjeng Nabi yang ada dal

Sholawat-Sholawat Pembuka Hijab

Dalam Islam sangat banyak para ulama-ulama sholihin yang bermimpi Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam dan mendapatkan petunjuk atau isyarat untuk melakukan atau mengucapkan kalimat-kalimat tertentu (seperti dzikir, sholawat, doa dll ). Bahkan sebagian di antara mereka menerima redaksi sholawat langsung dari Rasulullah dengan ditalqin kata demi kata oleh Beliau saw. Maka jadilah sebuah susunan dzikir atau sholawat yg memiliki fadhilah/asror yg tak terhingga.  Dalam berbagai riwayat hadits dikatakan bahwa siapa pun yang bermimpi Nabi saw maka mimpi itu adalah sebuah kebenaran/kenyataan, dan sosok dalam mimpinya tersebut adalah benar-benar Nabi Muhammad saw. Karena setan tidak diizinkan oleh Alloh untuk menyerupai Nabi Muhammad saw. Beliau juga bersabda, "Barangsiapa yg melihatku dalam mimpi maka ia pasti melihatku dalam keadaan terjaga" ----------------------------- 1. SHOLAWAT JIBRIL ------------------------------ صَلَّى اللّٰهُ عَلٰى مُحَمَّدٍ SHOLLALLOOH 'ALAA MUHAMMA

Abuya Syar'i Ciomas Banten

''Abuya Syar'i Ciomas(banten)" Abuya Syar'i Adalah Seorang Ulama Yg Sangat Sepuh. Menurut beliau sekarang beliau telah berrusia lebih dari 140 tahun. Sungguh sangat sepuh untuk ukuran manusia pada umumnya. Abuya Sar'i adalah salah satu murid dari syekh. Nawawi al bantani yg masih hidup. Beliau satu angkatan dengan kyai Hasyim asy'ary pendiri Nahdatul ulama. Dan juga beliau adalah pemilik asli dari golok ciomas yg terkenal itu. Beliau adalah ulama yg sangat sederhana dan bersahaja. Tapi walaupun begitu tapi ada saja tamu yg berkunjung ke kediamannya di ciomas banten. Beliau juga di yakini salah satu paku banten zaman sekarang. Beliau adalah kyai yg mempunyai banyak karomah. Salah satunya adalah menginjak usia 140 tahun tapi beliau masih sehat dan kuat fisiknya. Itulah sepenggal kisah dari salah satu ulama banten yg sangat berpengaruh dan juga kharismatik. Semoga beliau senantiasa diberi umur panjang dan sehat selalu Aaamiiin... (FM/ FB )

Daun Pepaya Jepang, Aman Untuk Pakan Kambing di @kapurinjing