Oleh : Dina Y. Sulaeman
AS dikuasai oleh kaum Yahudi, fakta ini sudah banyak diketahui dan diterima orang. Meski jumlah Yahudi hanya 5% dari total penduduk AS (sekitar 5 juta orang) tetapi mereka menguasai mayoritas bisnis dan finansial di AS. Bahkan The Fed yang berkuasa mencetak mata uang dollar (dan pemerintah AS harus membeli dollar kepada the Fed) sebenarnya adalah konsorsium bank-bank milik Yahudi.
Namun, bagaimana sejarahnya sampai Yahudi bisa berkuasa di AS, dan akhirnya menancapkan kekuasaan bisnis di seantero dunia?
Buku 'The International Jew' yang ditulis mendiang Henry Ford menceritakan sejarahnya. Berikut ini beberapa kutipan dari buku tersebut.
Pada tanggal 3 Agustus 1492, Colombus memulai pelayarannya menemukan benua Hindia. Di kapal itu, dia disertai oleh sekelompok Yahudi, Luis de Torres (penerjemah), Marco, Bernal (dokter), Alonzo de Caile, dan Gabriel Sanchez. Bahkan misi pelayaran Columbus itu pun berkat bisikan-bisikan beberapa tokoh Yahudi yang sangat berpengaruh dalam istana Ratu Isabella. Mereka mengatakan kepada Ratu Isabella bahwa persediaan harta kerajaan sudah menipis dan ada banyak emas di benua Hindia. Akhirnya Ratu Isabella mau mendanai sebagian ongkos pelayaran itu, sebagian lainnya ditanggung oleh Luis de Santagel, pedagang besar Yahudi di Spanyol.
Columbus dan timnya akhirnya tidak menemukan Hindia, melainkan benua Amerika. Orang-orang Yahudi bisa mencium kekayaan tanah Amerika. Sejak itu dimulailah gelombang imigrasi dari Eropa ke Amerika. Awalnya, mereka banyak yang bermukim di Brazil, namun kemudian pindah ke New York. Di New York, orang-orang Yahudi menanam saham di berbagai perusahaan, memonopoli jaringan perdagangan luar negeri, serta merintis usaha di berbagai bidang, sehingga kelak merekalah yang mengontrol bisnis-bisnis tersebut.
Pada zaman George Washington (1789-1797), terdapat 4000 Yahudi di AS. Sebagian besar adalah pedagang-pedagang yang sukses. Mereka memberi bantuan kepada pemerintah AS di zaman-zaman krisis, sehingga kekuasaan politik mereka menjadi sangat kuat. Selama 50 tahun kemudian, jumlah Yahudi meningkat jadi 3,3 juta orang. Mereka menguasai industri-industri paling vital di AS: minyak, baja, film, gula, tembakau, pengemasan daging, sepatu, minuman keras, perhiasan, pertanian (padi, kapas), media massa, lembaga peminjaman uang, dll.
Bila hari ini kita meneriakkan anti Zionis-Israel, seharusnya jangan didasarkan kepada kebencian pada ras Yahudi (rasisme), atau karena iri pada kekayaan orang-orang Yahudi. Tetapi, karena kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi di bawah panji Zionisme Internasional di Palestina dan di seluruh dunia. Mereka bercita-cita ingin menguasai dunia dan meraup kekayaan lebih banyak lagi, dengan cara-cara yang licik. Mereka melakukan ekspansi bisnis ke berbagai negara di dunia dengan menghalalkan segala cara (di antaranya, dengan membuka pabrik-pabrik di negara-negara miskin, buruh-buruh dibayar sangat murah dengan jam kerja yang tidak manusiawi; memaksakan kontrak tidak adil untuk menguras sumber daya alam di berbagai penjuru dunia; kalau perlu, mereka gulingkan atau bunuh pemimpin negara yang menolak dominasi perusahaan Zionis). Keuntungan yang mereka raup, selain untuk memperkaya diri, juga dikirim ke Israel. Itulah sebabnya rezim rapuh itu bisa tetap tegak berdiri hingga hari ini. Dengan kekayaan yang mereka miliki, mereka menanamkan pengaruh ke kalangan elit negara-negara dunia agar tidak bersuara membela Palestina.
Ford menulis hal yang menarik:
"..rasanya mustahil koalisi non-Yahudi bisa merebut kontrol yang dipegang Yahudi. Alasannya, karena kurangnya solidaritas di antara mereka sendiri, kurangnya konspirasi untuk mencapai tujuan tertentu, kurangnya keeratan antar-ras. Itu semua merupakan ciri yang membedakan mereka dengan orang-orang Yahudi. Tidak ada persatuan di antara orang non-Yahudi. Di lain pihak, bagi orang Yahudi, setiap orang Yahudi bagaikan saudaranya sendiri."
Sungguh, inilah yang terjadi pada kita hari ini. Bagaimana mungkin sebuah rezim sekecil Israel, yang wilayahnya dikepung oleh negara-negara muslim, bisa menjajah Palestina selama lebih 60 tahun? Selama ini, Israel bisa melakukan pembantaian massal di Palestina tanpa ada yang bisa menghukumnya. Semua ini bukti betapa kuatnya persatuan sesama Yahudi Zionis dalam mendukung Israel. Sebaliknya, bangsa-banga muslim enggan bersatu untuk membela Palestina.
Hari kemarin, bukti nyata ketidakbersatuan itu kembali muncul di Indonesia. Ketika ribuan orang Indonesia kemarin (26/8) turun ke jalan untuk berdemo Yaumul Quds, sebuah media yang berembel-embel muslim malah menurunkan berita sinis: menyebut-nyebut mazhab dan memertanyakan 'Tapi, apa pentingnya untuk rakyat Palestina-terutama di Gaza, hari itu, sedangkan tak pernah ada satu pun usaha nyata yang dilakukan oleh Iran misalnya dalam melawan Israel?'
Sungguh memalukan sekali. Bila penulis media tersebut sedikit saja memahami struktur hubungan internasional, dia tidak akan memberikan pertanyaan yang sangat awam (untuk tidak menyebutnya 'bodoh') itu.
Apa yang diharapkan oleh media itu? Iran melakukan langkah bodoh dengan melemparkan rudal ke Israel, sehingga NATO dan Dewan Keamanan PBB jadi punya alasan untuk memborbardir Teheran? Bila kaum muslimin ingin menang perang, dibutuhkan taktik dan persiapan panjang, tidak asal lempar rudal, tidak asal rekrut relawan.
Bagian awal artikel ini, yang menceritakan betapa luas dan kokohnya jaringan Yahudi Internasional, memberikan pelajaran kepada kita bahwa untuk melawan Israel, persatuan muslim adalah kunci utamanya. Yaumul Quds adalah upaya untuk membangunkan kesadaran kaum muslimin sedunia yang kebanyakan masih tertidur. Yaumul Quds adalah upaya untuk menggalang persatuan muslim agar mau bangkit melawan kezaliman. Tentu saja, persatuan itu tidak akan pernah terwujud bila media-media (yang mengaku) muslim terus menghina sesama muslim.
Komentar
Posting Komentar