1. Akhlak adalah software jiwa, ketika seseorang memiliki jiwa yang baik seperti sabar, ikhlas, tawadhu', qona'ah, menghargai orang lain dan karakter2 jiwa yang baik lainnya maka orang itu memiliki akhlak yang baik, begitu sebaliknya ketika jiwa seseorang itu buruk dengan karakter2 moral yang buruk maka orang tersebut memiliki akhlak yang buruk, jadi akhlak adalah moral.. 2. Adab adalah refleksi dari akhlak, artinya adab adalah pengejawantahan dari moral, misalnya ketika seseorang memiliki akhlak yang baik lalu dia mempraktekannya sehingga terjadi kegiatan yang baik, maka kegiatan yang baik ini namanya adab. Misalnya seorang murid yang bertemu gurunya, lalu murid tersebut mencium tangan guru itu, maka tindakan mencium tangan guru ini namanya adab, sedangkan keinginan untuk mencium tangan guru yang timbul dari hati karena ihtirom guru ini namanya akhlak, Sedangkan etika itu bahasa indonesia dari adab.. Adab ini sifatnya berkembang, terbentuk dari faktor agama dan adat masyaraka
Ali bin ABi Thalib gugur sebagai syahid pada waktu subuh tanggal 7
Ramadhan akibat tebasan pedang salah seorang anggota sekte Khawarij
yang bernama Abdurrahman bin Muljam Al Murodi. Uniknya sang pembunuh
ini melakukan aksinya sambil berkata,
"Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu."
Tidak berhenti sampai di situ, saat melakukan aksi bejadnya ini Ibnu
Muljam juga tidak berhenti mulutnya mengulang-ulang ayat 207 surat Al
Baqarah yang artinya,
"Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena
mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada
hamba-hamba-Nya."
Ironis memang, Ibnu Muljam merasa surat Al-Baqarah 207, dijadikan
pegangan dirinya untuk membunuh Imam Ali as.
Padahal ayat diatas ditujukan kepada Imam Ali as, yang merupakan
asbabun nuzul dari peristiwa tidurnya Imam Ali as di atas tempat tidur
Nabi, menggantikan Nabi SAW ketika berhijrah ke Madinah.
Tatkala khalifah Ali bin ABi Thalib akhirnya gugur, Ibnu Muljam pun
dieksekusi mati dengan cara diqishas. Proses qishasnya pun bisa
membuat kita tercengang karena saat tubuhnya telah diikat untuk
dipenggal kepalanya, ia masih sempat berpesan kepada algojo yang
mendapat tugas melakukan eksekusi,
"Jangan penggal kepalaku sekaligus. Tapi potonglah anggota tubuhku
sedikit demi sedikit hingga aku bisa menyaksikan anggota tubuhku
disiksa di jalan Allah."
Demikianlah keyakinan Ibnu Muljam yang berpendapat bahwa membunuh Ali
bin Abi Thalib yang nota bene salah satu sahabat yang dijamin masuk
surga, menantu (suami Sayyidah Fathimah) dan saudara sepupu Rasulullah
dan ayah dari Hasan dan Husein, dua pemimpin pemuda ahli surga,
sebagai tindakan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Aksi yang dilakukan oleh Ibnu Muljam ini adalah realitas pahit yang
kita lihat pada kehidupan ummat Islam sekarang dimana diantara para
pemuda kita terdapat kelompok yang giat melakukan provokasi untuk
membunuh kaum muslimin yang tidak berdosa. Kelompok ini menggunakan
intimidasi dan aksi kekerasan sebagai strategi perjuangan mereka.
Merekalah yang pada raut wajahnya memancarkan hidayah dan mereka juga
senantiasa membaca Al Qur'an di waktu siang dan malam. Namun
sesungguhnya mereka adalah kelompok yang merugi sebab karakteristik
mereka tepat sebagaimana sinyalemen yang disampaikan Rasulullah dalam
sebuah hadits yang artinya, "Akan ada para lelaki yang membaca Al
Qur'an tanpa melampaui tulang selangka mereka. Mereka telah keluar
dari agama laksana keluarnya anak panah dari busur."
Kebodohan mengakibatkan mereka merasa berjuang membela kepentingan
agama Islam padahal hakikatnya mereka sedang memerangi Islam dan kaum
muslimin.
Ibnu Muljam sejatinya adalah figur lelaki yang shalih, zahid dan
bertaqwa. Bukan lelaki bengal yang buta sama sekali terhadap ilmu
agama. Di wajahnya terlihat dengan nyata jejak sujud. Ia juga hapal Al
Qur'an dan sekaligus sebagai guru yang berusaha mendorong orang lain
untuk menghapalkannya. 'Umar bin Khatthab pernah menugaskannya ke
Mesir demi mengabulkan permohonan 'Amr bin 'Ash yang memohon kepada
beliau untuk mengirim ke Mesir figur yang hafal Al Qur'an untuk
mengajarkannya kepada penduduk Mesir. Tatkala 'Amr bin 'Ash meminta,
"Wahai amirul mukminin, kirimkanlah kepadaku lelaki yang hafal Al
Qur'an untuk mengajari penduduk Mesir, " 'Umar menjawab, "Saya
mengirimkan untukmu seorang lelaki bernama Abdurrahman bin Muljam,
salah seorang ahli Al Qur'an yang aku prioritaskan untukmu dari pada
untuk diriku sendiri. Jika ia telah datang kepadamu maka siapkan rumah
untuknya untuk mengajarkan Al Qur'an kepada kaum muslimin dan
muliakanlah ia...!."
Meskipun Ibnu Muljam hafal Al Qur'an, bertaqwa dan rajin beribadah
namun semua itu tidak bermanfaat baginya. Ia mati dalam kondisi su'ul
khatimah, tidak membawa iman dan Islam akibat kedangkalan ilmu agama
yang dimilikinya dan berafiliasi dengan sekte Khawarij yang telah
meracuni para pemuda muslim sehingga melakukan aksi-aksi yang
bertentangan dengan nilai-nilai luhur agama Islam namun justru
mengklaim semua itu dalam rangka membela ajaran Allah dan Rasulullah.
Bercermin dari figur Ibnu Muljam tentu kita tidak perlu merasa aneh
jika sekarang muncul kelompok-kelompok ekstrim yang mudah memvonis
kafir terhadap sesama muslim yang berbeda pandangan melakukan tindakan
yang sama persis dilakukan oleh Ibnu Muljam. Mereka mengklaim berjuang
menegakkan agama Allah namun faktanya justru menebar ketakutan kepada
ummat Islam dan menciptakan konflik internal berdarah-darah yang
membuat mustahil membangun persatuan sesama kaum muslimin.
Oleh karena itu menjadi tugas bersama para ulama dan umaro' untuk
membentengi kaum muslimin di Indonesia dari ide-ide keagamaan
destruktif yang dikembangkan oleh generasi pewaris Abdurrahman bin
Muljam dan untuk berusaha keras menghalangi siapapun yang ingin
menjadikan Indonesia sebagai ladang subur bagi tumbuhnya
kelompok-kelompok khawarij modern yang militan namun miskin ilmu.
Ramadhan akibat tebasan pedang salah seorang anggota sekte Khawarij
yang bernama Abdurrahman bin Muljam Al Murodi. Uniknya sang pembunuh
ini melakukan aksinya sambil berkata,
"Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu."
Tidak berhenti sampai di situ, saat melakukan aksi bejadnya ini Ibnu
Muljam juga tidak berhenti mulutnya mengulang-ulang ayat 207 surat Al
Baqarah yang artinya,
"Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena
mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada
hamba-hamba-Nya."
Ironis memang, Ibnu Muljam merasa surat Al-Baqarah 207, dijadikan
pegangan dirinya untuk membunuh Imam Ali as.
Padahal ayat diatas ditujukan kepada Imam Ali as, yang merupakan
asbabun nuzul dari peristiwa tidurnya Imam Ali as di atas tempat tidur
Nabi, menggantikan Nabi SAW ketika berhijrah ke Madinah.
Tatkala khalifah Ali bin ABi Thalib akhirnya gugur, Ibnu Muljam pun
dieksekusi mati dengan cara diqishas. Proses qishasnya pun bisa
membuat kita tercengang karena saat tubuhnya telah diikat untuk
dipenggal kepalanya, ia masih sempat berpesan kepada algojo yang
mendapat tugas melakukan eksekusi,
"Jangan penggal kepalaku sekaligus. Tapi potonglah anggota tubuhku
sedikit demi sedikit hingga aku bisa menyaksikan anggota tubuhku
disiksa di jalan Allah."
Demikianlah keyakinan Ibnu Muljam yang berpendapat bahwa membunuh Ali
bin Abi Thalib yang nota bene salah satu sahabat yang dijamin masuk
surga, menantu (suami Sayyidah Fathimah) dan saudara sepupu Rasulullah
dan ayah dari Hasan dan Husein, dua pemimpin pemuda ahli surga,
sebagai tindakan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Aksi yang dilakukan oleh Ibnu Muljam ini adalah realitas pahit yang
kita lihat pada kehidupan ummat Islam sekarang dimana diantara para
pemuda kita terdapat kelompok yang giat melakukan provokasi untuk
membunuh kaum muslimin yang tidak berdosa. Kelompok ini menggunakan
intimidasi dan aksi kekerasan sebagai strategi perjuangan mereka.
Merekalah yang pada raut wajahnya memancarkan hidayah dan mereka juga
senantiasa membaca Al Qur'an di waktu siang dan malam. Namun
sesungguhnya mereka adalah kelompok yang merugi sebab karakteristik
mereka tepat sebagaimana sinyalemen yang disampaikan Rasulullah dalam
sebuah hadits yang artinya, "Akan ada para lelaki yang membaca Al
Qur'an tanpa melampaui tulang selangka mereka. Mereka telah keluar
dari agama laksana keluarnya anak panah dari busur."
Kebodohan mengakibatkan mereka merasa berjuang membela kepentingan
agama Islam padahal hakikatnya mereka sedang memerangi Islam dan kaum
muslimin.
Ibnu Muljam sejatinya adalah figur lelaki yang shalih, zahid dan
bertaqwa. Bukan lelaki bengal yang buta sama sekali terhadap ilmu
agama. Di wajahnya terlihat dengan nyata jejak sujud. Ia juga hapal Al
Qur'an dan sekaligus sebagai guru yang berusaha mendorong orang lain
untuk menghapalkannya. 'Umar bin Khatthab pernah menugaskannya ke
Mesir demi mengabulkan permohonan 'Amr bin 'Ash yang memohon kepada
beliau untuk mengirim ke Mesir figur yang hafal Al Qur'an untuk
mengajarkannya kepada penduduk Mesir. Tatkala 'Amr bin 'Ash meminta,
"Wahai amirul mukminin, kirimkanlah kepadaku lelaki yang hafal Al
Qur'an untuk mengajari penduduk Mesir, " 'Umar menjawab, "Saya
mengirimkan untukmu seorang lelaki bernama Abdurrahman bin Muljam,
salah seorang ahli Al Qur'an yang aku prioritaskan untukmu dari pada
untuk diriku sendiri. Jika ia telah datang kepadamu maka siapkan rumah
untuknya untuk mengajarkan Al Qur'an kepada kaum muslimin dan
muliakanlah ia...!."
Meskipun Ibnu Muljam hafal Al Qur'an, bertaqwa dan rajin beribadah
namun semua itu tidak bermanfaat baginya. Ia mati dalam kondisi su'ul
khatimah, tidak membawa iman dan Islam akibat kedangkalan ilmu agama
yang dimilikinya dan berafiliasi dengan sekte Khawarij yang telah
meracuni para pemuda muslim sehingga melakukan aksi-aksi yang
bertentangan dengan nilai-nilai luhur agama Islam namun justru
mengklaim semua itu dalam rangka membela ajaran Allah dan Rasulullah.
Bercermin dari figur Ibnu Muljam tentu kita tidak perlu merasa aneh
jika sekarang muncul kelompok-kelompok ekstrim yang mudah memvonis
kafir terhadap sesama muslim yang berbeda pandangan melakukan tindakan
yang sama persis dilakukan oleh Ibnu Muljam. Mereka mengklaim berjuang
menegakkan agama Allah namun faktanya justru menebar ketakutan kepada
ummat Islam dan menciptakan konflik internal berdarah-darah yang
membuat mustahil membangun persatuan sesama kaum muslimin.
Oleh karena itu menjadi tugas bersama para ulama dan umaro' untuk
membentengi kaum muslimin di Indonesia dari ide-ide keagamaan
destruktif yang dikembangkan oleh generasi pewaris Abdurrahman bin
Muljam dan untuk berusaha keras menghalangi siapapun yang ingin
menjadikan Indonesia sebagai ladang subur bagi tumbuhnya
kelompok-kelompok khawarij modern yang militan namun miskin ilmu.
Komentar
Posting Komentar