Forummuslim.org - Nu'man bin Tsabit yang dikenal dengan sebutan Abu
Hanifah, atau populer disebut Imam Hanafi pernah berpapasan dengan
anak kecil yang berjalan mengenakan sepatu kayu (terompah kayu).
Sang imam berkata kepada anak tersebut : "Hati-hati nak dengan sepatu
kayumu itu, Jangan sampai kau tergelincir".
Bocah ini pun tersenyum dan mengucapkan terima kasih atas perhatian Abu Hanifah.
"Bolehkah saya tahu namamu Tuan?" tanya si bocah
"Nu'man namaku", Jawab sang imam
Jadi, Tuanlah yg selama ini terkenal dengan gelar al-imam al-a'dhom
(Imam agung) itu..??" Tanya si Bocah.
"Bukan aku yang memberi gelar itu, Masyarakat-lah yang berprasangka
baik dan memberi gelar itu kepadaku"
"Wahai Imam, hati-hatilah dengan gelarmu. Jangan sampai Tuan
tergelincir ke neraka karena gelar..! Sepatu kayuku ini mungkin hanya
menggelincirkanku di dunia. Tapi gelarmu itu dapat menjerumuskan-mu ke
dalam api yang kekal jika kesombongan dan keangkuhan menyertainya".
Ulama besar yang diikuti banyak umat Islam itupun tersungkur menangis.
Imam Abu Hanifah bersyukur. Siapa sangka, peringatan datang dari lidah
seorang bocah.
Sepasang tangan yang menarikmu kala terjatuh lebih harus kau percayai
dari pada seribu tangan yang menyambutmu kala tiba di puncak
kesuksesan.
Tahukah siapa anak kecil tersebut? anak kecil tersebut adalah Imam
Musa Al-Kadzim as, dan dialog tersebut terjadi pada saat usia Imam
Musa Al-Kadzim as berusia 5 tahun, terdapat kisah tersebut dalam kitab
Biharul Anwar.
Bahkan setelah peristiwa itu, Imam Hanafi sering bertanya kepada Imam
Musa Al-Kadzim as yang masih anak-anak tersebut.
Imam Hanafi bertanya, "Bagaimana pendapat anda tentang
perbuatan-perbuatan seorang manusia? Adakah dia melakukan sendiri atau
Allah yang menjadikan dia berbuat seperti itu?"
Imam Musa Al-Kadzim yang baru berusia 5 tahun menjawab, "Wahai Abu
Hanifah, perbuatan-perbuatan seorang manusia dilahirkan atas 3
kemungkinan. Pertama, Allah sendiri yang melakukan sementara manusia
benar-benar tak berdaya. Kedua, Allah dan manusia sama-sama berperan
atas perbuatan-perbuatan tersebut. Ketiga, manusia sendiri yang
melakukannya. Maka jika asumsi pertama yang benar dengan jelas
membuktikan ketidak adilan Allah yang menghukum mahlukNya atas
dosa-dosa yang mereka tidak lakukan. Dan jika kondisi yang kedua
diterima, maka Allah pun tidak adil kalau Dia menghukum manusia atas
kesalahan-kesalahan yang didalamnya Allah sendiri bertindak sebagai
sekutu. Tinggal alternatif yang ketiga, yakni bahwa manusia sepenuhnya
bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan mereka sendiri."
Atas jawaban Imam Musa Al-Kadzim as yang luar biasa ini, Imam Hanafi
sangat puas.
Hanifah, atau populer disebut Imam Hanafi pernah berpapasan dengan
anak kecil yang berjalan mengenakan sepatu kayu (terompah kayu).
Sang imam berkata kepada anak tersebut : "Hati-hati nak dengan sepatu
kayumu itu, Jangan sampai kau tergelincir".
Bocah ini pun tersenyum dan mengucapkan terima kasih atas perhatian Abu Hanifah.
"Bolehkah saya tahu namamu Tuan?" tanya si bocah
"Nu'man namaku", Jawab sang imam
Jadi, Tuanlah yg selama ini terkenal dengan gelar al-imam al-a'dhom
(Imam agung) itu..??" Tanya si Bocah.
"Bukan aku yang memberi gelar itu, Masyarakat-lah yang berprasangka
baik dan memberi gelar itu kepadaku"
"Wahai Imam, hati-hatilah dengan gelarmu. Jangan sampai Tuan
tergelincir ke neraka karena gelar..! Sepatu kayuku ini mungkin hanya
menggelincirkanku di dunia. Tapi gelarmu itu dapat menjerumuskan-mu ke
dalam api yang kekal jika kesombongan dan keangkuhan menyertainya".
Ulama besar yang diikuti banyak umat Islam itupun tersungkur menangis.
Imam Abu Hanifah bersyukur. Siapa sangka, peringatan datang dari lidah
seorang bocah.
Sepasang tangan yang menarikmu kala terjatuh lebih harus kau percayai
dari pada seribu tangan yang menyambutmu kala tiba di puncak
kesuksesan.
Tahukah siapa anak kecil tersebut? anak kecil tersebut adalah Imam
Musa Al-Kadzim as, dan dialog tersebut terjadi pada saat usia Imam
Musa Al-Kadzim as berusia 5 tahun, terdapat kisah tersebut dalam kitab
Biharul Anwar.
Bahkan setelah peristiwa itu, Imam Hanafi sering bertanya kepada Imam
Musa Al-Kadzim as yang masih anak-anak tersebut.
Imam Hanafi bertanya, "Bagaimana pendapat anda tentang
perbuatan-perbuatan seorang manusia? Adakah dia melakukan sendiri atau
Allah yang menjadikan dia berbuat seperti itu?"
Imam Musa Al-Kadzim yang baru berusia 5 tahun menjawab, "Wahai Abu
Hanifah, perbuatan-perbuatan seorang manusia dilahirkan atas 3
kemungkinan. Pertama, Allah sendiri yang melakukan sementara manusia
benar-benar tak berdaya. Kedua, Allah dan manusia sama-sama berperan
atas perbuatan-perbuatan tersebut. Ketiga, manusia sendiri yang
melakukannya. Maka jika asumsi pertama yang benar dengan jelas
membuktikan ketidak adilan Allah yang menghukum mahlukNya atas
dosa-dosa yang mereka tidak lakukan. Dan jika kondisi yang kedua
diterima, maka Allah pun tidak adil kalau Dia menghukum manusia atas
kesalahan-kesalahan yang didalamnya Allah sendiri bertindak sebagai
sekutu. Tinggal alternatif yang ketiga, yakni bahwa manusia sepenuhnya
bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan mereka sendiri."
Atas jawaban Imam Musa Al-Kadzim as yang luar biasa ini, Imam Hanafi
sangat puas.
walaupun saya tinggal sendirian dikelilingi ratusan juta syiah, saya tetap Aswaja !!!
BalasHapus