Oleh : Dina Y. Sulaeman
Umat Islam Indonesia yang baperan selalu merasa mereka adalah korban
dari 'kekuatan besar di luar sana' yang anti-Islam. Padahal, di saat
yang sama, kalau mau objektif melihat, justru orang-orang berjubah dan
berpenampilan saleh-lah yang membawa agenda 'kekuatan besar di luar
sana' untuk mengacaukan negeri ini. Lihat saja medsos kita penuh oleh
perdebatan soal halal-haram, kafir-muslim, sementara hal-hal
fundamental jadi terabaikan. Misalnya saja, perdebatan orang soal
Ahok, karena diseret ke isu kafir-muslim, sentimen yang muncul menjadi
tidak akurat lagi. Kasus-kasus reklamasi (kaitannya dengan lingkungan
dan nasib nelayan, tidak hanya di Jakarta, tapi di seluruh Indonesia)
yang sebenarnya berakar dari kerakusan para pemilik kapital, sulit
terbahas dengan objektif, karena selalu ada unsur
sentimen/kepentingan.
Dan sejatinya, seluruh konflik di dunia ini memang muncul akibat
kerakusan para pemilik kapital global. Mereka ini sering diistilahkan
sebagai 'imperium', atau sering juga langsung disebut "Amerika"
[sebagai negara representasi imperium, negara yang paling depan
menjalankan proyek-proyek Imperium] atau "Barat". Saya akan pakai
istilah Imperium.
Imperium ingin terus mengeruk kekayaan dari berbagai penjuru dunia,
tanpa pernah puas. Yang jadi korban bukan cuma negara-negara muslim.
Jadi, kaum muslim ga usah baper-lah lalu membabi-buta mengaku jadi
korban kaum kafir. Di belahan dunia lain, Amerika Selatan, misalnya,
itu orang-orang 'kafir' juga jadi korban Imperium.
Luput dari perhatian kita orang Indonesia, pemimpin-pemimpin
pro-kesejahteraan rakyat di Argentina dan Brazil ditumbangkan,
digantikan oleh orang-orang pro-Imperium. Kebijakan-kebijakan sosial
(pro-rakyat) langsung dilucuti diganti dengan berbagai perjanjian
kerjasama dengan Imperium. Venezuela, negara yang selama ini terdepan
dalam melawan kekuatan Imperium saat ini juga sedang terjepit [baca
penjelasannya di sini].
Negara-negara yang ingin melawan dominasi keuangan Imperium berusaha
membentuk IMF tandingan, yaitu BRICS(didirikan oleh Brazil, Russia,
India, China dan South Africa). Namun kini, BRICS sudah goyah seiring
dengan kekacauan politik di Brazil. Di Timur Tengah, negara-negara
yang melawan Imperium dihancurkan, yaitu Libya dan Suriah, atau
ditekan habis-habisan (Iran). Proses penghancuran rezim-rezim di
berbagai negara demi kepentingan Imperium sudah dicatat oleh William
Blumdalam bukunya "Demokrasi, Ekspor AS Paling Mematikan".
Terkadang, pemimpin yang ditumbangkan memang tidak disukai rakyatnya.
Misalnya, dulu Suharto (jangan naif mengira penumbangan Suharto
benar-benar 'murni' hasil perjuangan demo mahasiswa) atau Mubarak di
Mesir. Tapi tentu, Imperium tidak akan mau mensponsori (dana,
terutama) kalau hasil akhirnya bukan untuk mereka. Tak heran segera
setelah reformasi, ekonomi Indonesia menjadi semakin neoliberal.
Tengok saja perubahan UU yang terjadi di berbagai sektor, yang memberi
kesempatan sangat luas kepada asing untuk mencari kekayaan di negeri
ini.
Jadi, sekali lagi, berhentilah nyinyir menuduh sana-sini anti-Islam.
Rakyat di negara-negara berkembang dan miskin di dunia ini, baik yang
Islam maupun non-Islam, semua sama-sama sedang jadi korban Imperium.
Khusus untuk umat Islam, ajaran Islam sudah memberitahukan jalan
keluarnya, misalnya berani melawan kezaliman, berani menegakkan
keadilan, berpikir, berakal (mencari ilmu), menjaga keselamatan
lingkungan, berjuang meraih kedaulatan pangan, dll.
Tapi sayangnya, yang dikedepankan oleh kaum-yang-merasa-paling-soleh
di Indonesia ini selalu saja permusuhan dan kebencian, yang tak akan
membawa kita kemana-mana, selain semakin terpuruk, dan di saat yang
sama, Imperium semakin leluasa mengeruk kekayaan kita tanpa perlu
repot-repot kudeta atau mengerahkan jihadis (seperti di Timteng).
Contohnya, perusahaan-perusahaan semen (yang sahamnya sebagian milik
asing), saat ini sedang merangsek tanah-tanah pertanian, sumber
kekuatan pangan kita, dan berkonflik dengan para petani. Karena
sebagian besar dari kita sibuk sendiri, kasus-kasus tragis ini tak
terperhatikan. Para petani berjuang sendiri dalam sepi.
Foto:saya ambil dari FP " Syrian Republic". Kata si doktor dari ANNAS
, semua konflik yang ada adalah gara-gara orang Syiah. Dan narasi seperti ini disebarluaskan secara masif di
seluruh Indonesia. 1 spanduk 200rb, di seluruh Indonesia entah berapa
puluh ribu spanduk dipasang. Jutaan eksemplar buku mereka sebar
gratis. Butuh uang milyaran itu, darimana? Kalian pikir si pendana
tidak memikirkan 'balik modal'? Dengan cara apa balik modalnya? Kalau
saja kalian mau berpikir, kalian akan tahu bahwa semua ini aliran
dananya akan balik lagi ke Imperium.
Komentar
Posting Komentar