Sementara ayat mutasyabih terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu:
pertama, mutasyabih dari segi lafal saja, seumpama lafal-lafal
gharib(asing) seperti Abb (QS. Abasa/80: 31), Abariq (QS.
Al-Waqi'ah/56: 18), dst.
Ayat-ayat musytarak (wayuh arti) seperti yad (tangan/kekuasaan) dan
yamin (kanan/sumpah). Juga huruf-huruf awal surat seperti Alif Lam
Mim, Kaf Ha Ya Ain Shad,Ali Lam Ra, dst.
Kedua, mutasyabih dari segi makna saja seperti sifat-sifat Allah dan
hari kiamat, umpama ayat "ar-Rahmanu 'alal arsyi-stawa," (QS.
Thaha/20: 5): "Tuhan yang Maha Pengasih bersemayam di atas arasy."
Contoh lain, "Wa yabqa wajhu rabbika dzul jalali wal ikram" (QS.
Ar-Rahman/55: 27):
"Dan wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal."
Juga ayat, "Yadullah fawqa aydihim" (QS. Al-Fath/48: 10):
"Tangan Allah berada di atas tangan-tangan mereka," dst.
Ketiga, mutasyabih dari segi lafal dan makna seperti ayat, "wa laysal
birru bian ta'tul buyuta min dhuhuriha wa lakinna-l birra man-ittaqa
(QS. Al-Baqarah/2: 189): "Dan bukanlah suatu kebaikan memasuki rumah
dari atasnya, tetapi kebaikan adalah orang yang bertakwa."
Contoh lain ayat, "innama-n nasi'u ziyadatun fil kufr (QS.
At-Tawbah/9: 37): "Sesungguhnya pengunduran (bulan haram) itu hanya
menambah kekafiran."
Dua ayat ini tidak bisa dipahami tanpa wawasan tentang adat Arab
jahiliyah dan konteks situasional.
Jenis kedua adalah ayat 'am (universal) dan khas (partikular), terbagi
ke dalam beberapa jenis.
Pertama, ayat 'am dan memang dimaksud 'am, seperti Innallaha ya'muru
bil adli wal ihsan wa iyta'i dzil qurba wa yanha anil fakhsya'i wal
munkari wal baghy (QS. An-Nahl/16:90):
"Sesungguhnya Allah menyuruh kalian berlaku adil dan berbuat kebaikan
dan membantu kerabat dan Dia melarang perbuatan keji dan munkar dan
permusuhan."
Kedua, ayat 'am dimaksudkan 'am tetapi terdapat takhsis (pengecualian)
seperti ayat "Wa min haisu kharajta fa walli wajhaka syathral masjidil
haram" (QS. Al-Baqarah/2: 150): "Dan dari mana pun engkau keluar, maka
hadapkanlah wajahmu ke arah masjidil haram."
Ayat ini di-takhsis dengan ayat "Fa in khiftum fa rijâlan aw rukbânan"
(QS. Al-Baqarah/2: 239): "Jika kamu takut (ada bahaya), salatlah
sambil berjalan kaki atau berkendaraan." Maksudnya, hukum menghadap
kiblat wajib dan berlaku umum, tetapi dikecualikan saat takut serangan
musuh (boleh menghadap kemana saja).
Contoh lain, "Innallah yaghfirudz dzunuba jami'a" (QS. Az-Zumar/39: 53):
"Sungguh Allah mengampuni seluruh dosa semuanya."
Ayat ini di-takhsis dengan ayat, "Innallih la yaghfiru ay yusyraka
bihi wa yaghfiru ma duna dzalika liman yasya' (QS. An-Nisa'/4: 48 dan
116): "Sungguh Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena
mempersekutukanNya dan mengampuni dosa selainnya bagi siapa yang Dia
kehendaki."
Maksudnya, semua dosa diampuni, kecuali syirik.
Ada juga ayat 'am yang di-takhsis dengan hadits, seperti ayat
"Hurrimat alaikumul maytatu wa-d damu wa lahmul khinzir" (QS.
Al-Ma'idah/6: 3): "Diharamkan bagimu bangkai, darah, dan daging babi."
dan "Innama harrama 'alaikumul maytata wa-d dama wa lahma khinzir"
(QS. Al-Baqarah/2: 173): "Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan bagimu
bangkai, darah, dan daging babi."
Dua ayat ini di-takhsis dengan hadits Nabi, "Uhillat lana maytatani wa
damani,as-samak wal jarad wal-kabidu wat thihal" (HR Ahmad, Ibn Majah,
dan Daruquthni): "Dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua darah,
yaitu ikan dan belalang dan hati dan limpa."
Maksudnya, ada bangkai dan darah yang dihalalkan yaitu ikan dan
belalang, hati dan limpa.
Ada juga ayat, "Wa-s sariqu was sariqatu faqtha'u aydiyahuma jaza'an
bima kasaba nakalan minallah" (QS. Al-Ma'idah/5: 38):
"Dan terhadap pencuri laki-laki dan wanita, potonglah kedua tangannya
sebagai balasan atas perbuatannya dan sebagai siksaan dari Allah."
Ayat ini di-takhsis dengan hadits "La taqtha' yada-s sâriqi illa fi
rub'i dinar fa sha'idan" (Muttafaqun alaih):
"Jangan potong tangan pencuri kecuali (curiannya) senilai seperempat
dinar ke atas." Maksudnya, tidak semua hukum mencuri adalah potong
tangan, tergantung kadarnya.
Ada juga ayat "Yushikumullah fi awladikum lid dzakari mitslu haddzil
untsayain" (QS. An-Nisa'/4: 11 dan 172):
"Allah mensyariatkan bagimu bagian waris laki-laki sama dengan dua
bagian anak perempuan." Ayat ini di-takhsis dengan hadits, "Laysa lil
qatil minal mirats syai'un" (HR. Abu Dawud & Bayhaqy): "Tidak ada
sedikit pun bagian waris untuk seorang pembunuh," dan hadits "La
yaristsul kafiru-l muslima wala-l muslimu-l kafira"
(HR.Bukhari-Muslim) "Orang kafir tidak bisa mewarisi orang Islam dan
orang Islam tidak bisa mewarisi orang kafir." Maksudnya, meskipun anak
kandung, dia terhalang mendapat warisan jika membunuh dan beda agama
dengan orang tuanya.
pertama, mutasyabih dari segi lafal saja, seumpama lafal-lafal
gharib(asing) seperti Abb (QS. Abasa/80: 31), Abariq (QS.
Al-Waqi'ah/56: 18), dst.
Ayat-ayat musytarak (wayuh arti) seperti yad (tangan/kekuasaan) dan
yamin (kanan/sumpah). Juga huruf-huruf awal surat seperti Alif Lam
Mim, Kaf Ha Ya Ain Shad,Ali Lam Ra, dst.
Kedua, mutasyabih dari segi makna saja seperti sifat-sifat Allah dan
hari kiamat, umpama ayat "ar-Rahmanu 'alal arsyi-stawa," (QS.
Thaha/20: 5): "Tuhan yang Maha Pengasih bersemayam di atas arasy."
Contoh lain, "Wa yabqa wajhu rabbika dzul jalali wal ikram" (QS.
Ar-Rahman/55: 27):
"Dan wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal."
Juga ayat, "Yadullah fawqa aydihim" (QS. Al-Fath/48: 10):
"Tangan Allah berada di atas tangan-tangan mereka," dst.
Ketiga, mutasyabih dari segi lafal dan makna seperti ayat, "wa laysal
birru bian ta'tul buyuta min dhuhuriha wa lakinna-l birra man-ittaqa
(QS. Al-Baqarah/2: 189): "Dan bukanlah suatu kebaikan memasuki rumah
dari atasnya, tetapi kebaikan adalah orang yang bertakwa."
Contoh lain ayat, "innama-n nasi'u ziyadatun fil kufr (QS.
At-Tawbah/9: 37): "Sesungguhnya pengunduran (bulan haram) itu hanya
menambah kekafiran."
Dua ayat ini tidak bisa dipahami tanpa wawasan tentang adat Arab
jahiliyah dan konteks situasional.
Jenis kedua adalah ayat 'am (universal) dan khas (partikular), terbagi
ke dalam beberapa jenis.
Pertama, ayat 'am dan memang dimaksud 'am, seperti Innallaha ya'muru
bil adli wal ihsan wa iyta'i dzil qurba wa yanha anil fakhsya'i wal
munkari wal baghy (QS. An-Nahl/16:90):
"Sesungguhnya Allah menyuruh kalian berlaku adil dan berbuat kebaikan
dan membantu kerabat dan Dia melarang perbuatan keji dan munkar dan
permusuhan."
Kedua, ayat 'am dimaksudkan 'am tetapi terdapat takhsis (pengecualian)
seperti ayat "Wa min haisu kharajta fa walli wajhaka syathral masjidil
haram" (QS. Al-Baqarah/2: 150): "Dan dari mana pun engkau keluar, maka
hadapkanlah wajahmu ke arah masjidil haram."
Ayat ini di-takhsis dengan ayat "Fa in khiftum fa rijâlan aw rukbânan"
(QS. Al-Baqarah/2: 239): "Jika kamu takut (ada bahaya), salatlah
sambil berjalan kaki atau berkendaraan." Maksudnya, hukum menghadap
kiblat wajib dan berlaku umum, tetapi dikecualikan saat takut serangan
musuh (boleh menghadap kemana saja).
Contoh lain, "Innallah yaghfirudz dzunuba jami'a" (QS. Az-Zumar/39: 53):
"Sungguh Allah mengampuni seluruh dosa semuanya."
Ayat ini di-takhsis dengan ayat, "Innallih la yaghfiru ay yusyraka
bihi wa yaghfiru ma duna dzalika liman yasya' (QS. An-Nisa'/4: 48 dan
116): "Sungguh Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena
mempersekutukanNya dan mengampuni dosa selainnya bagi siapa yang Dia
kehendaki."
Maksudnya, semua dosa diampuni, kecuali syirik.
Ada juga ayat 'am yang di-takhsis dengan hadits, seperti ayat
"Hurrimat alaikumul maytatu wa-d damu wa lahmul khinzir" (QS.
Al-Ma'idah/6: 3): "Diharamkan bagimu bangkai, darah, dan daging babi."
dan "Innama harrama 'alaikumul maytata wa-d dama wa lahma khinzir"
(QS. Al-Baqarah/2: 173): "Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan bagimu
bangkai, darah, dan daging babi."
Dua ayat ini di-takhsis dengan hadits Nabi, "Uhillat lana maytatani wa
damani,as-samak wal jarad wal-kabidu wat thihal" (HR Ahmad, Ibn Majah,
dan Daruquthni): "Dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua darah,
yaitu ikan dan belalang dan hati dan limpa."
Maksudnya, ada bangkai dan darah yang dihalalkan yaitu ikan dan
belalang, hati dan limpa.
Ada juga ayat, "Wa-s sariqu was sariqatu faqtha'u aydiyahuma jaza'an
bima kasaba nakalan minallah" (QS. Al-Ma'idah/5: 38):
"Dan terhadap pencuri laki-laki dan wanita, potonglah kedua tangannya
sebagai balasan atas perbuatannya dan sebagai siksaan dari Allah."
Ayat ini di-takhsis dengan hadits "La taqtha' yada-s sâriqi illa fi
rub'i dinar fa sha'idan" (Muttafaqun alaih):
"Jangan potong tangan pencuri kecuali (curiannya) senilai seperempat
dinar ke atas." Maksudnya, tidak semua hukum mencuri adalah potong
tangan, tergantung kadarnya.
Ada juga ayat "Yushikumullah fi awladikum lid dzakari mitslu haddzil
untsayain" (QS. An-Nisa'/4: 11 dan 172):
"Allah mensyariatkan bagimu bagian waris laki-laki sama dengan dua
bagian anak perempuan." Ayat ini di-takhsis dengan hadits, "Laysa lil
qatil minal mirats syai'un" (HR. Abu Dawud & Bayhaqy): "Tidak ada
sedikit pun bagian waris untuk seorang pembunuh," dan hadits "La
yaristsul kafiru-l muslima wala-l muslimu-l kafira"
(HR.Bukhari-Muslim) "Orang kafir tidak bisa mewarisi orang Islam dan
orang Islam tidak bisa mewarisi orang kafir." Maksudnya, meskipun anak
kandung, dia terhalang mendapat warisan jika membunuh dan beda agama
dengan orang tuanya.
Komentar
Posting Komentar