Forummuslim.org - Popularitas Dr. Zakir Naik mungkin mengikuti Ahmad
Deedat yang dikenal sebagai propagandis Islam ternama. Sama-sama
berasal dari India, Deedat dan Zakir mengharumkan nama umat Islam
melalui keberaniannya berdebat dengan kalangan Nasrani tentang
masalah-masalah Ketuhanan, otentisitas Bible, dan sebagainya.
Meskipun datang setelah wafatnya Deedat, Zakir Naik berani memperluas
area debat dengan kalangan Atheis.
Kemampuannya berdebat, seperti "menyihir" banyak umat Islam di
berbagai belahan bumi. Sebagai seorang yang berlatar belakang
pendidikan dokter, Zakir Naik menawarkan pemahaman keislaman yang
lebih bisa diterima rasio ketimbang berpegang kepada doktrin semata.
Malah bisa dikatakan, di lisan Zakir Naik, kebenaran Islam bisa
dibuktikan melalui dua sudut pandangan, doktrin dan rasio.
Meskipun memiliki kepiawaian di dalam berdebat, Dr. Zakir Naik
bukanlah seorang ulama seperti yang disangkakan. Secara pribadi, ia
pun menolak disebut sebagai ulama. Kalangan muslim di India, tahu
betul bagaimana kriteria yang harus dipenuhi seseorang agar layak
disebut sebagai "Maulana", gelar ulama di sana.
Dr. Zakir membekali pengetahuan agamanya dengan cara belajar secara
otodidak. Cara seperti ini memang tidak diakui di dalam tradisi
keilmuan Islam, lebih-lebih di India.
Negara India dikenal sebagai negara yang masyarakatnya mempunyai
disiplin tinggi di dalam menuntut ilmu. Mungkin kita pernah dengar
bahwa India melahirkan seorang peraih Nobel bidang fisika, juragan
baja terbesar di dunia serta ratusan ulama hadits.
Para ulama hadits di Timur Tengah berpendapat bahwa kiblat ilmu hadits
saat ini berada di India, karena di sana berkumpul ratusan huffadz
(para penghapal hadits) yang hapalannya mencapai 300 ribu hadits.
Dengan situasi seperti itu, apakah mungkin Dr. Zakir Naik berani
mengklaim dirinya sebagai ulama? Jawabannya tidak mungkin. Label
keulamaan Zakir Naik tampaknya disematkan oleh para pengagumnya dari
kalangan awam. Mereka tidak bisa membedakan antara debater dengan
ulama. Yang tidak banyak diketahui mereka adalah ulama bukanlah orang
yang suka berdebat. Ketidaksukaan itu didasarkan kepada hadits:
وانا زعيم ببيت في اعلى الجنة لمن ترك المراء وان كان محقا
"Dan aku adalah penjamin bagi orang yang menginginkan rumah di puncak
surga, yaitu bagi orang yang meninggalkan debat meskipun ia benar."
Kini banyak informasi yang bernada negatif dan menyudutkan Dr. Zakir
Naik. Rencana kunjungannya ke Jakarta dan beberapa kota disikapi
secara sinis oleh beberapa orang yang tidak mengenalnya. Isu Wahabi
pun disematkan untuk menguatkan alasan penolakan itu. Sebagai orang
yang belajar secara otodidak, kecenderungan kepada Wahabi memang ada
pada diri Zakir Naik. Akan tetapi, Dr. Zakir Naik bukanlah propagandis
Wahabi, seperti halnya beberapa tokoh yang dikenal selama ini.
Terlepas dari kontroversi pemikirannya, Zakir telah memberi kontribusi
yang tidak kecil bagi umat. Ia telah memainkan peran untuk
membangunkan kesadaran mereka yang jauh dari Islam, mempelajari ajaran
Islam.
Usaha Dr. Zakir Naik bisa dikatakan mengalahkan para pembencinya yang
mungkin belum melakukan apa-apa untuk agama ini. (Ust. A K Djohan)
Deedat yang dikenal sebagai propagandis Islam ternama. Sama-sama
berasal dari India, Deedat dan Zakir mengharumkan nama umat Islam
melalui keberaniannya berdebat dengan kalangan Nasrani tentang
masalah-masalah Ketuhanan, otentisitas Bible, dan sebagainya.
Meskipun datang setelah wafatnya Deedat, Zakir Naik berani memperluas
area debat dengan kalangan Atheis.
Kemampuannya berdebat, seperti "menyihir" banyak umat Islam di
berbagai belahan bumi. Sebagai seorang yang berlatar belakang
pendidikan dokter, Zakir Naik menawarkan pemahaman keislaman yang
lebih bisa diterima rasio ketimbang berpegang kepada doktrin semata.
Malah bisa dikatakan, di lisan Zakir Naik, kebenaran Islam bisa
dibuktikan melalui dua sudut pandangan, doktrin dan rasio.
Meskipun memiliki kepiawaian di dalam berdebat, Dr. Zakir Naik
bukanlah seorang ulama seperti yang disangkakan. Secara pribadi, ia
pun menolak disebut sebagai ulama. Kalangan muslim di India, tahu
betul bagaimana kriteria yang harus dipenuhi seseorang agar layak
disebut sebagai "Maulana", gelar ulama di sana.
Dr. Zakir membekali pengetahuan agamanya dengan cara belajar secara
otodidak. Cara seperti ini memang tidak diakui di dalam tradisi
keilmuan Islam, lebih-lebih di India.
Negara India dikenal sebagai negara yang masyarakatnya mempunyai
disiplin tinggi di dalam menuntut ilmu. Mungkin kita pernah dengar
bahwa India melahirkan seorang peraih Nobel bidang fisika, juragan
baja terbesar di dunia serta ratusan ulama hadits.
Para ulama hadits di Timur Tengah berpendapat bahwa kiblat ilmu hadits
saat ini berada di India, karena di sana berkumpul ratusan huffadz
(para penghapal hadits) yang hapalannya mencapai 300 ribu hadits.
Dengan situasi seperti itu, apakah mungkin Dr. Zakir Naik berani
mengklaim dirinya sebagai ulama? Jawabannya tidak mungkin. Label
keulamaan Zakir Naik tampaknya disematkan oleh para pengagumnya dari
kalangan awam. Mereka tidak bisa membedakan antara debater dengan
ulama. Yang tidak banyak diketahui mereka adalah ulama bukanlah orang
yang suka berdebat. Ketidaksukaan itu didasarkan kepada hadits:
وانا زعيم ببيت في اعلى الجنة لمن ترك المراء وان كان محقا
"Dan aku adalah penjamin bagi orang yang menginginkan rumah di puncak
surga, yaitu bagi orang yang meninggalkan debat meskipun ia benar."
Kini banyak informasi yang bernada negatif dan menyudutkan Dr. Zakir
Naik. Rencana kunjungannya ke Jakarta dan beberapa kota disikapi
secara sinis oleh beberapa orang yang tidak mengenalnya. Isu Wahabi
pun disematkan untuk menguatkan alasan penolakan itu. Sebagai orang
yang belajar secara otodidak, kecenderungan kepada Wahabi memang ada
pada diri Zakir Naik. Akan tetapi, Dr. Zakir Naik bukanlah propagandis
Wahabi, seperti halnya beberapa tokoh yang dikenal selama ini.
Terlepas dari kontroversi pemikirannya, Zakir telah memberi kontribusi
yang tidak kecil bagi umat. Ia telah memainkan peran untuk
membangunkan kesadaran mereka yang jauh dari Islam, mempelajari ajaran
Islam.
Usaha Dr. Zakir Naik bisa dikatakan mengalahkan para pembencinya yang
mungkin belum melakukan apa-apa untuk agama ini. (Ust. A K Djohan)
yaa, sya jga berpikiran seperti itu, ia bukan ulama tapi ilmunya dalam agama islam cukup diakui
BalasHapusKita menghormati beliau dengan kapasitasnya sebagai ahli debat.
BalasHapusTapi saya yang ngga suka itu dia mengkritik hal yang tidak ia Kuasai seperti Ushul Fiqih. menyalahkan Tawassul, dll
BalasHapus