Langsung ke konten utama

Tafsir Al Qur'an Surat Al Muzzammil Ayat 1-9


Tafsir Al Qur'an Surat Al Muzzammil Ayat 1-9
Tafsir Al Qur'an Surat Al Muzzammil Ayat 1-9

Al-Muzzammil, ayat 1-9

يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ (1) قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا (2) نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا (3) أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا (4) إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا (5) إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلًا (6) إِنَّ لَكَ فِي النَّهَارِ سَبْحًا طَوِيلًا (7) وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ وَتَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيلًا (8) رَبُّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ فَاتَّخِذْهُ وَكِيلًا (9)

Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk salat) di malam hari, kecuali sedikit (darinya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak). Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan. (Dialah) Tuhan masyriq dan magrib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai Pelindung.

Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk meninggalkan selimut yang menutupi dirinya di malam hari, lalu bangun untuk menunaikan ibadah kepada Tuhannya dengan melakukan qiyamul lail, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

تَتَجافى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفاً وَطَمَعاً وَمِمَّا رَزَقْناهُمْ يُنْفِقُونَ

Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedangkan mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (As-Sajdah: 16)

Dan demikianlah Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam, beliau selalu mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala kepadanya seperti qiyamul lail. Hal itu hukumnya wajib khusus bagi Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam seorang, seperti yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:

وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نافِلَةً لَكَ عَسى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقاماً مَحْمُوداً

Dan pada sebagian malam hari bersalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Al-Isra: 79)

Dan dalam surat ini dijelaskan kadar waktu yang ia harus jalani untuk melakukan qiyamul lail (salat sunat malam hari).

Untuk itu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

{يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ قُمِ اللَّيْلَ إِلا قَلِيلا}

Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk salat) di malam hari, kecuali sedikit (darinya). (Al-Muzzammil: 1 -2)

Ibnu Abbas, Ad-Dahhak, dan As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai orang yang berselimut. (Al-Muzzammil: 1) Yakni hai orang yang sedang tidur; menurut Qatadah, orang yang berselimut dengan pakaiannya. Ibrahim An-Nakha'i mengatakan bahwa ayat ini diturunkan saat Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam sedang menyelimuti dirinya dengan jubahnya.

Syabib ibnu Bisyr telah meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai orang yang berselimut. (Al-Muzzammil: 1) Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Hai Muhammad, engkau selimuti Al-Qur'an."

*******************

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{نِصْفَهُ}

(yaitu) seperduanya. (Al-Muzzammil: 3)

Merupakan badal atau kata ganti dari al-lail (malam hari), yakni di tengah malamnya.

{أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلا. أَوْ زِدْ عَلَيْهِ}

atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua. (Al-Muzzammil: 3-4)

Yaitu Kami perintahkan kamu untuk melakukan salat di tengah malam, lebih sedikit atau kurang sedikit tidak mengapa bagimu dalam hal tersebut.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلا}

Dan bacalah Al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan.  (Al-Muzzammil: 4)

Maksudnya, bacalah Al-Qur'an dengan tartil (perlahan-lahan) karena sesungguhnya bacaan seperti ini membantu untuk memahami dan merenungkan makna yang dibaca, dan memang demikianlah bacaan yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam Sehingga Siti Aisyah Radhiyallahu Anhu mengatakan bahwa Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bila membaca Al-Qur'an yaitu perlahan-lahan sehingga bacaan beliau terasa paling Iama dibandingkan dengan orang Lain.

Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan melalui sahabat Anas Radhiyallahu Anhu, bahwa ia pernah ditanya tentang bacaan yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam Maka ia menjawab, bahwa bacaan Al-Qur'an yang dilakukan oleh beliau panjang. Bila beliau membaca: Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Al-Fatihah: 1) Maka beliau memanjangkan bismillah, dan memanjangkan Ar-Rahman dan juga memanjangkan bacaan Ar-Rahim.

Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Ibnu Abu Mulaikah, dari Ummu Salamah Radhiyallahu Anhu, bahwa ia pernah ditanya tentang qiraat Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam Maka Ummu Salamah menjawab bahwa beliau membaca Al-Qur'an ayat demi ayat yang setiap ayatnya berhenti:

 بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ مالِكِ يَوْمِ الدِّينِ

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segalapuji bagi Allah Tuhan semesta alam, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, Yang menguasai hari pembalasan. (Al-Fatihah: 1-4)

Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dan Imam Abu Daud serta Imam Turmuzi.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ زِرٍّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ: اقْرَأْ وارْقَ، ورَتِّل كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِي الدُّنْيَا، فَإِنَّ مَنْزِلَتَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَؤُهَا".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, dari Sufyan, dari Asim, dari Zar, dari Abdullah ibnu Amr, dari Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam yang telah bersabda: Dikatakan kepada pembaca Al-Qur’an, "Bacalah dengan suara indah dan perlahan-lahan sebagaimana engkan membacanya dengan tartil sewaktu di dunia, karena sesungguhnya kedudukanmu berada di akhir ayat yang kamu baca!"

Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Sufyan As-Sauri dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini kalau tidak hasan, sahih.

Dalam pembahasan yang terdahulu pada permulaan tafsir telah disebutkan hadis-hadis yang menunjukkan anjuran membaca Al-Qur'an dengan bacaan tartil dan suara yang indah, seperti hadis berikut:

"زَيِّنوا الْقُرْآنَ بِأَصْوَاتِكُمْ"

Hiasilah Al-Qur’an dengan suara kalian!

"لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِالْقُرْآنِ"

Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak melagukan bacaan Al-Qur’an.

Dan Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda setelah mendengar suara Abu Musa Al-Asy'ari membaca Al-Qur'an:

"لَقَدْ أُوتِيَ هذا مزمار مِنْ مَزَامِيرِ آلِ دَاوُدَ"

Sesungguhnya orang ini telah dianugerahi suara yang indah seperti suara seruling keluarga Daud.

Maka Abu Musa menjawab, "Seandainya aku mengetahui bahwa engkau mendengarkan bacaanku, tentulah aku akan melagukannya dengan lagu yang terindah untukmu."

Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, bahwa ia telah mengatakan, "Janganlah kamu membacanya dengan bacaan seperti menabur pasir, jangan pula membacanya dengan bacaan tergesa-gesa seperti membaca puisi (syair). Berhentilah pada hal-hal yang mengagumkan, dan gerakkanlah hati untuk meresapinya, dan janganlah tujuan seseorang dari kamu hanyalah akhir surat saja." Diriwayatkan oleh Al-Bagawi.

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Adam, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Murrah; ia pernah mendengar Abu Wa-il mengatakan, bahwa seseorang datang kepada Ibnu Mas'ud, lalu berkata, "Tadi malam aku telah membaca surat Al-Mufassal (surat-surat yang pendek) dalam satu rakaat." Maka Ibnu Mas'ud menjawab, "Berarti bacaanmu seperti bacaan terhadap syair (tergesa-gesa). Sesungguhnya aku telah mengetahui surat-surat yang bacaannya digandengkan oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam di antara surat-surat Al-Mufassal itu." Lalu Ibnu Mas'ud menyebutkan dua puluh surat dari surat Al-Mufassal, dua surat tiap rakaatnya.

*******************

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلا ثَقِيلا}

Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat. (Al-Muzzammil: 5)

Al-Hasan dan Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah berat pengamalannya. Menurut pendapat yang lain, berat saat diturunkannya karena keagungannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Zaid ibnu Sabit-Radhiyallahu Anhu, bahwa pernah diturunkan wahyu kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam, sedangkan paha Ibnu Mas'ud berada di bawah paha Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam Maka terasa tulang pahanya patah karena tertindih oleh Rasul Shalallahu'alaihi Wasallam saking beratnya wahyu yang sedang turun kepadanya.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ الْوَلِيدِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلْ تُحِسُّ بِالْوَحْيِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أسمعُ صَلاصيل، ثُمَّ أسكتُ عِنْدَ ذَلِكَ، فَمَا مِنْ مَرَّةٍ يُوحَى إِلَيَّ إِلَّا ظَنَنْتُ أَنَّ نَفْسِي تَفِيضُ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Amr ibnul Walid, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam, "Wahai Rasulullah, apakah yang engkau rasakan saat wahyu diturunkan kepadamu?" Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab: Saya mendengar suara gemerincingnya lonceng, kemudian aku diam saat itu. Dan tidak sekali-kali diturunkan wahyu kepadaku melainkan aku mengira bahwa nyawaku sedang dicabut.

Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.

Dan dalam permulaan kitab Sahih Bukhari disebutkan:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يُوسُفَ، عَنْ مَالِكٍ، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ: أَنَّ الْحَارِثَ بْنَ هِشَامٍ سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كيف يَأْتِيكَ الْوَحْيُ؟ فَقَالَ: "أَحْيَانًا يَأْتِينِي فِي مِثْلَ صَلْصَلَةِ الْجَرَسِ، وَهُوَ أَشَدُّهُ عَلَيّ، فَيَفْصِمُ عَنِّي وَقَدْ وَعَيت عَنْهُ مَا قَالَ، وَأَحْيَانًا يَتَمَثَّلُ لِيَ الْمَلَكُ رَجُلًا فَيُكَلِّمُنِي فَأَعِي مَا يَقُولُ". قَالَتْ عَائِشَةُ: وَلَقَدْ رَأَيْتُهُ يَنْزِلُ عَلَيْهِ الْوَحْيُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْيَوْمِ الشَّدِيدِ الْبَرْدِ، فَيَفْصِمُ عَنْهُ وَإِنَّ جَبِينَهُ لَيَتَفَصَّدُ عَرَقًا

dari Abdullah ibnu Yusuf, dari Malik, dari Hisyam, dari ayahnya, dari Aisyah Radhiyallahu Anhu, bahwa Al-Haris ibnu Hisyam pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam, "Bagaimanakah caranya wahyu datang kepadamu?" Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab: Terkadang datang seperti bunyi gemerincingnya lonceng, dan itu adalah wahyu yang paling berat bagiku; setelah wahyu selesai dariku, aku telah hafal semua apa yang disampaikannya. Dan adakalanya Malaikat (Jibril) merupakan diri sebagai seorang laki-laki kepadaku, lalu berbicara kepadaku dan aku hafal semua apa yang disampaikannya. Siti Aisyah Radhiyallahu Anhu mengatakan, sesungguhnya ia menyaksikan wahyu sedang diturunkan kepada Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam di hari yang sangat dingin; setelah wahyu selesai darinya, kening Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam benar-benar bercucuran keringat.

Demikianlah menurut lafaz Imam Bukhari.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah Radhiyallahu Anhu yang mengatakan bahwa sesungguhnya wahyu benar-benar diturunkan kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam saat beliau berada di atas unta kendaraannya, maka unta kendaraan beliau mendekam dengan meletakkan bagian dalam lehernya ke tanah.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Saur, dari Ma'mar, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, bahwa Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam apabila sedang menerima wahyu dan berada di atas unta kendaraannya, maka unta kendaraannya berhenti dan mendekam, ia tidak dapat bergerak hingga wahyu selesai diturunkan. Hadis ini berpredikat mursal. yang dimaksud dengan jiran ialah bagian dalam leher unta, artinya unta kendaraannya mendekam dan tidak dapat bergerak karena beratnya wahyu yang sedang diturunkan kepada beliau Shalallahu'alaihi Wasallam

Tetapi Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa wahyu itu berat dari kedua sisinya, yakni sisi pengamalan dan saat menerimanya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, bahwa wahyu itu terasa berat saat di dunia, sebagaimana terasa berat pula kelak di hari kiamat dalam timbangan amalnya.

*******************

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلا}

Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. (Al-Muzzammil: 6)

Abu Ishaq telah meriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa nasya-a artinya berdiri menurut bahasa Habsyah, yakni bangun tidur. Umar, Ibnu Abbas, dan Ibnuz Zubair mengatakan bahwa malam hari seluruhnya dinamakan nasyi-ah. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Dikatakan nasya-a apabila orang yang bersangkutan bangun di waktu sebagian malam hari. Menurut riwayat yang bersumber dari Mujahid, disebutkan sesudah waktu isya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Mijlaz, Qatadah, Salim, Abu Hazim, dan Muhammad ibnul Munkadir.

Kesimpulan, nasyi-atul lail artinya bagian-bagian waktu dari malam hari, yang keseluruhannya dinamakan nasyi-ah, juga indentik dengan pengertian saat-saatnya. Makna yang dimaksud ialah bahwa melakukan qiyamul lail atau salat sunat di malam hari lebih khusyuk dan juga melakukan bacaan Al-Qur'an padanya lebih meresap di hati. Karena itu, disebutkan oleh firman-Nya:

{هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلا}

adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. (Al-Muzzammil: 6)

Yakni lebih berkesan dalam hati dalam menunaikan bacaan Al-Qur'an di saat itu dan lebih meresap dalam hati dalam memahami makna bacaannya ketimbang dalam salat sunat siang hari. Karena siang hari merupakan waktu beraktivitas bagi manusia, banyak suara gaduh dan kesibukan dalam mencari rezeki penghidupan.

Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sa'id Al-Jauhari, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, bahwa Anas ibnu Malik Radhiyallahu Anhu membaca ayat ini dengan bacaan berikut, "wa aswabu qila." Maka berkatalah seseorang Ielaki kepadanya, "Sesungguhnya kami biasa membacanya dengan wa aqwamu qila." Maka Anas menjawabnya, bahwa sesungguhnya aswabuaqwamu, dan ahya-u serta lafaz-lafaz lainnya yang semakna artinya sama. Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:

{إِنَّ لَكَ فِي اَلنَّهَارِ سَبْحًا طَوِيلا}

Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak). (Al-Muzzammil: 7)

Ibnu Abbas, Ikrimah, dan Ata ibnu Abu Muslim mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah waktu luang dan tidur. Abul Aliyah, Mujahid, Abu Malik, Ad-Dahhak, Al-Hasan, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Sufyan As-Sauri mengatakan bahwa makna yang dimaksud dengan sabhan tawilan ialah waktu luang yang panjang. Qatadah mengatakan, artinya waktu luang dan waktu mencari rezeki dan bepergian.

As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: mempunyai urusan yang panjang (banyak). (Al-Muzzammil: 7) Maksudnya, sunnah yang banyak.

Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak). (Al-Muzzammil: 7) Yakni bagi keperluan-keperluanmu, maka gunakanlah malam hari untuk agamamu. Ia mengatakan bahwa hal ini dikemukakan di saat salat malam hari difardukan. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan anugerah kepada hamba-hamba-Nya, lalu Dia memberikan keringanan dengan menghapuskan sebagian besarnya. Lalu ia membaca firman-Nya: bangunlah (untuk salat) di malam hari, kecuali sedikit (darinya). (Al-Muzzammil: 2) Lalu membaca pula firman-Nya: Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwa kamu berdiri (salat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam. (Al-Muzzammil: 20) sampai dengan firman-Nya: karena itu bacalah apa yangmudah (bagimu) dari Al-Qur’an. (Al-Muzzammil: 20) Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: Dan pada sebagian malam hari salat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Al-Isra: 79)

Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.

Dalil yang menguatkan pendapat Ibnu Zaid ialah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya, ia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya, telah menceritakan kepada kami Sa'id alias Ibnu Abu Arubah, dari Qatadah, dari Zurarah ibnu Aufa, dari Sa'id ibnu Hisyam, bahwa ia menceraikan istrinya, kemudian berangkat ke Madinah untuk menjual propertinya yang ada di Madinah, lalu menggunakannya untuk keperluan jihad dengan membeli perlengkapan dan senjata untuknya, kemudian ia berjihad melawan orang-orang Romawi hingga akhir hayatnya. Kemudian ia bersua dengan sejumlah orang dari kaumnya yang menceritakan kepadanya bahwa pernah ada enam orang dari kalangan kaumnya mempunyai keinginan untuk melakukan hal tersebut di masa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam Maka Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: Bukankah pada diriku terdapat suri teladan yang baik bagi kalian?

Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam melarang mereka melakukan perceraian itu, maka Sa'id ibnu Hisyam menjadikan mereka (sebagian dari kaumnya yang ia jumpai) sebagai saksi saat ia merujuk kembali kepada istrinya. Setelah itu ia kembali kepada kami dan menceritakan kepada kami bahwa ia pernah datang kepada Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu untuk menanyakan kepadanya tentang salat witir Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam Maka Ibnu Abbas berkata, "Maukah aku beritahukan kepadamu tentang penduduk bumi yang paling mengetahui tentang salat witir yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam?" Sa'id ibnu Hisyam menjawab, "Ya." Ibnu Abbas berkata, "Datanglah kepada Aisyah, dan tanyakanlah kepadanya tentang hal itu, lalu kembalilah kepadaku dan ceritakanlah kepadaku tentang jawabannya kepadamu!"

Sa'id ibnu Hisyam melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia menemui Hakim ibnu Aflah dan membawanya pergi ikut menghadap kepada Siti Aisyah. Tetapi Hakim ibnu Aflah berkata, "Aku segan menghadapnya, karena sesungguhnya aku pernah melarangnya memberikan tanggapan terhadap kedua golongan itu dengan suatu tanggapan yang memihak, tetapi ia menolak dan tetap memberikan tanggapan dan reaksinya." Maka aku mendesaknya dengan kata-kata yang mengandung sumpah, akhirnya dia mau berangkat bersamaku. Dan kami masuk menemui Siti Aisyah, lalu ia berkata, "Engkau Hakim?" Ternyata dia mengenalnya dan Hakim menjawab, "Ya." Aisyah bertanya, "Siapakah orang yang bersamamu?" Hakim menjawab.”Sa'id ibnu Hisyam." Aisyah bertanya, "Ibnu Hisyam yang mana?" Hakim menjawab, "Ibnu Amir."

Lalu Siti Aisyah mendoakan rahmat buatnya dan berkata, "Sebaik-baik orang adalah Amir." Aku bertanya, "Wahai Ummul Mu’minin, ceritakanlah kepadaku tentang akhlak Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam" Aisyah Radhiyallahu Anhu baiik bertanya, "Bukankah kamu telah membaca Al-Qur'an?" Aku menjawab, "Benar." Maka Aisyah berkata bahwa akhlak Rasulullah Shalallahu'alaihi Wasallam ialah Al-Qur'an. Kemudian aku hampir saja bangkit untuk minta pamit darinya, tetapi tiba-tiba terlintas di pikiranku untuk menanyakan kepadanya tentang qiyam (salat malam hari) yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam Maka aku bertanya, "Wahai Ummul Mu’minin, ceritakanlah kepadaku tentang qiyam yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam" Siti Aisyah balik bertanya, bahwa bukankah engkau telah membaca firman-Nya: Hai orang yang berselimut (Muhammad). (Al-Muzzammil: 1)

Aku menjawab, "Benar, aku telah membacanya." Siti Aisyah mengatakan, bahwa sesungguhnya Allah telah memfardukan qiyamul lail melalui permulaan surat ini. Maka Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam dan para sahabatnya melakukan qiyamul lail selama setahun penuh hingga telapak kaki mereka membengkak karena banyak mengerjakan salat. Dan Allah menahan penutup surat itu di langit selama dua belas bulan, kemudian setelah itu Allah menurunkannya sebagai keringanan buat mereka, sehingga jadilah qiyamul lail sebagai amal yang sunat yang sebelumnya difardukan.

Dan aku hampir saja bangkit meminta pamit, kemudian terlintas lagi dalam pikiranku untuk menanyakan kepadanya tentang salat witir yang dikerjakan oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam Maka aku bertanya, "Wahai Ummul Mu’minin, ceritakanlah kepadaku tentang salat witir Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam" Siti Aisyah Radhiyallahu Anhu menjawab, "Kami (istri-istri beliau Shalallahu'alaihi Wasallam) selalu menyediakan untuk beliau siwak dan air wudunya, dan Allah membangunkannya di waktu yang dikehendaki-Nya dari tengah malam, lalu beliau bersiwak dan mengambil air wudunya. Setelah itu beliau mengerjakan salat delapan rakaat, tanpa melakukan duduk kecuali pada rakaat yang kedelapannya. Dan di rakaat yang kedelapan beliau duduk berzikir kepada Allah dan berdoa kepada-Nya, lalu bangkit lagi tanpa salam, dan langsung mengerjakan rakaat yang kesembilannya. Setelah rakaat yang kesembilan, barulah beliau duduk dan berzikir kepada Allah semata serta berdoa kepada-Nya, lalu melakukan salam dengan suara yang dapat didengar oleh kami. Sesudah itu beliau salat dua rakaat lagi sambil duduk sesudah salamnya itu. Maka itulah sebelas rakaat yang dikerjakan oleh beliau Shalallahu'alaihi Wasallam, hai Anakku.

Tetapi setelah usia Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bertambah tua dan tubuhnya mulai gemuk, maka beliau mengerjakan witirnya tujuh rakaat, kemudian salat dua rakaat lagi sambil duduk setelah salamnya. Maka itulah sembilan rakaat yang dikerjakannya, hai Anakku.

Dan Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam apabila mengerjakan suatu salat, beliau suka mengerjakannya dengan tetap. Apabila beliau disibukkan karena tertidur atau sedang sakit hingga salat malam hari tidak dikerjakannya di malam hari, maka beliau mengerjakannya di siang hari sebanyak dua belas rakaat. Dan aku belum pernah melihat Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam mengkhatamkan Al-Qur'an seluruhnya dalam semalam hingga pagi harinya, dan tidak pula puasa sebulan penuh selain dalam bulan Ramadan."

Lalu aku kembali kepada Ibnu Abbas dan kuceritakan kepadanya hadis yang diceritakan oleh Aisyah. Maka Ibnu Abbas berkata, "Dia benar, ketahuilah seandainya aku yang masuk menemuinya, tentulah aku akan menemuinya hingga dapat berbicara berhadap-hadapan dengannya."

Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara lengkap, dan Imam Muslim di dalam kitab sahihnya telah mengetengahkan hadis ini melalui Qatadah dengan lafaz yang semisal.

Jalur lain dari Aisyah Radhiyallahu Anhu yang semakna dengan hadis ini.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah mencerita-kan kepada kami Zaid ibnul Habbab, dan telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Mahran; keduanya meriwayatkan hadis ini, tetapi lafaznya dari Ibnu Waki', dari Musa ibnu Ubaidah, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Tahla, dari Abu Saiamah, dari Aisyah Radhiyallahu Anhu yang menceritakan bahwa aku pernah mempersiapkan tikar hamparan untuk tempat salat Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam di malam hari. Orang-orang (para sahabat) mengintipnya dan mereka berkerumun mendengarkannya. Maka Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam Keluar seperti orang yang sedang marah, padahal beliau sayang kepada mereka. Beliau merasa khawatir bila qiyamul lail difardukan atas mereka, maka beliau bersabda:

«أَيُّهَا النَّاسُ اكْلَفُوا مِنَ الْأَعْمَالِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَمَلُّ مِنَ الثَّوَابِ حَتَّى تَمَلُّوا مِنَ الْعَمَلِ وَخَيْرُ الْأَعْمَالِ مَا دِيمَ عَلَيْهِ»

Hai manusia, kerjakanlah dari amal-amal ibadah yang sesuai dengan kamampuan kalian. Karena sesungguhnya Allah tidak pernah merasa bosan dalam memberi pahala, hingga kalian sendirilah yang bosan dalam beramal. Dan sebaik-baik amal ialah yang paling tetap pengamalannya.

Dan turunlah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ قُمِ اللَّيْلَ إِلا قَلِيلا نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلا أَوْ زِدْ عَلَيْهِ}

Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk salat) di malam hari, kecuali sedikit (darinya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. (Al-Muzzammil: 1-4)

Hingga tersebutlah ada seseorang yang terpaksa mengikat dirinya dengan tambang, lalu bergantung padanya (agar tetap dalam keadaan bangun). Mereka jalani masa itu selama delapan bulan, maka Allah melihat keinginan mereka dalam meraih rida-Nya. Akhirnya Allah mengasihani mereka dan mengembalikan mereka kepada salat fardu saja serta tidak lagi mewajibkan qiyamul lail.

Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui jalur Musa ibnu Ubaidah Ar-Rabzi, tetapi dia orangnya daif. Hadis ini di dalam kitab sahih tidak menyebutkan adanya penurunan surat Al-Muzzammil. Konteks hadis ini memberikan pengertian bahwa surat ini seakan-akan diturunkan di Madinah, padahal kenyataannya tidaklah demikian. Sesungguhnya surat ini tiada lain adalah surat Makkiyyah. Dan teks hadis yang menyebutkan bahwa jarak antara turunnya permulaan surat ini dan akhirnya memakan waktu delapan bulan. Ini berpredikat garib (aneh), karena sesungguhnya menurut apa yang tertera di dalam hadis riwayat Imam Ahmad sebelum ini telah disebutkan jarak tenggangnya adalah satu tahun.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Mis'ar, dari Sammak Al-Hanafi, bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan bahwa pada permulaan turunnya awal surat Al-Muzzammil, para sahabat melakukan qiyamul lail yang lamanya sama dengan qiyamul lail mereka dalam bulan Ramadan. Dan jarak tenggang waktu antara awal surat Al-Muzzammil sampai dengan ayat terakhirnya memakan waktu kurang lebih satu tahun. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Abu Kuraib, dari Abu Usamah dengan sanad yang sama.

As-Sauri dan Muhammad ibnu Bisyr Al-Abdi telah meriwayatkan dari Mis'ar, dari Sammak, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa jarak antara keduanya (permulaan surat dan akhirnya) adalah satu tahun. Ibnu Jarir telah meriwayatkan pula dari Abu Kuraib, dari Waki', dari Israil, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas hal yang semisal.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Mahran, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Qa"is ibnu Wahb, dari Abu Abdur Rahman yang mengatakan bahwa ketika diturunkan firman-Nya: Hai orang yang berselimut (Muhammad). (Al-Muzzammil: 1) Mereka mengerjakan qiyamul lail selama satu tahun sehingga telapak kaki dan betis mereka bengkak, hingga turunlah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an. (Al-Muzzammil: 20) Maka orang-orang pun (yakni para sahabat) merasa lega dengannya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri dan As-Saddi.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, te!ah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Umar Al-Qawariri, telah menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Qatadah, dari Zurarah ibnu Aufa, dari Sa'id ibnu Hisyam yang mengatakan bahwa lalu ia bertanya kepada Aisyah, "Ceritakanlah kepadaku tentang qiyamul lail Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam" Siti Aisyah balik bertanya, "Bukankah engkau telah membaca firman-Nya: Hai orang yang berselimut (Muhammad). (Al-Muzzammil: 1) Aku menjawab, "Benar, aku telah membacanya." Siti Aisyah Radhiyallahu Anhu berkata, "Itulah qiyamul lail yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam dan para sahabatnya, hingga telapak kaki mereka bengkak-bengkak (karena lamanya berdiri dalam salat), sedangkan penutup surat ini ditahan di langit selama enam belas bulan, kemudian baru diturunkan sesudahnya."

Ma'mar telah meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: bangunlah (untuk salat) di malam hari, kecuali sedikit (darinya). (Al-Muzzammil: 2) Mereka melakukan qiyamul lail selama kurang lebih satu atau dua tahun hingga betis dan telapak kaki mereka bengkak-bengkak, lalu Allah menurunkan ayat yang meringankannya sesudah itu di akhir surat.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Ya'qub Al-Qummi, dari Ja'far, dari Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa ketika Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan kepada Nabi-Nya firman berikut: Hai orang yang berselimut (Muhammad). (Al-Muzzammil: 1) Bahwa Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam mengerjakan perintah ini selama sepuluh tahun, yaitu qiyamul lail sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala Dan tersebutlah bahwa segolongan dari para sahabat ada yang ikut melakukan qiyamul lail bersamanya. Maka sesudah masa sepuluh tahun Allah menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (salat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. (Al-Muzzammil: 20) sampai dengan firman-Nya: dan dirikanlah salat. (Al-Muzzammil: 20) Maka melalui ayat ini Allah memberikan keringanan kepada mereka setelah sepuluh tahun.

Ibnu Abu Hatim meriwayatkan hadis ini dari ayahnya. dari Amr ibnu Rafi', dari Ya'qub Al-Qummi dengan sanad yang sama. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: bangunlah (untuk salat) di malam hari, kecuali sedikit (darinya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. (Al-Muzzammil: 2-3) Maka hal ini memberatkan kaum mukmin, kemudian Allah memberikan keringanan kepada mereka dan mengasihi mereka. Untuk itu Allah menurunkan firman-Nya sesudah itu: Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang lain, mereka berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah. (Al-Muzzammil: 20) sampai dengan firman-Nya: maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur'an. (Al-Muzzammil: 20) Maka melalui ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan keluasan bagi mereka —segala puji bagi Allah— dan Dia tidak mempersulit mereka.

****

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ وَتَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيلا}

Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan. (Al-Muzzammil: 8)

Yakhi perbanyaklah mengingat-Nya dan curahkanlah seluruh waktumu untuk beribadah kepada-Nya bila kamu telah selesai dari kesibukanmu dan menyelesaikan urusan duniawimu, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

{فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ}

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. (Al-Insyirah: 7)

Yaitu apabila kamu telah selesai dari kesibukanmu, maka curahkanlah dirimu untuk mengerjakan ketaatan kepada-Nya dan beribadah kepada-Nya, agar kamu menjadi orang yang berlapang dada. Ibnu Zaid telah mengatakan hal yang semakna atau mendekatinya.

Ibnu Abbas, Mujahid, AbuSaleh, Atiyyah, Ad-Dahhak, dan As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan. (Al-Muzzammil: 8)

Artinya, ikhlaslah kamu dalam beribadah kepada-Nya. Al-Hasan mengatakan bahwa bersungguh-sungguhlah kamu dan tekunkanlah dirimu dalam beribadah kepada-Nya. Ibnu Jarir mengatakan, bahwa dikatakan kepada seorang ahli ibadah bahwa dia adalah seorang yang mutabattil (tekun beribadah). Termasuk ke dalam pengertian ini hadis yang melarang ber-taba'ttul, yakni menghabiskan seluruh usia untuk beribadah dan tidak mau kawin.

*******************

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{رَبُّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ فَاتَّخِذْهُ وَكِيلا}

(Dialah) Tulian masyriq dan magrib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai Pelindung. (Al-Muzzammil: 9)

Yakni Dialah Yang Memiliki, Yang Mengatur semua yang di Masyriq dan yang di Magrib, tiada Tuhan yang berhak disembah selain Dia. Maka sebagaimana engkau esakan Dia dalam ibadah, esakanlah pula Dia dalam bertawakal, dan ambillah Dia sebagai Pelindung. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

 فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ

maka sembahlah Dia dan bertawakallah kepada-Nya. (Hud: 123)

Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. (Al-Fatihah: 5)

Masih banyak ayat lain yang mengandung perintah mengesakan Allah dalam beribadah dan bertaat, serta berserah diri hanya kepada-Nya. (Androidkit/FM)

Artikel Terkait

Komentar

Artikel Populer

Prahara Aleppo

French Foreign Minister Bernard Kouchner takes off a Jewish skull-cap, or Kippa, at the end of a visit to the Yad Vashem Holocaust Memorial in Jerusalem, Tuesday, Sept. 11, 2007. Kouchner is on an official visit to Israel and the Palestinian Territories. (AP Photo/Kevin Frayer) Eskalasi konflik di Aleppo beberapa hari terakhir diwarnai propaganda anti-rezim Suriah yang sangat masif, baik oleh media Barat, maupun oleh media-media “jihad” di Indonesia. Dan inilah mengapa kita (orang Indonesia) harus peduli: karena para propagandis Wahabi/takfiri seperti biasa, mengangkat isu “Syiah membantai Sunni” (lalu menyamakan saudara-saudara Syiah dengan PKI, karena itu harus dihancurkan, lalu diakhiri dengan “silahkan kirim sumbangan dana ke no rekening berikut ini”). Perilaku para propagandis perang itu sangat membahayakan kita (mereka berupaya mengimpor konflik Timteng ke Indonesia), dan untuk itulah penting bagi kita untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Suriah. Tulisan i

3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup - Himayah atau Pemimpin Ulama di Tanah Banten

Forum Muslim - Banten merupakan provinsi Seribu Kyai Sejuta Santri. Tak heran jika nama Banten terkenal diseluruh Nusantara bahkan dunia Internasional. Sebab Ulama yang sangat masyhur bernama Syekh Nawawi AlBantani adalah asli kelahiran di Serang - Banten. Provinsi yang dikenal dengan seni debusnya ini disebut sebut memiliki paku atau penjaga yang sangat liar biasa. Berikut akan kami kupas 3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup. 1. Abuya Syar'i Ciomas Banten Selain sebagai kyai terpandang, masyarakat ciomas juga meyakini Abuya Syar'i sebagai himayah atau penopang bumi banten. Ulama yang satu ini sangat jarang dikenali masyarakat Indonesia, bahkan orang banten sendiri masih banyak yang tak mengenalinya. Dikarnakan Beliau memang jarang sekali terlihat publik, kesehariannya hanya berdia di rumah dan menerima tamu yg datang sowan ke rumahnya untuk meminta doa dan barokah dari Beliau. Banyak santri - santrinya yang menyaksikan secara langsung karomah beliau. Beliau jug

Amalan Pada Malam Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha

Nabi Muhammad ﷺ bersabda: عن عبادة بن الصامت رضي الله عنه أن رسول ﷺ قال: “من أحيا ليلة الفطر وليلة الأضحى لم يمت قلبه يوم تموت القلوب” رواه الطبراني في الكبير والأوسط. Dari Ubadah Ibn Shomit r.a. Sungguh Rosulullah ﷺ bersabda: "Barangsiapa menghidupkan malam Idul Fitri dan malam Idul Adlha, hatinya tidak akan mati, di hari matinya hati." ( HR.Thobaroni ) عن أبي أمامه رضي الله عنه عن النبي ﷺ قال : “من قام ليلتي العيدين محتسباً لم يمت قلبه يوم تموت القلوب”. وفي رواية “من أحيا” رواه ابن ماجه Dari Abi Umamah r.a, dari Nabi ﷺ, bersabda: Barangsiapa beribadah di dua malam Hari Raya dengan hanya mengharap ALLAH, maka hatinya tidak akan mati pada hari matinya hati. ( HR. Ibnu Majah ) Bagaimana cara menghidupkan dua Hari Raya itu? Telah disebutkan oleh Syaikh Abdul Hamid Al Qudsi, dengan mengamalkan beberapa amalan: 1. Syaikh Al Hafni berkata: Ukuran minimal menghidupkan malam bisa dengan Sholat Isya’ berjama’ah dan meniatkan diri untuk jama’ah Sholat Shubuh pada besoknya. Atau mempe

ALASAN ALI MENUNDA QISHASH PEMBUNUH UTSMAN

Oleh :  Ahmad Syahrin Thoriq   1. Sebenarnya sebagian besar shahabat yang terlibat konflik dengan Ali khususnya, Zubeir dan Thalhah telah meraih kesepakatan dengannya dan mengetahui bahwa Ali akan menegakkan hukum qishash atas para pemberontak yang telah membunuh Utsman.  Namun akhirnya para shahabat tersebut berselisih pada sikap yang harus diambil selanjutnya. Sebagian besar dari mereka menginginkan agar segera diambil tindakan secepatnya. Sedangkan Ali memilih menunda hingga waktu yang dianggap tepat dan sesuai prosedur. 2. Sebab Ali menunda keputusan untuk menegakkan Qishash adalah karena beberapa pertimbangan, diantaranya : Pertama, para pelaku pembunuh Ustman adalah sekelompok orang dalam jumlah yang besar. Mereka kemudian berlindung di suku masing-masing atau mencari pengaruh agar selamat dari hukuman. Memanggil mereka untuk diadili sangat tidak mungkin. Jalan satu-satunya adalah dengan kekuatan. Dan Ali menilai memerangi mereka dalam kondisi negara sedang tidak stabil sudah pas

Sholawat-Sholawat Pembuka Hijab

Dalam Islam sangat banyak para ulama-ulama sholihin yang bermimpi Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam dan mendapatkan petunjuk atau isyarat untuk melakukan atau mengucapkan kalimat-kalimat tertentu (seperti dzikir, sholawat, doa dll ). Bahkan sebagian di antara mereka menerima redaksi sholawat langsung dari Rasulullah dengan ditalqin kata demi kata oleh Beliau saw. Maka jadilah sebuah susunan dzikir atau sholawat yg memiliki fadhilah/asror yg tak terhingga.  Dalam berbagai riwayat hadits dikatakan bahwa siapa pun yang bermimpi Nabi saw maka mimpi itu adalah sebuah kebenaran/kenyataan, dan sosok dalam mimpinya tersebut adalah benar-benar Nabi Muhammad saw. Karena setan tidak diizinkan oleh Alloh untuk menyerupai Nabi Muhammad saw. Beliau juga bersabda, "Barangsiapa yg melihatku dalam mimpi maka ia pasti melihatku dalam keadaan terjaga" ----------------------------- 1. SHOLAWAT JIBRIL ------------------------------ صَلَّى اللّٰهُ عَلٰى مُحَمَّدٍ SHOLLALLOOH 'ALAA MUHAMMA

Daun Pepaya Jepang, Aman Untuk Pakan Kambing di @kapurinjing

KH.MUNFASIR, Padarincang, Serang, Banten

Akhlaq seorang kyai yang takut memakai uang yang belum jelas  Kyai Laduni yang pantang meminta kepada makhluk Pesantren Beliau yang tanpa nama terletak di kaki bukit padarincang. Dulunya beliau seorang dosen IAIN di kota cirebon. Saat mendapatkan hidayah beliau hijrah kembali ke padarincang, beliau menjual seluruh harta bendanya untuk dibelikan sebidang sawah & membangun sepetak gubuk ijuk, dan sisa selebihnya beliau sumbangkan. Beliau pernah bercerita disaat krisis moneter, dimana keadaan sangatlah paceklik. Sampai sampai pada saat itu, -katanya- untuk makan satu biji telor saja harus dibagi 7. Pernah tiba tiba datanglah seseorang meminta doa padanya. Saat itu Beliau merasa tidak pantas mendoakan orang tersebut. Tapi orang tersebut tetap memaksa beliau yang pada akhirnya beliaupun mendoakan Alfatihah kepada orang tersebut. Saat berkehendak untuk pamit pulang, orang tersebut memberikan sebuah amplop yang berisi segepok uang. Sebulan kemudian orang tersebut kembali datang untuk memi

Kisah Siti Ummu Ayman RA Meminum Air Kencing Nabi Muhammad SAW

Di kitab Asy Syifa disebutkan bahwa Kanjeng Nabi Muhammad SAW punya pembantu rumah tangga perempuan bernama Siti Ummu Ayman RA. Dia biasanya membantu pekerjaan istri Kanjeng Nabi dan nginap di rumah Kanjeng Nabi. Dia bercerita satu pengalaman uniknya saat jadi pembantu Kanjeng Nabi. Kanjeng Nabi Muhammad itu punya kendi yang berfungsi sebagai pispot yang ditaruh di bawah ranjang. Saat di malam hari yang dingin, lalu ingin buang air kecil, Kanjeng Nabi buang air kecil di situ. Satu saat, kendi pispot tersebut hilang entah ke mana. Maka Kanjeng Nabi menanyakan kemana hilangnya kendi pispot itu pada Ummu Ayman. Ummu Ayman pun bercerita, satu malam, Ummu Ayman tiba-tiba terbangun karena kehausan. Dia mencari wadah air ke sana kemari. Lalu dia nemu satu kendi air di bawah ranjang Kanjeng Nabi SAW yang berisi air. Entah air apa itu, diminumlah isi kendi itu. Pokoknya minum dulu. Ternyata yang diambil adalah kendi pispot Kanjeng Nabi. Dan yang diminum adalah air seni Kanjeng Nabi yang ada dal

Mengelola Blog Wordpress dan Blogspot Melalui Ponsel

Di jaman gatget yang serba canggih ini, sekarang dasboard wordpress.com dan blogspot.com semakin mudah dikelola melalui ponsel. Namun pada settingan tertentu memang harus dilakukan melalui komputer seperti untuk mengedit themes atau template. Dan bagi kita yang sudah terbiasa "mobile" atau berada di lapangan maka kita bisa menerbitkan artikel kita ke blog wordpress.com melalui email yang ada di ponsel kita, so kita nggak usah kawatir.

Abuya Syar'i Ciomas Banten

''Abuya Syar'i Ciomas(banten)" Abuya Syar'i Adalah Seorang Ulama Yg Sangat Sepuh. Menurut beliau sekarang beliau telah berrusia lebih dari 140 tahun. Sungguh sangat sepuh untuk ukuran manusia pada umumnya. Abuya Sar'i adalah salah satu murid dari syekh. Nawawi al bantani yg masih hidup. Beliau satu angkatan dengan kyai Hasyim asy'ary pendiri Nahdatul ulama. Dan juga beliau adalah pemilik asli dari golok ciomas yg terkenal itu. Beliau adalah ulama yg sangat sederhana dan bersahaja. Tapi walaupun begitu tapi ada saja tamu yg berkunjung ke kediamannya di ciomas banten. Beliau juga di yakini salah satu paku banten zaman sekarang. Beliau adalah kyai yg mempunyai banyak karomah. Salah satunya adalah menginjak usia 140 tahun tapi beliau masih sehat dan kuat fisiknya. Itulah sepenggal kisah dari salah satu ulama banten yg sangat berpengaruh dan juga kharismatik. Semoga beliau senantiasa diberi umur panjang dan sehat selalu Aaamiiin... (FM/ FB )