Langsung ke konten utama

Tafsir Al Qur'an Surat At Taubah Ayat 84


At-Taubah, ayat 84

{وَلا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ;;’’ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ (84) }

Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah) seorang pun yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, dan mereka mati dalam keadaan fasik.

Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kepada Rasul-Nya agar berlepas diri dari orang-orang munafik, jangan menyalatkan jenazah seorang pun dari mereka yang mati, dan janganlah berdiri di kuburnya untuk memohonkan ampun baginya atau berdoa untuknya; karena sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, dan mereka mati dalam kekafirannya.

Hal ini merupakan hukum yang bersifat umum berlaku terhadap setiap orang yang telah dikenal kemunafikannya, sekalipun penyebab turunnya ayat ini berkenaan dengan Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul, pemimpin orang-orang munafik.

قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا عُبَيد بْنُ إِسْمَاعِيلَ، عَنْ أَبِي أُسَامَةَ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عمر قَالَ: لَمَّا تُوُفِّيَ عَبْدُ اللَّهِ -هُوَ ابْنُ أُبَيٍّ -جَاءَ ابْنُهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَأَلَهُ أَنْ يُعْطِيَهُ قَمِيصَهُ يُكَفِّن فِيهِ أَبَاهُ، فَأَعْطَاهُ، ثُمَّ سَأَلَهُ أَنْ يُصَلِّيَ عَلَيْهِ، فَقَامَ رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيُصَلِّيَ عَلَيْهِ، فَقَامَ عُمَرُ فَأَخَذَ بِثَوْبِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، تُصَلِّي عَلَيْهِ وَقَدْ نَهَاكَ رَبُّكَ أَنْ تُصَلِّيَ عَلَيْهِ؟! فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّمَا خَيَّرَنِي اللَّهُ فَقَالَ: {اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ} وَسَأَزِيدُهُ عَلَى السَّبْعِينَ". قَالَ: إِنَّهُ مُنَافِقٌ! قَالَ: فَصَلَّى عَلَيْهِ [رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ] فَأَنْزَلَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، آيَةَ: {وَلا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ}

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ubaid ibnu Isma'il, dari Abu Usamah, dari Ubaidillah, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa ketika Abdulah ibnu Ubay mati, maka anaknya yang juga bernama Abdullah datang menghadap Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam dan meminta baju gamis Rasul Shalallahu'alaihi Wasallam untuk dipakai sebagai kain kafan ayahnya. Maka Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam memberikan baju gamisnya kepada Abdullah. Kemudian Abdullah meminta kepada Rasul Shalallahu'alaihi Wasallam untuk menyalatkan jenazah ayahnya. Maka Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bangkit untuk menyalatkannya. Tetapi Umar bangkit pula dan menarik baju Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam seraya berkata, "Wahai Rasulullah, apakah engkau akan menyalatkan jenazahnya, padahal Tuhanmu telah melarangmu menya­latkannya?" Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: Sesungguhnya Allah hanya memberiku pilihan. Dia telah berfirman “Kamu mohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampun kepada mereka.” Dan aku akan melakukannya lebih dari tujuh puluh kali. Umar berkata, "Dia orang munafik." Tetapi Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam tetap menyalatkannya. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah) seorang pun yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri di kuburnya. (At-Taubah: 84)

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Abu Usamah Hammad ibnu Usamah dengan sanad yang sama.

Kemudian Imam Bukhari meriwayatkannya dari Ibrahim ibnul Munzir, dari Anas ibnu Iyad, dari Ubaidillah (yakni Ibnu Umar Al-Umari) dengan sanad yang sama. Antara lain disebutkan bahwa Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam tetap menyalatkannya, maka kami (para sahabat) ikut salat bersamanya, lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan firman-Nya: Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah) seorang pun yang mati di antara mereka. (At-Taubah: 84), hingga akhir ayat.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Yahya ibnu Sa'id Al-Qattan, dari Ubaidillah dengan sanad yang sama.

Imam Ahmad telah meriwayatkan hal yang semisal dengan hadis ini melalui hadis Umar ibnul Khattab juga. Untuk itu, Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Ibnu Ishaq; telah menceritakan kepadaku Az-Zuhri, dari Ubaidillah ibnu Abdullah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Umar ibnul Khattab Radhiyallahu Anhu mengatakan, "Ketika Abdullah ibnu Ubay mati, Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam diun­dang untuk ikut menyalatkan jenazahnya. Maka Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bangkit untuk menyalatkannya. Ketika beliau berdiri di hadapan jenazah itu dengan maksud akan menyalatkannya, maka aku (Umar) berpindah tempat hingga aku berdiri di depan dadanya, lalu aku berkata, 'Wahai Rasulullah, apakah engkau akan menyalatkan musuh Allah —si Abdullah ibnu Ubay— ini yang telah melakukan hasutan pada hari anu dan hari anu?' seraya menyebutkan bilangan hari-hari yang telah dilakukannya. Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam hanya tersenyum, hingga ketika aku mendesaknya terus, maka Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, 'Minggirlah dariku, hai Umar. Sesungguhnya aku disuruh memilih, maka aku memilih. Allah telah berfirman kepadakuKamu mohonkan ampun bagi mereka. (At-Taubah: 80), hingga akhir ayat. Seandainya aku mengetahui bahwa jika aku melakukannya lebih dari tujuh puluh kali, lalu mendapat ampunan, niscaya aku akan menambah­kannya.' Kemudian Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam menyalatkannya, berjalan mengiringi jenazahnya, dan berdiri di kuburnya hingga selesai dari pengebumiannya. Umar berkata, 'Saya sendiri merasa aneh mengapa kali ini saya berani berbuat demikian kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam Hanya Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. Tetapi tidak lama kemudian turunlah ayat berikut,' yaitu firman-Nya: Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah) seorang-pun yang mati di antara mereka. (At-Taubah: 84), hingga akhir ayat. Sesudah itu Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam tidak pernah lagi menyalatkan jenazah orang munafik, tidak pula berdiri di kuburnya hingga beliau wafat."

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Tirmuzi di dalam kitab Tafsir-nya melalui hadis Muhammad ibnu Ishaq, dari Az-Zuhri dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.

Imam Bukhari meriwayatkannya dari Yahya ibnu Bukair, dari Al-Lais, dari Aqil, dari Az-Zuhri dengan sanad yang sama, lalu disebutkan hal yang semisal. Antara lain disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, "Minggirlah dariku, hai Umar." Ketika Umar mendesaknya terus, maka Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: Sesungguhnya aku disuruh memilih, maka aku memilih. Dan seandainya aku mengetahui bahwa bila aku memohonkan ampun baginya lebih dari tujuh puluh kali diampuni baginya, niscaya aku akan menambahkannya. Lalu Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam menyalatkannya. Setelah itu beliau pergi, dan tidak lama kemudian turunlah dua ayat dari surat Al-Bara’ah (At-Taubah) yang dimulai dari firman-Nya: Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah) seorang pun yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri di kuburnya. (At-Taubah: 84), hingga akhir ayat berikutnya. Umar berkata, "Sesudah itu saya merasa heran mengapa saya begitu berani terhadap Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam, padahal Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam jelas lebih mengetahui."

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubaid, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik, dari Ibnuz Zubair, dari Jabir yang menceritakan bahwa ketika Abdullah ibnu Ubay meninggal dunia, maka anaknya datang menghadap kepada Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam dan berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau jika tidak mendatanginya, maka kami tetap akan merasa kecewa karenanya." Maka Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam datang dan menjumpai jenazahnya telah dimasukkan ke dalam liang kuburnya. Rasul Shalallahu'alaihi Wasallam bersabda, "Mengapa kalian tidak mengundangku sebelum kalian memasukkannya ke dalam liang kubur?" Lalu jenazahnya dikeluarkan dari liang kubur, dan Rasul Shalallahu'alaihi Wasallam meludahinya dari bagian atas hingga telapak kakinya, lalu memakaikan baju gamis yang dipakainya kepada jenazah itu.

Imam Nasai meriwayatkannya dari Abu Daud Al-Harrani, dari Ya'la ibnu Ubaid, dari Abdul Malik (yaitu Ibnu Abu Sulaiman) dengan sanad yang sama.

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Usman, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Amr yang telah mendengar Jabir ibnu Abdullah menceritakanJiadis berikut, bahwa Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam datang kepada jenazah Abdullah ibnu Ubay sesudah dimasukkan ke dalam kuburnya. Beliau memerintahkan agar dikeluarkan, maka jenazah itu dikeluarkan. Kemudian Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam meletakkannya di atas kedua lututnya dan meludahinya serta memakai­kan baju gamisnya kepada jenazah itu.

Imam Muslim dan Imam Nasai telah meriwayatkannya pula melal ui berbagai jalur dari Sufyan ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama.

Imam Abu Bakar Ahmad ibnu Amr ibnu Abdul Khaliq Al-Bazzar dalam kitab Musnad-nya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Yahya, telah menceritakan kepada kami Mujalid, telah menceritakan kepada kami Amir. telah menceritakan kepada kami Jabir. Dan telah menceritakan kepada kami Yusuf ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Migra Ad-Dausi, telah menceritakan kepada kami Mujalid, dari Asy-Sya'bi, dari Jabir yang mengatakan bahwa ketika pemimpin orang-orang munafik mati —menurut Yahya ibnu Sa'id disebutkan— di Madinah, sebelumnya ia berwasiat minta disalatkan oleh Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam Maka anaknya datang menghadap Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam dan berkata, "Sesungguhnya ayahku telah berwasiat bahwa ia minta agar dikafani dengan baju gamismu." Teks ini ada pada hadis yang diriwayatkan oleh Abdur Rahman ibnu Migra. Yahya dalam hadisnya mengatakan.”Lalu Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam menyalatkannya dan memakaikan baju gamisnya kepada jenazah itu." Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan firman-Nya: Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah) seorang pun yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri di kuburnya. (At-Taubah: 84)

Dalam riwayatnya Abdur Rahman menambahkan bahwa Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam menanggalkan baju gamisnya, kemudian memberikannya kepada anak pemimpin munafik itu, lalu beliau berangkat dan menyalatkannya serta berdiri di kuburnya. Setelah beliau pergi dari tempat itu, datanglah Malaikat Jibril menyampaikan firman-Nya: Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah) seorang pun yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri di kuburnya. (At-Taubah: 84)

Sanad hadis ini tidak ada masalah, hadis yang sebelumnya menjadi syahid yang menguatkannya.

Imam Abu Ja'far At-Jabari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ishaq. telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Yazid Ar-Raqqasyi, dari Anas. bahwa Rasulullah Shalallahu'alaihi Wasallam bermaksud menyalatkan jenazah Abdullah ibnu Ubay. Maka Malaikat Jibril memegang bajunya dan berkata menyampaikan firman-Nya: Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah) seorang pun yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri di kuburnya. (At-Taubah: 84)

Al-Hafiz Abu Ya'la di dalam kitab Musnad-nya telah meriwayatkannya melalui hadis Yazid Ar-Raqqasyi, tetapi dia orangnya daif.

Qatadah mengatakan bahwa Abdullah ibnu Ubay ketika sedang sakit keras mengirimkan utusannya kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam untuk mengun­dangnya. Ketika Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam masuk menemuinya, maka Nabi Saw bersabda, "Cintamu kepada agama Yahudi membinasakan dirimu." Abdullah ibnu Ubay berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mengundangmu untuk memohonkan ampun bagiku, dan aku tidak mengundangmu untuk menegurku." Kemudian Abdullah meminta kepada Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam agar baju gamis Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam diberikan kepadanya untuk ia pakai sebagai kain kafan. Lalu Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam memberikannya. Setelah Abdullah ibnu Ubay mati, Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam menyalatkannya dan berdiri di kuburnya (mendoakannya). Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan firman-Nya: Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah) seorang pun yang mati di antara mereka. (At-Taubah: 84), hingga akhir ayat.

Sebagian ulama Salaf menyebutkan, "Sesungguhnya Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam mau memberikan baju gamisnya kepada Abdullah ibnu Ubay karena Abdullah ibnu Ubay pernah memberikan baju gamisnya kepada Al-Abbas —paman Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam— di saat datang ke Madinah. Saat itu Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam mencari baju gamis yang sesuai dengan ukuran tubuh paman­nya, tetapi tidak menemukannya kecuali pakaian Abdullah ibnu Ubay, karena Abdullah ibnu Ubay sama tinggi dan besarnya dengan Al-Abbas. Maka Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam melakukan hal itu sebagai balas jasa kepadanya. Sesudah itu —yakni sesudah turunnya ayat ini— Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam tidak lagi menyalatkan jenazah seorang pun dari orang-orang munafik yang mati, tidak pula berdiri di kuburnya."

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari ayahnya, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abu Qatadah, dari ayahnya yang menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam apabila diundang untuk menghadiri jenazah, terlebih dahulu menanyakan tentangnya. Jika orang-orang menyebutnya dengan sebutan memuji karena baik, maka beliau bangkit dan mau menyalatkannya. Tetapi jika keadaan jenazah itu adalah sebaliknya, maka beliau Shalallahu'alaihi Wasallam hanya bersabda, "Itu terserah kalian," dan beliau tidak mau menyalatkannya.

Disebutkan bahwa Khalifah Umar ibnul Khattab tidak mau menyalatkan jenazah orang yang tidak dikenalnya, kecuali bila Huzaifah ibnul Yaman mau menyalatkannya, maka barulah ia mau menyalatkannya; karena Huzaifah ibnul Yaman mengetahui satu per satu dari orang-orang munafik itu, Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam telah menceritakan hal itu kepadanya. Oleh sebab itu, Huzaifah ibnul Yaman diberi julukan sebagai pemegang rahasia yang tidak diketahui oleh sahabat lainnya.

Abu Ubaid di dalam Kitabul Garib mengatakan sehubungan dengan hadis Umar, bahwa ia pernah hendak menyalatkan jenazah seorang lelaki, tetapi Huzaifah menjentiknya seakan-akan bermaksud mencegahnya supaya jangan menyalatkan jenazah orang itu. Kemudian diriwayatkan dari sebagian ulama bahwa istilah al-mirz yang disebutkan dalam hadis ini ialah menjentik dengan ujung jari.

Setelah Allah Subhanahu wa Ta'ala melarang menyalatkan jenazah orang-orang munafik dan berdiri di kubur mereka untuk memohonkan ampun bagi mereka, maka perbuatan seperti itu terhadap orang-orang mukmin merupakan amal taqarrub yang paling besar, yakni melakukan kebalikannya; dan pelakunya akan mendapat pahala yang berlimpah, seperti yang disebutkan di dalam kitab-kitab Sahih dan kitab-kitab hadis yang lainnya melalui hadis Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu yang menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda:

"مَنْ شَهِدَ الْجِنَازَةَ حَتَّى يُصَلِّيَ عَلَيْهَا فَلَهُ قِيرَاطٌ، وَمَنْ شَهِدَهَا حَتَّى تُدْفَنَ فَلَهُ قِيرَاطَانِ". قِيلَ: وَمَا الْقِيرَاطَانِ؟ قَالَ: "أَصْغَرُهُمَا مِثْلُ أُحُدٍ"

Barang siapa yang menyaksikan jenazah hingga menyalatkannya, maka baginya pahala satu qirat; dan barang siapa yang menyaksikannya hingga mengebumikannya, maka baginya pahala dua qirat. Ketika ditanyakan, "Apakah dua qirat itu?" Maka Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, "Yang paling kecil di antara keduanya besarnya sama dengan Bukit Uhud."

Adapun mengenai berdiri di kubur orang mukmin yang meninggal dunia. maka Imam Abu Daud menyebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ibrahim Ibnu Musa Ar-Razi telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Abdullah ibnu Buhair, dari Hani' (yaitu Abu Sa'id Al-Bariri maula Usman ibnu Affan) dari Usman ibnu Affan yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam apabila telah selesai dari menge­bumikan jenazah, maka beliau berdiri di kuburannya dan bersabda:

"اسْتَغْفِرُوا لِأَخِيكُمْ، وَاسْأَلُوا لَهُ التَّثْبِيتَ، فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْأَلُ".

Mohonkanlah ampun bagi saudara kalian, dan mintakanlah keteguhan buatnya, karena sesungguhnya sekarang ia akan ditanyai.

Hadis diriwayatkan secara munfarid oleh Imam Abu Daud. (Androidkit/FM)

Artikel Terkait

Komentar

Artikel Populer

Prahara Aleppo

French Foreign Minister Bernard Kouchner takes off a Jewish skull-cap, or Kippa, at the end of a visit to the Yad Vashem Holocaust Memorial in Jerusalem, Tuesday, Sept. 11, 2007. Kouchner is on an official visit to Israel and the Palestinian Territories. (AP Photo/Kevin Frayer) Eskalasi konflik di Aleppo beberapa hari terakhir diwarnai propaganda anti-rezim Suriah yang sangat masif, baik oleh media Barat, maupun oleh media-media “jihad” di Indonesia. Dan inilah mengapa kita (orang Indonesia) harus peduli: karena para propagandis Wahabi/takfiri seperti biasa, mengangkat isu “Syiah membantai Sunni” (lalu menyamakan saudara-saudara Syiah dengan PKI, karena itu harus dihancurkan, lalu diakhiri dengan “silahkan kirim sumbangan dana ke no rekening berikut ini”). Perilaku para propagandis perang itu sangat membahayakan kita (mereka berupaya mengimpor konflik Timteng ke Indonesia), dan untuk itulah penting bagi kita untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Suriah. Tulisan i

Mengelola Blog Wordpress dan Blogspot Melalui Ponsel

Di jaman gatget yang serba canggih ini, sekarang dasboard wordpress.com dan blogspot.com semakin mudah dikelola melalui ponsel. Namun pada settingan tertentu memang harus dilakukan melalui komputer seperti untuk mengedit themes atau template. Dan bagi kita yang sudah terbiasa "mobile" atau berada di lapangan maka kita bisa menerbitkan artikel kita ke blog wordpress.com melalui email yang ada di ponsel kita, so kita nggak usah kawatir.

Amalan Pada Malam Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha

Nabi Muhammad ﷺ bersabda: عن عبادة بن الصامت رضي الله عنه أن رسول ﷺ قال: “من أحيا ليلة الفطر وليلة الأضحى لم يمت قلبه يوم تموت القلوب” رواه الطبراني في الكبير والأوسط. Dari Ubadah Ibn Shomit r.a. Sungguh Rosulullah ﷺ bersabda: "Barangsiapa menghidupkan malam Idul Fitri dan malam Idul Adlha, hatinya tidak akan mati, di hari matinya hati." ( HR.Thobaroni ) عن أبي أمامه رضي الله عنه عن النبي ﷺ قال : “من قام ليلتي العيدين محتسباً لم يمت قلبه يوم تموت القلوب”. وفي رواية “من أحيا” رواه ابن ماجه Dari Abi Umamah r.a, dari Nabi ﷺ, bersabda: Barangsiapa beribadah di dua malam Hari Raya dengan hanya mengharap ALLAH, maka hatinya tidak akan mati pada hari matinya hati. ( HR. Ibnu Majah ) Bagaimana cara menghidupkan dua Hari Raya itu? Telah disebutkan oleh Syaikh Abdul Hamid Al Qudsi, dengan mengamalkan beberapa amalan: 1. Syaikh Al Hafni berkata: Ukuran minimal menghidupkan malam bisa dengan Sholat Isya’ berjama’ah dan meniatkan diri untuk jama’ah Sholat Shubuh pada besoknya. Atau mempe

3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup - Himayah atau Pemimpin Ulama di Tanah Banten

Forum Muslim - Banten merupakan provinsi Seribu Kyai Sejuta Santri. Tak heran jika nama Banten terkenal diseluruh Nusantara bahkan dunia Internasional. Sebab Ulama yang sangat masyhur bernama Syekh Nawawi AlBantani adalah asli kelahiran di Serang - Banten. Provinsi yang dikenal dengan seni debusnya ini disebut sebut memiliki paku atau penjaga yang sangat liar biasa. Berikut akan kami kupas 3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup. 1. Abuya Syar'i Ciomas Banten Selain sebagai kyai terpandang, masyarakat ciomas juga meyakini Abuya Syar'i sebagai himayah atau penopang bumi banten. Ulama yang satu ini sangat jarang dikenali masyarakat Indonesia, bahkan orang banten sendiri masih banyak yang tak mengenalinya. Dikarnakan Beliau memang jarang sekali terlihat publik, kesehariannya hanya berdia di rumah dan menerima tamu yg datang sowan ke rumahnya untuk meminta doa dan barokah dari Beliau. Banyak santri - santrinya yang menyaksikan secara langsung karomah beliau. Beliau jug

Sholawat-Sholawat Pembuka Hijab

Dalam Islam sangat banyak para ulama-ulama sholihin yang bermimpi Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam dan mendapatkan petunjuk atau isyarat untuk melakukan atau mengucapkan kalimat-kalimat tertentu (seperti dzikir, sholawat, doa dll ). Bahkan sebagian di antara mereka menerima redaksi sholawat langsung dari Rasulullah dengan ditalqin kata demi kata oleh Beliau saw. Maka jadilah sebuah susunan dzikir atau sholawat yg memiliki fadhilah/asror yg tak terhingga.  Dalam berbagai riwayat hadits dikatakan bahwa siapa pun yang bermimpi Nabi saw maka mimpi itu adalah sebuah kebenaran/kenyataan, dan sosok dalam mimpinya tersebut adalah benar-benar Nabi Muhammad saw. Karena setan tidak diizinkan oleh Alloh untuk menyerupai Nabi Muhammad saw. Beliau juga bersabda, "Barangsiapa yg melihatku dalam mimpi maka ia pasti melihatku dalam keadaan terjaga" ----------------------------- 1. SHOLAWAT JIBRIL ------------------------------ صَلَّى اللّٰهُ عَلٰى مُحَمَّدٍ SHOLLALLOOH 'ALAA MUHAMMA

Kisah Siti Ummu Ayman RA Meminum Air Kencing Nabi Muhammad SAW

Di kitab Asy Syifa disebutkan bahwa Kanjeng Nabi Muhammad SAW punya pembantu rumah tangga perempuan bernama Siti Ummu Ayman RA. Dia biasanya membantu pekerjaan istri Kanjeng Nabi dan nginap di rumah Kanjeng Nabi. Dia bercerita satu pengalaman uniknya saat jadi pembantu Kanjeng Nabi. Kanjeng Nabi Muhammad itu punya kendi yang berfungsi sebagai pispot yang ditaruh di bawah ranjang. Saat di malam hari yang dingin, lalu ingin buang air kecil, Kanjeng Nabi buang air kecil di situ. Satu saat, kendi pispot tersebut hilang entah ke mana. Maka Kanjeng Nabi menanyakan kemana hilangnya kendi pispot itu pada Ummu Ayman. Ummu Ayman pun bercerita, satu malam, Ummu Ayman tiba-tiba terbangun karena kehausan. Dia mencari wadah air ke sana kemari. Lalu dia nemu satu kendi air di bawah ranjang Kanjeng Nabi SAW yang berisi air. Entah air apa itu, diminumlah isi kendi itu. Pokoknya minum dulu. Ternyata yang diambil adalah kendi pispot Kanjeng Nabi. Dan yang diminum adalah air seni Kanjeng Nabi yang ada dal

ALASAN ALI MENUNDA QISHASH PEMBUNUH UTSMAN

Oleh :  Ahmad Syahrin Thoriq   1. Sebenarnya sebagian besar shahabat yang terlibat konflik dengan Ali khususnya, Zubeir dan Thalhah telah meraih kesepakatan dengannya dan mengetahui bahwa Ali akan menegakkan hukum qishash atas para pemberontak yang telah membunuh Utsman.  Namun akhirnya para shahabat tersebut berselisih pada sikap yang harus diambil selanjutnya. Sebagian besar dari mereka menginginkan agar segera diambil tindakan secepatnya. Sedangkan Ali memilih menunda hingga waktu yang dianggap tepat dan sesuai prosedur. 2. Sebab Ali menunda keputusan untuk menegakkan Qishash adalah karena beberapa pertimbangan, diantaranya : Pertama, para pelaku pembunuh Ustman adalah sekelompok orang dalam jumlah yang besar. Mereka kemudian berlindung di suku masing-masing atau mencari pengaruh agar selamat dari hukuman. Memanggil mereka untuk diadili sangat tidak mungkin. Jalan satu-satunya adalah dengan kekuatan. Dan Ali menilai memerangi mereka dalam kondisi negara sedang tidak stabil sudah pas

Abuya Syar'i Ciomas Banten

''Abuya Syar'i Ciomas(banten)" Abuya Syar'i Adalah Seorang Ulama Yg Sangat Sepuh. Menurut beliau sekarang beliau telah berrusia lebih dari 140 tahun. Sungguh sangat sepuh untuk ukuran manusia pada umumnya. Abuya Sar'i adalah salah satu murid dari syekh. Nawawi al bantani yg masih hidup. Beliau satu angkatan dengan kyai Hasyim asy'ary pendiri Nahdatul ulama. Dan juga beliau adalah pemilik asli dari golok ciomas yg terkenal itu. Beliau adalah ulama yg sangat sederhana dan bersahaja. Tapi walaupun begitu tapi ada saja tamu yg berkunjung ke kediamannya di ciomas banten. Beliau juga di yakini salah satu paku banten zaman sekarang. Beliau adalah kyai yg mempunyai banyak karomah. Salah satunya adalah menginjak usia 140 tahun tapi beliau masih sehat dan kuat fisiknya. Itulah sepenggal kisah dari salah satu ulama banten yg sangat berpengaruh dan juga kharismatik. Semoga beliau senantiasa diberi umur panjang dan sehat selalu Aaamiiin... (FM/ FB )

Daun Pepaya Jepang, Aman Untuk Pakan Kambing di @kapurinjing

KH.MUNFASIR, Padarincang, Serang, Banten

Akhlaq seorang kyai yang takut memakai uang yang belum jelas  Kyai Laduni yang pantang meminta kepada makhluk Pesantren Beliau yang tanpa nama terletak di kaki bukit padarincang. Dulunya beliau seorang dosen IAIN di kota cirebon. Saat mendapatkan hidayah beliau hijrah kembali ke padarincang, beliau menjual seluruh harta bendanya untuk dibelikan sebidang sawah & membangun sepetak gubuk ijuk, dan sisa selebihnya beliau sumbangkan. Beliau pernah bercerita disaat krisis moneter, dimana keadaan sangatlah paceklik. Sampai sampai pada saat itu, -katanya- untuk makan satu biji telor saja harus dibagi 7. Pernah tiba tiba datanglah seseorang meminta doa padanya. Saat itu Beliau merasa tidak pantas mendoakan orang tersebut. Tapi orang tersebut tetap memaksa beliau yang pada akhirnya beliaupun mendoakan Alfatihah kepada orang tersebut. Saat berkehendak untuk pamit pulang, orang tersebut memberikan sebuah amplop yang berisi segepok uang. Sebulan kemudian orang tersebut kembali datang untuk memi