Langsung ke konten utama

Tafsir Surat Al An'am Ayat 102-103




Al-An'am, ayat 102-103

ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ فَاعْبُدُوهُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ (102) لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ (103)

Yang (memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kalian, tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu. Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Mahahalus lagi Maha Mengetahui.

Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ}

Yang demikian itu adalah Allah Tuhan kalian. (Al-An'am: 102)

Maksudnya, yang menciptakan segala sesuatu, tidak beranak, dan tidak pula beristri.

{لَا إِلَهَ إِلا هُوَ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ فَاعْبُدُوهُ}

tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia. (Al-An'am: 102)

Artinya, sembahlah Dia semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan akuilah ketauhidan-Nya (keesaaan-Nya), bahwa tidak ada Tuhan selain Dia, Dia tidak beranak, tidak diperanakkan, tidak beristri, dan tidak ada yang menyamai dan menandingi-Nya.

{وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ}

dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu. (Al-An'am: 102)

Yakni Dialah Yang memelihara. Yang Mengawasi dan Yang mengatur semua yang selain-Nya, Dia memberi mereka rezeki dan memelihara mereka sepanjang malam dan siang hari.

****

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{لَا تُدْرِكُهُ الأبْصَارُ}

Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata. (Al-An'am: 103)

Sehubungan dengan makna ayat ini, ada beberapa pendapat di kalangan para imam dari kalangan ulama Salaf.

Menurut pendapat pertama, Allah tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata di dunia, sekalipun nanti di akhirat dapat dilihat. Demikianlah menurut apa yang disebutkan oleh banyak hadis mutawatir dari Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam melalui berbagai jalur periwayatan yang telah ditetapkan di dalam kitab-kitab Sahih, kitab-kitab Musnad, dan kitab-kitab Sunnah.

Sehubungan dengan hal ini Masruq telah meriwayatkan dari Siti Aisyah yang mengatakan, "Barang siapa yang menduga bahwa Muhammad telah melihat Tuhannya, sesungguhnya ia telah berdusta." Menurut riwayat lain 'melihat Allah', karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 103)

Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim, melalui hadis Abu Bakar ibnu Ayyasy, dari Asim ibnu Abun Nujud, dari Abud Duha, dari Masruq.

Hadis ini telah diriwayatkan pula oleh bukan hanya seorang, dari Masruq. Telah ditetapkan pula di dalam kitab Sahih dan kitab-kitab lainnya, dari Siti Aisyah melalui berbagai jalur periwayatan. Tetapi Ibnu Abbas berpendapat berbeda; menurut riwayat yang bersumberkan darinya, penglihatan ini bersifat mutlak (yakni di dunia dan akhirat). Menurut suatu riwayat yang bersumberkan darinya, Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam pernah melihat Tuhannya dengan pandangan kalbunya sebanyak dua kali. Masalah ini disebutkan di dalam permulaan tafsir surat An-Najm, Insya Allah.

Ibnu Abu Hatim menuturkan bahwa Muhammad ibnu Muslim pernah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ibrahim Ad-Dauraqi, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Mu'in; ia mengatakan bahwa ia pernah mendengar Isma'il ibnu Ulayyah mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata. (Al-An?am: 103) Hal ini di dunia.

Ayah Ibnu Abu Hatim pernah mengatakan dari Hisyam ibnu Ubaidillah yang telah mengatakan hal yang sama.

Pendapat lain mengatakan bahwa makna firman-Nya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata. (Al-An?am: 103) Yakni semua penglihatan mata. Hal ini telah di-takhsis oleh hadis yang menyatakan bahwa orang-orang mukmin kelak di akhirat dapat melihat Tuhannya.

Pendapat lain —yaitu dari kalangan Mu'tazilah— mengatakan sesuai dengan pemahaman mereka terhadap makna ayat ini, yaitu bahwa Allah tidak dapat dilihat, baik di dunia maupun di akhirat. Dengan demikian, mereka berpendapat berbeda dengan ahli sunnah wal jama'ah dalam masalah ini karena ketidakmengertian mereka kepada apa yang ditunjukkan oleh Kitabullah dan sunnah Rasulullah.

Adapun dalil dari Al-Qur’an ialah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ. إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ}

Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri, kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Al-Qiyamah: 22-23)

Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman pula, menceritakan perihal orang-orang kafir:

{كَلا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ}

Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari (melihat) Tuhan mereka. (Al-Muthaffifin: 15)

Imam Syafii mengatakan bahwa hal ini menunjukkan bahwa orang-orang mukmin tidak terhalang untuk melihat Tuhan mereka Yang Mahasuci lagi Mahatinggi. Adapun mengenai dalil dari sunnah, maka banyak hadis mutawatir diriwayatkan dari Abu Sa'id, Abu Hurairah, Anas, Juraij, Suhaib, Bilal, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan sahabat, dari Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam; semuanya menyebutkan bahwa orang-orang mukmin kelak di akhirat dapat melihat Allah di 'Arasat (halaman-halaman surga) dan di taman-taman surga. Semoga Allah menjadikan kita dari golongan mereka berkat karunia dan kemuliaan­Nya, amin.

Menurut pendapat lain sehubungan dengan makna firman-Nya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata. (Al-An'am: 103) Yakni oleh rasio (akal). Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim, dari Ali ibnul Husain, dari Al-Fallas, dari Ibnu Mahdi, dari Abul Husain Yahya ibnul Husain qari' ahli Mekah, bahwa dia telah mengatakan hal tersebut. Tetapi pendapat ini garib sekali, dan berbeda dengan makna lahiriah ayat. Seakan-akan dia berpandangan bahwa lafaz idrak di sini bermakna ru-yah.

Ulama lain mengatakan bahwa tidak ada pertentangan antara ketetapan melihat dan pe-nafi'-an idrak dan yang lebih khusus daripada ru-yah (melihat), karena sesungguhnya pengertian idrak (mencapai) tidak memastikan adanya pe-nafi-an hal yang lebih khusus dengan pe-nafi-an yang lebih umum.

Kemudian mereka berselisih pendapat mengenai pengertian pencapaian yang ditiadakan (yang di-nafi-kan), yakni bagaimana hakikatnya? Menurut suatu pendapat, yang di-nafi-kan adalah mengetahui hakikat-Nya, karena sesungguhnya tidak ada yang mengetahui-Nya selain Dia sendiri, sekalipun orang-orang mukmin dapat melihat-Nya. Perihalnya sama dengan orang yang melihat rembulan, sesungguhnya dia tidak dapat mengetahui hakikat, keadaan, dan materinya. Maka Tuhan Yang Mahabesar lebih utama daripada hal tersebut, dan hanya Dialah Yang memiliki perumpamaan Yang Maha­tinggi.

Ibnu Ulayyah mengatakan bahwa pengertian tersebut (yakni mustahil mengetahui hakikat Allah) hanya terjadi di dunia. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.

Pendapat lainnya lagi mengatakan bahwa makna pengetahuan atau idrak lebih khusus daripada ru-yah (penglihatan), makna idrak sama dengan meliputi. Mereka mengatakan bahwa tidak adanya peliputan bukan berarti memastikan tidak adanya penglihatan, sebagaimana tidak adanya ilmu yang meliputi bukan berarti memastikan tidak adanya ilmu.

Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman:

{وَلا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا}

sedangkan ilmu mereka tidak dapat meliputi-Nya. (Thaha: 110)

Di dalam sebuah hadis sahih Muslim disebutkan:

"لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ على نفسك"

Saya tidak dapat meliputi pujian kepada-Mu, pujian-Mu hanyalah seperti apa yang Engkau pujikan terhadap diri-Mu.

Hal ini tidaklah memastikan tidak adanya pujian kepada Dia. Maka demikian pula dalam masalah tersebut.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 103) Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna ayat ialah penglihatan seseorang tidak dapat meliputi Kerajaan (Allah).

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Hammad ibnu Talhah Al-Qannad, telah menceritakan kepada kami Asbat, dari Sammak, dari Ikrimah, bahwa pernah ditanyakan kepadanya mengenai makna firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata. (Al-An'am: 103) Ikrimah berkata, "Tidakkah engkau melihat langit?" Si penanya menjawab, "Ya, tentu saja melihat." Ikrimah berkata, "Apakah semuanya dapat terlihat?"

Sa'id ibnu Arubah telah meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 103) Bahwa Dia Mahabesar dari kemampuan penglihatan mata untuk dapat melihat-Nya.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa'd ibnu Abdullah ibnu Abdul Hakam, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Abu Urfujah, dari Atiyyah Al-Aufi sehubungan dengan makna firman-Nya: Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri, kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Al-Qiyamah: 22-23) Atiyyah mengatakan bahwa mereka melihat Allah, tetapi pandangan mereka tidak dapat meliputi-Nya karena Kebesaran-Nya, sedangkan pandangan Allah meliputi mereka semuanya. Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 103)

Sehubungan dengan makna ayat ini, ada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dalam bab ini. Untuk itu Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa:

حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَةَ، حَدَّثَنَا مِنْجَاب بْنُ الْحَارِثِ السَّهْمِيُّ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ عِمَارَةَ، عَنْ أَبِي رَوْقٍ، عَنْ عَطِيَّةَ الْعَوْفِيِّ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ في قوله: {لا تُدْرِكُهُ الأبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الأبْصَارَ} قَالَ: "لَوْ أَنَّ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ وَالشَّيَاطِينَ وَالْمَلَائِكَةَ مُنْذُ خُلِقُوا إِلَى أَنْ فَنُوا صُفّوا صَفًّا واحدًا، مَا أَحَاطُوا بِاللَّهِ أَبَدًا".

telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Minjab ibnul Haris As-Sahmi, telah menceritakan kepada kami Bisyr Ammarah, dari Abu Rauq, dari Atiyyah Al-Aufi, dari Abu Sa'id Al-Khudri, dari Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam sehubungan dengan makna firman-Nya:  Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 103)  Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:  Seandainya jin dan manusia, dan setan serta para malaikat—sejak mereka diciptakan hingga semuanya mati— dibariskan menjadi satu saf, niscaya mereka masih belum dapat meliputi Allah selama-lamanya.

Tetapi hadis ini garib dan tidak dikenal, melainkan hanya melalui jalur ini; tidak ada seorang pun dari pemilik kitab Sittah yang meriwayat­kannya.

Ulama lainnya lagi mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini dengan mengetengahkan apa yang diriwayatkan oleh Imam Turmuzi di dalam kitab Jami-nya, Ibnu Abu Asim di dalam kitab Sunnah-nya, Ibnu Abu Hatim di dalam kitab Tafsir-nya, Ibnu Murdawaih di dalam kitab Tafsir-nya, dan Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadis Al-Hakam ibnu Aban yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ikrimah berkata, "Aku pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan, 'Muhammad pernah melihat Tuhannya Yang Mahasuci lagi Mahatinggi.' Maka aku berkata, 'Bukankah Allah telah berfirman: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 103)?' Ibnu Abbas berkata kepadaku, 'Semoga engkau tidak beribu (yakni celakalah kamu). Yang demikian itu adalah nur-Nya yang juga merupakan nur-Nya. Apabila Allah menampakkan nur-Nya, maka tidak ada sesuatu pun yang dapat melihat-Nya'." Menurut riwayat lain, tidak ada sesuatu pun yang dapat tegak karena-Nya. Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih dengan syarat Syaikhain (Bukhari dan Muslim), tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.

Semakna dengan asar ini ada sebuah hadis yang ditetapkan di dalam kitab Sahihain melalui hadis Abu Musa Al-Asy'ari Radhiyallahu Anhu secara marfu’ yaitu:

"إِنَّ اللَّهَ لَا يَنَامُ، وَلَا يَنْبَغِي لَهُ أَنْ يَنَامَ يَخْفِضُ الْقِسْطَ وَيَرْفَعُهُ، يُرْفَعُ إِلَيْهِ عَمَلُ اللَّيْلِ قَبْلَ عَمَلِ النَّهَارِ، وَعَمَلُ النَّهَارِ قَبْلَ عَمَلِ اللَّيْلِ، حِجَابُهُ النُّورُ -أَوِ: النَّارُ -لَوْ كَشَفَهُ لَأَحْرَقَتْ سُبُحات وَجْهِهِ مَا انْتَهَى إِلَيْهِ بَصَرُهُ مِنْ خَلْقِهِ"

Sesungguhnya Allah tidak pernah tidur, dan tidak layak bagi-Nya tidur; Dia merendahkan timbangan (amal) dan meninggikannya. Dilaporkan kepada-Nya amal perbuatan siang hari sebelum malam tiba, dan amal malam hari sebelum siang hari tiba. Hijab (penghalang)-Nya adalah nur (atau api), seandainya Dia membuka hijab~Nya, niscaya kesucian Zat-Nya akan membakar semua makhluk-Nya sepanjang penglihatan-Nya.

Di dalam kitab-kitab terdahulu disebutkan bahwa sesungguhnya Allah berfirman kepada Musa ketika Musa memohon agar dapat melihat-Nya, "Hai Musa, sesungguhnya tidak ada makhluk hidup pun yang melihat­Ku melainkan pasti mati, dan tidak ada benda mati pun (yang Aku menampakkan diri-Ku kepadanya) melainkan pasti hancur lebur." Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman:

{فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَى صَعِقًا فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ}

Tatkala Tuhannya tampak bagi gunung itu, kejadian itu membuat gunung itu hancur lebur dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata, "Mahasuci Engkau, aku bertobat kepada Engkau, dan aku orang yang pertama-tama beriman.” (Al-A'raf: 143)

Yang di-nafi-kan (ditiadakan) oleh asar ini adalah idrak secara khusus, tetapi bukan berarti me-nafi-kan dapat melihat-Nya kelak di hari kiamat; kelak di hari kiamat Allah menampakkan diri-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin menurut apa yang dikehendaki-Nya. Adapun mengenai keagungan dan kebesaran-Nya, sesuai dengan Zat-Nya Yang Mahatinggi lagi Mahasuci serta Mahabersih, tidak dapat dicapai oleh pandangan mata. Karena itulah Ummul Mu’minin Siti Aisyah Radhiyallahu Anhu menetapkan adanya penglihatan (dapat melihat Allah) di akhirat dan me-nafi-kan (meniadakan)nya di dunia. Siti Aisyah mengatakan demikian dengan berdalilkan firman-Nya yang mengatakan: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 103)

Hal yang di-nafi-kan oleh Siti Aisyah ialah pencapaian yang dengan kata lain melihat kebesaran dan keagungan Allah sesuai dengan keadaan Zat-Nya, karena sesungguhnya hal tersebut tidak mungkin bagi manusia, tidak mungkin bagi para malaikat, tidak mungkin pula bagi makhluk lainnya.

*****

{وَهُوَ يُدْرِكُ الأبْصَارَ}

sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 103)

Artinya, Dia meliputi semuanya dan mengetahui seluk-beluknya, karena sesungguhnya semuanya itu adalah makhluk-Nya, seperti yang disebutkan di dalam ayat lain:

{أَلا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ}

Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kalian lahirkan dan rahasiakan); dan Dia Mahahalus lagi Maha Mengetahui? (Al-Mulk: 14)

Adakalanya pengertian absar diungkapkan menunjukkan makna orang-orang yang melihat, seperti yang dikatakan oleh As-Saddi dalam takwil firman-Nya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan. (Al-An'am: 103) Yakni tiada sesuatu pun yang dapat melihat-Nya, sedangkan Dia melihat semua makhluk.

Abul Aliyah telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan Dialah Yang Mahahalus lagi Maha Mengetahui. (Al-An'am: 103) Yakni Mahahalus untuk mengeluarkannya lagi Maha Mengetahui tentang tempatnya, Wallahu A lam. Takwil ini sama pengertiannya dengan nasihat Luqman terhadap anaknya, seperti yang disitir oleh firman Allah Subhanahu wa Ta'ala berikut:

{يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الأرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ}

(Luqman berkata), "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui.” (Luqman: 16). (Androidkit/FM)

Artikel Terkait

Komentar

Artikel Populer

Prahara Aleppo

French Foreign Minister Bernard Kouchner takes off a Jewish skull-cap, or Kippa, at the end of a visit to the Yad Vashem Holocaust Memorial in Jerusalem, Tuesday, Sept. 11, 2007. Kouchner is on an official visit to Israel and the Palestinian Territories. (AP Photo/Kevin Frayer) Eskalasi konflik di Aleppo beberapa hari terakhir diwarnai propaganda anti-rezim Suriah yang sangat masif, baik oleh media Barat, maupun oleh media-media “jihad” di Indonesia. Dan inilah mengapa kita (orang Indonesia) harus peduli: karena para propagandis Wahabi/takfiri seperti biasa, mengangkat isu “Syiah membantai Sunni” (lalu menyamakan saudara-saudara Syiah dengan PKI, karena itu harus dihancurkan, lalu diakhiri dengan “silahkan kirim sumbangan dana ke no rekening berikut ini”). Perilaku para propagandis perang itu sangat membahayakan kita (mereka berupaya mengimpor konflik Timteng ke Indonesia), dan untuk itulah penting bagi kita untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Suriah. Tulisan i

Mengelola Blog Wordpress dan Blogspot Melalui Ponsel

Di jaman gatget yang serba canggih ini, sekarang dasboard wordpress.com dan blogspot.com semakin mudah dikelola melalui ponsel. Namun pada settingan tertentu memang harus dilakukan melalui komputer seperti untuk mengedit themes atau template. Dan bagi kita yang sudah terbiasa "mobile" atau berada di lapangan maka kita bisa menerbitkan artikel kita ke blog wordpress.com melalui email yang ada di ponsel kita, so kita nggak usah kawatir.

Amalan Pada Malam Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha

Nabi Muhammad ﷺ bersabda: عن عبادة بن الصامت رضي الله عنه أن رسول ﷺ قال: “من أحيا ليلة الفطر وليلة الأضحى لم يمت قلبه يوم تموت القلوب” رواه الطبراني في الكبير والأوسط. Dari Ubadah Ibn Shomit r.a. Sungguh Rosulullah ﷺ bersabda: "Barangsiapa menghidupkan malam Idul Fitri dan malam Idul Adlha, hatinya tidak akan mati, di hari matinya hati." ( HR.Thobaroni ) عن أبي أمامه رضي الله عنه عن النبي ﷺ قال : “من قام ليلتي العيدين محتسباً لم يمت قلبه يوم تموت القلوب”. وفي رواية “من أحيا” رواه ابن ماجه Dari Abi Umamah r.a, dari Nabi ﷺ, bersabda: Barangsiapa beribadah di dua malam Hari Raya dengan hanya mengharap ALLAH, maka hatinya tidak akan mati pada hari matinya hati. ( HR. Ibnu Majah ) Bagaimana cara menghidupkan dua Hari Raya itu? Telah disebutkan oleh Syaikh Abdul Hamid Al Qudsi, dengan mengamalkan beberapa amalan: 1. Syaikh Al Hafni berkata: Ukuran minimal menghidupkan malam bisa dengan Sholat Isya’ berjama’ah dan meniatkan diri untuk jama’ah Sholat Shubuh pada besoknya. Atau mempe

3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup - Himayah atau Pemimpin Ulama di Tanah Banten

Forum Muslim - Banten merupakan provinsi Seribu Kyai Sejuta Santri. Tak heran jika nama Banten terkenal diseluruh Nusantara bahkan dunia Internasional. Sebab Ulama yang sangat masyhur bernama Syekh Nawawi AlBantani adalah asli kelahiran di Serang - Banten. Provinsi yang dikenal dengan seni debusnya ini disebut sebut memiliki paku atau penjaga yang sangat liar biasa. Berikut akan kami kupas 3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup. 1. Abuya Syar'i Ciomas Banten Selain sebagai kyai terpandang, masyarakat ciomas juga meyakini Abuya Syar'i sebagai himayah atau penopang bumi banten. Ulama yang satu ini sangat jarang dikenali masyarakat Indonesia, bahkan orang banten sendiri masih banyak yang tak mengenalinya. Dikarnakan Beliau memang jarang sekali terlihat publik, kesehariannya hanya berdia di rumah dan menerima tamu yg datang sowan ke rumahnya untuk meminta doa dan barokah dari Beliau. Banyak santri - santrinya yang menyaksikan secara langsung karomah beliau. Beliau jug

Sholawat-Sholawat Pembuka Hijab

Dalam Islam sangat banyak para ulama-ulama sholihin yang bermimpi Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam dan mendapatkan petunjuk atau isyarat untuk melakukan atau mengucapkan kalimat-kalimat tertentu (seperti dzikir, sholawat, doa dll ). Bahkan sebagian di antara mereka menerima redaksi sholawat langsung dari Rasulullah dengan ditalqin kata demi kata oleh Beliau saw. Maka jadilah sebuah susunan dzikir atau sholawat yg memiliki fadhilah/asror yg tak terhingga.  Dalam berbagai riwayat hadits dikatakan bahwa siapa pun yang bermimpi Nabi saw maka mimpi itu adalah sebuah kebenaran/kenyataan, dan sosok dalam mimpinya tersebut adalah benar-benar Nabi Muhammad saw. Karena setan tidak diizinkan oleh Alloh untuk menyerupai Nabi Muhammad saw. Beliau juga bersabda, "Barangsiapa yg melihatku dalam mimpi maka ia pasti melihatku dalam keadaan terjaga" ----------------------------- 1. SHOLAWAT JIBRIL ------------------------------ صَلَّى اللّٰهُ عَلٰى مُحَمَّدٍ SHOLLALLOOH 'ALAA MUHAMMA

Kisah Siti Ummu Ayman RA Meminum Air Kencing Nabi Muhammad SAW

Di kitab Asy Syifa disebutkan bahwa Kanjeng Nabi Muhammad SAW punya pembantu rumah tangga perempuan bernama Siti Ummu Ayman RA. Dia biasanya membantu pekerjaan istri Kanjeng Nabi dan nginap di rumah Kanjeng Nabi. Dia bercerita satu pengalaman uniknya saat jadi pembantu Kanjeng Nabi. Kanjeng Nabi Muhammad itu punya kendi yang berfungsi sebagai pispot yang ditaruh di bawah ranjang. Saat di malam hari yang dingin, lalu ingin buang air kecil, Kanjeng Nabi buang air kecil di situ. Satu saat, kendi pispot tersebut hilang entah ke mana. Maka Kanjeng Nabi menanyakan kemana hilangnya kendi pispot itu pada Ummu Ayman. Ummu Ayman pun bercerita, satu malam, Ummu Ayman tiba-tiba terbangun karena kehausan. Dia mencari wadah air ke sana kemari. Lalu dia nemu satu kendi air di bawah ranjang Kanjeng Nabi SAW yang berisi air. Entah air apa itu, diminumlah isi kendi itu. Pokoknya minum dulu. Ternyata yang diambil adalah kendi pispot Kanjeng Nabi. Dan yang diminum adalah air seni Kanjeng Nabi yang ada dal

ALASAN ALI MENUNDA QISHASH PEMBUNUH UTSMAN

Oleh :  Ahmad Syahrin Thoriq   1. Sebenarnya sebagian besar shahabat yang terlibat konflik dengan Ali khususnya, Zubeir dan Thalhah telah meraih kesepakatan dengannya dan mengetahui bahwa Ali akan menegakkan hukum qishash atas para pemberontak yang telah membunuh Utsman.  Namun akhirnya para shahabat tersebut berselisih pada sikap yang harus diambil selanjutnya. Sebagian besar dari mereka menginginkan agar segera diambil tindakan secepatnya. Sedangkan Ali memilih menunda hingga waktu yang dianggap tepat dan sesuai prosedur. 2. Sebab Ali menunda keputusan untuk menegakkan Qishash adalah karena beberapa pertimbangan, diantaranya : Pertama, para pelaku pembunuh Ustman adalah sekelompok orang dalam jumlah yang besar. Mereka kemudian berlindung di suku masing-masing atau mencari pengaruh agar selamat dari hukuman. Memanggil mereka untuk diadili sangat tidak mungkin. Jalan satu-satunya adalah dengan kekuatan. Dan Ali menilai memerangi mereka dalam kondisi negara sedang tidak stabil sudah pas

Abuya Syar'i Ciomas Banten

''Abuya Syar'i Ciomas(banten)" Abuya Syar'i Adalah Seorang Ulama Yg Sangat Sepuh. Menurut beliau sekarang beliau telah berrusia lebih dari 140 tahun. Sungguh sangat sepuh untuk ukuran manusia pada umumnya. Abuya Sar'i adalah salah satu murid dari syekh. Nawawi al bantani yg masih hidup. Beliau satu angkatan dengan kyai Hasyim asy'ary pendiri Nahdatul ulama. Dan juga beliau adalah pemilik asli dari golok ciomas yg terkenal itu. Beliau adalah ulama yg sangat sederhana dan bersahaja. Tapi walaupun begitu tapi ada saja tamu yg berkunjung ke kediamannya di ciomas banten. Beliau juga di yakini salah satu paku banten zaman sekarang. Beliau adalah kyai yg mempunyai banyak karomah. Salah satunya adalah menginjak usia 140 tahun tapi beliau masih sehat dan kuat fisiknya. Itulah sepenggal kisah dari salah satu ulama banten yg sangat berpengaruh dan juga kharismatik. Semoga beliau senantiasa diberi umur panjang dan sehat selalu Aaamiiin... (FM/ FB )

Daun Pepaya Jepang, Aman Untuk Pakan Kambing di @kapurinjing

KH.MUNFASIR, Padarincang, Serang, Banten

Akhlaq seorang kyai yang takut memakai uang yang belum jelas  Kyai Laduni yang pantang meminta kepada makhluk Pesantren Beliau yang tanpa nama terletak di kaki bukit padarincang. Dulunya beliau seorang dosen IAIN di kota cirebon. Saat mendapatkan hidayah beliau hijrah kembali ke padarincang, beliau menjual seluruh harta bendanya untuk dibelikan sebidang sawah & membangun sepetak gubuk ijuk, dan sisa selebihnya beliau sumbangkan. Beliau pernah bercerita disaat krisis moneter, dimana keadaan sangatlah paceklik. Sampai sampai pada saat itu, -katanya- untuk makan satu biji telor saja harus dibagi 7. Pernah tiba tiba datanglah seseorang meminta doa padanya. Saat itu Beliau merasa tidak pantas mendoakan orang tersebut. Tapi orang tersebut tetap memaksa beliau yang pada akhirnya beliaupun mendoakan Alfatihah kepada orang tersebut. Saat berkehendak untuk pamit pulang, orang tersebut memberikan sebuah amplop yang berisi segepok uang. Sebulan kemudian orang tersebut kembali datang untuk memi