Langsung ke konten utama

Tafsir Surat Al Maidah Ayat 4



Al-Maidah, ayat 4

يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَمَا عَلَّمْتُمْ مِنَ الْجَوَارِحِ مُكَلِّبِينَ تُعَلِّمُونَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَكُمُ اللَّهُ فَكُلُوا مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ (4)

Mereka bertanya kepadamu, "Apakah yang dihalalkan bagi me­reka?" Katakanlah, "Dihalalkan bagi kalian yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kalian ajar dengan melatihnya untuk berburu, kalian mengajarinya me­nurut apa yang telah diajarkan Allah kepada kalian. Maka ma­kanlah dari apa yang ditangkapnya untuk kalian, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab­Nya."

Setelah Allah menyebutkan hal-hal yang diharamkan-Nya pada ayat sebelumnya, yaitu berupa segala sesuatu yang buruk lagi membahaya­kan tubuh atau agama, atau kedua-duanya (tubuh dan agama) orang yang bersangkutan, dan Allah mcngccualikan apa-apa yang dikccuali-kan-Nya bila keadaan darurat. Seperti yang disebut di dalam firman-Nya:

{وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ}

padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kalian apa yang diharamkan-Nya atas kalian, kecuali apa yang terpak­sa kalian memakannya. (Al-An'am: 119)

maka sesudah itu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

{يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ}

Mereka bertanya kepadamu, "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?" Katakanlah, "Dihalalkan bagi kalian yang baik-baik." (Al-Maidah: 4)

Perihalnya sama dengan apa yang disebut di dalam surat Al-A'raf dalam kaitan menyebutkan sifat Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam, bahwa Allah menghalalkan bagi mereka yang baik-baik dan mengharamkan atas mereka yang buruk-buruk.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdullah ibnu Abu Bukair, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepadaku Ala ibnu Dinar, dari Sa'id ibnu Jubair, bahwa Addi ibnu Hatim dan Zaid ibnu Muhalhal yang kedua­nya berasal dari Tai bertanya kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam Untuk itu me­reka berdua berkata, "Wahai Rasulullah, Allah telah mengharamkan bangkai, apakah yang dihalalkan bagi kami darinya?" Maka turunlah firman-Nya: Mereka menanyakan kepadamu.”Apakah yang dihalalkan bagi mereka?" Katakanlah, "Dihalalkan bagi kalian yang baik-baik." (Al-Maidah: 4)

Menurut Sa'id, makna yang dimaksud ialah sembelihan yang halal lagi baik untuk mereka. Menurut Muqatil, yang dimaksud dengan tayyibat ialah segala sesuatu yang dihalalkan untuk mereka memper­olehnya, berupa berbagai macam rezeki.

Az-Zuhri pernah ditanya mengenai meminum air seni untuk ber­obat, maka ia menjawab, "Air seni bukan termasuk tayyibat." Demi­kianlah apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.

Ibnu Wahb mengatakan bahwa Imam Malik pernah ditanya me­ngenai menjual burung pemangsa, ia menjawab bahwa burung itu bu­kan termasuk burung yang halal.

****

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{وَمَا عَلَّمْتُمْ مِنَ الْجَوَارِحِ مُكَلِّبِينَ}

dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kali­an ajar dengan melatihnya untuk berburu. (Al-Maidah: 4)

Yaitu dihalalkan bagi kalian hewan-hewan sembelihan yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, rezeki-rezeki yang baik, dihalal­kan pula bagi kalian hewan yang kalian tangkap melalui binatang pemburu, seperti anjing pemburu, macan tutul pemburu, burung falcon (elang), dan lain-lainnya yang serupa. Sebagaimana yang dikata­kan oleh mazhab jumhur ulama dari kalangan sahabat, tabi'in, dan para imam. Di antara mereka yang mengatakan demikian ialah Ali ib­nu Abu Talhah yang meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan de­ngan makna firman-Nya: Dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kali­an ajar dengan melatihnya untuk berburu. (Al-Maidah: 4)

Hewan-hewan tersebut adalah anjing-anjing pemburu yang telah di­latih, dan burung elang serta burung pemangsa lainnya yang telah di­latih untuk berburu. Kesimpulannya ialah jawarih artinya hewan-he­wan pemangsa, seperti anjing, macan tutul, burung elang, dan lain sebagainya yang serupa.

Demikianlah riwayat Ibnu Abu Hatim, kemudian ia mengatakan, telah diriwayatkan dari Khaisamah, Tawus, Mujahid, Mak-hul, dan Yahya ibnu Kasir hal yang semisal.

Telah diriwayatkan dari Al-Hasan, bahwa ia pernah mengatakan, "Burung elang dan burung garuda termasuk jawarih (hewan pemang­sa) dari jenis burung." Telah diriwayatkan hal yang semisal dari Ali ibnul Husain.

Telah diriwayatkan dari Mujahid, bahwa ia memakruhkan berbu­ru dengan memakai segala jenis burung pemangsa, lalu ia membaca­kan firman-Nya: dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kali­an ajar dengan melatihnya untuk berburu. (Al-Maidah: 4)

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Ju­bair hal yang semisal. Ibnu Jarir menukilnya dari Ad-Dahhak dan As-Saddi. Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hannad, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Zaidah, te­lah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa hewan yang diburu oleh burung pemangsa dan lain-lainnya termasuk ke dalam jenis burung pemburu, maka apa yang kamu jumpai adalah untukmu dan apa yang tidak sempat kamu temui janganlah kamu memakannya.

Menurut kami, apa yang diriwayatkan dari jumhur ulama yaitu bahwa berburu dengan burung pemangsa sama dengan memakai an­jing pemburu, karena burung pemburu menangkap mangsanya dengan cakarnya, sama halnya dengan anjing sehingga tidak ada bedanya. Pendapat inilah yang dikatakan oleh mazhab Imam yang empat dan lain-lainnya. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir yang menguatkannya dengan hadis yang diriwayatkan:

عَنْ هَنَّادٍ، حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ، عَنْ مَجَالِدٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ قَالَ: سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم عَنْ صَيْدِ الْبَازِي، فَقَالَ: "مَا أَمْسَكَ عَلَيْكَ فَكُلْ".

dari Hannad, telah menceritakan ke­pada kami Isa ibnu Yunus, dari Mujalid, dari Asy-Sya'bi, dari Addi ibnu Hatim yang menceritakan hadis berikut: Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam tentang tangkapan burung elang, maka beliau Shalallahu'alaihi Wasallam menjawab, "Apa yang ditangkap untukmu, makanlah."

Imam Ahmad mengecualikan berburu dengan memakai anjing hitam, karena menurut Imam Ahmad anjing hitam termasuk hewan yang wa­jib dibunuh dan tidak boleh dipelihara.

Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan sebuah hadis melalui sahabat Abu Bakar, bahwa Rasulul­lah Shalallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda:

"يَقْطَع الصلاةَ الحمارُ والمرأةُ والكلبُ الأسودُ" فَقُلْتُ: مَا بَالُ الْكَلْبِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْأَحْمَرِ ؟ فَقَالَ: "الْكَلْبُ الْأَسْوَدُ شَيْطَانٌ"

"Keledai, wanita, dan anjing hitam dapat memutuskan salat." Lalu aku (Abu Bakar) bertanya, "Apakah bedanya antara anjing merah dan anjing hitam?Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab, "Anjing hitam adalah setan."

Di dalam hadis lain disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah meme­rintahkan membunuh anjing, kemudian beliau Shalallahu'alaihi Wasallam bersabda:

"مَا بَالُهُمْ وَبَالُ الْكِلَابِ، اقْتُلُوا مِنْهَا كُلَّ أَسْوَدٍ بَهِيم".

Apakah gerangan yang menimpa mereka dan anjing-anjing itu, bunuhlah oleh kalian setiap anjing yang hitam pekat dari anjing-anjing itu.

Hewan-hewan yang biasa dipakai berburu itu dinamakan jawarih, berasal dari kata al-jurh yang artinya al-kasbu (penghasilan), seperti yang dikatakan oleh orang-orang Arab Fulanun jaraha ahlahu khairan," yang artinya: si Fulan menghasilkan kebaikan bagi keluarganya. Mereka mengatakan, "Fulanun la jariha lah,'"' yang artinya: si Fulan tidak mempunyai penghasilan (mata pencaharian).

Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman:

{وَهُوَ الَّذِي يَتَوَفَّاكُمْ بِاللَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُمْ بِالنَّهَارِ}

Dan Dia mengetahui apa yang kalian kerjakan pada siang hari. (Al-An'am: 60)

Yakni mengetahui apa yang kalian hasilkan berupa kebaikan dan ke­burukan.

Mengenai penyebab turunnya ayat ini disebutkan oleh sebuah ha­dis yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abu Hatim:

حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ حَمْزَةَ، حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الحُبَاب، حَدَّثَنِي مُوسَى بْنُ عُبَيْدَةَ، حَدَّثَنِي أَبَانُ بْنُ صَالِحٍ، عَنِ الْقَعْقَاعِ بْنِ حَكِيمٍ، عَنْ سَلْمَى أَمِّ رَافِعٍ، عَنْ أَبِي رَافِعٍ مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ أن رسول الله صلى الله عليه وسلم أمر بِقَتْلِ الْكِلَابِ، فَقُتِلَتْ، فَجَاءَ النَّاسُ فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا يَحِلُّ لَنَا مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ الَّتِي أَمَرْتَ بِقَتْلِهَا؟ قَالَ: فَسَكَتَ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَمَا عَلَّمْتُمْ مِنَ الْجَوَارِحِ مُكَلِّبِينَ} الْآيَةَ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا أَرْسَلَ الرَّجُلُ كَلْبَهُ وسَمَّى، فَأَمْسَكَ عَلَيْهِ، فَلْيَأْكُلْ مَا لَمْ يَأْكُلْ ".

telah mencerita­kan kepada kami Hajjaj ibnu Hamzah, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnu Habbab, telah menceritakan kepadaku Musa ibnu Ubaidah, telah menceritakan kepadaku Aban ibnu Saleh, dari Al-Qa'qa' ibnu Hakim, dari Salma Ummu Rafi’, dari Abu Rafi' maula Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah memerintahkan un­tuk membunuh anjing-anjing (hitam), maka anjing-anjing itu dibunuh. Lalu orang-orang datang kepadanya dan bertanya, "Wahai Rasulullah, mana sajakah yang dihalalkan dari jenis ini yang engkau perintahkan agar dibunuh?" Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam diam, dan Allah menurunkan firman-Nya: Mereka bertanya kepadamu, "Apakah yang dihalalkan bagi me­reka?" Katakanlah, "Dihalalkan bagi kalian yang baik-baik, dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang pemburu yang telah kalian ajar dengan melatihnya untuk berburu" (Al-Maidah: 4), hingga akhir ayat. Maka Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: Apabila seseorang lelaki melepaskan anjing (pemburu)nyalalu ia mengucapkan tasmiyah (bismillah) dan anjing itu menangkap buruan untuknya, maka hendaklah ia memakannya selagi anjing itu tidak memakannya.

Masih dalam bab yang sama:

رَوَاهُ ابْنُ جَرِيرٍ، عَنْ أَبِي كُرَيْب، عَنْ زَيْدِ بْنِ الْحُبَابِ بِإِسْنَادِهِ، عَنْ أَبِي رَافِعٍ قَالَ: جَاءَ جِبْرِيلُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيَسْتَأْذِنَ عَلَيْهِ، فَأَذِنَ لَهُ فَقَالَ: قَدْ أَذِنَّا لَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: أَجَلْ، وَلَكِنَّا لَا نَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ، قَالَ أَبُو رَافِعٍ: فَأَمَرَنِي أَنْ أَقْتُلَ كُلَّ كَلْبٍ بِالْمَدِينَةِ، فَقَتَلْتُ، حَتَّى انْتَهَيْتُ إِلَى امْرَأَةٍ عِنْدَهَا كَلْبٌ يَنْبَحُ عَلَيْهَا، فَتَرَكْتُهُ رَحْمَةً لَهَا، ثُمَّ جِئْتُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَتْهُ فَأَمَرَنِي، فَرَجَعَتْ إِلَى الْكَلْبِ فَقَتَلْتُهُ، فَجَاءُوا فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا يَحِلُّ لنا من هذه الأمة التي أمرت بقتلها؟ قَالَ: فَسَكَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَمَا عَلَّمْتُمْ مِنَ الْجَوَارِحِ مُكَلِّبِينَ}

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Abu Kuraib, dari Zaid ibnul Habbab berikut sanadnya, dari Abu Rafi' yang menceritakan bahwa Malaikat Jibril datang kepada Nabi Saw,, lalu meminta izin untuk masuk. Ia diizinkan masuk (tetapi tidak mau juga masuki, maka Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, "Saya telah memberimu izin ma­suk, wahai utusan Allah." Malaikat Jibril menjawab, "Tetapi kami (para malaikat) tidak mau masuk ke dalam suatu rumah yang ada anjingnnya." Abu Rafi" mengatakan, "Lalu Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam memerintahkan kepada­ku membunuh semua anjing yang ada di Madinah, hingga aku sampai pada seorang wanita yang memiliki seekor anjing. Saat itu anjingnya sedang menggonggong, maka wanita itu meninggalkan anjingnya ka­rena tidak tega melihatnya dibunuh. Kemudian aku (Abu Rafi') datang kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam dan kuceritakan hal itu kepadanya, tetapi beliau Shalallahu'alaihi Wasallam tetap memerintah­kan kepadaku untuk membunuhnya. Maka aku kembali lagi kepada wanita itu dan membunuh anjingnya." Kemudian mereka datang dan bertanya, "Wahai Rasulullah, apa sajakah yang dihalalkan bagi kami dari jenis hewan ini yang engkau perintahkan agar semuanya dibunuh?" Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam diam, dan Allah menurunkan firman-Nya: Mereka menanyakan kepadamu, "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?" Katakanlah, "Dihalalkan bagi kalian yang baik-baik dan (binatang buruan yang ditangkap) oleh binatang pemangsa yang telah kalian ajar dengan melatihnya untuk berburu." (Al-Maidah: 4)

Imam Hakim meriwayatkannya di dalam kitab Mustadrak melalui jalur Muhammad ibnu Ishaq, dari Aban ibnu Saleh dengan lafaz yang sama; dan Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih, tetapi ke­duanya tidak mengetengahkannya.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah mencerita­kan kepada kami Hajjaj, dari Ibnu Juraij, dari Ikrimah, bahwa Rasu­lullah Shalallahu'alaihi Wasallam mengutus Abu Rafi' untuk membunuh semua anjing hing­ga sampai di Awali (daerah Madinah yang tinggi). Maka datanglah Asim ibnu Addi, Sa'd ibnu Ktiais'amah dan Uwaim ibnu Sa'idah, lalu mereka bertanya, "Apakah yang dihalalkan bagi kami, wahai Rasulul­lah?" Maka turunlah ayat ini.

Imam Hakim meriwayatkannya melalui jalur Sammak, dari Ik­rimah, dan hal yang sama dikatakan oleh Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi dalam penyebab turunnya ayat ini, yaitu berkenaan dengan pembunuhan terhadap anjing.

****

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{مُكَلِّبِينَ}

dengan melatihnya untuk berburu. (Al-Maidah: 4)

Lafaz ayat ini dapat dikatakan sebagai hal dari damir yang terkan­dung di dalam firman-Nya:

{عَلَّمْتُمْ}

yang telah kalian ajari. (Al-Maidah: 4)

Dengan demikian, berarti ia menjadi hal dari fa'il. Dapat pula diarti­kan sebagai hal dari maf'ul yaitu lafaz al-jawarih. yakni binatang pemangsa yang telah kalian ajari saat kalian menggunakannya untuk menerkam hewan buruan kalian. Pengertian ini menunjukkan bahwa hewan pemburu tersebut membunuh mangsanya dengan taring dan cakar kukunya. Dalam keadaan demikian, berarti dapat disimpulkan bahwa hewan pemburu bila membunuh binatang buruannya dengan menabraknya atau menindihinya dengan berat tubuhnya, hukumnya tidak halal, seperti yang dikatakan oleh salah satu pendapat dari Imam Syafii dan segolongan ulama. Karena itulah dalam ayat Selanjutnya disebutkan:

{تُعَلِّمُونَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَكُمُ اللَّهُ}

kalian mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah ke­pada kalian. (Al-Maidah: 4)

Dengan kata lain, apabila dilepaskan oleh tuannya, ia langsung mem­buru mangsanya; dan apabila diperintahkan untuk mengintipnya sebelum menerkamnya, maka ia menuruti tuannya; apabila menangkap hewan buruannya, ia menahan dirinya untuk tuannya hingga tuannya datang kepadanya, dan ia tidak berani menangkapnya, lalu ia makan sendiri. Karena itulah disebutkan oleh firman Allah Subhanahu wa Ta'ala selanjutnya:

{فَكُلُوا مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ}

Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untuk kalian, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya). (Al-Maidah: 4)

Bilamana binatang pemburu telah diajari dan menangkap mangsanya untuk tuannya, sedangkan si tuan telah membaca asma Allah ketika melepasnya, maka hewan buruan itu halal, sekalipun telah dibunuh­nya, menurut kesepakatan ulama.

Di dalam sunnah terdapat keterangan yang menunjukkan penger­tian yang sama dengan makna ayat ini, seperti yang disebut di dalam kitab Sahihain dari Addi ibnu Hatim yang telah menceritakan:

قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي أُرْسِلُ الْكِلَابَ المعلَّمة وَأَذْكُرُ اسْمَ اللَّهِ. فَقَالَ: "إِذَا أَرْسَلْتَ كَلْبَكَ المعلَّم وَذَكَرْتَ اسْمَ اللَّهِ، فَكُلْ مَا أَمْسَكَ عَلَيْكَ". قُلْتُ: وَإِنْ قَتَلْنَ؟ قَالَ: "وَإِنْ قَتَلْنَ مَا لَمْ يُشْرِكْهَا كَلْبٌ لَيْسَ مِنْهَا، فَإِنَّكَ إِنَّمَا سَمَّيْتَ عَلَى كَلْبِكَ وَلَمْ تُسَمِّ عَلَى غَيْرِهِ". قُلْتُ لَهُ: فَإِنِّي أَرْمِي بالمِعْرَاض الصَّيْدَ فَأُصِيبُ؟ فَقَالَ: "إِذَا رَمَيْتَ بِالْمِعْرَاضِ فَخَزق فَكُلْهُ، وَإِنْ أَصَابَهُ بعَرْض فَإِنَّهُ وَقِيذٌ، فَلَا تَأْكُلْهُ"

Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku melepaskan anjing pemburu yang telah dilatih dan aku menyebutkan asma Allah." Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab, "Apabila kamu melepaskan anjing terlatihmu dan kamu sebut asma Allah, maka makanlah selagi anjingmu itu menangkap hewan buruan untukmu.”Aku ber­tanya, "Sekalipun hewan buruan itu telah dibunuhnya?" Rasu­lullah Shalallahu'alaihi Wasallam bersabda, "Sekalipun telah dibunuhnya selagi tidak ditemani oleh anjing lain yang bukan dari anjing-anjingmu, karena sesungguhnya kamu hanya membaca tasmiyah untuk an­jingmu, bukan membacanya untuk anjing lain." Aku bertanya ke­padanya, "Sesungguhnya aku melempar hewan buruan dengan tombak dan mengenainya." Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab, "Jika kamu melemparnya dengan tombak dan tombak itu menembus tubuhnya, maka makanlah. Tetapi jika yang mengenainya ialah bagian sampingnya (tengahnya), sesungguhnya hewan buruan itu mati karena terpukul, jangan kamu makan."

Menurut lafaz lain yang juga dari keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim) disebutkan seperti berikut:

"إِذَا أَرْسَلْتَ كَلْبَكَ فَاذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ، فَإِنْ أَمْسَكَ عَلَيْكَ فَأَدْرَكْتَهُ حَيًّا فَاذْبَحْهُ، وَإِنْ أَدْرَكْتَهُ قَدْ قُتِلَ وَلَمْ يَأْكُلْ مِنْهُ فَكُلْهُ، فَإِنَّ أخْذ الْكَلْبِ ذَكَاتُهُ"

Jika kamu melepaskan anjing pemburumu, bacalah asma Allah; dan jika ia menangkap hewan buruannya untukmu, lalu kamu jumpai masih hidup, sembelihlah hewan buruan itu. Jika kamu menjumpainya telah mati dan anjingmu tidak memakannya, ma­kanlah, karena sesungguhnya terkaman anjingmu itu merupakan sembelihannya.

Menurut riwayat lain yang ada pada Imam Bukhari dan Imam Mus­lim disebutkan seperti berikut:

"فَإِنْ أَكَلَ فَلَا تَأْكُلْ، فَإِنِّي أَخَافُ أَنْ يَكُونَ أَمْسَكَ عَلَى نَفْسِهِ."

Dan jika anjingmu itu memakannya, maka janganlah kamu ma­kan, karena sesungguhnya aku merasa khawatir bila anjingmu itu menangkapnya untuk dirinya sendiri.

Inilah yang dijadikan dalil oleh jumhur ulama, dan hal inilah yang dikatakan oleh mazhab Syafii menurut qaul yang sahih. Yaitu apabila anjing pemburu memakan sebagian dari hewan buruannya, maka hewan buruan itu haram secara mutlak. Dalam hal ini mereka tidak memberikan keterangan yang rinci, sama dengan makna yang ada da­lam hadis.

Tetapi diriwayatkan dari segolongan ulama Salaf bahwa mereka mengatakan tidak haram sama sekali.

Asar-asar yang menyangkut masalah ini

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hannad dan Waki’, dari Syu'bah, dari Qatadah, dari Sa'id ibnul Musayyab yang menceritakan bahwa Salman Al-Farisi pernah mengatakan, "Makanlah, sekalipun anjing pemburu itu memakan dua pertiga hewan buruannya," bilamana memang anjing itu memakan sebagian darinya.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Sa'id ibnu Abu Arubah dan Umar ibnu Amir dari Qatadah. Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Muhammad ibnu Zaid, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Salman.

Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Mujahid ibnu Musa, dari Yazid, dari Humaid, dari Bakar ibnu Abdullah Al-Muzanni dan Al-Qasim, bahwa Salman pernah mengatakan, "Apabila anjing pemburu mema­kannya, kamu boleh memakannya, sekalipun ia memakan dua pertiga­nya"

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Makhramah ibnu Bukair, dari ayahnya, dari Humaid ibnu Malik ibnu Khaisam Ad-Du-ali, bahwa ia pernah ber­tanya kepada Sa'd ibnu Abu Waqqas tentang hewan buruan yang dimakan sebagiannya oleh anjing pemburu. Maka Sa'd ibnu Abu Waqqas men­jawab, "Makanlah olehmu, sekalipun tiada yang tersisa darinya ke­cuali hanya sepotong daging."

Syu'bah meriwayatkannya dari Abdu Rabbih ibnu Sa'id, dari Bukair ibnul Asyaj, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Sa'd ibnu Abu Waqqas yang mengatakan, "Makanlah (hewan buruan itu), sekalipun anjing pemburu telah memakan dua pertiganya."

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Abdul A'la, telah mence­ritakan kepada kami Daud, dari Amir ibnu Abu Hurairah yang me­ngatakan, "Apabila kamu melepas anjing pemburumu, lalu anjing pemburumu memakan sebagian dari hewan tangkapannya, maka ka­mu tetap boleh memakannya, sekalipun anjing pemburu telah mema­kan dua pertiganya dan yang tersisa adalah sepertiganya."

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muham­mad ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Al-Mu'tamir, bahwa ia pernah mendengar Abdullah; dan telah menceritakan kepada kami Hannad, telah menceritakan kepada kami Abdah, dari Ubaidil­lah ibnu Umar, dari Nafi', dari Abdullah ibnu Umar yang mengata­kan, "Apabila kamu melepas anjing terlatihmu dan kamu sebutkan nama Allah (ketika melepaskannya), maka makanlah olehmu selagi anjing itu menangkap buruannya untukmu, baik ia memakannya atau­pun tidak memakannya,"

Hal yang sama diriwayatkan oleh Ubaidillah ibnu Umar dan ibnu Abu Zi-b serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang, dari Nafi’.

Asar-asar di atas terbukti bersumber dari Salman, Sa'd ibnu Abu Waqqas, Abu Hurairah, dan Ibnu Umar. Hal yang sama diriwayatkan dari Ali dan Ibnu Abbas. Tetapi menurut asar yang dari Ata dan Al-Hasan Al-Basri, masalah ini masih diperselisihkan. Pendapat inilah yang dikatakan oleh Az-Zuhri, Rabi'ah, dan Imam Malik. Imam Syafii menurut qaul qadim-nya. mengatakan masalah ini, tetapi dalam qaul jadid-nya. hanya mengisyaratkannya saja.

Telah diriwayatkan melalui jalur Salman Al-Farisi secara marfu'. Untuk itu Ibnu Jarir mengatakan:

حَدَّثَنَا عِمْرَانُ بْنُ بَكَّار الكُلاعِيّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُوسَى اللَّاحُونِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ دِينَارٍ -هُوَ الطَّاحِيُّ-عَنْ أَبِي إِيَاسٍ مُعَاوِيَةَ بْنِ قُرَّة، عَنْ سعيد بن المسيَّب، عَنْ سَلْمَانَ الْفَارِسِيِّ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِذَا أَرْسَلَ الرَّجُلُ كَلْبَهُ عَلَى الصَّيْدِ فَأَدْرَكَهُ، وَقَدْ أَكَلَ مِنْهُ، فَلْيَأْكُلْ مَا بَقِيَ "

telah menceritakan kepada kami Imran ibnu Bakkar Al-Kala'i, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Musa Al-Lahuni, telah menceritakan kepada kami Muham­mad ibnu Dinar (yaitu At-Taji), dari Abu Iyas Mu'awiyah ibnu Qurrah, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Salman Al-Farisi. dari Rasulul­lah Shalallahu'alaihi Wasallam yang telah bersabda: Apabila seseorang lelaki melepaskan anjingnya terhadap hewan buruan, lalu dapat ditangkapnya dan dimakan sebagiannya. ma­ka hendaklah dia memakan yang sisanya.

Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa dalam sanad hadis ini masih perlu ada yang dipertimbangkan. Sa'id tidak dikenal pernah mendengar dari Salman Al-Farisi, tetapi orang-orang yang siqah meriwayatkannya dari kalam yang tidak marfu'.

Apa yang dikatakan oleh Ibnu Jarir ini memang benar, tetapi diri­wayatkan makna yang sama secara marfu' melalui jalur-jalur lainnya.

قَالَ أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مِنْهال الضَّرِيرُ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْع، حَدَّثَنَا حَبِيبٌ الْمُعَلِّمُ، عَنْ عَمْرو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ؛ أَنَّ أَعْرَابِيًّا -يُقَالُ لَهُ: أَبُو ثَعْلَبَةَ-قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ لِي كِلَابًا مُكَلَّبة، فَأَفْتِنِي فِي صَيْدِهَا. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ كَانَ لَكَ كِلَابٌ مُكَلَّبَةٌ، فَكُلْ مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكَ". فَقَالَ: ذَكِيًّا وَغَيْرَ ذَكِيٍّ؟ قَالَ: "نَعَمْ". قَالَ: وَإِنْ أَكَلَ مِنْهُ؟ قَالَ: "نَعَمْ، وَإِنْ أَكَلَ مِنْهُ". قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفْتِنِي فِي قَوْسِي. فَقَالَ: "كُلْ مَا رَدَّتْ عَلَيْكَ قَوْسُكَ" قَالَ: ذَكِيًّا وَغَيْرَ ذَكِيٍّ؟ قَالَ: "وَإِنْ تَغَيَّبَ عَنْكَ مَا لَمْ يَصِلْ، أَوْ تَجِدْ فِيهِ أَثَرَ غَيْرِ سَهْمِكَ". قَالَ: أَفْتِنِي فِي آنِيَةِ الْمَجُوسِ إِذَا اضُّطُرِرْنَا إِلَيْهَا. قَالَ: "اغْسِلْهَا وَكُلْ فِيهَا".

Imam Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mu­hammad ibnu Minhal Ad-Darir (yang tuna netra), telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Zurai', telah menceritakan kepada kami Habib Al-Mu’allim, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakek­nya, bahwa seorang Badui yang dikenal dengan nama Abu Sa'labah pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mempunyai anjing yang terlatih untuk berburu, maka berilah aku fatwa mengenai hasil buruannya." Maka Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab melalui sabdanya: Jika kamu mempunyai anjing yang terlatih, maka makanlah apa yang ditangkapnya untukmu. Abu Sa'labah bertanya lagi, "Baik sempat disembelih, tidak sempat disembelih, dan sekalipun anjing itu memakan sebagiannya." Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab: Ya, sekalipun anjing itu memakan sebagiannya. Abu Sa'labah bertanya lagi, "Wahai Rasulullah, berilah aku fatwa mengenai berburu dengan panahku." Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab: Makanlah apa yang dihasilkan oleh anak panahmu. Abu Sa'labah berkata, "Baik dalam keadaan sempat disembelih atau­pun tidak sempat disembelih?" Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: Dan sekalipun hilang dari pencarianmu selagi masih belum membusuk atau kamu menemukan padanya bekas anak panah se­lain anak panahmu. Abu Sa'labah bertanya, "Berilah daku fatwa mengenai wadah milik orang-orang Majusi jika kami terpaksa memakainya." Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam ber­sabda: Cucilah terlebih dahulu, lalu makanlah padanya.

Demikianlah menurut riwayat yang diketengahkan oleh Imam Abu Daud.

Imam Nasai mengetengahkannya —demikian pula Imam Abu Daud— melalui jalur Yunus ibnu Saif, dari Abu Idris Al-Khaulani, dari Abu Sa'labah yang menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam telah bersabda:

"إِذَا أَرْسَلْتَ كَلْبَكَ وَذَكَرْتَ اسْمَ اللَّهِ فَكُلْ، وَإِنْ أَكَلَ مِنْهُ، وَكُلْ مَا رَدَّتْ عَلَيْكَ يَدُكَ"

Apabila kamu melepaskan anjingmu dan kamu sebutkan nama Allah, maka makanlah, sekalipun anjingmu telah memakan se­bagiannya, dan makan pulalah apa yang berhasil kamu tarik de­ngan tanganmu.

Sanad kedua hadis ini jayyid (baik).

As-Sauri meriwayatkan dari Sammak ibnu Harb, dari Addi yang menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam telah bersabda:

"مَا كَانَ مِنْ كَلْبٍ ضَارٍّ أَمْسَكَ عَلَيْكَ، فَكُلْ". قُلْتُ: وَإِنْ أَكَلَ؟ قَالَ: "نَعَمْ".

Apa yang ditangkap oleh anjing terlatihmu untuk kamu, makan- Abu Salabah bertanya, "Sekalipun anjing itu memakannya?" Nabi Saw menjawab.”Ya."

Abdul Malik ibnu Habib meriwayatkan, telah menceritakan ke­pada kami Asad ibnu Musa, dari Ibnu Abu Zaidah, dari Asy-Sya'bi, dari Addi hal yang semisal.

Semua asar yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa dimaafkan memakan hasil buruan anjing pem­buru, sekalipun anjing telah memakan sebagiannya.

Asar-asar ini dijadikan dalil oleh orang-orang yang berpendapat tidak haram hasil buruan yang dimakan oleh anjing pemburunya atau hewan pemburu lainnya, seperti dalam keterangan di atas dari orang-orang yang kami ketengahkan pendapatnya.

Tetapi ulama lainnya bersikap pertengahan. Untuk itu mereka mengatakan, "Jika anjing pemburu memakan hewan tangkapannya se­habis menangkapnya, maka hal ini diharamkan," karena berdasarkan hadis Addi ibnu Hatim yang disebutkan di atas, juga karena Illat (pe­nyebab) yang diisyaratkan oleh Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam melalui sabdanya:

"فَإِنْ أَكَلَ فَلَا تَأْكُلْ، فَإِنِّي أَخَافُ أَنْ يَكُونَ أَمْسَكَ عَلَى نَفْسِهِ"

Dan jika anjingmu memakannya, maka janganlah kamu makan, karena sesungguhnya aku merasa khawatir bila anjingmu itu me­nangkapnya untuk dirinya sendiri.

Jika anjing tersebut menangkapnya, kemudian menunggu-nunggu tuannya dan tidak kunjung datang, hingga ia lama menunggu dan lapar, lalu ia makan sebagian tangkapannya karena lapar. Maka dalam keadaan seperti ini tidak mempengaruhi kehalalannya, dan bukan ter­masuk yang diharamkan. Mereka mendasari pendapatnya dengan ha­dis Abu Sa'labah Al-Khusyani. Pemisahan atau rincian ini dinilai cu­kup baik, menggabungkan makna di antara kedua hadis yang sahih tadi. Sehingga Al-Ustaz Abul Ma'ali Al-Juwaini dalam kitab Nihayah-nya mengatakan, "Seandainya saja masalah ini dirincikan secara mendetail seperti ini." Memang Allah telah mengabulkan apa yang dicita-citakannya. Pendapat yang rinci ini ternyata dikatakan oleh se­jumlah sahabat.

Ulama lainnya sehubungan dengan masalah ini mempunyai pen­dapat yang keempat, yaitu memisahkan antara anjing pemburu yang memakan, hukumnya haram berdasarkan hadis Addi ibnu Hatim; dan antara burung pemangsa dan lain-lainnya yang sejenis yang makan, hukumnya tidak haram, karena burung tidak dapat diajari dan tidak akan mengerti kecuali hanya memakan hewan buruannya.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ku­raib, telah menceritakan kepada kami Asbat ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq Asy-Syaibani, dari Hammad, dari Ibrahim, dari Ibnu Abbas, bahwa ia mengatakan sehubungan de­ngan masalah burung pemburu yang dilepaskan untuk memburu buru­annya; ternyata ia membunuhnya, maka hasil buruannya boleh dima­kan. Sesungguhnya anjing itu jika kamu pukul, maka ia tidak mau memakannya, tetapi mengajari burung pemburu untuk kembali kepa­da pemiliknya (tuannya) bukan dengan cara memukulnya. Karena itu, bila burung pemburu memakan sebagian dari tangkapannya dan telah mencabuti bulu hewan buruannya, maka hewan buruannya masih bo­leh dimakan. Demikianlah menurut pendapat Ibrahim An-Nakha'i, Asy-Sya'bi, dan Hammad ibnu Abu Sulaiman.

Mereka mengatakan demikian berdalilkan sebuah hadis yang di­riwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, yaitu:

حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا الْمُحَارِبِيُّ، حَدَّثَنَا مُجالد، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّا قَوْمٌ نَصِيدُ بِالْكِلَابِ وَالْبُزَاةِ، فَمَا يَحِلُّ لَنَا مِنْهَا؟ قَالَ: "يَحِلُّ لَكُمْ مَا عَلَّمْتُمْ مِنَ الْجَوَارِحِ مُكَلِّبِينَ تُعَلِّمُونَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَكُمُ اللَّهُ، فَكُلُوا مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ، وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ" ثُمَّ قَالَ: "مَا أَرْسَلْتَ مِنْ كَلْبٍ وَذَكَرْتَ اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ، فَكُلْ مِمَّا أَمْسَكَ عَلَيْكَ". قُلْتُ: وَإِنْ قَتَلَ؟ قَالَ: "وَإِنْ قَتَلَ، مَا لَمْ يَأْكُلْ". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَإِنْ خَالَطَتْ كِلَابُنَا كِلَابًا غَيْرَهَا؟ قَالَ: فَلَا تَأْكُلْ حَتَّى تَعْلَمَ أَنَّ كَلْبَكَ هُوَ الَّذِي أَمْسَكَ". قَالَ: قُلْتُ: إِنَّا قَوْمٌ نَرْمِي، فَمَا يَحِلُّ لَنَا؟ قَالَ: "مَا ذَكَرْتَ اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ وخزَقَتْ فَكُلْ ".

telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Al-Muharibi, telah menceritakan kepada kami Mujalid, dari Asy-Sya'bi, dari Addi ibnu Hatim yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulul­lah Shalallahu'alaihi Wasallam,"Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami adalah suatu kaum yang biasa berburu dengan memakai anjing dan elang pemburu, apa­kah yang dihalalkan untuk kami darinya?" Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam menja­wab: Dihalalkan bagi kalian buruan yang ditangkap oleh binatang pe­mangsa yang telah kalian ajar dengan melatihnya untuk berbu­ru: kalian mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepada kalian. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya un­tuk kalian, dan sebutlah nama Allah atas binatang pemangsa itu (waktu melepasnya). Kemudian Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda pula: Dan anjing pemburu yang kamu lepaskan dengan menyebut nama Allah atas anjing itu (ketika melepasnya), maka makanlah olehmu hewan tangkapannya yang ditangkap untukmu. Aku (Addi ibnu Hatim) bertanya, "Sekalipun hewan tangkapannya itu telah membunuhnya." Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: Sekalipun telah membunuhnya selagi ia tidak memakannya. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah jika anjing-anjing kami dicampur dengan anjing-anjing lainnya (dalam perburuan itu)?" Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab melalui sabdanya: Jangan kamu makan (hasil tangkapannya) sebelum kamu menge­tahui bahwa anjingmulah yang menangkapnya. Aku bertanya, "Sesungguhnya kami adalah suatu kaum yang biasa berburu dengan memakai anak panah, maka apakah yang dihalalkan bagi kami?" Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab: Selagi kamu membacakan nama Allah atasnya dan panahmu me­nembusnya, maka makanlah.

Segi penyimpulan dalil yang dilakukan oleh mereka ialah bahwa da­lam berburu disyaratkan memakai anjing pemburu; hendaknya anjing tidak memakan hasil tangkapannya, hal ini tidak disyaratkan dalam berburu memakai burung elang. Hal ini menunjukkan adanya per­bedaan di antara keduanya dalam masalah hukum.

*****

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{فَكُلُوا مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ}

Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untuk kalian, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya). (Al-Maidah: 4)

Membaca bismillah dilakukan sewaktu melepasnya, seperti apa yang dikatakan oleh Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam kepada Addi ibnu Hatim melalui sabdanya, yaitu:

"إِذَا أَرْسَلْتَ كَلْبَكَ الْمُعَلَّمَ وَذَكَرْتَ اسْمَ اللَّهِ، فَكُلْ مَا أَمْسَكَ عَلَيْكَ"

Apabila kamu lepas anjing terlatihmu dan kamu sebut asma Allah, maka makanlan apa yang ditangkapnya untukmu.

Di dalam hadis Abu Sa'labah yang diketengahkan di dalam kitab Sahihain disebutkan pula:

"إِذَا أَرْسَلْتَ كَلْبَكَ، فَاذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ، وَإِذَا رَمَيْتَ بِسَهْمِكَ فَاذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ"

Apabila kamu melepas anjingmu, maka sebutlah asma Allah; dan apabila kamu melepas anak panahmu, sebutlah asma Allah.

Karena itulah sebagian dari para imam —seperti Imam Ahmad— me­nurut pendapat yang masyhur darinya mensyaratkan bacaan tasmiyah (bismillah) waktu melepas anjing pemburu dan anak panahnya, berda­sarkan ayat dan hadis ini. Pendapat yang sama dikatakan oleh jumhur ulama menurut qaul yang masyhur dari mereka, yaitu makna yang di­maksud dari ayat ini ialah perintah membaca bismillah sewaktu melepasnya. Demikianlah menurut As-Saddi dan lain-lainnya.

Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepas­nya). (Al-Maidah; 4); Bahwa apabila kamu melepas hewan pemangsamu, ucapkanlah bis­millah. Tetapi jika kamu lupa membacanya, maka tidak ada dosa atas dirimu (tidak apa-apa).

Sebagian ulama mengatakan bahwa makna yang dimaksud dari ayat ini ialah perintah membaca bismillah sewaktu hendak makan. Seperti yang disebutkan di dalam hadis Sahihain,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَّم رَبِيبه عُمَرَ بْنَ أَبِي سَلَمَةَ فَقَالَ: "سَمّ اللَّهَ، وكُل بِيَمِينِكَ، وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ"

bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam mengajari anak tirinya, yaitu Umar ibnu Abu Salamah. Untuk itu beliau Shalallahu'alaihi Wasallam bersabda: Sebutlah asma Allah, dan makanlah dengan tangan kananmu serta makanlah (makanan) yang dekat denganmu.

Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan:

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهُمْ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ قَوْمًا يَأْتُونَنَا -حَدِيثٌ عَهْدُهُمْ بِكُفْرٍ-بلُحْمانٍ لَا نَدْرِي أَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهَا أَمْ لَا؟ فَقَالَ: "سَمّوا اللَّهَ أَنْتُمْ وكلوا."

dari Siti Aisyah r.a bahwa mereka pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada suatu kaum yang baru masuk Islam datang kepada kami dengan membawa dua jenis daging, tanpa kami ketahui apakah mereka menyebut nama Allah (ketika menyembelihnya) atau tidak." Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersab­da: Sebutlah nama Allah oleh kalian sendiri, lalu makanlah.

Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.

حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا هِشَامٌ، عَنْ بُدَيل، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُبَيد بْنِ عُمَير، عَنْ عَائِشَةَ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم كان يَأْكُلُ الطَّعَامَ فِي سِتَّةِ نَفَرٍ مِنْ أَصْحَابِهِ، فَجَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَأَكَلَهُ بِلُقْمَتَيْنِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَمَا إِنَّهُ لَوْ كَانَ ذَكَرَ اسْمَ اللَّهِ لَكَفَاكُمْ، فَإِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ، فَإِنْ نَسِيَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ أَوَّلَهُ فَلْيَقُلْ: بِاسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ ".

Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Badil, dari Abdullah ibnu Ubaid ibnu Umair, dari Siti Aisyah, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam makan bersama enam orang sahabat­nya, lalu datanglah seorang Arab Badui yang langsung ikut makan se­banyak dua suap. Maka Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: Ingatlah, sesungguhnya andaikata dia membaca nama Allah, nis­caya makanan ini cukup buat kalian. Maka apabila seseorang di antara kalian memakan makanan, hendaklah ia menyebut nama Allah. Jika ia lupa menyebut nama Allah pada permulaannya, hendaklah ia membaca, "Bismillahi awwalahu wa akhirahu" (Dengan menyebut asma Allah pada permulaan dan akhirnya).

Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Yazid ibnu Harun dengan lafaz yang sama.

Hadis ini munqati' (terputus) antara Abdullah ibnu Ubaid ibnu Umair dan Siti Aisyah, karena sesungguhnya dia belum pernah men­dengar dari Siti Aisyah hadis ini. Sebagai buktinya ialah sebuah riwa­yat yang diketengahkan oleh Imam Ahmad.

حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ، أَخْبَرْنَا هِشَامٌ -يَعْنِي ابْنَ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ الدَّسْتَوائي-عَنْ بُدَيْلٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرٍ؛ أَنَّ امْرَأَةً مِنْهُمْ -يُقَالُ لَهَا: أُمُّ كُلْثُومٍ-حَدَّثَتْهُ، عَنْ عَائِشَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْكُلُ طَعَامًا فِي سِتَّةٍ مِنْ أَصْحَابِهِ، فَجَاءَ أَعْرَابِيٌّ جَائِعٌ فَأَكَلَهُ بِلُقْمَتَيْنِ، فَقَالَ: "أَمَا إِنَّهُ لَوْ ذَكَرَ اسْمَ اللَّهِ لَكَفَاكُمْ، فَإِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ، فَإِنْ نَسِيَ اسْمَ اللَّهِ فِي أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ: بِاسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ "

Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab, telah menceritakan ke­pada kami Hisyam (yakni Ibnu Abu Abdullah Ad-Dustuwai'), dari Badil, dari Abdullah ibnu Ubaid ibnu Umair, bahwa ada seorang wa­nita dari kalangan mereka yang dikenal dengan nama Ummu Kalsum telah menceritakan kepadanya dari Siti Aisyah, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam makan bersama enam orang sahabatnya. Lalu datanglah seorang Arab Badui yang sedang lapar, maka orang Badui itu langsung ikut makan sebanyak dua suap. Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: Ingatlah, sesungguhnya andaikata dia menyebut nama Allah, nis­caya (makanan ini) cukup bagi kalian. Karena itu, apabila sese­orang di antara kalian makan, hendaklah terlebih dahulu menye­ru: nama Allah. Dan jika ia lupa menyebut-Nya pada permulaan makan, hendaklah ia mengucapkan, "Dengan menyebut nama Allah  pada permulaan makan dan akhirnya."

Hadis diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Turmuzi. dan Imam Nasai melalui berbagai jalur dari Hisyam Ad-Dustuwai' dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bah­wa hadis ini hasan sahih.

Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا جَابِرُ بْنُ صُبْحٍ حَدَّثَنِي الْمُثَنَّى بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْخُزَاعِيُّ، وَصَحِبْتُهُ إِلَى وَاسِطٍ، فَكَانَ يُسَمِّي فِي أَوَّلِ طَعَامِهِ وَفِي آخِرِ لُقْمَةٍ يَقُولُ: بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ. فَقُلْتُ لَهُ: إِنَّكَ تُسَمِّي فِي أَوَّلِ مَا تَأْكُلُ، أَرَأَيْتَ قَوْلَكَ فِي آخِرِ مَا تَأْكُلُ: بِاسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ؟ فَقَالَ: أُخْبِرُكَ عَنْ ذَلِكَ إِنَّ جَدِّي أُمِّيَّةَ بْنَ مُخَشَّى -وَكَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-سَمِعْتُهُ يَقُولُ: إِنَّ رَجُلًا كَانَ يَأْكُلُ، وَالنَّبِيُّ يَنْظُرُ، فَلَمْ يُسَمِّ، حَتَّى كَانَ فِي آخِرِ طَعَامِهِ لُقْمَةٌ، فَقَالَ: بِاسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَاللَّهِ مَا زَالَ الشَّيْطَانُ يَأْكُلُ مَعَهُ حَتَّى سَمّى، فَلَمْ يَبْقَ شَيْءٌ فِي بَطْنِهِ حَتَّى قَاءَهُ ".

Dikatakan bahwa te­lah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Jabir ibnu Subh, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna ibnu Abdur Rahman Al-Khuza'i yang berguru kepada Wasit. Dia selalu meng­ucapkan bismillah pada permulaan makan, dan pada akhir suapannya dia mengucapkan bismillahi awwalahu wa akhirahu (Dengan menye­but nama Allah pada permulaan makan dan kesudahannya). Maka aku (Jabir ibnu Subh) bertanya kepadanya.”Sesungguhnya kamu mem­baca bismillah pada permulaan makanmu, tetapi mengapa engkau se­sudah makan mengucapkan kalimat bismillahi awwalahu wa akhira­hu?" Al-Musanna ibnu Abdur Rahman menjawab, "Aku akan men­ceritakan kepadamu bahwa kakekku (yaitu Umayyah ibnu Makhsyi, salah seorang sahabat Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam) pernah kudengar menceritakan ha­dis berikut, bahwa ada seorang lelaki sedang makan, ketika itu Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam melihatnya, dan lelaki itu tidak membaca bismillah; hingga pada akhir suapannya dia baru mengucapkan, "Dengan nama Allah pada permulaan makan dan kesudahannya.  Maka Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: 'Demi Allah, setan masih terus makan bersamanya hingga ia membaca tasmiyah (bismillah). maka tidak ada suatu makanan pun yang ada dalam perut setan melainkan setan memuntahkan­nya (karena bacaan bismillah itu)'."

Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Nasa’i melalui hadis Jabir ibnu Subh Ar-Rasi Abu Bisyr Al-Basri. Ibnu Mu'in menilainya siqah, begitu pula Imam Nasai. Tetapi Abul Fat Al-Azdi mengatakan bahwa hadisnya tidak dapat dijadikan sebagai hujah.

Hadis lain.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ خَيْثَمَة، عَنْ أَبِي حُذَيْفَةَ قَالَ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْإِمَامِ أَحْمَدَ: وَاسْمُهُ سَلَمَةُ بْنُ الْهَيْثَمِ بْنِ صُهَيْبٍ -مِنْ أَصْحَابِ ابْنِ مَسْعُودٍ-عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: كُنَّا إِذَا حَضَرْنَا مَعَ النَّبِيِّ [صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ] عَلَى طَعَامٍ، لَمْ نَضَعْ أَيْدِيَنَا حَتَّى يَبْدَأَ رَسُولُ اللَّهِ [صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ] فَيَضَعُ يَدَهُ، وَإِنَّا حَضَرْنَا مَعَهُ طَعَامًا فَجَاءَتْ جَارِيَةٌ، كَأَنَّمَا تُدفع، فَذَهَبَتْ تَضَعُ يَدَهَا فِي الطَّعَامِ، فَأَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهَا، وَجَاءَ أَعْرَابِيٌّ كَأَنَّمَا يُدفع، فَذَهَبَ يَضَعُ يَدَهُ فِي الطَّعَامِ، فَأَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ [صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ] بِيَدِهِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ الشَّيْطَانَ يَسْتَحِلُّ الطَّعَامَ إِذَا لَمْ يُذْكِرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ، وَإِنَّهُ جَاءَ بِهَذِهِ الْجَارِيَةِ لِيَسْتَحِلَّ بِهَا، فَأَخَذْتُ بِيَدِهَا، وَجَاءَ بِهَذَا الْأَعْرَابِيِّ لِيَسْتَحِلَّ بِهِ، فَأَخَذْتُ بِيَدِهِ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنَّ يَدَهُ فِي يَدِي مَعَ يَدِهِمَا يَعْنِي الشَّيْطَانَ

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan ke­pada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Khaisamah, dari Abu Huzaifah yang menurut Abu Abdur Rahman Abdullah ibnu Imam Ahmad disebutkan bahwa Abu Hu­zaifah ini nama aslinya adalah Salamah ibnul Haisam ibnu Suhaib, salah seorang murid sahabat Ibnu Mas'ud. Ia menceritakan hadis ini dari Huzaifah yang menceritakan, "Kami apabila menghadiri suatu jamuan bersama Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam, kami tidak berani menyentuh makanan terlebih dahulu sebelum Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam memulainya. Ketika kami sedang menghadiri suatu jamuan, tiba-tiba datanglah seorang budak wanita, seakan-akan ada yang mendorongnya, lalu budak wanita itu langsung meletakkan tangannya pada jamuan makanan yang ada. Maka Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam menahan tangan budak wanita itu. Lalu datang pula seorang Arab Badui, seakan-akan ada yang mendorongnya dan langsung hendak mengambil makanan. Maka Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam meme­gang tangan orang Badui itu, lalu bersabda: Sesungguhnya setan menghalalkan makanan jika tidak disebut­kan nama Allah atasnya, dan sesungguhnya setan datang dengan budak wanita ini untuk menghalalkannya, karena itu aku tahan tangannya. Dan setan datang pula dengan orang Arab Badui ini untuk menghalalkannya, karena itu aku tahan tangannya. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya tangan setan itu kupegang dengan tanganku ber­sama tangan keduanya.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam Abu Daud, dan Imam Nasai melalui hadis Al-A'masy dengan lafaz yang sama.

Hadis lain.

Imam Muslim dan Ahlus Sunan selain Imam Turmuzi meriwayatkan melalui jalur Ibnu Juraij:

عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ بَيْتَهُ، فَذَكَرَ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ وَعِنْدَ طَعَامِهِ، قَالَ الشَّيْطَانُ: لَا مَبِيت لَكُمْ وَلَا عَشَاء، وَإِذَا دَخَلَ فَلَمْ يُذْكَرِ اسْمَ اللَّهِ عِنْدَ دُخُولِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ: أَدْرَكْتُمُ الْمَبِيتَ، فَإِذَا لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ عِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ: أَدْرَكْتُمُ الْمَبِيتَ وَالْعَشَاءَ".

dari Abuz Zubair, dari Jabir ibnu Abdullah, dari Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam yang telah bersabda: Apabila seorang lelaki memasuki rumahnya, lalu ia menyebut nama Allah ketika memasukinya, juga ketika hendak makan, ma­ka setan berkata.”Tiada tempat menginap dan tiada makan ma­lam bagi kalian (ditujukan kepada sesamanya)." Tetapi jika sese­orang memasuki rumahnya tanpa menyebut nama Allah ketika memasukinya, maka setan berkata (kepada sesamanya), "Kalian telah menjumpai tempat menginap." Dan apabila ia tidak menye­but nama Allah ketika hendak makan, maka setan berkata, "Ka­lian telah menjumpai tempat menginap dan makan malam."

Demikianlah menurut lafaz Imam Abu Daud.

Hadis lain.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ عَبْدِ رَبِّهِ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، عَنْ وَحْشِيّ بْنِ حَرْب بْنِ وَحْشِي بْنِ حَرْب، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ؛ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّا نَأْكُلُ وَمَا نَشْبَعُ؟ قَالَ: "فَلَعَلَّكُمْ تَأْكُلُونَ مُتَفَرِّقِينَ، اجْتَمِعُوا عَلَى طَعَامِكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ، يُبَارَكْ لَكُمْ فِيهِ "

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan ke­pada kami Yazid ibnu Abdu Rabbih, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, dari Wahsyi ibnu Harb, tlari ayahnya, dari ka­keknya, bahwa seorang lelaki bertanya kepada Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam, "Sesung­guhnya kami makan, tetapi kami tidak pernah merasa kenyang." Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: Barangkali kalian makan terpisah-pisah (sendiri-sendiri), seka­rang berjamaahlah dalam menyantap makanan kalian dan sebut­lah nama Allah, niscaya kalian diberkati dalam makanan kalian.

Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui ja­lur Al-Walid ibnu Muslim. (Androidkit/FM)

Artikel Terkait

Komentar

Artikel Populer

Prahara Aleppo

French Foreign Minister Bernard Kouchner takes off a Jewish skull-cap, or Kippa, at the end of a visit to the Yad Vashem Holocaust Memorial in Jerusalem, Tuesday, Sept. 11, 2007. Kouchner is on an official visit to Israel and the Palestinian Territories. (AP Photo/Kevin Frayer) Eskalasi konflik di Aleppo beberapa hari terakhir diwarnai propaganda anti-rezim Suriah yang sangat masif, baik oleh media Barat, maupun oleh media-media “jihad” di Indonesia. Dan inilah mengapa kita (orang Indonesia) harus peduli: karena para propagandis Wahabi/takfiri seperti biasa, mengangkat isu “Syiah membantai Sunni” (lalu menyamakan saudara-saudara Syiah dengan PKI, karena itu harus dihancurkan, lalu diakhiri dengan “silahkan kirim sumbangan dana ke no rekening berikut ini”). Perilaku para propagandis perang itu sangat membahayakan kita (mereka berupaya mengimpor konflik Timteng ke Indonesia), dan untuk itulah penting bagi kita untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Suriah. Tulisan i

Mengelola Blog Wordpress dan Blogspot Melalui Ponsel

Di jaman gatget yang serba canggih ini, sekarang dasboard wordpress.com dan blogspot.com semakin mudah dikelola melalui ponsel. Namun pada settingan tertentu memang harus dilakukan melalui komputer seperti untuk mengedit themes atau template. Dan bagi kita yang sudah terbiasa "mobile" atau berada di lapangan maka kita bisa menerbitkan artikel kita ke blog wordpress.com melalui email yang ada di ponsel kita, so kita nggak usah kawatir.

Sholawat-Sholawat Pembuka Hijab

Dalam Islam sangat banyak para ulama-ulama sholihin yang bermimpi Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam dan mendapatkan petunjuk atau isyarat untuk melakukan atau mengucapkan kalimat-kalimat tertentu (seperti dzikir, sholawat, doa dll ). Bahkan sebagian di antara mereka menerima redaksi sholawat langsung dari Rasulullah dengan ditalqin kata demi kata oleh Beliau saw. Maka jadilah sebuah susunan dzikir atau sholawat yg memiliki fadhilah/asror yg tak terhingga.  Dalam berbagai riwayat hadits dikatakan bahwa siapa pun yang bermimpi Nabi saw maka mimpi itu adalah sebuah kebenaran/kenyataan, dan sosok dalam mimpinya tersebut adalah benar-benar Nabi Muhammad saw. Karena setan tidak diizinkan oleh Alloh untuk menyerupai Nabi Muhammad saw. Beliau juga bersabda, "Barangsiapa yg melihatku dalam mimpi maka ia pasti melihatku dalam keadaan terjaga" ----------------------------- 1. SHOLAWAT JIBRIL ------------------------------ صَلَّى اللّٰهُ عَلٰى مُحَمَّدٍ SHOLLALLOOH 'ALAA MUHAMMA

Amalan Pada Malam Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha

Nabi Muhammad ﷺ bersabda: عن عبادة بن الصامت رضي الله عنه أن رسول ﷺ قال: “من أحيا ليلة الفطر وليلة الأضحى لم يمت قلبه يوم تموت القلوب” رواه الطبراني في الكبير والأوسط. Dari Ubadah Ibn Shomit r.a. Sungguh Rosulullah ﷺ bersabda: "Barangsiapa menghidupkan malam Idul Fitri dan malam Idul Adlha, hatinya tidak akan mati, di hari matinya hati." ( HR.Thobaroni ) عن أبي أمامه رضي الله عنه عن النبي ﷺ قال : “من قام ليلتي العيدين محتسباً لم يمت قلبه يوم تموت القلوب”. وفي رواية “من أحيا” رواه ابن ماجه Dari Abi Umamah r.a, dari Nabi ﷺ, bersabda: Barangsiapa beribadah di dua malam Hari Raya dengan hanya mengharap ALLAH, maka hatinya tidak akan mati pada hari matinya hati. ( HR. Ibnu Majah ) Bagaimana cara menghidupkan dua Hari Raya itu? Telah disebutkan oleh Syaikh Abdul Hamid Al Qudsi, dengan mengamalkan beberapa amalan: 1. Syaikh Al Hafni berkata: Ukuran minimal menghidupkan malam bisa dengan Sholat Isya’ berjama’ah dan meniatkan diri untuk jama’ah Sholat Shubuh pada besoknya. Atau mempe

3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup - Himayah atau Pemimpin Ulama di Tanah Banten

Forum Muslim - Banten merupakan provinsi Seribu Kyai Sejuta Santri. Tak heran jika nama Banten terkenal diseluruh Nusantara bahkan dunia Internasional. Sebab Ulama yang sangat masyhur bernama Syekh Nawawi AlBantani adalah asli kelahiran di Serang - Banten. Provinsi yang dikenal dengan seni debusnya ini disebut sebut memiliki paku atau penjaga yang sangat liar biasa. Berikut akan kami kupas 3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup. 1. Abuya Syar'i Ciomas Banten Selain sebagai kyai terpandang, masyarakat ciomas juga meyakini Abuya Syar'i sebagai himayah atau penopang bumi banten. Ulama yang satu ini sangat jarang dikenali masyarakat Indonesia, bahkan orang banten sendiri masih banyak yang tak mengenalinya. Dikarnakan Beliau memang jarang sekali terlihat publik, kesehariannya hanya berdia di rumah dan menerima tamu yg datang sowan ke rumahnya untuk meminta doa dan barokah dari Beliau. Banyak santri - santrinya yang menyaksikan secara langsung karomah beliau. Beliau jug

KH.MUNFASIR, Padarincang, Serang, Banten

Akhlaq seorang kyai yang takut memakai uang yang belum jelas  Kyai Laduni yang pantang meminta kepada makhluk Pesantren Beliau yang tanpa nama terletak di kaki bukit padarincang. Dulunya beliau seorang dosen IAIN di kota cirebon. Saat mendapatkan hidayah beliau hijrah kembali ke padarincang, beliau menjual seluruh harta bendanya untuk dibelikan sebidang sawah & membangun sepetak gubuk ijuk, dan sisa selebihnya beliau sumbangkan. Beliau pernah bercerita disaat krisis moneter, dimana keadaan sangatlah paceklik. Sampai sampai pada saat itu, -katanya- untuk makan satu biji telor saja harus dibagi 7. Pernah tiba tiba datanglah seseorang meminta doa padanya. Saat itu Beliau merasa tidak pantas mendoakan orang tersebut. Tapi orang tersebut tetap memaksa beliau yang pada akhirnya beliaupun mendoakan Alfatihah kepada orang tersebut. Saat berkehendak untuk pamit pulang, orang tersebut memberikan sebuah amplop yang berisi segepok uang. Sebulan kemudian orang tersebut kembali datang untuk memi

Kisah Siti Ummu Ayman RA Meminum Air Kencing Nabi Muhammad SAW

Di kitab Asy Syifa disebutkan bahwa Kanjeng Nabi Muhammad SAW punya pembantu rumah tangga perempuan bernama Siti Ummu Ayman RA. Dia biasanya membantu pekerjaan istri Kanjeng Nabi dan nginap di rumah Kanjeng Nabi. Dia bercerita satu pengalaman uniknya saat jadi pembantu Kanjeng Nabi. Kanjeng Nabi Muhammad itu punya kendi yang berfungsi sebagai pispot yang ditaruh di bawah ranjang. Saat di malam hari yang dingin, lalu ingin buang air kecil, Kanjeng Nabi buang air kecil di situ. Satu saat, kendi pispot tersebut hilang entah ke mana. Maka Kanjeng Nabi menanyakan kemana hilangnya kendi pispot itu pada Ummu Ayman. Ummu Ayman pun bercerita, satu malam, Ummu Ayman tiba-tiba terbangun karena kehausan. Dia mencari wadah air ke sana kemari. Lalu dia nemu satu kendi air di bawah ranjang Kanjeng Nabi SAW yang berisi air. Entah air apa itu, diminumlah isi kendi itu. Pokoknya minum dulu. Ternyata yang diambil adalah kendi pispot Kanjeng Nabi. Dan yang diminum adalah air seni Kanjeng Nabi yang ada dal

ALASAN ALI MENUNDA QISHASH PEMBUNUH UTSMAN

Oleh :  Ahmad Syahrin Thoriq   1. Sebenarnya sebagian besar shahabat yang terlibat konflik dengan Ali khususnya, Zubeir dan Thalhah telah meraih kesepakatan dengannya dan mengetahui bahwa Ali akan menegakkan hukum qishash atas para pemberontak yang telah membunuh Utsman.  Namun akhirnya para shahabat tersebut berselisih pada sikap yang harus diambil selanjutnya. Sebagian besar dari mereka menginginkan agar segera diambil tindakan secepatnya. Sedangkan Ali memilih menunda hingga waktu yang dianggap tepat dan sesuai prosedur. 2. Sebab Ali menunda keputusan untuk menegakkan Qishash adalah karena beberapa pertimbangan, diantaranya : Pertama, para pelaku pembunuh Ustman adalah sekelompok orang dalam jumlah yang besar. Mereka kemudian berlindung di suku masing-masing atau mencari pengaruh agar selamat dari hukuman. Memanggil mereka untuk diadili sangat tidak mungkin. Jalan satu-satunya adalah dengan kekuatan. Dan Ali menilai memerangi mereka dalam kondisi negara sedang tidak stabil sudah pas

Abuya Syar'i Ciomas Banten

''Abuya Syar'i Ciomas(banten)" Abuya Syar'i Adalah Seorang Ulama Yg Sangat Sepuh. Menurut beliau sekarang beliau telah berrusia lebih dari 140 tahun. Sungguh sangat sepuh untuk ukuran manusia pada umumnya. Abuya Sar'i adalah salah satu murid dari syekh. Nawawi al bantani yg masih hidup. Beliau satu angkatan dengan kyai Hasyim asy'ary pendiri Nahdatul ulama. Dan juga beliau adalah pemilik asli dari golok ciomas yg terkenal itu. Beliau adalah ulama yg sangat sederhana dan bersahaja. Tapi walaupun begitu tapi ada saja tamu yg berkunjung ke kediamannya di ciomas banten. Beliau juga di yakini salah satu paku banten zaman sekarang. Beliau adalah kyai yg mempunyai banyak karomah. Salah satunya adalah menginjak usia 140 tahun tapi beliau masih sehat dan kuat fisiknya. Itulah sepenggal kisah dari salah satu ulama banten yg sangat berpengaruh dan juga kharismatik. Semoga beliau senantiasa diberi umur panjang dan sehat selalu Aaamiiin... (FM/ FB )

Daun Pepaya Jepang, Aman Untuk Pakan Kambing di @kapurinjing