Langsung ke konten utama

Tafsir Surat An Nisa Ayat 37-48



An-Nisa, ayat 47-48

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتابَ آمِنُوا بِما نَزَّلْنا مُصَدِّقاً لِما مَعَكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَطْمِسَ وُجُوهاً فَنَرُدَّها عَلى أَدْبارِها أَوْ نَلْعَنَهُمْ كَما لَعَنَّا أَصْحابَ السَّبْتِ وَكانَ أَمْرُ اللَّهِ مَفْعُولاً (47) إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذلِكَ لِمَنْ يَشاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرى إِثْماً عَظِيماً (48)

Hai orang-orang yang telah diberi Al-Kitab, berimanlah kalian kepada apa yang telah Kami turunkan (Al-Qur'an) yang membenarkan Kitab yang ada pada kalian sebelum Kami mengubah muka (kalian), lalu Kami putarkan ke belakang atau Kami kutuki mereka sebagaimana Kami telah mengutuki orang-orang (yang berbuat maksiat) pada hari Sabtu. Dan ketetapan Allah pasti berlaku. Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.

Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kepada Ahli Kitab agar mereka beriman kepada kitab yang diturunkan kepada Rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam, berupa Al-Qur'an. Di dalam Al-Qur'an terkandung berita yang membenarkan berita-berita yang ada pada kitab mereka menyangkut berita-berita gembira, dan mengandung ancaman bagi mereka jika mereka tidak mau beriman kepadanya.

Ancaman ini disebutkan melalui firman-Nya:

{مِنْ قَبْلِ أَنْ نَطْمِسَ وُجُوهًا فَنَرُدَّهَا عَلَى أَدْبَارِهَا}

sebelum Kami mengubah muka (kalian), lalu Kami putarkan ke belakang. (An-Nisa: 47)

Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa makna yang dimaksud oleh firman-Nya sebelum Kami mengubah muka (kalian). (An-Nisa: 47); At-tams artinya membalikkan, yakni memutarkannya ke arah belakang dan pandangan mereka pun menjadi ada di belakang mereka. Tetapi dapat pula diinterpretasikan bahwa makna firman-Nya: sebelum Kami mengubah muka (kalian). (An-Nisa: 47) ialah Kami tidak akan membiarkan bagi wajah mereka adanya pendengaran, penglihatan, dan penciuman. Tetapi sekalipun demikian, Kami tetap memutarkannya ke arah belakang.

Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu firman-Nya: sebelum Kami mengubah muka (kalian). (An-Nisa: 47) Yang dimaksud dengan mengubahnya ialah membutakan matanya. lalu Kami putarkan ke belakang. (An-Nisa: 47)

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Kami jadikan muka mereka berada di tengkuknya, hingga mereka berjalan mundur, dan kami jadikan pada seseorang dari mereka dua buah mata pada tengkuknya.

Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah dan Atiyyah Al-Aufi. Hal ini merupakan siksaan yang paling berat dan pembalasan yang paling pedih. Apa yang diungkapkan oleh Allah dalam firman-Nya ini merupakan perumpamaan tentang keadaan mereka yang berpaling dari perkara yang hak dan kembali kepada perkara yang batil. Mereka menolak hujah yang terang dan menempuh jalan kesesatan dengan langkah yang cepat seraya berjalan mundur ke arah belakang mereka.

Ungkapan ini menurut sebagian ulama sama maknanya dengan pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:

إِنَّا جَعَلْنا فِي أَعْناقِهِمْ أَغْلالًا فَهِيَ إِلَى الْأَذْقانِ فَهُمْ مُقْمَحُونَ وَجَعَلْنا مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدًّا

Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, maka karena itu mereka tertengadah. Dan kami adakan di hadapan mereka dinding. (Yasin: 8-9), hingga akhir ayat.

Dengan kata lain, hal ini merupakan perumpamaan buruk yang dibuatkan oleh Allah tentang mereka dalam hal kesesatan dan penolakan mereka terhadap petunjuk.

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sebelum Kami mengubah muka (kalian). (An-Nisa: 47) Yakni sebelum Kami palingkan mereka dari jalan kebenaran. Lalu Kami putarkan ke belakang. (An-Nisa: 47) Maksudnya, mengembalikan mereka ke jalan kesesatan. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan hal yang semisal dari Ibnu Abbas dan Al-Hasan.

As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Lalu Kami putarkan ke belakang. (An-Nisa: 47) Yaitu kami cegah mereka dari jalan kebenaran dan Kami kembalikan mereka kepada kekufuran, Kami kutuk mereka sebagai kera-kera (orang-orang yang bersifat seperti kera).

Menurut Abu Zaid, Allah mengembalikan mereka ke negeri Syam dari tanah Hijaz. Menurut suatu riwayat, Ka'b Al-Ahbar masuk Islam ketika mendengar ayat ini.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Jabir ibnu Nuh, dari Isa ibnul Mugirah yang menceritakan, "Kami pernah membincangkan perihal Ka'b masuk Islam di dekat Maqam Ibrahim." Isa ibnul Mugirah mengatakan bahwa Ka'b masuk Islam pada masa pemerintahan Khalifah Umar. Pada mulanya ia berangkat menuju ke Baitul Maqdis, lalu ia lewat di Madinah, maka Khalifah Umar keluar menemuinya dan berkata kepadanya, "Hai Ka'b, masuk Islamlah kamu." Maka Ka'b menjawab, "Bukankah kalian yang mengatakan dalam kitab kalian hal berikut (yakni firman-Nya): 'Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal.' (Al-Jumu'ah: 5) dan sekarang aku membawa kitab Taurat itu. Maka Umar membiarkannya." Kemudian Ka'b meneruskan perjalanannya. Ketika sampai di Himsa, ia mendengar seorang lelaki dari kalangan ulamanya sedang dalam keadaan sedih seraya membacakan firman-Nya: Hai orang-orang yang telah diberi Al-Kitab, berimanlah kalian kepada apa yang telah Kami turunkan (Al-Qur'an) yang membenarkan Kitab yang ada pada kalian sebelum Kami mengubah muka (kalian), lalu Kami putarkan ke belakang. (An-Nisa: 47) hingga akhir ayat. Setelah itu Ka'b berkata, "Ya Tuhanku, sekarang aku masuk Islam." Ia bersikap demikian karena takut akan terancam oleh ayat ini, lalu ia kembali dan pulang ke rumah keluarganya di Yaman, kemudian ia datang membawa mereka semua dalam keadaan masuk Islam.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dengan lafaz yang lain melalui jalur yang lain.

Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Nufail, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Waqid, dari Yunus ibnu Hulais, dari Abu Idris (yaitu Aizullah Al-Khaulani) yang menceritakan bahwa Abu Muslim Al-Jalili dan rombongannya, antara lain terdapat Ka'b; dan Ka'b selalu mencelanya karena ia bersikap terlambat, tidak mau tunduk kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam Pada suatu hari Abu Muslim mengirimkan Ka'b untuk melihat apakah Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam itu benar seperti yang disebutkan olehnya (Ka'b). Ka'b mengatakan bahwa lalu ia segera memacu kendaraannya menuju Madinah. Setelah sampai di Madinah, tiba-tiba ia menjumpai seorang qari' sedang membacakan firman-Nya: Hai orang-orang yang telah diberi Al-Kitab, berimanlah kalian kepada apa yang telah Kami turunkan (Al-Qur'an) yang membenarkan Kitab yang ada pada kalian sebelum Kami mengubah muka (kalian), lalu Kami putarkan ke belakang. (An-Nisa: 47) Maka ia segera mengambil air dan langsung mandi. Ka'b menceritakan, "Sesungguhnya aku benar-benar menutupi mukaku karena takut akan dikutuk, kemudian aku masuk Islam."

*******************

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

أَوْ نَلْعَنَهُمْ كَما لَعَنَّا أَصْحابَ السَّبْتِ

atau Kami kutuki mereka sebagaimana Kami telah mengutuki orang-orang (yang berbuat maksiat) pada hari Sabtu. (An-Nisa: 47)

Yakni orang-orang yang melanggar larangan menangkap ikan pada hari Sabtu dengan memakai tipu muslihat. Mereka dikutuk oleh Allah menjadi kera-kera dan babi-babi. Dalam surat Al-A'raf kisah mengenai mereka akan disebutkan dengan pembahasan yang terinci.

*******************

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

وَكانَ أَمْرُ اللَّهِ مَفْعُولًا

Dan ketetapan Allah pasti berlaku. (An-Nisa: 47)

Apabila Allah memerintahkan sesuatu, maka Dia tidak dapat ditentang dan tidak dapat dicegah.

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitakan bahwa:

{لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ}

Dia tidak akan mengampuni dosa mempersekutukan Dia

yakni Dia tidak akan memberikan ampunan kepada seorang hamba yang menghadap kepada-Nya dalam keadaan mempersekutukan Dia.

{وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ}

dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu. (An-Nisa: 48)

Yang dimaksud dengan ma dalam ayat ini ialah segala macam dosa.

{لِمَنْ يَشَاءُ}

bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (An-Nisa: 48)

dari kalangan hamba-hamba-Nya.

Sehubungan dengan makna ayat ini banyak hadis yang berhubungan dengannya dalam keterangan-keterangannya. Maka berikut ini kami ketengahkan sebagian darinya yang mudah didapat, yaitu:

Hadis pertama.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ، أَخْبَرَنَا صَدَقَةُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا أَبُو عِمْرَانَ الْجَوْنِيُّ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ بَابَنُوسَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الدَّوَاوِينُ عِنْدَ اللَّهِ ثَلَاثَةٌ؛ دِيوَانٌ لَا يَعْبَأُ اللَّهُ بِهِ شَيْئًا، وَدِيوَانٌ لَا يَتْرُكُ اللَّهُ مِنْهُ شَيْئًا، وَدِيوَانٌ لَا يَغْفِرُهُ اللَّهُ. فَأَمَّا الدِّيوَانُ الَّذِي لَا يَغْفِرُهُ اللَّهُ، فَالشِّرْكُ بِاللَّهِ، قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ} [الْمَائِدَةِ:72] وَأَمَّا الدِّيوَانُ الَّذِي لَا يَعْبَأُ اللَّهُ بِهِ شَيْئًا، فَظُلْمُ الْعَبْدِ نَفْسَهُ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ رَبِّهِ، مِنْ صَوْمِ يَوْمٍ تَرْكَهُ، أَوْ صَلَاةٍ تَرْكَهَا؛ فَإِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ ذَلِكَ وَيَتَجَاوَزُ إِنْ شَاءَ. وَأَمَّا الدِّيوَانُ الَّذِي لَا يَتْرُكُ اللَّهُ مِنْهُ شَيْئًا، فَظُلْمُ الْعِبَادِ بَعْضِهِمْ بَعْضًا؛ الْقَصَاصُ لَا مَحَالَةَ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Abu Imran Al-Jauni, dari Yazid ibnu Abu Musa, dari Siti Aisyah Radhiyallahu Anhu yang menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda: Kitab-kitab catatan amal perbuatan di sisi Allah ada tiga macam, yaitu: Kitab catatan yang tidak diindahkan oleh Allah adanya barang sedikit pun, kitab catatan yang tidak dibiarkan oleh Allah barang sedikit pun darinya, dan kitab catatan yang tidak diampuni oleh Allah. Adapun kitab catatan yang tidak diampuni oleh Allah ialah perbuatan mempersekutukan Allah. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Diamengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu. (An-Nisa: 48), hingga akhir ayat. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga. (Al-Maidah: 72) Adapun mengenai kitab Catatan yang tidak diindahkan oleh Allah barang sedikit pun, berkaitan dengan perbuatan aniaya seorang hamba kepada dirinya sendiri menyangkut dosa antara dia dengan Allah, seperti tidak berpuasa sehari atau meninggalkan suatu salat; maka sesungguhnya Allah mengampuni hal tersebut dan memaafkannya jika Dia menghendaki. Adapun mengenai kitab catatan yang tidak dibiarkan oleh Allah barang sedikit pun darinya, maka menyangkut perbuatan aniaya sebagian para hamba terhadap sebagian yang lain, hukumannya ialah qisas sebagai suatu kepastian.

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid (menyendiri).

Hadis kedua.

قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ فِي مُسْنَدِهِ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَالِكٍ، حَدَّثَنَا زَائِدَةُ بْنُ أبي الرقاد، عن زياد النمري، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "الظُّلْمُ ثَلَاثَةٌ، فَظُلْمٌ لَا يَغْفِرُهُ اللَّهُ، وَظُلْمٌ يَغْفِرُهُ اللَّهُ، وَظُلْمٌ لَا يَتْرُكُهُ اللَّهُ: فَأَمَّا الظُّلْمُ الَّذِي لَا يَغْفِرُهُ اللَّهُ فَالشِّرْكُ، وَقَالَ {إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ} [لُقْمَانَ:13] وَأَمَّا الظُّلْمُ الَّذِي يَغْفِرُهُ اللَّهُ فَظُلْمُ الْعِبَادِ لِأَنْفُسِهِمْ فِيمَا بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ رَبِّهِمْ، وَأَمَّا الظُّلْمُ الَّذِي لَا يَتْرُكُهُ فَظُلْمُ الْعِبَادِ بَعْضِهِمْ بَعْضًا، حَتَّى يَدِينَ لِبَعْضِهِمْ مِنْ بَعْضٍ"

Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan di dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Malik, telah menceritakan kepada kami Zaidah ibnu Abuz Zanad An-Namiri, dari Anas ibnu Malik, dari Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam yang telah bersabda:  Perbuatan aniaya (dosa) itu ada tiga macam, yaitu perbuatan aniaya yang tidak diampuni oleh Allah, perbuatan aniaya yang diampuni oleh Allah, dan perbuatan aniaya yang tidak dibiarkan begitu saja oleh Allah barang sedikit pun darinya. Adapun perbuatan aniaya yang tidak diampuni oleh Allah ialah perbuatan syirik (mempersekutukan Allah). Allah telah berfirman, "Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar" (Luqman: 13). Adapun perbuatan aniaya yang diampuni oleh Allah ialah perbuatan aniaya para hamba terhadap dirinya masing-masing menyangkut dosa antara mereka dengan Tuhan mereka. Dan adapun mengenai perbuatan aniaya yang tidak dibiarkan oleh Allah ialah perbuatan aniaya sebagian para hamba atas sebagian yang lain, hingga Allah memperkenankan sebagian dari mereka untuk menuntut balas kepada sebagian yang lain (yang berbuat aniaya).

Hadis ketiga.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا صَفْوَانُ بْنُ عِيسَى، حَدَّثَنَا ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ، عَنْ أَبِي عَوْنٍ، عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ قَالَ: سَمِعْتُ مُعَاوِيَةَ يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "كُلُّ ذَنْبٍ عَسَى اللَّهُ أن يغفره، إلا الرجل يموت كافرا، أو الرَّجُلَ يَقْتُلُ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا".

Imam Ahmad mengatakan. telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Saur ibnu Yazid, dari Abu Aun, dari Abu Idris yang menceritakan bahwa ia telah mendengar Mu'awiyah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: Semua dosa mudah-mudahan diampuni oleh Allah kecuali dosa seseorang yang mati dalam keadaan kafir atau seseorang membunuh seorang mukmin dengan sengaja.

Imam Nasai meriwayatkannya melalui Muhammad ibnu Musanna, dari Safwan ibnu Isa dengan lafaz yang sama.

Hadis keempat.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ، حَدَّثَنَا شَهْرٌ، حَدَّثَنَا ابْنُ غَنْمٍ أَنَّ أَبَا ذَرٍّ حَدَّثَهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ: يَا عَبْدِي، مَا عَبَدْتَنِي وَرَجَوْتَنِي فَإِنِّي غَافِرٌ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ، يَا عَبْدِي، إِنَّكَ إِنْ لَقِيتَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطِيئَةً مَا لَمْ تُشْرِكْ بِي، لَقِيتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid, telah menceritakan kepada kami Syahr, telah menceritakan kepada kami Ibnu Tamim, bahwa Abu Zar pernah menceritakan kepadanya dari Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam yang telah bersabda: Sesungguhnya Allah berfirman, "Hai hamba-Ku, selagi kamu menyembah-Ku dan berharap kepada-Ku, maka sesungguhnya Aku mengampuni kamu atas semua dosa yang telah kamu lakukan. Hai hamba-Ku, sesungguhnya jika kamu menghadap kepada-Ku dengan dosa-dosa yang sepenuh bumi, kemudian kamu bersua dengan-Ku dalam keadaan tidak mempersekutukan diri-Ku dengan sesuatu pun. niscaya Aku membalasmu dengan ampunan sepenuh bumi."

Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid bila ditinjau dari segi sanad ini.

Hadis kelima.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ، عَنِ ابْنِ بُرَيْدَةَ أَنَّ يَحْيَى بْنَ يَعْمَرَ حَدَّثَهُ، أَنَّ أَبَا الْأَسْوَدِ الدِّيلِيَّ حَدَّثَهُ، أَنَّ أَبَا ذَرٍّ حَدَّثَهُ قَالَ: أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "مَا مِنْ عَبْدٍ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ. ثُمَّ مَاتَ عَلَى ذَلِكَ إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ" قُلْتُ: وَإِنَّ زَنَى وإن سرق؟ قال: "وإن زنى وإن سرق" قلت: وإن زنى وإن سرق؟ قال: "وإن زَنَى وَإِنْ سَرَقَ". ثَلَاثًا، ثُمَّ قَالَ فِي الرَّابِعَةِ: "عَلَى رَغْمِ أَنْفِ أَبِي ذَرٍّ"! قَالَ: فَخَرَجَ أَبُو ذَرٍّ وَهُوَ يَجُرُّ إِزَارَهُ وَهُوَ يَقُولُ: وَإِنْ رَغِمَ أَنْفُ أَبِي ذَرٍّ". وَكَانَ أَبُو ذَرٍّ يُحَدِّثُ بِهَذَا بَعْدُ وَيَقُولُ: وَإِنْ رَغِمَ أَنْفُ أَبِي ذَرٍّ.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada Kami Husain Ibnu Buraidah; Yahya ibnu Ya'mur pernah menceritakan kepadanya bahwa Abul Aswad Ad-Dai’li pernah menceritakan kepadanya bahwa Abu Zar pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam telah bersabda: Tidak sekali-kali seorang hamba mengucapkan kalimah "Tidak ada Tuhan selain Allah", kemudian ia meninggal dunia dalam keadaan seperti itu, niscaya ia masuk surga. Aku (Abu Zar) bertanya, "Sekalipun dia telah berbuat zina dan mencuri?" Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab, "Sekalipun dia berbuat zina dan sekalipun dia mencuri." Abu Zar bertanya lagi, "Sekalipun dia telah berzina dan mencuri?" Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab, "Sekalipun dia berbuat zina dan sekalipun mencuri," sebanyak tiga kali, dan pada yang keempat kalinya beliau Shalallahu'alaihi Wasallam bersabda, "Sekalipun hidung Abu Zar keropos." Abul Aswad Ad-Daili melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu Abu Zar keluar seraya menyingsingkan kainnya (karena ketakutan) sambil bergumam, "Sekalipun hidung Abu Zar keropos." Dan tersebutlah bahwa setelah itu jika Abu Zar menceritakan hadis ini selalu mengatakan di akhirnya, "Sekalipun hidung Abu Zar keropos."

Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini melalui Husain dengan lafaz yang sama.

Jalur lain mengenai hadis Abu Zar.

قَالَ [الْإِمَامُ] أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ زَيْدِ بْنِ وَهْبٍ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ: "كُنْتُ أَمْشِي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَرَّةِ الْمَدِينَةِ عِشَاءً، وَنَحْنُ نَنْظُرُ إِلَى أُحُدٍ، فَقَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ". فَقُلْتُ: لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، [قَالَ] مَا أُحِبُّ أَنَّ لِي أُحُدًا ذَاكَ عِنْدِي ذَهَبًا أُمْسِي ثَالِثَةً وَعِنْدِي مِنْهُ دِينَارٌ، إِلَّا دِينَارًا أَرْصُدُهُ -يَعْنِي لِدَيْنٍ-إِلَّا أَنْ أَقُولَ بِهِ فِي عِبَادِ اللَّهِ هَكَذَا". وَحَثَا عَنْ يَمِينِهِ وَبَيْنَ يَدَيْهِ وَعَنْ يَسَارِهِ. قَالَ: ثُمَّ مَشَيْنَا فَقَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ، إِنَّ الْأَكْثَرِينَ هُمُ الْأَقَلُّونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَّا مَنْ قَالَ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا". فَحَثَا عَنْ يَمِينِهِ وَمِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَعَنْ يَسَارِهِ. قَالَ: ثُمَّ مَشَيْنَا فَقَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ، كَمَا أَنْتَ حَتَّى آتِيَكَ". قَالَ: فَانْطَلَقَ حَتَّى تَوَارَى عَنِّي. قَالَ: فَسَمِعْتُ لَغَطًا فَقُلْتُ: لَعَلَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَرَضَ لَهُ. قَالَ فَهَمَمْتُ أَنْ أَتَّبِعَهُ، ثُمَّ ذَكَرْتُ قَوْلَهُ: "لَا تَبْرَحْ حَتَّى آتِيَكَ" فَانْتَظَرْتُهُ حَتَّى جَاءَ، فَذَكَرْتُ لَهُ الَّذِي سَمِعْتُ، فَقَالَ: "ذَاكَ جِبْرِيلُ أَتَانِي فَقَالَ: مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِكَ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دخل الجنة". قلت: وإن زنى وإن سرق؟ قَالَ: "وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Zaid ibnu Wahb, dari Abu Zar yang menceritakan bahwa ketika ia sedang berjalan bersama Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam di tanah lapang Madinah pada suatu petang hari, seraya memandang ke arah Bukit Uhud, maka Nabi Shalallahu'alaihi Wasallam bersabda, "Hai Abu Zar!" Aku (Abu Zar) menjawab, "Labaika, ya Rasulullah." Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, "Aku tidak suka sekiranya Bukit Uhud itu menjadi emas milikku, lalu berlalu masa tiga hari, sedangkan pada diriku masih tersisa dari dinar darinya —melainkan satu dinar yang kusimpan, yakni untuk membayar utangnya— kecuali aku menyedekahkannya kepada hamba-hamba Allah seperti ini." Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam mengatakan demikian seraya meraupkan kedua tangannya dari arah kanan, dari arah kiri, dan dari arah depannya (memperagakan pengambilan untuk sedekahnya). Abu Zar melanjutkan kisahnya, "Setelah itu kami melanjutkan perjalanan kami, dan Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, 'Hai Abu Zar, sesungguhnya orang-orang yang memiliki harta yang banyak kelak adalah orang-orang yang paling sedikit memiliki pahala di hari kiamat, kecuali orang-orang yang bersedekah seperti ini dan seperti ini.' Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam mengatakan demikian seraya memperagakannya dengan meraupkan kedua tangan dari arah kanan, arah kiri, dan bagian depannya." Abu Zar melanjutkan kisahnya, "Lalu kami melanjutkan perjalanan kami, dan Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, 'Hai Abu Zar, tetaplah kamu di tempatmu sekarang hingga aku datang kepadamu'." Abu Zar melanjutkan kisahnya, "Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam pergi hingga tidak kelihatan olehku. Lalu aku mendengar suara gemuruh, dan aku berkata (kepada diriku sendiri), 'Barangkali Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam mengalami suatu gangguan.' Ketika aku hendak mengikutinya, aku teringat kepada pesan beliau yang mengatakan, 'Jangan kamu tinggalkan tempatmu ini hingga aku datang kepadamu.' Maka terpaksa aku diam menunggu hingga beliau Shalallahu'alaihi Wasallam datang. Lalu aku ceritakan kepadanya suara gemuruh yang tadi aku dengar. Maka Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: Dia adalah Jibril, datang menemuiku, lalu berkata, 'Barang siapa dari kalangan umatmu yang meninggal dunia dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, niscaya dia masuk surga.' Aku (Abu Zar) bertanya, 'Sekalipun dia telah berbuat zina dan sekalipun ia telah mencuri?' Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, 'Sekalipun dia berzina dan sekalipun dia mencuri'."

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkannya di dalam kitab sahih masing-masing melalui hadis Al-A'masy dengan lafaz yang sama.

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkannya pula dari Qutaibah, dari Jarir, dari Abdul Hamid, dari Abdul Aziz ibnu Raff, dari Zaid ibnu Wahb, dari Abu Zar yang menceritakan:

خَرَجْتُ لَيْلَةً مِنَ اللَّيَالِي، فَإِذَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْشِي وَحْدَهُ، لَيْسَ مَعَهُ إِنْسَانٌ، قَالَ: فَظَنَنْتُ أَنَّهُ يَكْرَهُ أَنْ يَمْشِيَ مَعَهُ أَحَدٌ. قَالَ: فَجَعَلْتُ أَمْشِي فِي ظِلِّ الْقَمَرِ، فَالْتَفَتَ فَرَآنِي، فَقَالَ: "مَنْ هَذَا؟ " فَقُلْتُ: أَبُو ذَرٍّ، جَعَلَنِي اللَّهُ فِدَاكَ. قَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ، تَعَالَ". قَالَ: فَمَشَيْتُ مَعَهُ سَاعَةً فَقَالَ: "إِنَّ الْمُكْثِرِينَ هُمُ الْمُقِلُّونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَّا مَنْ أَعْطَاهُ الله خيرا فنفخ فِيهِ عَنْ يَمِينِهِ وَشِمَالِهِ، وَبَيْنَ يَدَيْهِ وَوَرَائَهُ، وَعَمِلَ فِيهِ خَيْرًا". قَالَ: فَمَشَيْتُ مَعَهُ سَاعَةً فَقَالَ لِي: "اجْلِسْ هَاهُنَا"، قَالَ: فَأَجْلَسَنِي فِي قَاعٍ حَوْلَهُ حِجَارَةٌ، فَقَالَ لِي: "اجْلِسْ هَاهُنَا حَتَّى أَرْجِعَ إِلَيْكَ". قَالَ: فَانْطَلَقَ فِي الْحَرَّةِ حَتَّى لَا أَرَاهُ، فَلَبِثَ عَنِّي فَأَطَالَ اللُّبْثَ، ثُمَّ إِنِّي سَمِعْتُهُ وَهُوَ مُقْبِلٌ، وَهُوَ يَقُولُ: "وَإِنْ سَرَقَ وَإِنْ زَنَى". قَالَ: فَلَمَّا جَاءَ لَمْ أَصْبِرْ حَتَّى قُلْتُ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، جعلني الله فداءك، من تكلم فِي جَانِبِ الْحَرَّةِ؟ مَا سَمِعْتُ أَحَدًا يَرْجِعُ إِلَيْكَ شَيْئًا. قَالَ: "ذَاكَ جِبْرِيلُ، عَرَضَ لِي مِنْ جَانِبِ الْحَرَّةِ فَقَالَ: بَشِّرْ أُمَّتَكَ أَنَّهُ من مات لا يشرك بالله شيئا دخل الْجَنَّةَ. قُلْتُ: يَا جِبْرِيلُ، وَإِنْ سَرَقَ وَإِنْ زَنَى؟ قَالَ: نَعَمْ قُلْتُ: وَإِنْ سَرَقَ وَإِنْ زَنَى؟ قَالَ: نَعَمْ. قُلْتُ: وَإِنْ سَرَقَ وَإِنْ زَنَى؟ قَالَ: نَعَمْ، وَإِنْ شَرِبَ الْخَمْرَ"

bahwa di suatu malam ia pernah keluar. Tiba-tiba ia bersua dengan Rasulullah Shalallahu'alaihi Wasallam yang sedang berjalan sendirian tanpa ditemani oleh seorang pun. Abu Zar mengatakan bahwa ia menduga Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam sedang dalam keadaan tidak suka berjalan dengan seorang teman pun. Maka aku (Abu Zar) berjalan dari kejauhan di bawah terang sinar rembulan. Tetapi Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam menoleh ke belakang dan melihatku. Maka beliau bertanya, "Siapakah kamu?" Aku menjawab, "Abu Zar, semoga Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu." Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, "Hai Abu Zar, kemarilah!" Lalu aku berjalan bersama beliau selama sesaat, dan beliau bersabda: Sesungguhnya orang-orang yang memperbanyak hartanya adalah orang-orang yang mempunyai sedikit pahala kelak di hari kiamat, kecuali orang yang diberi kebaikan (harta) oleh Allah, lalu ia menyebarkannya (menyedekahkannya) ke arah kanan, ke arah kiri, ke arah depan, dan ke arah belakangnya, serta harta itu ia gunakan untuk kebaikan. Aku berjalan lagi bersamanya selama sesaat, lalu ia bersabda kepadaku, "Duduklah di sini." Beliau Shalallahu'alaihi Wasallam menyuruhku duduk di suatu legokan yang dikelilingi oleh bebatuan. Kemudian beliau bersabda, "Duduklah di sini hingga aku kembali kepadamu!" Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pergi ke arah harrah (padang pasir) hingga aku tidak melihatnya lagi. Beliau cukup lama pergi meninggalkan aku. Beberapa lama kemudian aku mendengar suara langkah-langkah beliau datang seraya mengatakan, "Sekalipun dia telah berzina dan sekalipun dia telah mencuri." Ketika beliau datang, aku tidak sabar lagi untuk mengajukan pertanyaan. Lalu aku bertanya, "Wahai Rasulullah, semoga Allah menjadikan diriku ini sebagai tebusanmu, siapakah orang yang berbicara denganmu di dekat harrah tadi? Karena sesungguhnya aku mendengar suara seseorang yang melakukan tanya jawab denganmu." Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: Dia adalah Jibril yang menampakkan dirinya kepadaku di sebelah padang itu, lalu dia berkata, "Sampaikanlah berita gembira ini kepada umatmu, bahwa barang siapa yang mati dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, niscaya ia masuk surga." Aku bertanya, "Wahai Jibril, sekalipun dia telah mencuri dan telah berbuat zina?" Jibril menjawab, "Ya." Aku bertanya, "Sekalipun dia telah mencuri dan berbuat zina?" Jibril menjawab, "Ya." Aku bertanya lagi, "Dan sekalipun ia telah mencuri dan berbuat zina?" Jibril menjawab, "Ya, sekalipun ia telah minum khamr."

Hadis keenam.

قال عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ فِي مُسْنَدِهِ: أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى، عَنِ ابْنِ أَبِي لَيْلَى، عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرٍ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا الْمُوَجِبَتَانِ ؟ قَالَ: "مَنْ مَاتَ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ، وَمَنْ مَاتَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا وَجَبَتْ لَهُ النَّارُ".

Abdu ibnu Humaid menceritakan di dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Musa, dari Ibnu Abu Laila, dari Abuz Zubair, dari Jabir yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam, lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan dua perkara yang memastikan itu?" Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: Barang siapa yang mati dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, pastilah ia masuk surga. Dan barang siapa yang mati dalam keadaan mempersekutukan Allah dengan sesuatu, pastilah ia masuk neraka.

Abdu ibnu Humaid mengetengahkan hadis ini secara munfarid, bila ditinjau dari sanad ini, lalu ia mengetengahkan hadis ini hingga selesai.

Jalur lain.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَمْرِو بْنِ خَلَادٍ الْحَرَّانِيُّ، حَدَّثَنَا مَنْصُورُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ الْقُرَشِيُّ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عُبَيْدَةَ، الرَّبَذِيُّ، أَخْبَرَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُبَيْدَةَ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا مِنْ نَفْسٍ تَمُوتُ، لَا تُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا، إِلَّا حَلَّتْ لَهَا الْمَغْفِرَةُ، إِنْ شَاءَ اللَّهُ عَذَّبَهَا، وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهَا: {إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ}

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Amr ibnu Khallad Al-Harrani, telah menceritakan kepada kami Mansur ibnu Ismail Al-Qurasyi, telah menceritakan kepada kami Musa Ibnu Ubaidah At-Turmuzi, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Ubaidah, dari Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda: Tidak sekali-kali seseorang meninggal dunia dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, melainkan magfirah (ampunan) dapat mengenainya; jika Allah menghendaki, mengazabnya; dan jika Dia menghendaki, niscaya mengampuninya. Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.

Al-Hafiz Abu Ya'la meriwayatkannya di dalam kitab musnad melalui hadis Musa ibnu Ubaidah, dari saudaranya (yaitu Abdullah ibnu Ubaidah), dari Jabir. bahwa Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda:

"لَا تَزَالُ الْمَغْفِرَةُ عَلَى الْعَبْدِ مَا لَمْ يَقَعِ الْحِجَابُ". قِيلَ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، وَمَا الْحِجَابُ؟ قَالَ: "الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ". قَالَ: "مَا مِنْ نَفْسٍ تَلْقَى اللَّهَ لَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا إِلَّا حَلَّتْ لَهَا الْمَغْفِرَةُ مِنَ اللَّهِ تَعَالَى، إِنْ يَشَأْ أَنْ يُعَذِّبَهَا، وَإِنْ يَشَأْ أَنْ يَغْفِرَ لَهَا غَفَرَ لَهَا". ثُمَّ قَرَأَ نَبِيُّ اللَّهِ: {إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ}

Magfirah (ampunan Allah) terus-menerus mengenai seorang hamba selagi dia tidak melakukan hijab (dosa yang menghalangi ampunan). Seseorang ada yang bertanya, "Apakah yang dimaksud dengan hijab itu, wahai Nabi Allah?" Nabi Shalallahu'alaihi Wasallam menjawab, "Mempersekutukan Allah." Selanjutnya Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: Tidak sekali-kali seseorang menghadap kepada Allah dalam keadaan tidak mempersekutukan Dia dengan sesuatu pun, melainkan ia akan memperoleh ampunan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala Jika Dia menghendaki untuk mengazabnya (Dia akan mengazabnya), dan jika Dia menghendaki untuk mengampuninya (Dia akan mengampuninya). Kemudian Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam membacakan firman-Nya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. ( An-Nisa: 48)

Hadis ketujuh.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ، حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا، عَنْ عَطِيَّةَ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ مَاتَ لا يشرك بالله شيئا دخل الْجَنَّةَ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Zakaria, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id Al-Khudri yang menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda: Barang siapa yang meninggal dunia dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, niscaya masuk surga.

Ditinjau dari segi sanad ini Imam Ahmad meriwayatkannya secara munfarid (menyendiri).

Hadis kedelapan.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو قُبَيْلٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نَاشِرٍ مِنْ بَنِي سريع قال: سمعت أبا رهم قاصن أَهْلِ الشَّامِ يَقُولُ: سَمِعْتُ أَبَا أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيَّ يَقُولُ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ ذَاتَ يَوْمٍ إِلَيْهِمْ، فَقَالَ لَهُمْ: "إن ربكم، عز وجل، خيرني بَيْنَ سَبْعِينَ أَلْفًا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ عَفْوًا بِغَيْرِ حِسَابٍ، وَبَيْنَ الْخَبِيئَةِ عِنْدَهُ لِأُمَّتِي". فَقَالَ لَهُ بعض أصحابه: يا رسول الله، أيخبأ ذَلِكَ رَبُّكَ؟ فَدَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ خَرَجَ وَهُوَ يُكَبِّرُ، فَقَالَ: "إِنَّ رَبِّي زَادَنِي مَعَ كُلِّ أَلْفٍ سَبْعِينَ أَلْفًا وَالْخَبِيئَةُ عِنْدَهُ" قَالَ أَبُو رُهْمٍ: يَا أَبَا أَيُّوبَ، وَمَا تَظُنُّ خَبِيئَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَأَكَلَهُ النَّاسُ بِأَفْوَاهِهِمْ فَقَالُوا: وَمَا أَنْتَ وَخَبِيئَةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟! فَقَالَ أَبُو أَيُّوبَ: دَعُوا الرَّجُلَ عَنْكُمْ، أُخْبِرْكُمْ عَنْ خَبِيئَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا أَظُنُّ، بَلْ كَالْمُسْتَيْقِنِ. إِنَّ خَبِيئَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَقُولَ: مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ مُصَدِّقًا لِسَانَهُ قَلْبُهُ أَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ"

Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepada kami Abu Qabil, dari Abdullah ibnu Nasyir, dari Bani Sari’ yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Rahm —seorang ulama Syam— mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Ayub Al-Ansari menceritakan hadis berikut: Di suatu hari Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam keluar menjumpai mereka (para sahabat). Lalu beliau bersabda, "Sesungguhnya Tuhan kalian Yang Mahaagung lagi Mahatinggi telah menyuruhku memilih antara tujuh puluh ribu orang masuk surga dengan cuma-cuma tanpa hisab dan simpanan yang ada di sisi-Nya bagi umatku." Salah seorang sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah Tuhanmu menyimpan hal tersebut?" Rasulullah Shalallahu'alaihi Wasallam (tidak menjawab), lalu masuk (ke dalam rumah), kemudian ke luar lagi seraya bertakbir dan bersabda, "Sesungguhnya Tuhanku memberikan tambahan kepadaku pada setiap seribu orang (dari mereka yang tujuh puluh ribu itu) ditemani oleh tujuh puluh ribu orang lagi, dan (menyuruhku memilih antara itu dengan) simpanan di sisi-Nya." Abu Rahm (perawi) bertanya, "Wahai Abu Ayyub, apakah yang dimaksud dengan simpanan buat Rasulullah itu menurut dugaanmu? Agar tidak menjadi bahan pertanyaan orang-orang yang nantinya mereka mengatakan, 'Apakah urusanmu dengan simpanan Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam?'." Akhirnya Abu Ayyub mengatakan, "Biarkanlah lelaki ini, jangan kalian hiraukan. Aku akan menceritakan kepada kalian tentang simpanan Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam itu menurut dugaanku —bahkan dia mengatakan demikian seakan-akan merasa yakin—. Sesungguhnya simpanan Rasulullah Shalallahu'alaihi Wasallam itu adalah sabda beliau yang mengatakan: 'Barang siapa yang telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, dengan lisannya yang dibenarkan oleh kalbunya, niscaya ia masuk surga'."

Hadis kesembilan.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا الْمُؤَمَّلُ بْنُ الْفَضْلِ الْحَرَّانِيُّ، حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ (ح) وَأَخْبَرَنَا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ الْحَرَّانِيُّ -فِيمَا كَتَبَ إِلَيَّ-قَالَ: حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ نَفْسُهُ، عَنْ وَاصِلِ بْنِ السَّائِبِ الرُّقَاشِيِّ، عَنْ أَبِي سَوْرَةَ ابْنِ أَخِي أَبِي أَيُّوبَ، عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم فقال: إن لي ابْنَ أَخٍ لَا يَنْتَهِي عَنِ الْحَرَامِ. قَالَ: "وَمَا دِينُهُ؟ " قَالَ: يُصَلِّي وَيُوَحِّدُ اللَّهَ تَعَالَى. قَالَ "اسْتَوْهِبْ مِنْهُ دِينَهُ، فَإِنْ أَبَى فَابْتَعْهُ مِنْهُ". فَطَلَبَ الرَّجُلُ ذَاكَ مِنْهُ فَأَبَى عَلَيْهِ، فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ، فَقَالَ: وَجَدْتُهُ شَحِيحًا فِي دِينِهِ. قَالَ: فَنَزَلَتْ: {إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ}

Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa ayahku telah menceritakan kepada kami, telah menceritakan kepada kami Muammal ibnul Fadl Al-Harrani, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Yunus. Juga telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim Al-Harrani melalui suratnya yang ditujukan kepadaku, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Yunus sendiri, dari Wasil ibnus Saib Ar-Raqqasyi, dari Abu Surah (keponakan Abu Ayyub Al-Ansari), dari Abu Ayyub yang menceritakan bahwa seorang lelaki datang menghadap Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam, lalu bertanya, "Sesungguhnya aku mempunyai seorang keponakan yang tidak pernah berhenti dari melakukan perbuatan yang diharamkan." Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bertanya, "Apakah agama yang dipeluknya?" Ia menjawab, "Dia salat dan mengesakan Allah Subhanahu wa Ta'ala" Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, "Agamanya kamu minta saja. Apabila ia tidak mau memberikan, maka belilah darinya." Lelaki itu berangkat dan meminta hal tersebut kepada keponakannya, tetapi si keponakan tetap menolaknya (tidak mau memberi, tidak mau pula menjualnya). Maka lelaki itu datang menghadap Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam dan menceritakan hal tersebut seraya berkata, "Aku menjumpainya sangat teguh dengan agamanya." Abu Ayyub melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu turunlah firman-Nya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (An-Nisa: 48)

Hadis kesepuluh.

قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ الضَّحَّاكِ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا مَسْتُورٌ أَبُو هَمَّامٍ الْهُنَائِيُّ، حَدَّثَنَا ثَابِتٌ عَنْ أَنَسٍ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا تَرَكْتُ حَاجَةً وَلَا ذَا حَاجَةٍ إِلَّا قَدْ أَتَيْتُ. قَالَ: "أَلَيْسَ تَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ؟ " ثَلَاثَ مَرَّاتٍ. قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: "فَإِنَّ ذَلِكَ يَأْتِي عَلَى ذَلِكَ كُلِّهِ"

Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnud Dahhak, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Hammam Al-Hanai, telah menceritakan kepada kami Sabit, dari Anas yang menceritakan bahwa seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam, lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, aku tidak pernah membiarkan suatu keperluan pun dan tidak pula seorang pun yang perlu ditolong melainkan aku memberinya." Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bertanya, "Bukankah kamu telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah?" Hal ini dikatakannya sebanyak tiga kali. Lelaki itu menjawab, "Ya." Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, "Maka sesungguhnya kesaksianmu itulah yang membuat semuanya diterima."

Hadis kesebelas.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ، حَدَّثَنَا عِكْرِمَةُ بْنُ عَمَّارٍ، عَنْ ضَمْضَمِ بْنِ جَوْسٍ الْيَمَامِيِّ قَالَ: قَالَ لِي أَبُو هُرَيْرَةَ: يَا يَمَامِيُّ لَا تَقُولَنَّ لِرَجُلٍ: وَاللَّهِ لَا يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ. أَوْ لَايُدْخِلُكَ الْجَنَّةَ أَبَدًا. قُلْتُ: يَا أَبَا هُرَيْرَةَ إِنَّ هَذِهِ كَلِمَةٌ يَقُولُهَا أَحَدُنَا لِأَخِيهِ وَصَاحِبِهِ إِذَا غَضِبَ قَالَ: لَا تَقُلْهَا، فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "كَانَ فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ رَجُلَانِ كَانَ أَحَدُهُمَا مُجْتَهِدًا فِي الْعِبَادَةِ، وَكَانَ الْآخَرُ مُسْرِفًا عَلَى نَفْسِهِ، وَكَانَا مُتَآخِيَيْنِ وَكَانَ الْمُجْتَهِدُ لَا يَزَالُ يَرَى الْآخَرَ عَلَى ذَنْبٍ، فَيَقُولُ: يَا هَذَا أَقْصِرْ. فَيَقُولُ: خَلِّنِي وَرَبِّي! أَبُعِثْتَ عَلَيَّ رَقِيبًا؟ قَالَ: إِلَى أَنْ رَآهُ يَوْمًا عَلَى ذَنْبٍ اسْتَعْظَمَهُ، فَقَالَ لَهُ: وَيْحَكَ! أَقْصِرْ! قَالَ: خَلِّنِي وَرَبِّي! أَبُعِثْتَ عَلَيَّ رَقِيبًا؟ فَقَالَ: والله لَا يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ -أَوْ لَا يُدْخِلُكَ الْجَنَّةَ أَبَدًا-قَالَ: فَبَعَثَ اللَّهُ إِلَيْهِمَا مَلَكًا فَقَبَضَ أَرْوَاحَهُمَا وَاجْتَمَعَا عِنْدَهُ، فَقَالَ لِلْمُذْنِبِ: اذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِي. وَقَالَ لِلْآخَرِ: أَكُنْتَ بِي عَالِمًا؟ أَكُنْتَ عَلَى مَا فِي يَدِي قَادِرًا؟ اذْهَبُوا بِهِ إِلَى النَّارِ. قَالَ: فَوَالَّذِي نَفْسُ أبي القاسم بيده لتكلم بكلمة أو بقت دُنْيَاهُ وَآخِرَتَهُ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Amir, telah menceritakan kepada kami Ikrimah ibnu Ammar, dari Damdam ibnu Jausy Al-Yamami yang mengatakan bahwa Abu Hurairah pernah berkata kepadanya, "Hai Yamami, jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap seseorang, 'Semoga Allah tidak mengampunimu, atau semoga Allah tidak memasukkanmu ke dalam surga'." Aku (Yamami) berkata, "Hai Abu Hurairah, sesungguhnya kalimat tersebut biasa dikatakan oleh seseorang terhadap saudaranya dan temannya jika ia dalam keadaan marah." Abu Hurairah berkata, "Jangan kamu katakan hal itu, karena sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda," yaitu: Dahulu di kalangan umat Bani Israil terdapat dua orang lelaki; salah seorangnya rajin beribadah, sedangkan yang lainnya zalim terhadap dirinya sendiri (tukang maksiat); keduanya sudah seperti saudara. Orang yang rajin ibadah selalu melihat saudaranya berbuat dosa dan mengatakan kepadanya, "Hai kamu, hentikanlah perbuatanmu." Tetapi saudaranya itu menjawab, "Biarkanlah aku dan Tuhanku, apakah kamu ditugaskan untuk terus mengawasiku?" Hingga pada suatu hari yang rajin beribadah melihat saudaranya tukang maksiat itu melakukan suatu perbuatan dosa yang menurut penilaiannya sangat besar. Maka ia berkata kepadanya, "Hai kamu, hentikanlah perbuatanmu." Dan orang yang ditegurnya menjawab, "Biarkanlah aku, ini urusan Tuhanku, apakah engkau diutus sebagai pengawasku?" Maka yang rajin beribadah berkata, "Demi Allah, semoga Allah tidak memberikan ampunan kepadamu, atau semoga Allah tidak memasukkanmu ke surga untuk selama-lamanya." Abu Hurairah melanjutkan kisahnya: bahwa setelah itu Allah mengutus seorang malaikat untuk mencabut nyawa kedua orang tersebut, dan keduanya berkumpul di hadapan Allah. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman kepada orang yang berdosa, "Pergilah, dan masuklah ke dalam surga karena rahmat-Ku." Sedangkan kepada yang lainnya Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Apakah kamu merasa alim, apakah kamu mampu meraih apa yang ada di tangan kekuasaan-Ku? Bawalah dia ke dalam neraka!" Nabi Shalallahu'alaihi Wasallam bersabda, "Demi Tuhan yang jiwa Abul Qasim berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya orang tersebut (yang masuk neraka) benar-benar mengucapkan suatu kalimat yang menghancurkan dunia dan akhiratnya."

Imam Abu Daud meriwayatkannya melalui hadis Ikrimah ibnu Ammar, bahwa Damdam ibnu Jausy menceritakan kepadanya dengan lafaz yang sama.

Hadis kedua belas.

قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو شَيْخٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَسَنِ بْنِ عَجْلَانَ الْأَصْبَهَانِيِّ، حَدَّثَنَا سَلَمَةُ بْنُ شَبِيبٍ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْحَكَمِ بْنِ أَبَانٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: مَنْ عَلِمَ أَنِّي ذُو قُدْرَةٍ عَلَى مَغْفِرَةِ الذُّنُوبِ غَفَرْتُ لَهُ وَلَا أُبَالِي، مَا لَمْ يُشْرِكْ بِي شَيْئًا" .

Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abusy Syekh, dari Muhammad ibnul Hasan ibnu Ajlan Al-Asfahani, telah menceritakan kepada kami Salamah ibnu Syabib, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Hakam ibnu Abban, dari ayahnya, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dari Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam yang telah bersabda: Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Barang siapa yang mengetahui bahwa Aku mempunyai kekuasaan untuk mengampuni segala dosa, niscaya Aku memberikan ampunan baginya tanpa peduli selagi dia tidak mempersekutukan Aku dengan sesuatu.

Hadis ketiga belas.

قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ وَالْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى [الْمَوْصِلِيُّ] حَدَّثَنَا هُدْبَةُ -هُوَ ابن خالد-حدثنا سهل بْنُ أَبِي حَزْمٍ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ وَعَدَهُ اللَّهُ عَلَى عَمَلٍ ثَوَابًا فَهُوَ مُنْجِزُهُ لَهُ، وَمَنْ تَوَعَّدَهُ عَلَى عَمَلٍ عِقَابًا فَهُوَ فِيهِ بِالْخِيَارِ".

 

Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar dan Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hudbah (yaitu Ibnu Khalid), telah menceritakan kepada kami Sahl ibnu Abu Hazm, dari Sabit, dari Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda: Barang siapa yang dijanjikan suatu pahala oleh Allah atas suatu amal perbuatan, maka Dia pasti menunaikan pahala itu baginya. Dan barang siapa yang diancam oleh Allah mendapat suatu siksaan karena suatu amal perbuatan, maka Dia sehubungan dengan hal ini bersikap memilih (antara memaafkan dan menghukum).

Hadis ini diriwayatkan secara munfarid.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bahr ibnu Nasr Al-Khaulani, telah menceritakan kepada kami Khalid (yakni Ibnu Abdur Rahman Al-Khurrasani), telah menceritakan kepada kami Al-Haisam ibnu Hammad, dari Salam ibnu Abu Muti', dari Bakr ibnu Abdullah Al-Muzani, dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa kami sahabat Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam tidak meragukan lagi terhadap pembunuh jiwa, pemakan harta anak yatim, menuduh berzina wanita yang memelihara kehormatannya, dan saksi palsu (bahwa mereka pasti masuk neraka), hingga turun ayat ini, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (An-Nisa: 48) Maka sejak saat itu semua sahabat Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam menahan diri dari kesaksian.

Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Al-Haisam ibnu Hammad dengan lafaz yang sama.

Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Abdur Rahman Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Asim, telah menceritakan kepada kami Saleh (yakni Al-Murri), telah menceritakan kepada kami Abu Bisyr, dari Ayyub, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang mengatakan, "Dahulu kami tidak meragukan lagi terhadap orang yang dipastikan oleh Allah masuk neraka di dalam Al-Qur'an, hingga turun kepada kami ayat ini, yaitu firman-Nya: 'Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya" (An-Nisa: 48). Setelah kami mendengar ayat ini, maka kami menahan diri dari kesaksian dan mengembalikan segala urusan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala"

Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Syaiban ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Harb ibnu Syuraib, dari Ayyub, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang mengatakan, "Dahulu kami tidak mau memohon ampun buat orang-orang yang berdosa besar, hingga kami mendengar Nabi kami membacakan firman-Nya: 'Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya' (An-Nisa: 48).

Dan Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam telah bersabda:

«أَخَّرْتُ شَفَاعَتِي لِأَهْلِ الْكَبَائِرِ مِنْ أُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ»

'Aku tangguhkan syafaatku buat orang-orang yang berdosa besar dari umatku kelak di hari kiamat'."

Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi', telah menceritakan kepadaku Muhabbar, dari Abdullah ibnu Umar yang menceritakan bahwa ketika ayat ini diturunkan,yaitu firman-Nya: Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. (Az-Zumar: 53), hingga akhir ayat. Maka ada seorang lelaki berdiri dan bertanya, "Bagaimanakah dengan dosa mempersekutukan Allah, wahai Nabi Allah?" Rasulullah Shalallahu'alaihi Wasallam tidak suka dengan pertanyaan tersebut, lalu beliau Shalallahu'alaihi Wasallam membacakan firman-Nya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (An-Nisa: 48)

Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir. Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih melalui berbagai jalur dari Ibnu Ulnar.

Ayat yang ada dalam surat Az-Zumar tadi mengandung suatu syarat, yaitu tobat. Maka barang siapa yang bertobat dari dosa apapun, sekalipun ia melakukannya berulang-ulang, niscaya Allah menerima tobatnya. Karena itulah disebutkan di dalam firman-Nya:

{قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ}

Katakanlah, "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya." (Az-Zumar: 53)

Yakni dengan syarat tobat. Seandainya diartikan tidak demikian, niscaya termasuk pula ke dalam pengertian ayat ini dosa mempersekutukan Allah. Pengertian ini jelas tidak benar, mengingat Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memastikan tiada ampunan bagi dosa syirik dalam ayat ini (An-Nisa: 48), dan Dia telah memastikan pula bahwa Dia mengampuni semua dosa selain dari dosa mempersekutukan Allah, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Dengan kata lain, sekalipun pelakunya belum bertobat, hal ini memberikan pengertian bahwa ayat surat An-Nisa ini lebih besar harapannya daripada ayat surat Az-Zumar tadi, bila ditinjau dari segi ini.

*******************

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرى إِثْماً عَظِيماً

Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (An-Nisa: 48)

Ayat ini sama maknanya dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:

إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. (Luqman: 13)

Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah hadis melalui Ibnu Mas'ud yang menceritakan hadis berikut:

عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ أَنَّهُ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ؟ قَالَ: "أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ ...” وَذَكَرَ تَمَامَ الْحَدِيثَ.

Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar?” Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab, "Bila kamu menjadikan tandingan bagi Allah, padahal Dialah Yang menciptakanmu.” hingga akhir hadis.

قَالَ ابْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا إسحق بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ زَيْدٍ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَمْرٍو، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْمُنْذِرِ، حَدَّثَنَا مَعْنٌ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ بَشِيرٍ حَدَّثَنَا قَتَادَةَ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ؛ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "أُخْبِرُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ: الشِّرْكُ بِاللَّهِ" ثُمَّ قَرَأَ: {وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا} وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ". ثُمَّ قَرَأَ: {أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ}

Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Munzir, telah menceritakan kepada kami Ma’an, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Basyir, dari Qatadah, dari Al-Hasan, dari Imran ibnu Husain, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam telah bersabda: Aku akan menceritakan kepada kalian tentang dosa besar yang paling berat, yaitu mempersekutukan Allah. Kemudian beliau Shalallahu'alaihi Wasallam membacakan firman-Nya: Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (An-Nisa: 48) ; dan menyakiti kedua orang tua. Lalu beliau membacakan firman-Nya: Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembali kalian. (Luqman: 14). (Androidkit/FM)

Artikel Terkait

Komentar

Artikel Populer

Prahara Aleppo

French Foreign Minister Bernard Kouchner takes off a Jewish skull-cap, or Kippa, at the end of a visit to the Yad Vashem Holocaust Memorial in Jerusalem, Tuesday, Sept. 11, 2007. Kouchner is on an official visit to Israel and the Palestinian Territories. (AP Photo/Kevin Frayer) Eskalasi konflik di Aleppo beberapa hari terakhir diwarnai propaganda anti-rezim Suriah yang sangat masif, baik oleh media Barat, maupun oleh media-media “jihad” di Indonesia. Dan inilah mengapa kita (orang Indonesia) harus peduli: karena para propagandis Wahabi/takfiri seperti biasa, mengangkat isu “Syiah membantai Sunni” (lalu menyamakan saudara-saudara Syiah dengan PKI, karena itu harus dihancurkan, lalu diakhiri dengan “silahkan kirim sumbangan dana ke no rekening berikut ini”). Perilaku para propagandis perang itu sangat membahayakan kita (mereka berupaya mengimpor konflik Timteng ke Indonesia), dan untuk itulah penting bagi kita untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Suriah. Tulisan i

Amalan Pada Malam Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha

Nabi Muhammad ﷺ bersabda: عن عبادة بن الصامت رضي الله عنه أن رسول ﷺ قال: “من أحيا ليلة الفطر وليلة الأضحى لم يمت قلبه يوم تموت القلوب” رواه الطبراني في الكبير والأوسط. Dari Ubadah Ibn Shomit r.a. Sungguh Rosulullah ﷺ bersabda: "Barangsiapa menghidupkan malam Idul Fitri dan malam Idul Adlha, hatinya tidak akan mati, di hari matinya hati." ( HR.Thobaroni ) عن أبي أمامه رضي الله عنه عن النبي ﷺ قال : “من قام ليلتي العيدين محتسباً لم يمت قلبه يوم تموت القلوب”. وفي رواية “من أحيا” رواه ابن ماجه Dari Abi Umamah r.a, dari Nabi ﷺ, bersabda: Barangsiapa beribadah di dua malam Hari Raya dengan hanya mengharap ALLAH, maka hatinya tidak akan mati pada hari matinya hati. ( HR. Ibnu Majah ) Bagaimana cara menghidupkan dua Hari Raya itu? Telah disebutkan oleh Syaikh Abdul Hamid Al Qudsi, dengan mengamalkan beberapa amalan: 1. Syaikh Al Hafni berkata: Ukuran minimal menghidupkan malam bisa dengan Sholat Isya’ berjama’ah dan meniatkan diri untuk jama’ah Sholat Shubuh pada besoknya. Atau mempe

3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup - Himayah atau Pemimpin Ulama di Tanah Banten

Forum Muslim - Banten merupakan provinsi Seribu Kyai Sejuta Santri. Tak heran jika nama Banten terkenal diseluruh Nusantara bahkan dunia Internasional. Sebab Ulama yang sangat masyhur bernama Syekh Nawawi AlBantani adalah asli kelahiran di Serang - Banten. Provinsi yang dikenal dengan seni debusnya ini disebut sebut memiliki paku atau penjaga yang sangat liar biasa. Berikut akan kami kupas 3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup. 1. Abuya Syar'i Ciomas Banten Selain sebagai kyai terpandang, masyarakat ciomas juga meyakini Abuya Syar'i sebagai himayah atau penopang bumi banten. Ulama yang satu ini sangat jarang dikenali masyarakat Indonesia, bahkan orang banten sendiri masih banyak yang tak mengenalinya. Dikarnakan Beliau memang jarang sekali terlihat publik, kesehariannya hanya berdia di rumah dan menerima tamu yg datang sowan ke rumahnya untuk meminta doa dan barokah dari Beliau. Banyak santri - santrinya yang menyaksikan secara langsung karomah beliau. Beliau jug

Sholawat-Sholawat Pembuka Hijab

Dalam Islam sangat banyak para ulama-ulama sholihin yang bermimpi Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam dan mendapatkan petunjuk atau isyarat untuk melakukan atau mengucapkan kalimat-kalimat tertentu (seperti dzikir, sholawat, doa dll ). Bahkan sebagian di antara mereka menerima redaksi sholawat langsung dari Rasulullah dengan ditalqin kata demi kata oleh Beliau saw. Maka jadilah sebuah susunan dzikir atau sholawat yg memiliki fadhilah/asror yg tak terhingga.  Dalam berbagai riwayat hadits dikatakan bahwa siapa pun yang bermimpi Nabi saw maka mimpi itu adalah sebuah kebenaran/kenyataan, dan sosok dalam mimpinya tersebut adalah benar-benar Nabi Muhammad saw. Karena setan tidak diizinkan oleh Alloh untuk menyerupai Nabi Muhammad saw. Beliau juga bersabda, "Barangsiapa yg melihatku dalam mimpi maka ia pasti melihatku dalam keadaan terjaga" ----------------------------- 1. SHOLAWAT JIBRIL ------------------------------ صَلَّى اللّٰهُ عَلٰى مُحَمَّدٍ SHOLLALLOOH 'ALAA MUHAMMA

ALASAN ALI MENUNDA QISHASH PEMBUNUH UTSMAN

Oleh :  Ahmad Syahrin Thoriq   1. Sebenarnya sebagian besar shahabat yang terlibat konflik dengan Ali khususnya, Zubeir dan Thalhah telah meraih kesepakatan dengannya dan mengetahui bahwa Ali akan menegakkan hukum qishash atas para pemberontak yang telah membunuh Utsman.  Namun akhirnya para shahabat tersebut berselisih pada sikap yang harus diambil selanjutnya. Sebagian besar dari mereka menginginkan agar segera diambil tindakan secepatnya. Sedangkan Ali memilih menunda hingga waktu yang dianggap tepat dan sesuai prosedur. 2. Sebab Ali menunda keputusan untuk menegakkan Qishash adalah karena beberapa pertimbangan, diantaranya : Pertama, para pelaku pembunuh Ustman adalah sekelompok orang dalam jumlah yang besar. Mereka kemudian berlindung di suku masing-masing atau mencari pengaruh agar selamat dari hukuman. Memanggil mereka untuk diadili sangat tidak mungkin. Jalan satu-satunya adalah dengan kekuatan. Dan Ali menilai memerangi mereka dalam kondisi negara sedang tidak stabil sudah pas

Daun Pepaya Jepang, Aman Untuk Pakan Kambing di @kapurinjing

KH.MUNFASIR, Padarincang, Serang, Banten

Akhlaq seorang kyai yang takut memakai uang yang belum jelas  Kyai Laduni yang pantang meminta kepada makhluk Pesantren Beliau yang tanpa nama terletak di kaki bukit padarincang. Dulunya beliau seorang dosen IAIN di kota cirebon. Saat mendapatkan hidayah beliau hijrah kembali ke padarincang, beliau menjual seluruh harta bendanya untuk dibelikan sebidang sawah & membangun sepetak gubuk ijuk, dan sisa selebihnya beliau sumbangkan. Beliau pernah bercerita disaat krisis moneter, dimana keadaan sangatlah paceklik. Sampai sampai pada saat itu, -katanya- untuk makan satu biji telor saja harus dibagi 7. Pernah tiba tiba datanglah seseorang meminta doa padanya. Saat itu Beliau merasa tidak pantas mendoakan orang tersebut. Tapi orang tersebut tetap memaksa beliau yang pada akhirnya beliaupun mendoakan Alfatihah kepada orang tersebut. Saat berkehendak untuk pamit pulang, orang tersebut memberikan sebuah amplop yang berisi segepok uang. Sebulan kemudian orang tersebut kembali datang untuk memi

Kisah Siti Ummu Ayman RA Meminum Air Kencing Nabi Muhammad SAW

Di kitab Asy Syifa disebutkan bahwa Kanjeng Nabi Muhammad SAW punya pembantu rumah tangga perempuan bernama Siti Ummu Ayman RA. Dia biasanya membantu pekerjaan istri Kanjeng Nabi dan nginap di rumah Kanjeng Nabi. Dia bercerita satu pengalaman uniknya saat jadi pembantu Kanjeng Nabi. Kanjeng Nabi Muhammad itu punya kendi yang berfungsi sebagai pispot yang ditaruh di bawah ranjang. Saat di malam hari yang dingin, lalu ingin buang air kecil, Kanjeng Nabi buang air kecil di situ. Satu saat, kendi pispot tersebut hilang entah ke mana. Maka Kanjeng Nabi menanyakan kemana hilangnya kendi pispot itu pada Ummu Ayman. Ummu Ayman pun bercerita, satu malam, Ummu Ayman tiba-tiba terbangun karena kehausan. Dia mencari wadah air ke sana kemari. Lalu dia nemu satu kendi air di bawah ranjang Kanjeng Nabi SAW yang berisi air. Entah air apa itu, diminumlah isi kendi itu. Pokoknya minum dulu. Ternyata yang diambil adalah kendi pispot Kanjeng Nabi. Dan yang diminum adalah air seni Kanjeng Nabi yang ada dal

Mengelola Blog Wordpress dan Blogspot Melalui Ponsel

Di jaman gatget yang serba canggih ini, sekarang dasboard wordpress.com dan blogspot.com semakin mudah dikelola melalui ponsel. Namun pada settingan tertentu memang harus dilakukan melalui komputer seperti untuk mengedit themes atau template. Dan bagi kita yang sudah terbiasa "mobile" atau berada di lapangan maka kita bisa menerbitkan artikel kita ke blog wordpress.com melalui email yang ada di ponsel kita, so kita nggak usah kawatir.

Abuya Syar'i Ciomas Banten

''Abuya Syar'i Ciomas(banten)" Abuya Syar'i Adalah Seorang Ulama Yg Sangat Sepuh. Menurut beliau sekarang beliau telah berrusia lebih dari 140 tahun. Sungguh sangat sepuh untuk ukuran manusia pada umumnya. Abuya Sar'i adalah salah satu murid dari syekh. Nawawi al bantani yg masih hidup. Beliau satu angkatan dengan kyai Hasyim asy'ary pendiri Nahdatul ulama. Dan juga beliau adalah pemilik asli dari golok ciomas yg terkenal itu. Beliau adalah ulama yg sangat sederhana dan bersahaja. Tapi walaupun begitu tapi ada saja tamu yg berkunjung ke kediamannya di ciomas banten. Beliau juga di yakini salah satu paku banten zaman sekarang. Beliau adalah kyai yg mempunyai banyak karomah. Salah satunya adalah menginjak usia 140 tahun tapi beliau masih sehat dan kuat fisiknya. Itulah sepenggal kisah dari salah satu ulama banten yg sangat berpengaruh dan juga kharismatik. Semoga beliau senantiasa diberi umur panjang dan sehat selalu Aaamiiin... (FM/ FB )