Langsung ke konten utama

Tafsir Surat An Nisa Ayat 101



An-Nisa, ayat 101

وَإِذا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُناحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنَّ الْكافِرِينَ كانُوا لَكُمْ عَدُوًّا مُبِيناً (101)

Dan apabila kalian bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kalian meng-qasar salat (kalian), jika kalian takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagi kalian.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَإِذا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ

Apabila kalian bepergian di muka bumi. (An-Nisa: 101)

Yaitu melakukan perjalanan ke berbagai negeri; semakna dengan pengertian yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:

عَلِمَ أَنْ سَيَكُونُ مِنْكُمْ مَرْضى وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ

Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kalian orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah. (Al-Muzzammil: 20), hingga akhir ayat.

Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

{فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلاةِ}

maka tidaklah mengapa kalian meng-qasar salat (kalian). (An-Nisa: 101)

Yakni meringankan; adakalanya dari segi rakaatnya, misalnya salat yang empat rakaat dijadikan dua rakaat, seperti yang disimpulkan oleh jumhur ulama dari ayat ini. Mereka menjadikannya sebagai dalil salat qasar dalam perjalanan, sekalipun mereka masih berselisih pendapat mengenainya. Karena di antara mereka ada yang mengatakan bahwa perjalanan yang dilakukan harus mengandung ketaatan, seperti berjihad, atau haji atau umrah, atau mencari ilmu atau ziarah, atau lain-lainnya yang semisal. Seperti yang diriwayatkan oleh Ata dan Yahya, dari Malik, dari Ibnu Umar, karena berdasarkan kepada makna lahiriah firman-Nya yang mengatakan:

{إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا}

jika kalian takut diserang orang-orang kafir. (An-Nisa: 101)

Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa tidak disyaratkan bagi bepergian harus dalam rangka taqarrub, melainkan boleh pula dalam rangka bepergian yang mubah (tidak diharamkan), karena berdasarkan kepada firman-Nya yang mengatakan:

فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجانِفٍ لِإِثْمٍ

Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa. (Al-Maidah: 3), hingga akhir ayat.

Seperti halnya diperbolehkan baginya memakan bangkai bila dalam keadaan darurat, tetapi dengan syarat hendaknya dia tidak bertujuan maksiat dengan perjalanannya itu. Demikianlah menurut pendapat Imam Syafii dan Imam Ahmad serta selain keduanya dari kalangan para imam.

Abu Bakar ibnu Abu Syaibah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Al-A'masy, dari Ibrahim yang menceritakan bahwa seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam, lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah seorang pedagang, aku biasa pulang pergi ke Bahrain." Lalu Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam memerintahkan kepadanya salat dua rakaat (yakni salat qasar). Hadis ini berpredikat mursal.

Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa perjalanan ini bersifat mutlak. Dengan kata lain, baik yang mubah ataupun yang terlarang, sekalipun dia bepergian untuk tujuan membegal jalan dan menakut-nakuti orang yang lewat (meneror). Hukum qasar diperbolehkan baginya karena safar (perjalanan) diartikan mutlak. Hal ini merupakan pendapat Imam Abu Hanifah, As-Sauri, dan Daud, karena berdasarkan kepada keumuman makna ayat. Tetapi jumhur ulama berpendapat berbeda dengan mereka.

*******************

Adapun firman-Nya:

إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا

jika kalian takut diserang orang-orang kafir. (An-Nisa: 101)

Barangkali hal ini diinterpretasikan menurut kebanyakan yang terjadi di lingkungan saat ayat ini diturunkan. Karena sesungguhnya pada permulaan Islam sesudah hijrah, kebanyakan perjalanan yang mereka lakukan dipenuhi oleh bahaya yang menakutkan. Bahkan mereka tidak beranjak meninggalkan tempat tinggalnya melainkan untuk menuju ke peperangan tahunan, atau sariyyah (pasukan) khusus, sedangkan keadaan lainnya merupakan perang terhadap Islam dan para pengikutnya. Pengertian mantuq apabila diungkapkan dalam bentuk prioritas, atau berdasarkan suatu kejadian, maka ia tidak mempunyai subyek pengertian. Sama halnya dengan pengertian yang terdapat di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:

وَلا تُكْرِهُوا فَتَياتِكُمْ عَلَى الْبِغاءِ إِنْ أَرَدْنَ تَحَصُّناً

Dan janganlah kalian paksa budak-budak wanita kalian untuk melakukan pelacuran, sedangkan mereka sendiri mengingini kesucian. (An-Nur: 33)

Juga seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:

 وَرَبائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسائِكُمُ

dan anak-anak istri kalian yang ada dalam pemeliharaan kalian dari istri kalian. (An-Nisa: 23), hingga akhir ayat.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا ابْنُ إِدْرِيسَ، حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْج، عَنِ ابْنِ أَبِي عَمَّارٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بابَيْه، عَنْ يَعْلَى بْنِ أُمَيَّةَ قَالَ: سَأَلْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ قُلْتُ: {لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا} وَقَدْ أمَّن اللَّهُ النَّاسَ؟ فَقَالَ لِي عُمَرُ: عجبتُ مِمَّا عجبتَ مِنْهُ، فسألتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ، فَقَالَ: "صَدَقَةٌ تَصْدَّقَ اللَّهُ بِهَا عَلَيْكُمْ، فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, dari Abu Ammar, dari Abdullah ibnu Rabiyah, dari Ya'la ibnu Umayyah yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Umar ibnul Khattab mengenai makna firman-Nya: tidaklah mengapa kalian meng-qasar salat (kalian), jika kalian takut diserang orang-orang kafir. (An-Nisa: 101) Sedangkan orang-orang di masa sekarang dalam keadaan aman (ke mana pun mereka mengadakan perjalanan)? Maka Umar Radhiyallahu Anhu berkata kepadaku bahwa ia pun pernah merasa heran seperti apa yang aku rasakan, lalu ia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam mengenai hal tersebut. Maka beliau Shalallahu'alaihi Wasallam menjawab: Sedekah yang diberikan oleh Allah kepada kalian. Karena itu, terimalah sedekah-Nya.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim dan para pemilik kitab sunan melalui hadis Ibnu Juraij, dari Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu Abu Ammar dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.

Ali ibnul Madini mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih melalui Umar, dan tiada yang hafal kecuali dari jalur ini; semua perawinya dikenal.

Abu Bakar ibnu Abu Syaibah mengatakan telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Magul, dari Abu Hanzalah Al-Hazza yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Umar tentang salat safar (salat dalam perjalanan). Maka ia menjawab bahwa salat perjalanan itu adalah dua rakaat (yakni qasar). Lalu aku bertanya, "Kalau demikian, bagaimanakah dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang mengatakan: 'jika kalian takut diserang orang-orang kafir (An-Nisa: 101). Sedangkan kita sekarang dalam keadaan aman?" Maka Ibnu Umar menjawab, "Itulah sunnah, Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam"

Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Minjab, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Qais ibnu Wahb, dari Abul Wadak yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Umar mengenai dua rakaat dalam perjalanan. Maka ia menjawab bahwa hal itu adalah rukhsah (keringanan) yang diturunkan dari langit; jika tidak menginginkannya, kalian boleh mengembalikan ke asalnya (yaitu empat rakaat).

Abu Bakar ibnu Abu Syaibah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aun, dari Ibnu Sirin, dari Ibnu Abbas yang menceritakan, "Kami salat bersama Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam di antara Mekah dan Madinah sebanyak dua rakaat-dua rakaat, padahal kami dalam keadaan aman dan tidak takut dengan apa pun di antara Mekah dan Madinah itu."

Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Nasai melalui Muhammad ibnu Abdul A'la, dari Khalid Al-Hazza, dari Abdullah ibnu Aun dengan lafaz yang sama.

Abu Umar ibnu Abdul Bar mengatakan, demikian pula telah diriwayatkan oleh Ayyub, Hisyam, dan Yazid ibnu Ibrahim At-Tusturi, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu, dari Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam dengan lafaz yang semisal.

Menurut kami, hal yang sama diriwayatkan oleli Imam Turmuzi dan Imam Nasai; semuanya dari Qutaibah, dari Hasyim, dari Mansur, dari Zazan, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam berangkat dari Madinah menuju Mekah tanpa ada rasa takut kecuali kepada Tuhan semesta alam, tetapi beliau Shalallahu'alaihi Wasallam salat dua rakaat (yakni qasar). Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini sahih.

وَقَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَر، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي إِسْحَاقَ قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسًا يَقُولُ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ من المدينة إِلَى مَكَّةَ، فَكَانَ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ، حَتَّى رَجَعْنَا إِلَى الْمَدِينَةِ. قُلْتُ: أَقَمْتُمْ بِمَكَّةَ شَيْئًا؟ قَالَ: أَقَمْنَا بِهَا عَشْرًا.

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ma'mar, telah menceritakan kepada kami Abdul Waris, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Ishaq yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Anas menceritakan hadis berikut: Kami keluar bersama-sama Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam dari Madinah ke Mekah, beliau Shalallahu'alaihi Wasallam salat dua rakaat-dua rakaat hingga kami kembali ke Madinah. Aku (Yahya ibnu Abu Ishaq) bertanya, "Apakah kalian tinggal di Mekah selama beberapa waktu?" Anas menjawab, "Kami bermukim selama sepuluh hari di Mekah."

Hal yang sama diketengahkan oleh jamaah lainnya melalui berbagai jalur dari Yahya ibnu Abu Ishaq Al-Hadrami dengan lafaz yang sama.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Wa-ki telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu Ishaq, dari Harisah ibnu Wahb Al-Khuza'i yang menceritakan bahwa ia pernah salat dengan Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam (yaitu salat Lohor dan Asar) di Mina dan banyak orang yang bermakmum kepadanya, dalam keadaan yang aman, masing-masing dua rakaat.

Hadis ini diriwayatkan oleh jamaah selain Ibnu Majah melalui berbagai jalur dari Ibnu Abu Ishaq, dari Anas dengan lafaz yang sama.

Menurut lafaz yang ada pada Imam Bukhari, telah menceritakan kepada kami Abul Walid, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq, bahwa ia pernah mendengar Harisah ibnu Wahb menceritakan hadis berikut: Kami salat bersama-sama Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam dalam situasi yang aman sekali di Mina sebanyak dua rakaat.

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Yahya, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah, telah menceritakan kepadaku Nafi’, dari Abdullah ibnu Umar yang menceritakan bahwa ia salat dua rakaat bersama Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam (yakni di Mina), begitu pula pada masa Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar, dan permulaan masa Khalifah Usman; kemudian Usman menggenapkannya empat rakaat.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui hadis Yahya ibnu Sa'id Al-Qattan dengan lafaz yang sama.

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid, dari Al-A'masy, telah menceritakan kepada kami Ibrahim, bahwa ia pernah mendengar Abdur Rahman ibnu Yazid menceritakan asar berikut, Khalifah Usman ibnu Affan Radhiyallahu Anhu salat bersama kami di Mina empat rakaat. Lalu diceritakan kepada Abdullah ibnu Mas'ud Radhiyallahu Anhu hal tersebut, maka Abdullah mengucapkan istirja' (yakni inna lillahi wa inna ilaihi raji'un). Kemudian Abdullah mengatakan, 'Aku salat bersama Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam di Mina dua rakaat, dan aku salat bersama Abu Bakar di Mina dua rakaat, dan aku salat bersama Umar ibnul Khattab di Mina dua rakaat pula. Aduhai, keberuntunganku dari dua rakaat yang pasti diterima ketimbang empat rakaat'."

Imam Bukhari meriwayatkannya melalui hadis As-Sauri, dari Al-A'masy dengan lafaz yang sama. Imam Muslim mengetengahkannya melalui berbagai jalur dari As-Sauri, antara lain dari Qutaibah, sama seperti yang disebut di atas.

Hadis-hadis ini secara jelas menunjukkan bahwa qasar itu tidak disyaratkan adanya situasi yang menakutkan. Karena itu ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan qasar dalam bab ini ialah qasar dari segi kaifiyah, bukan kammiyyah. Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Mujahid, Ad-Dahhak, dan As-Saddi, seperti yang akan diterangkan kemudian.

Mereka memperkuat alasannya dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Malik, dari Saleh ibnu Kaisan, dari Urwah ibnuz Zubair, dari Siti Aisyah Radhiyallahu Anhu yang menceritakan bahwa salat itu pada asal mulanya difardukan dua rakaat-dua rakaat, baik dalam bepergian maupun di tempat tinggal. Kemudian salat dalam bepergian ditetapkan, sedangkan salat di tempat tinggal ditambahkan (menjadi empat rakaat).

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abdullah ibnu Yusuf At-Tanisi, dan Muslim dari Yahya ibnu Yahya, sedangkan Abu Daud dari Al-Qa'nabi, dan Imam Nasai dari Qutaibah; keempat-empatnya dari Malik dengan lafaz yang sama.

Timbul suatu pertanyaan dari mereka, apabila asal salat dalam perjalanan adalah dua rakaat, bagaimanakah yang dimaksud dengan qasar kammiyyah dalam bab ini? Mengingat sesuatu yang merupakan asal tidak dapat disebut demikian (yakni istilah qasar, karena sejak semula sudah dua rakaat), seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya: maka tidaklah mengapa kalian mengqasar salat (kalian). (An-Nisa: 101)           '          

Hal yang lebih jelas lagi penunjukannya dari ayat ini ialah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.

Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Waki' dan Sufyan serta Abdur Rahman, dari Zubaid Al-Yami, dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari Umar Radhiyallahu Anhu yang mengatakan bahwa salat dalam perjalanan itu dua rakaat, salat Hari Raya Kurban dua rakaat, salat Hari Raya Fitri dua rakaat, dan salat Jumat dua rakaat, sebagai salat yang lengkap, bukan qasar (ditetapkan) melalui lisan Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam

Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Nasai, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya melalui berbagai jalur dari Zubaid Al-Yami dengan lafaz yang sama. Sanad hadis ini harus dengan syarat Imam Muslim.

Imam Muslim menetapkan di dalam mukadimah kitab sahihnya bahwa Ibnu Abu Laila benar pernah mendengar hadis dari Umar. Sesungguhnya hal itu disebutkan dengan jelas dalam hadis ini, juga dalam hadis lainnya.

Hal ini, insya Allah benar, sekalipun Yahya ibnu Mu'in dan Abu Hatim serta Imam Nasai mengatakan bahwa Ibnu Abu Laila belum pernah mendengar dari Umar.

Menanggapi pendapat ini Imam Muslim mengatakan pula, "Sesungguhnya telah terjadi dalam sebagian jalur Abu Ya'la Al-Mausuli melalui jalur As-Sauri, dari Zubaid, dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari seorang yang siqah, dari Umar, lalu Imam Muslim mengetengahkannya. Imam Ibnu Majah disebutkan melalui jalur Yazid ibnu Abu Ziyad ibnu Abul Ja'd, dari Zubaid, dari Abdur Rahman, dari Ka'b ibnu Ujrah, dari Umar.

Imam Muslim di dalam kitab sahihnya, Imam Abu Daud, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah meriwayatkan melalui hadis Abu Uwwanah Al-Waddah ibnu Abdullah Al-Yasykuri; Imam Muslim dan Imam Nasai menambahkan dan melalui Ayyub ibnu Aiz, keduanya dari Bukair ibnul Akhnas, dari Mujahid, dari Abdullah ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Allah mewajibkan salat melalui lisan Nabi kalian (Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi Wasallam) empat rakaat di tempat dan dua rakaat dalam perjalanan, sedangkan dalam keadaan khauf (takut) adalah satu rakaat. Sebagaimana beliau melakukan salat qabliyah dan ba'diyah di tempat, demikian pula beliau Shalallahu'alaihi Wasallam melakukannya dalam salat perjalanan.

Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Usamah ibnu Zaid, yang ia riwayatkan dari Tawus sendiri. Hal ini membuktikan bahwa hadis ini benar-benar bersumber dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu

Akan tetapi, hal ini tidaklah bertentangan dengan apa yang telah dikisahkan oleh Siti Aisyah Radhiyallahu Anhu yang mengatakan bahwa asal salat itu adalah dua rakaat, tetapi pada salat di tempat ditambahkan (dua rakaat lagi). Setelah keadaannya mapan, maka benarlah bila dikatakan bahwa salat di tempat difardukan seperti apa yang diceritakan oleh Ibnu Abbas (yakni empat rakaat).

Akan tetapi, hadis Ibnu Abbas dan hadis Siti Aisyah sepakat mengatakan bahwa salat safar itu adalah dua rakaat; dan bahwa dua rakaat tersebut merupakan salat yang lengkap, bukan qasar, seperti juga yang diterangkan di dalam hadis Umar Radhiyallahu Anhu

Bilamana demikian, berarti firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang mengatakan: maka tidaklah mengapa kalian meng-qasar salat (kalian). (An-Nisa: 101) Makna yang dimaksud ialah qasar kaifiyyah, seperti halnya dalam salat Khauf. Karena itulah maka dalam firman selanjutnya disebutkan: jika kalian takut diserang orang-orang kafir. (An-Nisa: 101), hingga akhir ayat.

Dalam ayat berikutnya disebutkan pula: Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu), lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka. (An-Nisa: 102), hingga akhir ayat.

Maka dalam ayat selanjutnya disebutkan tujuan utama dari qasar disertai dengan penyebutan gambaran dan tata caranya. Karena itulah ketika Imam Bukhari hendak mencatat Bab "Salat Khauf dalam kitab sahihnya, terlebih dahulu ia memulainya dengan menyebutkan firman-Nya: Dan apabila kalian bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kalian meng-qasar salat (kalian). (An-Nisa: 101) sampai dengan firman-Nya: Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang yang kafir itu. (An-Nisa: 102)

Hal yang sama diriwayatkan oleh Juwaibir dari Ad-Dahhak sehubungan dengan firman-Nya: maka tidaklah mengapa kalian meng-qasar salat (kalian). (An-Nisa: 101) Bahwa hal tersebut di saat peperangan, seorang lelaki yang berkendaraan salat dengan dua takbir menghadap ke arah mana pun kendaraannya mengarah.

Asbat meriwayatkan dari As-Saddi sehubungan dengan firman-Nya: Dan apabila kalian bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa  kalian meng-qasar salat (kalian), jika kalian takut. (An-Nisa: 101), hingga akhir ayat. Sesungguhnya jika kamu salat dua rakaat dalam perjalanan, maka itulah batas qasar yang diperbolehkan baginya. Tidak diperbolehkan selain itu kecuali bila ia takut diserang oleh orang-orang kafir di saat ia melakukan salat, maka qasar-nya boleh hanya dengan satu rakaat.

Ibnu Abu Nujaih meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan firman-Nya: maka tidaklah mengapa kalian meng-qasar salat (kalian). (An-Nisa: 101) Hal tersebut terjadi ketika Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam dan para sahabatnya berada di Asfan, sedangkan pasukan kaum musyrik berada di Dajnan, maka mereka menjadi berhadap-hadapan. Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam salat Lohor bersama semua sahabatnya empat rakaat lengkap dengan rukuk dan sujudnya, dan mereka berdiri bersama-sama pula. Maka pasukan kaum musyrik hampir saja hendak menyerang dan menjarah barang-barang serta perabotan yang dibawa pasukan kaum muslim. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.

Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Mujahid, As-Saddi, dari Jabir dan Ibnu Umar. Ibnu Jarir memilih pendapat ini pula, karena ternyata ia mengemukakan pendapatnya sehubungan dengan hal tersebut sesudah meriwayatkan hadis ini, dan inilah yang benar.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abdullah ibnu Abdul Hakam, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Fudaik, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Zi-b, dari Ibnu Syihab, dari Umayyah ibnu Abdullah ibnu Khalid ibnu Usaid, bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Umar, "Kami menjumpai di dalam Kitabullah masalah qasar salat khauf, tetapi kami tidak menjumpai qasar salat safar." Maka Abdullah ibnu Umar menjawab, "Sesungguhnya kami menjumpai Nabi kami mengamalkan perbuatan yang kita kerjakan sekarang. Salat Khauf itu dinamakan salat qasar, serta menginterpretasikan ayat dengan pengertian tersebut, bukan dengan pengertian qasar salat untuk musafir."

Ibnu Umar menetapkan hal tersebut. Ia menyimpulkan dalil sehubungan dengan salat qasar musafir hanya dari perbuatan pentasyri’, bukan dengan nas Al-Qur'an.

Hal yang lebih jelas dari itu ialah apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Walid Al-Qurasyi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah ibnu Sammak Al-Hanafi yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Umar tentang salat safar. Maka Ibnu Umar menjawab, "Salat safar adalah dua rakaat sebagai salat yang lengkap, bukan qasar. Sesungguhnya salat qasar hanyalah pada keadaan Khauf saja." Lalu aku (Al-Hanafi) bertanya, "Bagaimanakah caranya salat khauf itu?" Ibnu Umar menjawab, "Hendaknya imam salat dengan segolongan orang sebanyak satu rakaat, kemudian mereka yang sudah salat datang ke posisi mereka yang belum salat untuk menggantikannya, lalu mereka yang belum salat datang menggantikan kedudukan mereka yang sudah salat, lalu imam salat bersama golongan yang kedua satu rakaat lagi. Dengan demikian, imam melakukan salat dua rakaat, sedangkan masing-masing dari dua golongan tersebut satu rakaat-satu rakaat.". (Androidkit/FM)

Artikel Terkait

Komentar

Artikel Populer

Prahara Aleppo

French Foreign Minister Bernard Kouchner takes off a Jewish skull-cap, or Kippa, at the end of a visit to the Yad Vashem Holocaust Memorial in Jerusalem, Tuesday, Sept. 11, 2007. Kouchner is on an official visit to Israel and the Palestinian Territories. (AP Photo/Kevin Frayer) Eskalasi konflik di Aleppo beberapa hari terakhir diwarnai propaganda anti-rezim Suriah yang sangat masif, baik oleh media Barat, maupun oleh media-media “jihad” di Indonesia. Dan inilah mengapa kita (orang Indonesia) harus peduli: karena para propagandis Wahabi/takfiri seperti biasa, mengangkat isu “Syiah membantai Sunni” (lalu menyamakan saudara-saudara Syiah dengan PKI, karena itu harus dihancurkan, lalu diakhiri dengan “silahkan kirim sumbangan dana ke no rekening berikut ini”). Perilaku para propagandis perang itu sangat membahayakan kita (mereka berupaya mengimpor konflik Timteng ke Indonesia), dan untuk itulah penting bagi kita untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Suriah. Tulisan i

Mengelola Blog Wordpress dan Blogspot Melalui Ponsel

Di jaman gatget yang serba canggih ini, sekarang dasboard wordpress.com dan blogspot.com semakin mudah dikelola melalui ponsel. Namun pada settingan tertentu memang harus dilakukan melalui komputer seperti untuk mengedit themes atau template. Dan bagi kita yang sudah terbiasa "mobile" atau berada di lapangan maka kita bisa menerbitkan artikel kita ke blog wordpress.com melalui email yang ada di ponsel kita, so kita nggak usah kawatir.

Sholawat-Sholawat Pembuka Hijab

Dalam Islam sangat banyak para ulama-ulama sholihin yang bermimpi Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam dan mendapatkan petunjuk atau isyarat untuk melakukan atau mengucapkan kalimat-kalimat tertentu (seperti dzikir, sholawat, doa dll ). Bahkan sebagian di antara mereka menerima redaksi sholawat langsung dari Rasulullah dengan ditalqin kata demi kata oleh Beliau saw. Maka jadilah sebuah susunan dzikir atau sholawat yg memiliki fadhilah/asror yg tak terhingga.  Dalam berbagai riwayat hadits dikatakan bahwa siapa pun yang bermimpi Nabi saw maka mimpi itu adalah sebuah kebenaran/kenyataan, dan sosok dalam mimpinya tersebut adalah benar-benar Nabi Muhammad saw. Karena setan tidak diizinkan oleh Alloh untuk menyerupai Nabi Muhammad saw. Beliau juga bersabda, "Barangsiapa yg melihatku dalam mimpi maka ia pasti melihatku dalam keadaan terjaga" ----------------------------- 1. SHOLAWAT JIBRIL ------------------------------ صَلَّى اللّٰهُ عَلٰى مُحَمَّدٍ SHOLLALLOOH 'ALAA MUHAMMA

Amalan Pada Malam Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha

Nabi Muhammad ﷺ bersabda: عن عبادة بن الصامت رضي الله عنه أن رسول ﷺ قال: “من أحيا ليلة الفطر وليلة الأضحى لم يمت قلبه يوم تموت القلوب” رواه الطبراني في الكبير والأوسط. Dari Ubadah Ibn Shomit r.a. Sungguh Rosulullah ﷺ bersabda: "Barangsiapa menghidupkan malam Idul Fitri dan malam Idul Adlha, hatinya tidak akan mati, di hari matinya hati." ( HR.Thobaroni ) عن أبي أمامه رضي الله عنه عن النبي ﷺ قال : “من قام ليلتي العيدين محتسباً لم يمت قلبه يوم تموت القلوب”. وفي رواية “من أحيا” رواه ابن ماجه Dari Abi Umamah r.a, dari Nabi ﷺ, bersabda: Barangsiapa beribadah di dua malam Hari Raya dengan hanya mengharap ALLAH, maka hatinya tidak akan mati pada hari matinya hati. ( HR. Ibnu Majah ) Bagaimana cara menghidupkan dua Hari Raya itu? Telah disebutkan oleh Syaikh Abdul Hamid Al Qudsi, dengan mengamalkan beberapa amalan: 1. Syaikh Al Hafni berkata: Ukuran minimal menghidupkan malam bisa dengan Sholat Isya’ berjama’ah dan meniatkan diri untuk jama’ah Sholat Shubuh pada besoknya. Atau mempe

3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup - Himayah atau Pemimpin Ulama di Tanah Banten

Forum Muslim - Banten merupakan provinsi Seribu Kyai Sejuta Santri. Tak heran jika nama Banten terkenal diseluruh Nusantara bahkan dunia Internasional. Sebab Ulama yang sangat masyhur bernama Syekh Nawawi AlBantani adalah asli kelahiran di Serang - Banten. Provinsi yang dikenal dengan seni debusnya ini disebut sebut memiliki paku atau penjaga yang sangat liar biasa. Berikut akan kami kupas 3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup. 1. Abuya Syar'i Ciomas Banten Selain sebagai kyai terpandang, masyarakat ciomas juga meyakini Abuya Syar'i sebagai himayah atau penopang bumi banten. Ulama yang satu ini sangat jarang dikenali masyarakat Indonesia, bahkan orang banten sendiri masih banyak yang tak mengenalinya. Dikarnakan Beliau memang jarang sekali terlihat publik, kesehariannya hanya berdia di rumah dan menerima tamu yg datang sowan ke rumahnya untuk meminta doa dan barokah dari Beliau. Banyak santri - santrinya yang menyaksikan secara langsung karomah beliau. Beliau jug

KH.MUNFASIR, Padarincang, Serang, Banten

Akhlaq seorang kyai yang takut memakai uang yang belum jelas  Kyai Laduni yang pantang meminta kepada makhluk Pesantren Beliau yang tanpa nama terletak di kaki bukit padarincang. Dulunya beliau seorang dosen IAIN di kota cirebon. Saat mendapatkan hidayah beliau hijrah kembali ke padarincang, beliau menjual seluruh harta bendanya untuk dibelikan sebidang sawah & membangun sepetak gubuk ijuk, dan sisa selebihnya beliau sumbangkan. Beliau pernah bercerita disaat krisis moneter, dimana keadaan sangatlah paceklik. Sampai sampai pada saat itu, -katanya- untuk makan satu biji telor saja harus dibagi 7. Pernah tiba tiba datanglah seseorang meminta doa padanya. Saat itu Beliau merasa tidak pantas mendoakan orang tersebut. Tapi orang tersebut tetap memaksa beliau yang pada akhirnya beliaupun mendoakan Alfatihah kepada orang tersebut. Saat berkehendak untuk pamit pulang, orang tersebut memberikan sebuah amplop yang berisi segepok uang. Sebulan kemudian orang tersebut kembali datang untuk memi

ALASAN ALI MENUNDA QISHASH PEMBUNUH UTSMAN

Oleh :  Ahmad Syahrin Thoriq   1. Sebenarnya sebagian besar shahabat yang terlibat konflik dengan Ali khususnya, Zubeir dan Thalhah telah meraih kesepakatan dengannya dan mengetahui bahwa Ali akan menegakkan hukum qishash atas para pemberontak yang telah membunuh Utsman.  Namun akhirnya para shahabat tersebut berselisih pada sikap yang harus diambil selanjutnya. Sebagian besar dari mereka menginginkan agar segera diambil tindakan secepatnya. Sedangkan Ali memilih menunda hingga waktu yang dianggap tepat dan sesuai prosedur. 2. Sebab Ali menunda keputusan untuk menegakkan Qishash adalah karena beberapa pertimbangan, diantaranya : Pertama, para pelaku pembunuh Ustman adalah sekelompok orang dalam jumlah yang besar. Mereka kemudian berlindung di suku masing-masing atau mencari pengaruh agar selamat dari hukuman. Memanggil mereka untuk diadili sangat tidak mungkin. Jalan satu-satunya adalah dengan kekuatan. Dan Ali menilai memerangi mereka dalam kondisi negara sedang tidak stabil sudah pas

Kisah Siti Ummu Ayman RA Meminum Air Kencing Nabi Muhammad SAW

Di kitab Asy Syifa disebutkan bahwa Kanjeng Nabi Muhammad SAW punya pembantu rumah tangga perempuan bernama Siti Ummu Ayman RA. Dia biasanya membantu pekerjaan istri Kanjeng Nabi dan nginap di rumah Kanjeng Nabi. Dia bercerita satu pengalaman uniknya saat jadi pembantu Kanjeng Nabi. Kanjeng Nabi Muhammad itu punya kendi yang berfungsi sebagai pispot yang ditaruh di bawah ranjang. Saat di malam hari yang dingin, lalu ingin buang air kecil, Kanjeng Nabi buang air kecil di situ. Satu saat, kendi pispot tersebut hilang entah ke mana. Maka Kanjeng Nabi menanyakan kemana hilangnya kendi pispot itu pada Ummu Ayman. Ummu Ayman pun bercerita, satu malam, Ummu Ayman tiba-tiba terbangun karena kehausan. Dia mencari wadah air ke sana kemari. Lalu dia nemu satu kendi air di bawah ranjang Kanjeng Nabi SAW yang berisi air. Entah air apa itu, diminumlah isi kendi itu. Pokoknya minum dulu. Ternyata yang diambil adalah kendi pispot Kanjeng Nabi. Dan yang diminum adalah air seni Kanjeng Nabi yang ada dal

Daun Pepaya Jepang, Aman Untuk Pakan Kambing di @kapurinjing

Abuya Syar'i Ciomas Banten

''Abuya Syar'i Ciomas(banten)" Abuya Syar'i Adalah Seorang Ulama Yg Sangat Sepuh. Menurut beliau sekarang beliau telah berrusia lebih dari 140 tahun. Sungguh sangat sepuh untuk ukuran manusia pada umumnya. Abuya Sar'i adalah salah satu murid dari syekh. Nawawi al bantani yg masih hidup. Beliau satu angkatan dengan kyai Hasyim asy'ary pendiri Nahdatul ulama. Dan juga beliau adalah pemilik asli dari golok ciomas yg terkenal itu. Beliau adalah ulama yg sangat sederhana dan bersahaja. Tapi walaupun begitu tapi ada saja tamu yg berkunjung ke kediamannya di ciomas banten. Beliau juga di yakini salah satu paku banten zaman sekarang. Beliau adalah kyai yg mempunyai banyak karomah. Salah satunya adalah menginjak usia 140 tahun tapi beliau masih sehat dan kuat fisiknya. Itulah sepenggal kisah dari salah satu ulama banten yg sangat berpengaruh dan juga kharismatik. Semoga beliau senantiasa diberi umur panjang dan sehat selalu Aaamiiin... (FM/ FB )