Ku berjalanan meniti tepian jurang,
Mata tertunduk lesu,
malu menoleh ke belakang,
Ke arah bumi mana kaki kan berpijak,
Menancapkan layar biar terkembang,
atau bendera putih tanda menyerah.
Dua puluh tahun telah cukup sendi-sendi kehidupan dihancurkan,
Tubuh berlumur darah dan fitnah,
Hingga tiada lagi sanggup menitikkan air mata.
Menuruni lembah menelusuri pematang,
mengikuti arah terbenamnya matahari,
Angin semilir menyapa dedaunan,
Tuhan,
Dua puluh tahun telah cukup sendi-sendi kehidupanku dihancurkan,
Tubuh berlumur darah dan fitnah,
Hingga tiada lagi sanggup menitikkan air mata.
Aku lelah, Tuhan,
Aku ingin cintamu,
Bukan cinta yang lainnya.
Komentar
Posting Komentar