Seorang lelaki duduk di sebuah tikungan jalan,
gerimis kecil membasahi tubuh dan bajunya yang kumal,
matanya tajam menerawang ke ujung jalanan,
memandangi orang yang lalu lalang,
menatap sambil menanti seseorang yang berjanji akan datang.
Lelaki itu masih tetap setia duduk di tikungan jalan,
meski hujan turun semakin deras,
"biarlah menjadi basah dan kedinginan, karena kehadiranmu lebih berharga dari segalanya" , gumamnya.
Senjapun berganti menjadi malam,
ketika terdengar adzan maghrib berkumandang bersahutan,
malam yang dingin menjadi makin mencekam,
karena tak seorangpun yang datang,
"huh! Percuma....." gumamnya dengan sedikit desahan kesal.
Lelaki itu adalah aku,
bukan siapa-siapa,
hanya menunggumu menerima mutiara retak,
yang telah lama aku genggam.
Ku pikir buat apa mempersembahkan mutiara retak,
meski perhiasan hanyalah cemoohan.
Kupikir mengapa harus memuja kesetiaan,
karena hanyalah anganan membabi buta.
Ku pikir
hanyalah pantas ku buang saja mutiara retak ini
ke tong sampah ataupun comberan,
tanpa penyesalan,
tanpa kekecewaan....
Komentar
Posting Komentar