Putra bangsa ini berkiprah dan
banyak dihormati oleh para
cendekiawan Muslim sedunia.
Ialah Syekh Yasin al-Fadani, pria
berdarah Sumatra Barat yang
lahir di Makkah dan menjadi ahli
fikih dan muhadis terkemuka pada
abad ini.
Ulama ini bahkan mendapatkan
gelar Almusnid Dunya atau yang
berarti ulama ahli musnad dunia
dalam keahliannya di bidang ilmu
periwayatan hadis.
Namanya sangat terkenal,
terutama bagi kalangan pelajar
Indonesia yang menimba ilmu di
Makkah. Mereka berlomba-lomba
untuk mendapatkan ijazah sanad
hadis darinya.
Lahir di Makkah pada 1916, pria
yang mempunyai nama lengkap
Abu al-Faidh' Alam ad-Diin
Muhammad Yasin bin Isa al-
Padani ini telah menunjukkan
kecerdasan yang luar biasa.
Ketika remaja, ia mampu
mengungguli rekan-rekannya
dalam hal penguasaan ilmu
agama, terutama di bidang hadis
dan fikih yang membuat para
gurunya kagum terhadapnya.
Ini membuat orang tuanya, Syekh
Muhammad Isa bin Udiq al-Fadani
dan Maimunah binti Abdullah
Fadani, sangat bangga.
Selain berguru langsung pada
kedua orang tua yang ahli agama
ini, ia juga banyak belajar dari
pamannya sendiri, yaitu Syekh
Mahmud Engku Hitam al-Fadani.
Guru-gurunya yang lain, yang
banyak memengaruhi
pendidikannya adalah Syekh
Muhktar Usman, Syekh Hasan al-
Masysath,
Habib Muhsin bin Ali al-Musawa,
dan banyak lagi ulama terkemuka
lainnya di ash-Shautiyyah,
lembaga pendidikan tempatnya
mengabdi.
Sekitar 1934, terjadi sebuah
konflik. Direktur Ash-Shautiyyah
telah menyinggung beberapa
pelajar asal Asia Tenggara,
terutama dari Indonesia, maka
Syekh Yasin mengemukakan ide
untuk mendirikan Madrasah Darul
Ulum di Makkah.
Niat untuk menunjukkan rasa
nasionalisme pada bangsanya ini
membuat para pelajar Ash-
Shautiyyah berbondong-bondong
pindah ke Madrasah Darul Ulum,
padahal madrasah tersebut masih
baru.
Syekh Yasin kemudian menjabat
sebagai wakil direktur Madrasah
Darul Ulum Makkah, selain masih
mengajar di berbagai tempat,
terutama di Masjidil Haram.
Materi-materi yang disampaikan
mendapat sambutan yang luar
biasa, terutama dari para pelajar
asal Asia Tenggara.
Satu hal yang menarik dari
sosoknya adalah
kesederhanaannya. Meski ia
adalah ulama terkemuka yang
kecerdasannya diakui dunia, ia
tak segan untuk keluar masuk
pasar sendiri berbelanja kemudian
memikul barang-barangnya
sendiri.
Ia sering terlihat mengenakan
kaus oblong dengan sarung sambil
nongkrong di warung teh dengan
menghisap shisha, semacam
rokok arab yang menjadi
kesukaannya.
Rumahnya pun tak pernah sepi
dari kunjungan para cendekiawan
dari seluruh penjuru dunia.
Apalagi, ketika tiba musim haji
karena ia sering mengundang
ulama dunia ke rumahnya untuk
berdiskusi mengenai
perkembangan dunia islam.
Bahkan, Gus Dur pun pernah
singgah di rumahnya.
Karya-karya yang telah
ditelurkannya pun ada lebih dari
100 judul kitab. Semua hasil
karyanya tersebut tersebar dan
menjadi rujukan lembaga-
lembaga Islam, pondok pesantren,
baik itu di Makkah maupun di Asia
Tenggara.
Susunan bahasa yang tinggi dan
sistematis serta isinya yang padat
menjadikan karya Syekh Yasin
banyak digunakan oleh para
ulama dan pelajar sebagai sumber
referensi.
Antara lain, Fathul 'allam Syarah
dari kitab Hadist Bulughul Maram,
Ad Durr al-Madhud fi Syarah
Sunan Abu Dawud, Nail al-Ma'mul
Hasyiah 'Ala Lubb al-Ushul Fiqh,
al-Fawaid al-Janiyah 'Ala
Qawaidhul Fiqihiyyah, dan banyak
lagi.
Paling tidak, ia telah menulis
sembilan buku tentang ilmu hadis,
25 buku tentang ilmu dan ushul
fikih, serta 36 buku tentang ilmu
falak.
Kitabnya yang paling terkenal
adalah al-Fawaid al-Janiyyah yang
menjadi materi silabus dalam
mata kuliah ushul fikih di Fakultas
Syariah Al-Azhar Kaherah Mesir.
Syekh Yasin al-Fadani banyak
menuai pujian, baik oleh para
ulama maupun para gurunya.
Salah satunya adalah seorang
ulama hadis bernama Sayyid
Abdul Aziz al-Qumari yang
menjuluki Syekh Yasin sebagai
ulama kebanggaan Haromain
(Makkah dan Madinah).
Ulama besar lain yang berasal dari
Hadramaut, Yaman, yaitu al-
Allamah Habib al-Segaf bin
Muhammad Assegaf, juga sangat
kagum dengan keluasan
keilmuannya hingga ia
memberikan sebutan Sayuthiyyu
Zamanihi, yang artinya Imam al-
Hafid Assayuthy pada zamannya.
Syekh Yasin juga sering
mengadakan kunjungan-
kunjungan ke berbagai negara,
termasuk Indonesia yang
merupakan asal dari nenek
moyangnya.
Hingga akhirnya, ia meninggal
pada 1990. Meski ia telah tiada,
ilmunya terus dipakai sebagai
rujukan dan selalu berkembang di
semua lembaga pendidikan Islam
di seluruh dunia.
Komentar
Posting Komentar