By. Ahmad Sarwat, Lc.MA
Wujud perrsatuan umat Islam itu tidak harus seluruh umat Islam sedunia ini bernaung di bawah satu negara dan satu khalifah. Bahkan di masa Ali bin Abi Thalib yang nota bene masih dalam radius khilafah rasyidah, juga sudah ada semacam dualisme pemerintahan.
Dan hal semacam itu terus berlanjut sepanjang sejarah umat Islam. Dalam kenyataannya, sepanjang masa tiga kekhalifahan besar Bani Umayah, Bani Abasiyah dan Bani Ustaminyah pun, umat Islam tidak pernah bersatu secara bulat di bawah satu khilafah.
Silahkan baca fakta sejarah, bajwa di saat berdiri khilafah Bani Abbasiyah yang berpusat di Baghdad, pada kurun yang kurang lebih sama, di Spanyol juga berdiri khilafah Bani Umayah jilid 2.
Selain itu kita juga mengenal banyak sekali daulah dengan ukuran lebih kecil, seperi Bani Fatimiyah di Mesir lalu diteruskan dengan Bani Ayyubiyah, Daulah Murobthin, Daulah Mughal di India. Termasuk juga kesultanan Islam di nusantara yang ada banyak itu merupakan fakta yang tidak bisa dipungkiri.
Kerajaan Saudi Arabia berdiri tahun 1932, sebenarnya merupakan wilah Turki Utsmani yang memisahkan diri dan berdaulat sendiri.
Apakah adanya ta'addudiyah (kemajemukan) pusat-pusat pemerintahan dan kekuasaan Islam sepanjang sejarah mau kita nafikan begitu saja? Atau mau kita anggap sebagai sebuah kezaliman dan kedurhakaan?
Tentu tidak semudah itu kita menilai. Karena kita malah akan meruntuhkan sejarah kejayaan umat Islam itu sendiri. Tidak mungkin kita hanya mengakui masa khulafaurrasyidin yang hanya 30 tahun, sambil menafikan sejarah umat Islam berikutnya yang 1370 tahun sisanya.
Sebagai sebuah ijtihad, oke saja lah kalau bercita-cita menyatukan umat Islam sedunia. Tapi kalau main paksa sambil tuduh sana tuduh sini, apalagi sambil mencibir pendapat yang berbeda, itu saja sudah menunjukkan bahwa ide menyatukan umat Islam sudah diinjak-injaknya sendiri.
Komentar
Posting Komentar