Langsung ke konten utama

Memaknai Sejarah ala Gus Dur


Oleh: Mh. Nurul Huda*

Belum lama ini penulis mengirimkan esai berisi pokok pikiran Kiai Abdurrahman Wahid Allahu yarham (selanjutnya disebut Gus Dur saja) mengenai falsafat sejarah spekulatifnya. Inti pokoknya, Gus Dur melihat kemungkinan sebuah trayek sejarah (historical trajectory) peradaban Islam yang sifatnya eklektik dan kosmopolitan di masa mendatang. 

Peradaban yang diprediksikan membentang dari Asia Tenggara hingga kawasan Morokko ini terwujud bila umat Islam mampu menjawab tantangan demi tantangan. Diantara tantangan itu ialah kemampuan mereka memahami sejarah secara arif dan bijaksana. Maksudnya, menurut Gus Dur, umat Islam dapat menjadi semakin “dewasa” dan tambah “matang” pada masa kini dan masa depan, karena berhasil belajar dari sejarah masa lampaunya juga sejarah bangsanya. Disitu sejarah menjadi keberkahan. 

Mengingat pentingnya memahami sejarah, perlulah kiranya penulis esainya ini menghadirkan kembali pokok-pokok pikiran kiai kita ini. Selain dimaksudkan untuk mengetahui pandangan beliau mengenai sejarah, esai ini menjadi bahan renungan “(re)generasional” yang hanya karenanya semata esai ini terbit.

Apa itu Sejarah

Ada beragam definisi sejarah diberikan oleh para sejarawan. Diantara definisi itu memandang sejarah sebagai kajian mengenai kejadian-kejadian yang telah lewat atau telah lalu, kita lampaui. Namun sejarah tidak hanya soal apa yang telah terjadi, tetapi cerita tentang apa yang telah terjadi. Maka kajian sejarah berarti juga interpretasi terhadap kejadian-kejadian masa lampau yang diceritakan kembali. Sejarawan mengkaji sederet fakta-fakta, yang bisa jadi tidak dikaji sejarawan yang lain atau dikaji sebagian kecil saja dari fakta-fakta itu. Hal mana lalu memungkinkan adanya beragam versi cerita menyangkut kejadian yang sama oleh mereka. 

Bagi Gus Dur sendiri, sejarah tidaklah “semata” kegiatan ilmiah seperti dipraktekkan para sejarawan atau penulis dan pengumpul fakta-fakta. Sejarah terutama adalah humaniora, yakni pengetahuan yang bertujuan mengantarkan manusia lebih manusiawi, membuat manusia lebih berbudaya dan berprikemanusiaan, lebih arif dan bijaksana. Bukan sebaliknya, untuk memupuk prasangka dan kecurigaan atau mereproduksi dendam dan sikap negatif bagi generasi selanjutnya. Dan hal itu dapat dimungkinkan bila sejarah dilihat sebagai “kejadian demi kejadian (yang) tidak merupakan tahap-tahap yang berdiri sendiri, melainkan suatu rangkaian utuh dari masa yang sangat panjang untuk mencapai kedewasaan dan kematangan”. Dengan memandangnya sebagai humaniora, maka proses sejarah membawa berkah. (Gus Dur Menjawab Kegelisahan Rakyat, 84-88).

Jadi, ada tiga hal yang dapat kita garis bawahi dari pandangan Gus Dur. Pertama, fakta-fakta kejadian sangatlah penting untuk mencapai pemahaman akurat mengenai kebenaran peristiwa sejarah secara apa adanya. Kedua, penting pula meletakkan peristiwa sejarah itu dalam rangkaian narasinya yang utuh, sedemikian rupa sehingga pelajaran atau moral kejadian demi kejadian dalam cerita sejarah itu dapat sekaligus dipetik. Dan ketiga, sejarah menambah “kedewasaan dan kematangan” masyarakat untuk memosisikan diri dan mengorientasikan masyarakat secara tepat dan benar ke arah masa depan. Baru bila ketiga hal ini dicapai, sejarah dan buku-buku sejarah menjadi berkah.

Adakah sejarah yang tidak membawa berkah dan mengapa hal itu terjadi? Jawabannya ada. Gus Dur menunjukkan tiga macam hal atau sebab yang membuat sejarah tidak berkah. Pertama, tiadanya kejujuran intelektual dan konsistensi (dalam mencari kebenaran) dari para sejarawan sendiri. Ketidakjujuran itu diperlihatkan dari enggannya menerima sejarah secara apa adanya. Kelekatannya dengan lingkungan kepentingan kekuasaan, mengakibatkan mereka sulit mengambil jarak dengan objek sejarah yang diselidiki. Ada perselingkuhan antara proses produksi pengetahuan sejarah dengan produksi kekuasaan itu sendiri. 

Kedua, ketidakakuratan pemahaman sejarah dapat berkaitan dengan kekeliruan dalam memberikan penjelasan kausalitas (sebab-akibat) kepada peristiwa demi peristiwa. Kekeliruan macam ini kerap terjadi di kalangan sejarawan atau pihak lain yang memanfaatkan catatan sejarah, akibat dari pengambilan kesimpulan yang dideduksikan berdasarkan satu sudut pandang, atau secara induktif berasal dari satu sudut kenyataan saja. Bisa jadi klaimnya ilmiah, tapi sesungguhnya berpikirnya ideologis. Padahal, kata Gus Dur, “kenyataan sejarah dan rasio tidaklah bisa disamakan begitu saja... Keruwetan sejarah sendiri menunjukkan kekalangkabutan sejarah itu juga” (Gus Dur Menjawab Perubahan Zaman, 60). Kiranya yang disebut “rasio” disini adalah rasio-murni atau rasio matematis yang membentuk ideal-ideal pikiran sejarahwan sendiri dalam obsesinya untuk memanipulasi, mengontrol dan menjelaskan kompleksitas kehidupan. 

Ketiga, bagi aktor sejarah itu sendiri atau propagandis ideologi yang memanfaatkan data-data sejarah (fakta-fakta yang lalu) untuk kepentingan justifikasi diri, mereka berbangga-bangga terhadap kelompoknya sendiri hingga melupakan kejujuran dan objektivitas. Mereka mengagung-agungkan pandangannya sendiri yang celakanya disertai sikap merendahkan orang lain dan bersikap eksklusifyang tidak menghargai pihak lain. Dalam pandangan Gus Dur, sikap bangga disertai merendahkan pihak lain dalam sejarah itu mencerminkan apa yang dinyatakan dalam kitab suci Al-Qur’an “kullu hisbin bima ladaihi farihin”, bahwa setiap kelompok bersikap bangga atas apa yang dimilikinya. Padahal, lanjut Gus Dur, sikap mental bangga dan angkuh yang disertai merendahkan orang lain justru dikecam dan ditolak oleh Islam. “Itu tidak lain adalah sikap eksklusif… sebagaimana dibuktikan oleh sejarah, menjadi pangkal bencana bagi masyarakat apapun, di kawasan manapun di dunia ini” (“Kesabaran dan Kemurahan Hati”, Duta Masyarakat, 10 Januari 2003).

Maka hanya dengan memahami sejarah secara holistik dan jujur, kita akan dapat mengambil pelajaran. Memahami sejarah berarti juga menyangkut keterbukaan diri untuk mengambil aneka wawasan dalam kehidupan. Ia mendorong kita untuk “dengan sungguh-sungguh dan hati-hati agar semua pihak tidak mengulang kesalahan demi kesalahan sebelumnya” dan untuk selanjutnya menyongsong masa depan (“Arah Dua Pola Kehidupan [1]”, 10 Nopember 2003). Ini senada dengan ungkapan Ortega y Gasset, bahwa tanpa sejarah manusia laksana berenang di tengah samudera kebingungan. Hanya dengan mengingat masa lampau, manusia dapat bicara tentang masa depan.

Tandem “rasionalitas-dan-spiritualitas”: sejarah masa depan

Kiranya bukanlah suatu kebetulan belaka bila lima bulan setelah dimakzulkan Gus Dur segera menulis kolom-kolom sejarah nusantara. Pikirannya mengalir deras meskipun dirinya berada di atas pembaringan kamarnya di rumah sakit dan pada tahun-tahun menjelang wafatnya. Menulis sejarah lama memiliki arti khusus. Gus Dur mencari ritme sejarah bangsanya.

Dengan membaca kembali dan merefleksikan sejarah lama, Gus Dur menemukan ritme itu atau hukum-hukum sejarah (Gus Dur juga menyebutnya “hukum alam”). Peristiwa-peristiwa penting dalam epos sejarah masa lampau yang bersifat partikular dicermati dan dianalisis. Lalu suatu bagian ideal tertentu diambilnya dari ayunan bandul dari dua aspek yang saling antagonistik (bertentangan) yang berlangsung dalam kehidupan sejarah itu. Berikutnya, telaah ritme-ritme itu dipertahankan atau dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan hidup dari sejarah masa kini. 

Gus Dur melakukan suatu analisis meta-historis. Dengan membaca kembali sejarah lama, ia menampilkan bagaimana orang-orang/aktor-aktor sejarah pada masa lalu beradaptasi dengan lingkungannya berdasarkan “program hidup” mereka (misalnya: raja-raja dalam kerajaan Hindu dan kerajaan Budha, Kerajaan Hindu-Budha dan Kerajaan Islam, Islam dan Nasionalisme, keserba-rasionalistik-modern dan keserba-tradisionalan, Islam Moderat dan Islam ekstrem, keserba-liberal-an dan keserba-nonliberal-an, dan lain-lain). Dari kenyataan sejarah itu, lalu memperlihatkan bahwa hal-hal tertentu tidak mungkin bisa jalan, dan bahwa cara adaptasi tertentu suatu program ternyata tidak sesuai lagi dengan jaman atau sifat manusia yang hidup dalam tradisi itu.

Sejarah memiliki ritme. Dapat ditelaah dalam buku Membaca Sejarah Nusantara (2010) dan juga “Musuh Dalam Selimut” (Pengantar buku Ilusi Negara Islam), Gus Dur melakukan usaha keras untuk menyingkap dan menangkap ritme sejarah dalam epos-epos sejarahnusantara. Ritme sejarah bergerak sebagai manifestasi “pertarungan”antar aspek-aspek antagonistik (saling bertentangan) dalam kehidupan nyata yang sifatnya metafisik: yakni antara “al-nafs al-muthmainnah” (jiwa-jiwa yang tenang dan damai) dan “al-nafsal-lawwamah” (jiwa-jiwa yang resah dan penuh benci)dalam aneka manisfetasinya yang berbeda di setiap jaman. Dan seiring proses modernisasi, ritme sejarah memuat tarik menarik atau dialektika antara tuntutan hidup yang serba rasionalistik (termasuk hadirnya ragam ideologi) dan kehidupan nyata baik sejarah hidupmasyarakat, ruang batinnya maupun spiritualitas setempat yang telah berkembang. 

Dalam dialektika sejarah yang sebagian diwarnai oleh tragedi demi tragedi (perang, pengkhianatan, pemberontakan, pembunuhan, dan lain-lain), Gus Dur menemukan insight (wawasan) atau semacam “cahaya pengetahuan”, yang lalu ia proyeksikan bagi kehidupan masa depan. Perjalanan sejarah ke masa depan kiranya harus dibimbing oleh cahaya pengetahuan itu agar tragedi demi tragedi serupa tak berulang, dan sekaligusmisi masa depan (demokrasi, keadilan dan kesejahteraan) dapat dicapai. Insight itu adalah berupa pentingnya “sikap berperhitungan alias sikap rasional, yang tidak membuang spiritualitas dan menggunakannya di samping rasio.…(sebagai) ‘pengarah hidup’ dalam menjalani kehidupan yang serba sulit ini”. Kita, lanjut Gus Dur, harus bersatu dalam spiritual seperti ini (“Bersatu Dalam Penderitaan”, Proaksi, 25 Januari 2005). 

Menurut hemat penulis, pernyataan Gus Dur itu telah menyingkap apa yang disebut “rasio sejarah”(historical reason), yang ia temukan dalam perspektif tradisi kesejarahan yang dihidupinya. Yakni suatu “struktur halus” yang matang dalam perkembangan sejarah, yang manifes dan menggerakkan proses kehidupan. Maksud “tradisi kesejarahan yang dihidupi” adalah bahwa rasio sejarah itu ditangkap oleh Gus Dur dari pembacaan terhadap rangkaian tradisi panjang nusantara masa lampau dan masa kini dalam persinggungannya dengan peradaban-peradaban yang beragam (termasuk peradaban Barat) yang turut membentuk kehidupan suatu bangsa masa kini dan masa depan (masa depan sebagai proyeksi).

Rasio-sejarah temuan Gus Dur ini adalah tandem“rasionalitas-dan-spiritualitas” yang akan membimbing dan menggerakkan generasi selanjutnya dan peradaban manusia di masa-masa mendatang. “Kedewasaan dan kematangan” kita dalam menghadapi perkembangan kehidupan jaman akan juga ditentukan oleh manifestasi tandem tersebut dalam sejarahnya.

Akhirul kalam, sejarah adalah pelajaran. Masa lampau berguna bagi kita untuk “meramu berbagai pandangan dan ajaran yang sebenarnya saling bertentangan” pada masa lalu dan mencari keunggulan-keunggulan dari pandangan orang dan peradaban bangsa lain. Semua itu menjadi bagian dari bentuk pengembangan dengan gaya dan cara kita sendiri, yang digerakkan rasio sejarah itu untuk menerangi kehidupan dan membangun “program hidup” bagi generasi masa masa depan. Sejarah mengajarkan kesinambungan: memelihara apa-apa yang baik dari masa lalu dari manapun datangnya dan mengambil yang lebih baik dari masa kini untuk generasi di masa mendatang. [FM]

*Mh. Nurul Huda, dosen STAI Al-Aqidah AL-Hasyimiyah, Jakarta, peneliti Tankinaya Institute

Artikel Terkait

Komentar

Artikel Populer

Prahara Aleppo

French Foreign Minister Bernard Kouchner takes off a Jewish skull-cap, or Kippa, at the end of a visit to the Yad Vashem Holocaust Memorial in Jerusalem, Tuesday, Sept. 11, 2007. Kouchner is on an official visit to Israel and the Palestinian Territories. (AP Photo/Kevin Frayer) Eskalasi konflik di Aleppo beberapa hari terakhir diwarnai propaganda anti-rezim Suriah yang sangat masif, baik oleh media Barat, maupun oleh media-media “jihad” di Indonesia. Dan inilah mengapa kita (orang Indonesia) harus peduli: karena para propagandis Wahabi/takfiri seperti biasa, mengangkat isu “Syiah membantai Sunni” (lalu menyamakan saudara-saudara Syiah dengan PKI, karena itu harus dihancurkan, lalu diakhiri dengan “silahkan kirim sumbangan dana ke no rekening berikut ini”). Perilaku para propagandis perang itu sangat membahayakan kita (mereka berupaya mengimpor konflik Timteng ke Indonesia), dan untuk itulah penting bagi kita untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Suriah. Tulisan i

Mengelola Blog Wordpress dan Blogspot Melalui Ponsel

Di jaman gatget yang serba canggih ini, sekarang dasboard wordpress.com dan blogspot.com semakin mudah dikelola melalui ponsel. Namun pada settingan tertentu memang harus dilakukan melalui komputer seperti untuk mengedit themes atau template. Dan bagi kita yang sudah terbiasa "mobile" atau berada di lapangan maka kita bisa menerbitkan artikel kita ke blog wordpress.com melalui email yang ada di ponsel kita, so kita nggak usah kawatir.

Amalan Pada Malam Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha

Nabi Muhammad ﷺ bersabda: عن عبادة بن الصامت رضي الله عنه أن رسول ﷺ قال: “من أحيا ليلة الفطر وليلة الأضحى لم يمت قلبه يوم تموت القلوب” رواه الطبراني في الكبير والأوسط. Dari Ubadah Ibn Shomit r.a. Sungguh Rosulullah ﷺ bersabda: "Barangsiapa menghidupkan malam Idul Fitri dan malam Idul Adlha, hatinya tidak akan mati, di hari matinya hati." ( HR.Thobaroni ) عن أبي أمامه رضي الله عنه عن النبي ﷺ قال : “من قام ليلتي العيدين محتسباً لم يمت قلبه يوم تموت القلوب”. وفي رواية “من أحيا” رواه ابن ماجه Dari Abi Umamah r.a, dari Nabi ﷺ, bersabda: Barangsiapa beribadah di dua malam Hari Raya dengan hanya mengharap ALLAH, maka hatinya tidak akan mati pada hari matinya hati. ( HR. Ibnu Majah ) Bagaimana cara menghidupkan dua Hari Raya itu? Telah disebutkan oleh Syaikh Abdul Hamid Al Qudsi, dengan mengamalkan beberapa amalan: 1. Syaikh Al Hafni berkata: Ukuran minimal menghidupkan malam bisa dengan Sholat Isya’ berjama’ah dan meniatkan diri untuk jama’ah Sholat Shubuh pada besoknya. Atau mempe

3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup - Himayah atau Pemimpin Ulama di Tanah Banten

Forum Muslim - Banten merupakan provinsi Seribu Kyai Sejuta Santri. Tak heran jika nama Banten terkenal diseluruh Nusantara bahkan dunia Internasional. Sebab Ulama yang sangat masyhur bernama Syekh Nawawi AlBantani adalah asli kelahiran di Serang - Banten. Provinsi yang dikenal dengan seni debusnya ini disebut sebut memiliki paku atau penjaga yang sangat liar biasa. Berikut akan kami kupas 3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup. 1. Abuya Syar'i Ciomas Banten Selain sebagai kyai terpandang, masyarakat ciomas juga meyakini Abuya Syar'i sebagai himayah atau penopang bumi banten. Ulama yang satu ini sangat jarang dikenali masyarakat Indonesia, bahkan orang banten sendiri masih banyak yang tak mengenalinya. Dikarnakan Beliau memang jarang sekali terlihat publik, kesehariannya hanya berdia di rumah dan menerima tamu yg datang sowan ke rumahnya untuk meminta doa dan barokah dari Beliau. Banyak santri - santrinya yang menyaksikan secara langsung karomah beliau. Beliau jug

Sholawat-Sholawat Pembuka Hijab

Dalam Islam sangat banyak para ulama-ulama sholihin yang bermimpi Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam dan mendapatkan petunjuk atau isyarat untuk melakukan atau mengucapkan kalimat-kalimat tertentu (seperti dzikir, sholawat, doa dll ). Bahkan sebagian di antara mereka menerima redaksi sholawat langsung dari Rasulullah dengan ditalqin kata demi kata oleh Beliau saw. Maka jadilah sebuah susunan dzikir atau sholawat yg memiliki fadhilah/asror yg tak terhingga.  Dalam berbagai riwayat hadits dikatakan bahwa siapa pun yang bermimpi Nabi saw maka mimpi itu adalah sebuah kebenaran/kenyataan, dan sosok dalam mimpinya tersebut adalah benar-benar Nabi Muhammad saw. Karena setan tidak diizinkan oleh Alloh untuk menyerupai Nabi Muhammad saw. Beliau juga bersabda, "Barangsiapa yg melihatku dalam mimpi maka ia pasti melihatku dalam keadaan terjaga" ----------------------------- 1. SHOLAWAT JIBRIL ------------------------------ صَلَّى اللّٰهُ عَلٰى مُحَمَّدٍ SHOLLALLOOH 'ALAA MUHAMMA

Kisah Siti Ummu Ayman RA Meminum Air Kencing Nabi Muhammad SAW

Di kitab Asy Syifa disebutkan bahwa Kanjeng Nabi Muhammad SAW punya pembantu rumah tangga perempuan bernama Siti Ummu Ayman RA. Dia biasanya membantu pekerjaan istri Kanjeng Nabi dan nginap di rumah Kanjeng Nabi. Dia bercerita satu pengalaman uniknya saat jadi pembantu Kanjeng Nabi. Kanjeng Nabi Muhammad itu punya kendi yang berfungsi sebagai pispot yang ditaruh di bawah ranjang. Saat di malam hari yang dingin, lalu ingin buang air kecil, Kanjeng Nabi buang air kecil di situ. Satu saat, kendi pispot tersebut hilang entah ke mana. Maka Kanjeng Nabi menanyakan kemana hilangnya kendi pispot itu pada Ummu Ayman. Ummu Ayman pun bercerita, satu malam, Ummu Ayman tiba-tiba terbangun karena kehausan. Dia mencari wadah air ke sana kemari. Lalu dia nemu satu kendi air di bawah ranjang Kanjeng Nabi SAW yang berisi air. Entah air apa itu, diminumlah isi kendi itu. Pokoknya minum dulu. Ternyata yang diambil adalah kendi pispot Kanjeng Nabi. Dan yang diminum adalah air seni Kanjeng Nabi yang ada dal

ALASAN ALI MENUNDA QISHASH PEMBUNUH UTSMAN

Oleh :  Ahmad Syahrin Thoriq   1. Sebenarnya sebagian besar shahabat yang terlibat konflik dengan Ali khususnya, Zubeir dan Thalhah telah meraih kesepakatan dengannya dan mengetahui bahwa Ali akan menegakkan hukum qishash atas para pemberontak yang telah membunuh Utsman.  Namun akhirnya para shahabat tersebut berselisih pada sikap yang harus diambil selanjutnya. Sebagian besar dari mereka menginginkan agar segera diambil tindakan secepatnya. Sedangkan Ali memilih menunda hingga waktu yang dianggap tepat dan sesuai prosedur. 2. Sebab Ali menunda keputusan untuk menegakkan Qishash adalah karena beberapa pertimbangan, diantaranya : Pertama, para pelaku pembunuh Ustman adalah sekelompok orang dalam jumlah yang besar. Mereka kemudian berlindung di suku masing-masing atau mencari pengaruh agar selamat dari hukuman. Memanggil mereka untuk diadili sangat tidak mungkin. Jalan satu-satunya adalah dengan kekuatan. Dan Ali menilai memerangi mereka dalam kondisi negara sedang tidak stabil sudah pas

Abuya Syar'i Ciomas Banten

''Abuya Syar'i Ciomas(banten)" Abuya Syar'i Adalah Seorang Ulama Yg Sangat Sepuh. Menurut beliau sekarang beliau telah berrusia lebih dari 140 tahun. Sungguh sangat sepuh untuk ukuran manusia pada umumnya. Abuya Sar'i adalah salah satu murid dari syekh. Nawawi al bantani yg masih hidup. Beliau satu angkatan dengan kyai Hasyim asy'ary pendiri Nahdatul ulama. Dan juga beliau adalah pemilik asli dari golok ciomas yg terkenal itu. Beliau adalah ulama yg sangat sederhana dan bersahaja. Tapi walaupun begitu tapi ada saja tamu yg berkunjung ke kediamannya di ciomas banten. Beliau juga di yakini salah satu paku banten zaman sekarang. Beliau adalah kyai yg mempunyai banyak karomah. Salah satunya adalah menginjak usia 140 tahun tapi beliau masih sehat dan kuat fisiknya. Itulah sepenggal kisah dari salah satu ulama banten yg sangat berpengaruh dan juga kharismatik. Semoga beliau senantiasa diberi umur panjang dan sehat selalu Aaamiiin... (FM/ FB )

Daun Pepaya Jepang, Aman Untuk Pakan Kambing di @kapurinjing

KH.MUNFASIR, Padarincang, Serang, Banten

Akhlaq seorang kyai yang takut memakai uang yang belum jelas  Kyai Laduni yang pantang meminta kepada makhluk Pesantren Beliau yang tanpa nama terletak di kaki bukit padarincang. Dulunya beliau seorang dosen IAIN di kota cirebon. Saat mendapatkan hidayah beliau hijrah kembali ke padarincang, beliau menjual seluruh harta bendanya untuk dibelikan sebidang sawah & membangun sepetak gubuk ijuk, dan sisa selebihnya beliau sumbangkan. Beliau pernah bercerita disaat krisis moneter, dimana keadaan sangatlah paceklik. Sampai sampai pada saat itu, -katanya- untuk makan satu biji telor saja harus dibagi 7. Pernah tiba tiba datanglah seseorang meminta doa padanya. Saat itu Beliau merasa tidak pantas mendoakan orang tersebut. Tapi orang tersebut tetap memaksa beliau yang pada akhirnya beliaupun mendoakan Alfatihah kepada orang tersebut. Saat berkehendak untuk pamit pulang, orang tersebut memberikan sebuah amplop yang berisi segepok uang. Sebulan kemudian orang tersebut kembali datang untuk memi