Langsung ke konten utama

Mengenang Sang Wali KH Abdurrahman Wahid


Oleh: Mohamad Sobary

Menghidupkan kembali kenangan tentang Gus Dur, sang wali, dengan rasa hormat, tapi sesedikit mungkin keterlibatan emosi yang menggusur makna sejarah pribadinya menjadi mitologi, merupakan sebuah tantangan.

Diskusi tentang Gus Dur, tiap saat, tergelincir ke dalam pemitosan, dan kultus yang “menyenangkan”, tapi mungkin sebetulnya merugikan yang dikenang maupun yang mengenangnya. Orang-orang yang dekat Gus Dur, pribadi maupun kelompok, termasuk para pemuja di kalangan etnis China, komunitas yang disebut Gus Durian, maupun kelompok-kelompok kaum nahdliyin sendiri, yang selalu punya waktu dan hati buat Gus Dur, sering merasa seolah tak cukup memandang Gus Dur sekadar sebagai tokoh sejarah.

Bahkan mungkin mereka diam-diam melupakannya untuk lebih menempatkan Gus Dur sebagai tokoh mitologis, yang penuh makna, sarat dengan pujaan dan kultus. Kita tahu, posisi kewaliannya sudah dikenal luas sejak masa hidupnya, dan menjadi semakin kukuh sesudah, atau ketika, jutaan umat mengantarkannya ke tempat peristirahatan terakhirnya, yang penuh kedamaian, di makam keluarga, di dalam lingkungan pekarangan Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur.

Di sana, dalam ketiadaannya, Gus Dur terasa makin “ada”, dan makin begitu dekat di hati umat. Tangis “rohaniah” yang tak kunjung reda, dan keterlibatan makna “ngalap berkah”, disertai tindakan pemujaan dalam bentuk memungut segenggam tanah segar yang masih merah di gundukan pusaranya, untuk dibawa pulang, apakah ini namanya bila bukan pemujaan yang terlewat hangat? Boleh jadi, Gus Dur sendiri tak menyukainya karena dia paham sepaham-pahamnya bahwa tindakan itu secara keagamaan, kebudayaan, maupun politik merugikan.

Tapi, demi “ngemong” citarasa keagamaan umatnya, sikapnya yang longgar dan akomodatif, niscaya tak bakal tega dia melarang mereka memunguti segenggam demi segenggam tanah kuburannya. Dengan sikapnya yang serba- “semeleh", kira-kira Gus Dur akan bergumam, seolah buat dirinya sendiri: ‘Lha wong cuma ngambil tanah saja kok ndak boleh.

Memangnya mereka harus ngambil apa lagi, selain tanah?’ Jika ada yang mengingatkannya bahwa tindakan itu termasuk wujud kemusyrikan, Gus Dur pasti dengan santai menjawab:“ Ya tergantung niatnya. Kalau niatnya menganggap segenggam tanah kuburan saya itu sebagai sekadar suvenir, ya ndak apa-apa.”

Jika ada argumen yang menyatakan bahwa di balik tindakan itu ada semangat kultus atau pemujaan yang terlalu jauh dan tak dibenarkan agama, Gus Dur pasti punya jawaban lain: “Kalau mereka hanya menyatakan cinta, dan penghormatan biasa pada saya, seperti layaknya mereka menaruh rasa hormat dengan simbol berupa ‘mencium tangan kiai’, ya insya Allah ndak apaapa.

Tuhan tahu, dan tak mudah terkecoh seperti kita.” Betapa enak Gus Dur memahami berbagai kesalahpahaman yang menegangkan. Baginya, apa yang bersifat salah paham, tak usah ditanggapi secara serius. Di dalam hidup ini ada bertumpuk-tumpuk pemahaman yang benar, yang minta diberi saluran komunikasi yang sehat, dan akomodatif, untuk membangun suatu tingkat pemahaman yang lebih tinggi, agar kita tak terpancing terusmenerus oleh kesalahpamahan yang tak kita perlukan.

Syukur bila tingkat pemahaman yang lebih tinggi itu tak dibiarkan sekadar sebagai bentuk kemajuan di dalam dunia gagasan dan pemikiran, melainkan diberi ruang di wilayah kebijakan, untuk diwujudkan menjadi sebuah “amal ilmiah” dan “ilmu yang amaliah”. Melalui tindakan-tindakan seperti itu, perlahan-lahan kita memberi makna lebih kontekstual, lebih membumi, apa yang kita sadari bahwa Islam membawa rahmat bagi semesta alam.

Kenangan ini dikembangkan lebih lanjut dari kesadaran filosofis Gus Dur atas suatu teori. Sering Gus Dur bilang, suatu teori, betapapun baiknya, jika tak bisa dipraktikkan, teori yang baik tadi boleh jadi tak ada gunanya. Di sini tampak, Gus Dur menghormati setinggitingginya teori, tapi juga menuntut kemudahannya untuk diterapkan dalam hidup. Ini memiliki banyak implikasi di dalam cara dan sikapnya memandang hidup. Gus Dur tak pernah bersikap hitam-putih.

Dunianya bertakiktakik, kompleks, dan memiliki banyak ruang tak terduga dan tak terselami oleh kita seperti sebuah gua yang besar, banyak ruang-ruang gelap di dalamnya, dan juga banyak keteduhan yang bisa dinikmati oleh para pencari kebenaran, dan para “salik”, yang sudah berjalandijalan-Nya, tapi selalu bertanya lebih dalam: aku bukan mencari jalan, melainkan mencari Tuhan.

Para pencari “hakikat” Tuhan, yang selalu haus, yang “rindu rasa”, “rindu rupa”, seperti Amir Hamzah, tak mungkin bisa dipuaskan sekadar oleh ditemukannya jalan. Bagi mereka—termasuk pula bagi penyair Sutardji Calsoum Bahri—yang “emoh” menerima jalan karena jalan bukan Tuhan.

Urusan halal-haram itu dihormati sepenuh hati dan menjadi bagian dari orientasi nilai utama dalam hidup. Tapi, Gus Dur jarang menghukum orang dengan haram, sesat, musyrik, dan sejenisnya. Pun tidak mengumbar pujaan bahwa seseorang telah “lurus”, “benar”, tanpa unsur “sesat”, dan sejenisnya. Kesadaran teologis dan makna kebenaran pada umat berbeda antara satu bagian dengan bagian yang lain, antara yang terpelajar dan kaum awam. Baginya, kedua-duanya bagian dari keumatan yang dihimpun baikbaik, dan dicintai, seperti dia mencintai keluarganya sendiri.

Pada tahap ini kenangan kita tentang sang wali, mengarahkan kesadaran kita bahwa Gus Dur bukan sekadar milik keluarga. Gus Dur sudah menjadi dunia nilai, tapi Gus Dur pun ibaratnya sudah menjadi representasi suatu institusi. Maka sekali lagi, dia bukan hanya milik keluarga, melainkan milik umum, milik dunia nilai, milik kesadaran yang lebih luas. Keluarga Gus Dur itu umat manusia, dan segenap nilai kemanusiaan, yang diperjuangkannya selama masa hidupnya, yang begitu produktif, berani, berisiko, tapi tak pernah dirisaukannya.

Dia tahu tiap perjuangan mengandung risiko. Tidur-tiduran, bermalasmalasan tanpa mengerjakan sesuatu pun ada risikonya. Apalagi berjuang, dengan semangat melawan arus deras kehidupan yang tak pernah terlalu ramah. Gus Dur memang sudah tak ada lagi di tengah kita. Tapi, dalam kesadaran banyak pihak, ketiadaannya itu sebetulnya ada.

Dia ada, dan selalu akan ada, tiap saat kita mengalami masalahmasalah yang dulu diurus dengan berani oleh Gus Dur, tapi sekarang tak diurus oleh siapa pun. Di sini kenangan kita menjadisebuahkerinduan. Kitarindu seorang wali, yang mewakili dunia nilai dan moralitas, yang sekarang sudah, maaf, mampus.

Kita pun rindu seorang pemimpin, yang berani bertindak demi kebenaran, dan tak takut. Sekali lagi, Gus Dur sudah tak ada, tapi sebetulnya dia ada. Dia tetap hidup dalam kenangan umat, yang bukan hanya umat NU, bukan hanya umat Islam, tapi jauh di luar batasbatas itu. [FM]

Sumber : Koran SINDO, 23 Maret 2015
Mohamad Sobary, Esais, Anggota Pengurus Masyarakat Bangga Produk Indonesia, untuk Advokasi, Mediasi, dan Promosi. Penggemar Sirih dan Cengkih, buat Kesehatan.

Artikel Terkait

Komentar

Artikel Populer

Prahara Aleppo

French Foreign Minister Bernard Kouchner takes off a Jewish skull-cap, or Kippa, at the end of a visit to the Yad Vashem Holocaust Memorial in Jerusalem, Tuesday, Sept. 11, 2007. Kouchner is on an official visit to Israel and the Palestinian Territories. (AP Photo/Kevin Frayer) Eskalasi konflik di Aleppo beberapa hari terakhir diwarnai propaganda anti-rezim Suriah yang sangat masif, baik oleh media Barat, maupun oleh media-media “jihad” di Indonesia. Dan inilah mengapa kita (orang Indonesia) harus peduli: karena para propagandis Wahabi/takfiri seperti biasa, mengangkat isu “Syiah membantai Sunni” (lalu menyamakan saudara-saudara Syiah dengan PKI, karena itu harus dihancurkan, lalu diakhiri dengan “silahkan kirim sumbangan dana ke no rekening berikut ini”). Perilaku para propagandis perang itu sangat membahayakan kita (mereka berupaya mengimpor konflik Timteng ke Indonesia), dan untuk itulah penting bagi kita untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Suriah. Tulisan i

ALASAN ALI MENUNDA QISHASH PEMBUNUH UTSMAN

Oleh :  Ahmad Syahrin Thoriq   1. Sebenarnya sebagian besar shahabat yang terlibat konflik dengan Ali khususnya, Zubeir dan Thalhah telah meraih kesepakatan dengannya dan mengetahui bahwa Ali akan menegakkan hukum qishash atas para pemberontak yang telah membunuh Utsman.  Namun akhirnya para shahabat tersebut berselisih pada sikap yang harus diambil selanjutnya. Sebagian besar dari mereka menginginkan agar segera diambil tindakan secepatnya. Sedangkan Ali memilih menunda hingga waktu yang dianggap tepat dan sesuai prosedur. 2. Sebab Ali menunda keputusan untuk menegakkan Qishash adalah karena beberapa pertimbangan, diantaranya : Pertama, para pelaku pembunuh Ustman adalah sekelompok orang dalam jumlah yang besar. Mereka kemudian berlindung di suku masing-masing atau mencari pengaruh agar selamat dari hukuman. Memanggil mereka untuk diadili sangat tidak mungkin. Jalan satu-satunya adalah dengan kekuatan. Dan Ali menilai memerangi mereka dalam kondisi negara sedang tidak stabil sudah pas

3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup - Himayah atau Pemimpin Ulama di Tanah Banten

Forum Muslim - Banten merupakan provinsi Seribu Kyai Sejuta Santri. Tak heran jika nama Banten terkenal diseluruh Nusantara bahkan dunia Internasional. Sebab Ulama yang sangat masyhur bernama Syekh Nawawi AlBantani adalah asli kelahiran di Serang - Banten. Provinsi yang dikenal dengan seni debusnya ini disebut sebut memiliki paku atau penjaga yang sangat liar biasa. Berikut akan kami kupas 3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup. 1. Abuya Syar'i Ciomas Banten Selain sebagai kyai terpandang, masyarakat ciomas juga meyakini Abuya Syar'i sebagai himayah atau penopang bumi banten. Ulama yang satu ini sangat jarang dikenali masyarakat Indonesia, bahkan orang banten sendiri masih banyak yang tak mengenalinya. Dikarnakan Beliau memang jarang sekali terlihat publik, kesehariannya hanya berdia di rumah dan menerima tamu yg datang sowan ke rumahnya untuk meminta doa dan barokah dari Beliau. Banyak santri - santrinya yang menyaksikan secara langsung karomah beliau. Beliau jug

Daun Pepaya Jepang, Aman Untuk Pakan Kambing di @kapurinjing

Sholawat-Sholawat Pembuka Hijab

Dalam Islam sangat banyak para ulama-ulama sholihin yang bermimpi Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam dan mendapatkan petunjuk atau isyarat untuk melakukan atau mengucapkan kalimat-kalimat tertentu (seperti dzikir, sholawat, doa dll ). Bahkan sebagian di antara mereka menerima redaksi sholawat langsung dari Rasulullah dengan ditalqin kata demi kata oleh Beliau saw. Maka jadilah sebuah susunan dzikir atau sholawat yg memiliki fadhilah/asror yg tak terhingga.  Dalam berbagai riwayat hadits dikatakan bahwa siapa pun yang bermimpi Nabi saw maka mimpi itu adalah sebuah kebenaran/kenyataan, dan sosok dalam mimpinya tersebut adalah benar-benar Nabi Muhammad saw. Karena setan tidak diizinkan oleh Alloh untuk menyerupai Nabi Muhammad saw. Beliau juga bersabda, "Barangsiapa yg melihatku dalam mimpi maka ia pasti melihatku dalam keadaan terjaga" ----------------------------- 1. SHOLAWAT JIBRIL ------------------------------ صَلَّى اللّٰهُ عَلٰى مُحَمَّدٍ SHOLLALLOOH 'ALAA MUHAMMA

KENAPA SUAMI BISA SELINGKUH??

Ilustrasi Keluarga Oleh :  Mufrodah Odah Pernah menonton drama Korea berjudul LOVE, MARRIAGE AND DIVORCE? Drama ini mengisahkan tiga perempuan yang diselingkuhi oleh suami mereka. Jadi, aku rasa drama ini cukup menjawab, kenapa seorang suami bisa berselingkuh.  Kita bahas satu persatu ya. 🫰 PEREMPUAN PERTAMA: Boo Hye Ryung, 30 th. Penyiar radio Cantik, muda, modis, karir cemerlang. Itulah Boo Hye Ryung. Namun, sang suami yang bekerja sebagai pengacara, tetap berselingkuh dengan seorang janda yang usianya jauh lebih tua hingga janda itu hamil.  Suami Boo Hye Rung bilang jika dia selingkuh karena istrinya tidak pandai dalam urusan rumah tangga (tidak menyiapkan dan memasakkan makanan), juga karena istrinya tidak ingin segera punya anak alias ingin fokus di karir dulu. Juga, karena kadang istrinya lebih mendominasi.  Kata kunci: cantik, modis, muda, karir cemerlang, tapi tidak pandai mengurus urusan rumah tangga. 🫰 PEREMPUAN KEDUA: Lee Si Eun, 50 th.  Penulis program radio Ibu dari dua

Tafsir Kemenag : Tafsir Al-Qur'an Surat Al-An'am Ayat 155

وَهٰذَا كِتٰبٌ اَنْزَلْنٰهُ مُبٰرَكٌ فَاتَّبِعُوْهُ وَاتَّقُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَۙ  ( الانعام : ١٥٥)   Dan Al-Quran itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat. ( QS. Al-An'am ayat 155 ). Ayat ini menjelaskan peranan Al-Qur'an bagi manusia. Dan ini adalah Kitab Al-Qur'an yang Kami turunkan melalui Malaikat Jibril dengan penuh berkah, yakni segala macam kebaikan, baik lahir maupun batin, yang sangat berguna bagi kehidupan manusia di dunia maupun di akhirat. Ikutilah apa yang ada di dalamnya, amalkanlah isinya, dan bertakwalah, jagalah dirimu dari api neraka, waspadalah, dan taatilah ketentuan yang ada di dalam kitab itu. Itu semua agar kamu mendapat rahmat kasih sayang dari Allah. Orang yang diberi kasih sayang dari Allah akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Ayat ini kembali menerangkan sifat-sifat dan kedudukan Al-Qur'an yang mencakup segala macam petunjuk dan hukum syariat yang di

KH.MUNFASIR, Padarincang, Serang, Banten

Akhlaq seorang kyai yang takut memakai uang yang belum jelas  Kyai Laduni yang pantang meminta kepada makhluk Pesantren Beliau yang tanpa nama terletak di kaki bukit padarincang. Dulunya beliau seorang dosen IAIN di kota cirebon. Saat mendapatkan hidayah beliau hijrah kembali ke padarincang, beliau menjual seluruh harta bendanya untuk dibelikan sebidang sawah & membangun sepetak gubuk ijuk, dan sisa selebihnya beliau sumbangkan. Beliau pernah bercerita disaat krisis moneter, dimana keadaan sangatlah paceklik. Sampai sampai pada saat itu, -katanya- untuk makan satu biji telor saja harus dibagi 7. Pernah tiba tiba datanglah seseorang meminta doa padanya. Saat itu Beliau merasa tidak pantas mendoakan orang tersebut. Tapi orang tersebut tetap memaksa beliau yang pada akhirnya beliaupun mendoakan Alfatihah kepada orang tersebut. Saat berkehendak untuk pamit pulang, orang tersebut memberikan sebuah amplop yang berisi segepok uang. Sebulan kemudian orang tersebut kembali datang untuk memi

Abuya Syar'i Ciomas Banten

''Abuya Syar'i Ciomas(banten)" Abuya Syar'i Adalah Seorang Ulama Yg Sangat Sepuh. Menurut beliau sekarang beliau telah berrusia lebih dari 140 tahun. Sungguh sangat sepuh untuk ukuran manusia pada umumnya. Abuya Sar'i adalah salah satu murid dari syekh. Nawawi al bantani yg masih hidup. Beliau satu angkatan dengan kyai Hasyim asy'ary pendiri Nahdatul ulama. Dan juga beliau adalah pemilik asli dari golok ciomas yg terkenal itu. Beliau adalah ulama yg sangat sederhana dan bersahaja. Tapi walaupun begitu tapi ada saja tamu yg berkunjung ke kediamannya di ciomas banten. Beliau juga di yakini salah satu paku banten zaman sekarang. Beliau adalah kyai yg mempunyai banyak karomah. Salah satunya adalah menginjak usia 140 tahun tapi beliau masih sehat dan kuat fisiknya. Itulah sepenggal kisah dari salah satu ulama banten yg sangat berpengaruh dan juga kharismatik. Semoga beliau senantiasa diberi umur panjang dan sehat selalu Aaamiiin... (FM/ FB )

Kenapa Mimbar Rasulullah SAW Berada Di Kiri Arsyi ?

Rasulullah Saw bersabda, "Ketahuilah bahwa mimbarnya Nabi Ibrahim AS berada disebelah kanan Arsy dan mimbarku disebelah kiri Arsy-Nya Allah Swt". Maka para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, engkau lebih utama dari Nabi Ibrahim. Kenapa engkau ditempatkan disebelah kiri Arsy, sedangkan Nabi Ibrahim disebelah kanannya Arsy?". Rasulullah menjawab, "Jalan ke Surga berada disebelah kanan Arsy, sedangkan jalan menuju Neraka disebelah kiri Arsy. Aku berada disebelah kiri, supaya aku dapat melihat umatku yang akan dimasukkan ke Neraka dan kemudian aku berikan syafa'at kepadanya". Ketika aku berada dimimbarku, aku mendengar jeritan umatku, berteriak-teriak seraya berkata,"Pahalaku sedikit dan dosaku banyak!". Rasulullah Saw berkata kepada Malaikat,"Jangan masukkan dia ke Neraka". Malaikat menjawab, "Aku adalah Malaikat yang melaksanakan apa saja yang diperintahkan Allah Swt kepadaku". Maka Rasulullah turun dari mimba