Langsung ke konten utama

Dakwah untuk Kaum Dlu'afa

KH. MA. Sahal Mahfudh

Oleh: KH. MA. Sahal Mahfudh

Dalam mengatasi kemiskinan, dakwah setidaknya bisa ditempuh melalui dua jalan. Pertama, memberi motivasi kepada kaum muslimin yang mampu untuk menumbuhkan solidaritas sosial. Akhir-akhir ini, di kalangan umat Islam, ada kecenderungan solidaritas sosial menurun. Kedua, yang paling mendasar dan mendesak adalah dakwah dalam bentuk aksi-aksi nyata dan program-program yang langsung menyentuh kebutuhan. Ini sering disebut orang dengan dakwah bil hal.

Dakwah dalam bentuk yang kedua ini, sebenarnya sudah banyak dilaksanakan kelompok-kelompok Islam, namun masih sporadis dan tidak dilembagakan, sehingga menimbulkan efek kurang baik, misalnya dalam mengumpulkan dan membagikan zakat. Akibatnya lalu, fakir miskin yang menerima zakat cenderung menjadi orang yang thama' (dependen). Itu hanya karena teknis pembagian zakat yang tidak dikelola dengan baik. Dalam hal ini ada beberapa pesantren yang sudah mencoba melembagakan atau mengatasi masalah itu.

Pendekatan untuk mengatasi masalah kemiskinan ini seperti disebutkan di atas adalah pendekatan basic need approach (pendekatan kebutuhan dasar). Tentu saja dalam hal ini tidak bisa dilaksanakan dengan menggeneralisasi. Kita harus membagi masyarakat miskin menjadi beberapa kelompok dengan melihat kenyataan yang berkembang dalam lingkungan masyarakat miskin itu sendiri. Apa kekurangan mereka? Apa yang menyebabkan mereka miskin? Bisa jadi mereka miskin karena kebodohan atau keterbelakangan. Dalam hal ini kita harus berusaha agar mereka dapat maju, tidak bodoh lagi. Bisa juga karena kurangnya sarana, sehingga mereka menjadi miskin atau bodoh. Untuk mengatasinya, adalah dengan cara melengkapi sarana tersebut.

Karena gerakan yang sporadis dan tidak dikelola dengan baik, akhirnya fakir miskin cenderung menjadi orang thama’. Maksud saya, pengembangan masyarakat miskin tidak begitu caranya. Kita jangan memberi ‘ikan’ terus menerus, tapi harus memberi kailnya. Tetapi dengan memberi kail saja tentu tidak cukup, karena mereka juga harus diberitahu, cara mengail yang baik, lahan yang baik dan bagaimana ia dapat menggunakan kail untuk mendapatkan ikan.

Berarti mereka tidak hanya cukup dengan diberi modal, tetapi mereka juga harus diberi keterampilan. Inilah yang saya maksudkan dengan pendekatan itu. Masalah yang dihadapinya, keterbelakangan atau kebodohan harus diatasi dengan memberikan keterampilan, dan baru kemudian modal. Ini juga belum bisa meyakinkan sepenuhnya, sepanjang belum ada uji coba.
Kadang-kadang, masyarakat miskin di kampung lebih menyukai hal yang paling praktis, maunya mencukupi tapi juga mudah dan praktis. Untuk itu di samping kita memberi keterampilan dan modal, kita harus meyakinkan atau memberikan motivasi hingga fakir miskin itu memiliki kemauan berusaha dan tidak hanya menanti dan boros.

***

Menurut pandangan Islam, secara formal zakat yang diberikan langsung oleh muzakki (pembayar zakat), idak melalui imam yang dalam hal ini adalah pemerintah, harus dibayarkan dalam bentuk harta zakat itu, tidak boleh ditukar dengan bentuk yang lain. Zakat langsung harus dalam bentuk mal. Dan harta itu bisa dijadikan modal.

Sebaliknya menurut apa yang saya ketahui dari petunjuk-petunjuk dalam fiqih, zakat yang dikelola pemerintah justru dibayarkan bukan dalam bentuk uang. Kalau si mustahiq (orang yang berhak menerima zakat) punya keterampilan menjahit, maka berilah mesin jahit. Kalau keterampilannya hanya mampu mengemudikan becak, berilah becak. Tetapi itu sebenarnya bisa diatur. Saya sudah mencobanya.

Ada tiga desa yang saya coba dengan memberikan motivasi kepada masyarakat desa itu. Kemudian, zakat di desa itu dilembagakan. Salah satu di antaranya dilembagakan dalam bentuk koperasi. Panitia (bukan amil) bertugas hanya sekadar mengumpulkan zakat dan mengatur pembagiannya. Hasilnya tidak langsung dibagikan dalam bentuk uang, tetapi diatur demikian rupa supaya tidak bertentangan dengan agama. Mustahiq diserahi zakat berupa uang, tetapi kemudian ditarik kembali sebagai tabungannya untuk keperluan pengumpulan modal.

Dengan cara ini, mereka menciptakan pekerjaan dengan modal yang dikumpulkan dari harta zakat. Ternyata berhasil. Meskipun kita tidak bisa melenyapkan atau menghapuskan kemiskinan sama sekali, paling tidak kita telah berhasil menguranginya.

Pernah suatu kali, saya mencobanya terhadap seorang pengemudi becak di kota Pati. Saya lihat dia memang tekun mangkal di pasar untuk bekerja sebagai tukang becak. Pada saat kesempatan pembagian zakat tiba, saya zakati dia. Hasil zakat bulan Syawal itu, berupa zakat mal, zakat fitrah dan infaq, dikumpulkan dan saya salurkan dengan membelikan untuknya, sebuah becak. Sebelumnya dia hanya pengemudi becak milik orang non-pribumi. Namun sekarang dia telah memiliki dua buah becak.

Usahanya ini berkembang, dan sehari-harinya ia tidak harus mengemudikan becak dengan mengejar target setoran. Dengan mengemudikan becak hingga jam tiga sore, hasilnya sudah cukup untuk makan dan menjaga kesehatan. Setelah itu ia bisa kumpul-kumpul mengikuti pengajian. Dengan cara ini, meskipun dia tidak menjadi kaya, tetapi jelas ada perubahan sosial.

Untuk lebih jelasnya, apa yang saya kembangkan di tiga desa itu adalah sebagai berikut. Zakat dari pihak muzakki diberikan kepada panitia, yang kebetulan salah seorang atau beberapa di antaranya memang ada yang pantas menerima zakat (mustahiq). Pembagiannya diatur sedemikian rupa, sehingga apa yang diterimanya itu dijadikan modal. Kepentingan-kepentingan sosial lainnya, seperti keperluan lembaga, tentu saja juga diberikan bagiannya.

Untuk lebih menyebar luaskan gagasan seperti itu, tentu saja lembaga-lembaga sosial keagamann dapat mengambil peran. Kalau kita berbicara mengenai peran para ulama dalam hal pembangunan dan khususnya dalam mengatasi masalah kemiskinan ini, mereka dapat berperan sebagai inisiator, bisa pula sebagai motivator dan sekaligus bisa menjadi fasilitator, tergantung kemampuan dan kenyataan lingkungan di daerahnya masing-masing.

Dalam hal ini saya tidak membicarakan peranan Majelis Ulama, tetapi ulama. Sedangkan bagi MUI sendiri, menurut hasil Munas ketiga, masalah itu sudah dibicarakan. Keputusan Majelis Ulama menyinggung masalah-masalah yang berkenaan dengan kemiskinan, kebodahan dan sebagainya. Lalu tugas majelis adalah koordinasi di antara ormas-ormas Islam yang mempunyai lapangan dan basis.

Kini, masalahnya adalah bagaimana Majelis Ulama mampu dengan kredibilitas yang dimiliki, mengatasi perbedaan-perbedaan yang berkembang di masing-masing ormas Islam. Tentu saja hal itu tidak sulit dilakukan. Namun, apa yang sebenarnya menjadi masalah, saya sendiri tidak tahu, karena tidak terlibat dalam Majelis Ulama Pusat.

***

Sudah jelas, bahwa ajaran Islam tidak menghendaki kemiskinan. Berbagai macam komponen ajaran Islam sendiri menunjang pernyataan itu. Namun harus diakui, hingga sekarang masalah itu belum mendapat perhatian serius dari kaum muslimin. Menurut ajaran Islam, memberi nafkah kepada golongan fakir miskin adalah kewajiban kaum muslimin yang mempunyai kemampuan, dan itu memang relatif. Ajaran seperti itu belum pernah disinggung, apalagi dijabarkan, dan bahkan hal itu kurang disadari.

Berkenaan dengan infaq, kalau ada keinginan untuk melembangakannya, kita harus mampu menginventarisasi, paling tidak menyensus ekonomi kaum muslimin. Sehingga, kita mempunyai data, siapa yang disebut mampu dan siapa pula yang tidak mampu. Terhadap yang mampu, dikenakan kewajiban memberikan nafkah bagi orang yang tidak mampu, sesuai dengan ajaran fiqih. Tetapi hingga sekarang kita tidak mempunyai bait al-mal yang teratur. Bait al-mal-nya saja belum ada, apalagi teratur. Jadi di luar zakat dan sedekah, masih ada kewajiban umat Islam yang mampu, hukumnya wajib bagi orang-orang muslim yang mampu untuk memberi rafkah kepada fakir miskin, dalam keadaan tidak adanya bait al-mal al-muntadhim (yang teratur). Inilah jalan Islam.

Kewajiban zakat itu, persuasif atau tidak, ini juga masalah, karena kecenderungan turunnya solidaritas sosial (takaful al-ijtima'i) di kalangan umat Islam. Tetapi menurut pandangan saya, gagasan yang terakhir ini sangat mungkin dilakukan. Sekarang organisasi-organisasi Islam banyak memiliki ahli dalam bidang penelitian. Kita tinggal menambah dengan baberapa spesialis lainnya yang juga banyak dimiliki umat Islam, bagaimana mengadakan sensus ekonomi dan bagaimana desain ekonomi untuk menentukan si Polan ini miskin dan si Polan itu mampu. Apakah yang mampu sudah memenuhi kewajiban? Apakah dibayarkan langsung atau tiidak? Sekarang sudah saatnya kita membicarkan masalah konsep tersebut.

Kalau kita tetap menginginkan pola ekonomi itu, ini tidak terlepas dari. Undang-undang Dasar dan Pancasila, di mana pasal 33 menyebutkan bahwa ekonomi (melalui koperasi) adalah usaha bersama dan kekeluargaan. Tentu saja perlu dijabarkan dalam bentuk peraturan-peraturan koperasi. Bahwa koperasi harus berkembang, tidak bisa ditolak. Nah sekarang, sebenarnya kita harus terpanggil untuk mempertanyakan konsepnya bagaimana? Bagaimana koperasi menurut Islam?

Belum seorang pun membicarakan konsep koperasi menurut Islam. tetapi sudah 'keburu', lembaga-lembaga Islam mendirikan koperasi, sesuai dengan aturan dari luar. Mereka menggunakan anggaran dasar sedemmian rupa. Tetapi praktek-praktek koperasi yang dijalankan kelompok-kelompok Islam, tidak pernah dipersoalakan apakah sesuai dengan mu'amalah yang harus kita patuhi? Sesuaikah dengan ajaran Islam? Ini belum pernah dijabarkan.

Masalahnya adalah karena kita belum membuat konsep. Saya sendiri belum mempunyai suatu konsep tertulis dan matang, tetapi pikiran-pikiran seperti di atas sudah lama muncul dan saya lontarkan di forum-forum tertentu, terutama di kalangan NU, setelah muktamar (1984). Terkadang dengan terlalu berani saya munculkan di forum-forum Syuriyah NU; Sekarang ini kita perlu mengurangi pembicaraan tentang masalah-masalah yang hanya menjawab halal dan haram! Ini bukan berarti kita tidak menyetujuinya.

Kalau kita sudah menyetujuinya sebagai yang halal, kita juga harus membicarkan pendekatan konseptualnya untuk umat. Kalau haram, kita diharuskan membicarakan bagaimana pemecahannya agar umat tidak menyimpang dari nilai-nilai Islam. Untuk itu perlu konsep. Konsep seperti apa? Kalau kansep itu bersifat individual tentu tidak mungkin diterapkan secara massal, sebelum diterima umum.

Uji coba yang sedang saya kembangkan belum sepenuhnya berupa koperasi. Saya masih membatasinya pada usaha bersama (UB). Sebab, saya telah mencoba membuat proposal untuk mengadakan diskusi mengenai pembangunan koperasi dalam bentuk qiradl. Tetapi hingga sekarang proposal itu belum ada yang setuju, sehingga dengan demikian saya belum bisa menerapkan koperasi sesuai dengan konsep yang sudah matang.

Keinginan saya, kalau ini bisa, hasil diskusi itu bisa dibukukan dan akan bermanfaat bagi anggota masyarakat yang membutuhkannya. Sekarang kita harus dapat menyusun konsep-konsep aktual. Masyarakat memang menerima bentuk koperasi. Namun apakah itu syirkah atau qiradl, itu soal lain. Tetapi akan ngawur saja, kalau bekerja tanpa memiliki konsep yang jelas. Kelompok-kelompok cendekiawan muslim dari berbagai sangat dibutuhkan keterlibatannya, karena itu tentu saja tidak bisa dengan biaya dan upaya individual.

Meskinya, gagasan itu tumbuh dari ormas-ormas Islam. Mengharapkan terjadinya pertumbuhan secara alami, akan sulit terjadi. Barangkali dalam hal ini, MUI bekepentingan berperan sebagai inisiator, untuk menumbuhkan gagasan itu dan melemparkannya kepada ormas Islam yang ada. Kalau perlu, bahkan mengeormas tersebut hingga mempunyai gagasan serupa. Kumpulkan cendekiawan-cendekiawan berdasarkan kelompok tertentu. Tetapi pertemuan itu tentu saja tidak berakhir begitu saja. Pertemuan itu harus diakhiri dengan perumusan suatu keputusan yang konseptual dan utuh.

Hasil seminar yang pernah kita lakukan, selalu tidak diikuti dengan implementasi. Hal itu bisa jadi karena konsep seminar berorientasi pada ilmu pengetahuan bukan beroritentasi pada strategi. Kita harus membedakan antara konsep yang berorientasi pada ilmu dan konsep yang berorientasi pada strategi. Namun konsep apapun harus dirumuskan dan implementabel.

Berkenaan dengan gagasan mewujudkan lembaga bait al-mal al-muntadhim, saya berpendapat, lembaga itu adalah wewenang pemerintah. Dalam hal ini dana yang dapat dijadikan sumber adalah infaq dan shadaqah bisa pula ghanimah (harta rampasan perang). Namun masalah yang akan muncul kemudian adalah masaIah manajemen.

Yang terpenting adalah, soal kesamaan wawasan. Potensi umat Islam secara kuantitatif dan kualitatif dapat mendukung dan mengatasi masalah di atas. Saya melihat kenyataan itu. Di Jawa Tengah, kelompok pengusaha menengah muslim sangat banyak, bahkan ada di antaranya yang dapat dikategorikan sebagai kelompok atas. Jelas mereka mampu, tetapi wawasan dan kecenderungan belum ada titik singgung di antara kita. Titik temu itu perlu diusahakan. Tetapi siapa yang harus memprakarsai?

***

Masalah kemiskinan sangat terkait dengan masalah lingkungan. Sebelum berbicara soal lingkungan menurut konsepsi Islam, lebih dahulu harus diklasifikasi masalah lingkungan dari segi fisik dan non-fisik. Dari segi non-fisik, ajaran Islam memang tidak menghendaki terjadinya kerusakan. Katakanlah kerusakan moral, tidak dikehendaki Islam.

Saya melihat, kaum muslimin sekarang ini sedang dihadapkan pada tantangan perubahan. Perubahan-perubahan yang terjadi telah mengiring masyarakat dari orientasi pada nilai-nilai Islam kepada orientasi pada nilai-nilai ekonomi. Ini berbahaya. Dewasa ini setiap kegiatan akan diperhitungkan sesuai dengan untung-rugi berdasarkan nilai ekonomi. Perbuatan apa pun dilakukan, tanpa memperhitungkan resikonya terhadap moral masyarakat, tapi didasarkan pada pertimbangan untung rugi secara ekonomi.

Berkenaan dengan lingkungan fisik, kita harus kembali kepada manusia untuk menggunakan dan memanfaatkan apa yang ada di alam ini, disertai upaya melestarikan lingkungan hidup. Sudah baran tentu, kalau manusia tidak memanfaatkannya, itu adalah mubazir dan bisa mencelakakan. Intinya bahwa penggunaan alam harus harus didasarkan pada manfaat dan maslahat.

Menurut ajaran Islam, kebutuhan dapat dibagi menjadi; pertama yang bersifat dlaruri (primer) atau sifat haji (mendasar) dan kedua yang bersifat sekunder. Manfaat dan maslahat memang sulit diukur, tetapi itu bisa dirasakan dan dilihat. Semuanya harus diarahkan pada kepentingan hidup, kepentingan bersama, kepentingan agama dan lain-lain. Tidak perlu membagi-baginya menurut kepentingan ukhrawi, kepentingan moral atau akhlak, kepentingan dunia dan lain sebagainya, karena tentu saja kepentingan ukhrawi tidak mungkin tanpa adanya kepentingan-kepentingan duniawi.

Selama ini majelis-majelis taklim, nampaknya belum menyentuh masalah-masalah seperti itu, belum menyentuh masalah-masalah riil dalam masyarakat. Masih berkisar pada masalah moral atau akhlak. Namun para ulama, saya kira tidak bisa disalahkan, karena antara ulama dan umara yang berwenang masih sering terjadi miskomunikasi. Masalah yang timbul seharusnya diinformasikan kepada para ulama. Kalau dalam masalah lingkungan, ulama masih bersikap statis, itu 1ebih disebabkan karena ketidaktahuan.

Belum adanya partisipasi mereka dalam hal ini, karena mereka tidak banyak mengelola masalah lingkungan. Itu sebabnya mereka masih terbatas pada masalah-masalah moral. Kalau mereka tahu, tanpa perlu diimbau, mereka akan berpartisipasi. Untuk itu komunikasi dan informasi masalah ini perlu digalakkan, karena masalahnya memang terletak di sana.

***

Sudah jelas, Islam mendorong orang untuk bekerja. Ada hadits yang mengatakan, "Asyaddu al-naas 'azaban yauma al-qiyamah al-maghfiy al-bathil" (Siksaan paling berat pada hari kiamat, adalah bagi orang yang hanya mau dicukupi orang lain dan hidup menganggur). Al-Qur'an juga menyebutkan, "Apabila kamu telah selesai menunaikan shalat Jum'at, menyebarlah untuk mencari rezki Tuhanmu”.

Ada banyak hal yang menyebabkan terjadinya pengangguran. Faktor pendidikan yang rendah, keterampilan kurang memadai, di samping kemampuan untuk menciptakan lapangan kerja terbatas. Anak-anak sekarang hanya menunggu pekerjaan, bukan mencari dan menciptakan pekerjaan. Yang saya maksudkan menunggu pekerjaan, adalah mencari pekerjaan pada lapangan kerja yang sudah mapan dan jelas. Sedangkan mencari kerja, adalah orang tidak hanya terfokus pada satu sasaran pekerjaan, namun berusaha secara kreatif menciptakan lapangan kerja.

Dalam mengatasi kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja, imbauan saya kepada kelompok muda adalah, jangan cepat putus asa. Sebab dengan putus asa, kreativitas mandeg. Bagaimana kecilnya kreativitas itu, ia akan selalu tumbuh dan berkembang. [FM]


Tulisan ini pernah dimuat dalam majalah Mimbar Ulama. Juga bisa ditemukan di buku KH MA Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial, 2004 (Yogyakarta: LKiS), dengan judul yang sudah diubah, “Dakwah untuk Kaum Dlu’afa”.



Artikel Terkait

Komentar

Artikel Populer

Prahara Aleppo

French Foreign Minister Bernard Kouchner takes off a Jewish skull-cap, or Kippa, at the end of a visit to the Yad Vashem Holocaust Memorial in Jerusalem, Tuesday, Sept. 11, 2007. Kouchner is on an official visit to Israel and the Palestinian Territories. (AP Photo/Kevin Frayer) Eskalasi konflik di Aleppo beberapa hari terakhir diwarnai propaganda anti-rezim Suriah yang sangat masif, baik oleh media Barat, maupun oleh media-media “jihad” di Indonesia. Dan inilah mengapa kita (orang Indonesia) harus peduli: karena para propagandis Wahabi/takfiri seperti biasa, mengangkat isu “Syiah membantai Sunni” (lalu menyamakan saudara-saudara Syiah dengan PKI, karena itu harus dihancurkan, lalu diakhiri dengan “silahkan kirim sumbangan dana ke no rekening berikut ini”). Perilaku para propagandis perang itu sangat membahayakan kita (mereka berupaya mengimpor konflik Timteng ke Indonesia), dan untuk itulah penting bagi kita untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Suriah. Tulisan i

3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup - Himayah atau Pemimpin Ulama di Tanah Banten

Forum Muslim - Banten merupakan provinsi Seribu Kyai Sejuta Santri. Tak heran jika nama Banten terkenal diseluruh Nusantara bahkan dunia Internasional. Sebab Ulama yang sangat masyhur bernama Syekh Nawawi AlBantani adalah asli kelahiran di Serang - Banten. Provinsi yang dikenal dengan seni debusnya ini disebut sebut memiliki paku atau penjaga yang sangat liar biasa. Berikut akan kami kupas 3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup. 1. Abuya Syar'i Ciomas Banten Selain sebagai kyai terpandang, masyarakat ciomas juga meyakini Abuya Syar'i sebagai himayah atau penopang bumi banten. Ulama yang satu ini sangat jarang dikenali masyarakat Indonesia, bahkan orang banten sendiri masih banyak yang tak mengenalinya. Dikarnakan Beliau memang jarang sekali terlihat publik, kesehariannya hanya berdia di rumah dan menerima tamu yg datang sowan ke rumahnya untuk meminta doa dan barokah dari Beliau. Banyak santri - santrinya yang menyaksikan secara langsung karomah beliau. Beliau jug

Amalan Pada Malam Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha

Nabi Muhammad ﷺ bersabda: عن عبادة بن الصامت رضي الله عنه أن رسول ﷺ قال: “من أحيا ليلة الفطر وليلة الأضحى لم يمت قلبه يوم تموت القلوب” رواه الطبراني في الكبير والأوسط. Dari Ubadah Ibn Shomit r.a. Sungguh Rosulullah ﷺ bersabda: "Barangsiapa menghidupkan malam Idul Fitri dan malam Idul Adlha, hatinya tidak akan mati, di hari matinya hati." ( HR.Thobaroni ) عن أبي أمامه رضي الله عنه عن النبي ﷺ قال : “من قام ليلتي العيدين محتسباً لم يمت قلبه يوم تموت القلوب”. وفي رواية “من أحيا” رواه ابن ماجه Dari Abi Umamah r.a, dari Nabi ﷺ, bersabda: Barangsiapa beribadah di dua malam Hari Raya dengan hanya mengharap ALLAH, maka hatinya tidak akan mati pada hari matinya hati. ( HR. Ibnu Majah ) Bagaimana cara menghidupkan dua Hari Raya itu? Telah disebutkan oleh Syaikh Abdul Hamid Al Qudsi, dengan mengamalkan beberapa amalan: 1. Syaikh Al Hafni berkata: Ukuran minimal menghidupkan malam bisa dengan Sholat Isya’ berjama’ah dan meniatkan diri untuk jama’ah Sholat Shubuh pada besoknya. Atau mempe

ALASAN ALI MENUNDA QISHASH PEMBUNUH UTSMAN

Oleh :  Ahmad Syahrin Thoriq   1. Sebenarnya sebagian besar shahabat yang terlibat konflik dengan Ali khususnya, Zubeir dan Thalhah telah meraih kesepakatan dengannya dan mengetahui bahwa Ali akan menegakkan hukum qishash atas para pemberontak yang telah membunuh Utsman.  Namun akhirnya para shahabat tersebut berselisih pada sikap yang harus diambil selanjutnya. Sebagian besar dari mereka menginginkan agar segera diambil tindakan secepatnya. Sedangkan Ali memilih menunda hingga waktu yang dianggap tepat dan sesuai prosedur. 2. Sebab Ali menunda keputusan untuk menegakkan Qishash adalah karena beberapa pertimbangan, diantaranya : Pertama, para pelaku pembunuh Ustman adalah sekelompok orang dalam jumlah yang besar. Mereka kemudian berlindung di suku masing-masing atau mencari pengaruh agar selamat dari hukuman. Memanggil mereka untuk diadili sangat tidak mungkin. Jalan satu-satunya adalah dengan kekuatan. Dan Ali menilai memerangi mereka dalam kondisi negara sedang tidak stabil sudah pas

Sholawat-Sholawat Pembuka Hijab

Dalam Islam sangat banyak para ulama-ulama sholihin yang bermimpi Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam dan mendapatkan petunjuk atau isyarat untuk melakukan atau mengucapkan kalimat-kalimat tertentu (seperti dzikir, sholawat, doa dll ). Bahkan sebagian di antara mereka menerima redaksi sholawat langsung dari Rasulullah dengan ditalqin kata demi kata oleh Beliau saw. Maka jadilah sebuah susunan dzikir atau sholawat yg memiliki fadhilah/asror yg tak terhingga.  Dalam berbagai riwayat hadits dikatakan bahwa siapa pun yang bermimpi Nabi saw maka mimpi itu adalah sebuah kebenaran/kenyataan, dan sosok dalam mimpinya tersebut adalah benar-benar Nabi Muhammad saw. Karena setan tidak diizinkan oleh Alloh untuk menyerupai Nabi Muhammad saw. Beliau juga bersabda, "Barangsiapa yg melihatku dalam mimpi maka ia pasti melihatku dalam keadaan terjaga" ----------------------------- 1. SHOLAWAT JIBRIL ------------------------------ صَلَّى اللّٰهُ عَلٰى مُحَمَّدٍ SHOLLALLOOH 'ALAA MUHAMMA

Daun Pepaya Jepang, Aman Untuk Pakan Kambing di @kapurinjing

KH.MUNFASIR, Padarincang, Serang, Banten

Akhlaq seorang kyai yang takut memakai uang yang belum jelas  Kyai Laduni yang pantang meminta kepada makhluk Pesantren Beliau yang tanpa nama terletak di kaki bukit padarincang. Dulunya beliau seorang dosen IAIN di kota cirebon. Saat mendapatkan hidayah beliau hijrah kembali ke padarincang, beliau menjual seluruh harta bendanya untuk dibelikan sebidang sawah & membangun sepetak gubuk ijuk, dan sisa selebihnya beliau sumbangkan. Beliau pernah bercerita disaat krisis moneter, dimana keadaan sangatlah paceklik. Sampai sampai pada saat itu, -katanya- untuk makan satu biji telor saja harus dibagi 7. Pernah tiba tiba datanglah seseorang meminta doa padanya. Saat itu Beliau merasa tidak pantas mendoakan orang tersebut. Tapi orang tersebut tetap memaksa beliau yang pada akhirnya beliaupun mendoakan Alfatihah kepada orang tersebut. Saat berkehendak untuk pamit pulang, orang tersebut memberikan sebuah amplop yang berisi segepok uang. Sebulan kemudian orang tersebut kembali datang untuk memi

Kisah Siti Ummu Ayman RA Meminum Air Kencing Nabi Muhammad SAW

Di kitab Asy Syifa disebutkan bahwa Kanjeng Nabi Muhammad SAW punya pembantu rumah tangga perempuan bernama Siti Ummu Ayman RA. Dia biasanya membantu pekerjaan istri Kanjeng Nabi dan nginap di rumah Kanjeng Nabi. Dia bercerita satu pengalaman uniknya saat jadi pembantu Kanjeng Nabi. Kanjeng Nabi Muhammad itu punya kendi yang berfungsi sebagai pispot yang ditaruh di bawah ranjang. Saat di malam hari yang dingin, lalu ingin buang air kecil, Kanjeng Nabi buang air kecil di situ. Satu saat, kendi pispot tersebut hilang entah ke mana. Maka Kanjeng Nabi menanyakan kemana hilangnya kendi pispot itu pada Ummu Ayman. Ummu Ayman pun bercerita, satu malam, Ummu Ayman tiba-tiba terbangun karena kehausan. Dia mencari wadah air ke sana kemari. Lalu dia nemu satu kendi air di bawah ranjang Kanjeng Nabi SAW yang berisi air. Entah air apa itu, diminumlah isi kendi itu. Pokoknya minum dulu. Ternyata yang diambil adalah kendi pispot Kanjeng Nabi. Dan yang diminum adalah air seni Kanjeng Nabi yang ada dal

Mengelola Blog Wordpress dan Blogspot Melalui Ponsel

Di jaman gatget yang serba canggih ini, sekarang dasboard wordpress.com dan blogspot.com semakin mudah dikelola melalui ponsel. Namun pada settingan tertentu memang harus dilakukan melalui komputer seperti untuk mengedit themes atau template. Dan bagi kita yang sudah terbiasa "mobile" atau berada di lapangan maka kita bisa menerbitkan artikel kita ke blog wordpress.com melalui email yang ada di ponsel kita, so kita nggak usah kawatir.

Abuya Syar'i Ciomas Banten

''Abuya Syar'i Ciomas(banten)" Abuya Syar'i Adalah Seorang Ulama Yg Sangat Sepuh. Menurut beliau sekarang beliau telah berrusia lebih dari 140 tahun. Sungguh sangat sepuh untuk ukuran manusia pada umumnya. Abuya Sar'i adalah salah satu murid dari syekh. Nawawi al bantani yg masih hidup. Beliau satu angkatan dengan kyai Hasyim asy'ary pendiri Nahdatul ulama. Dan juga beliau adalah pemilik asli dari golok ciomas yg terkenal itu. Beliau adalah ulama yg sangat sederhana dan bersahaja. Tapi walaupun begitu tapi ada saja tamu yg berkunjung ke kediamannya di ciomas banten. Beliau juga di yakini salah satu paku banten zaman sekarang. Beliau adalah kyai yg mempunyai banyak karomah. Salah satunya adalah menginjak usia 140 tahun tapi beliau masih sehat dan kuat fisiknya. Itulah sepenggal kisah dari salah satu ulama banten yg sangat berpengaruh dan juga kharismatik. Semoga beliau senantiasa diberi umur panjang dan sehat selalu Aaamiiin... (FM/ FB )