Gambar hanya Ilustrasi |
Forum Muslim - Meskipun gerakan kekerasan dan fanatik Wahhabisme telah ditumpas pada tahun 1818, mereka segera bangkit kembali atas bantuan Inggris. Keluarga Wahhabi-Saud yang tersisa kini melihat dengan cara baru, bahwa musuh
mereka yang sesungguhnya adalah orang-orang Arab dan Muslim. Sementara itu Inggris, dan Barat pada umumnya, merupakan sahabat sejati.
Pada tahun 1820 Inggris menjajah Bahrain dan mulai berpikir untuk memperluas wilayahnya di area tersebut. Keluarga Wahhabi-Saud melihat ini sebagai peluang untuk mendapatkan pertolongan dan perlindungan dari Inggris.
Pada tahun 1843, Imam Wahhabi Faisal bin Turki al-Saud melarikan diri dari penahanan di Kairo dan kembali ke kampung halamannya di Najd. Di sana Imam Faisal mulai membuka komunikasi dengan Inggris. Proses komunikasi dengan Inggris membutuhkan waktu yang cukup panjang, hingga akhirnya pada tahun 1865 Inggris mengirim Kolonel Lewis Pelly, petugas resmi Inggris untuk urusan perjanjian, ke Riyadh untuk membicarakan kemungkinan perjanjian dengan keluarga Wahhabi-Saud. Untuk membuat Pelly terkesan, Imam Faisal mengatakan bahwa pada perang selanjutnya mereka akan membunuh siapapun tanpa pandang bulu.
Pada tahun 1866 keluarga Wahhabi-Saud menandatangi perjanjian persahabatan dengan Inggris, sebuah kekuatan kolonial yang pada waktu itu sangat dibenci Muslim karena penjajahan mereka di area itu. Sebagai timbal balik atas bantuan, uang, dan persenjataan dari Inggris, Wahhabi-Saud setuju untuk berkolaborasi dengan otoritas kolonial Inggris di area tersebut.
Karena sikap mereka yang mendukung kolonialisme, keluarga Wahhabi-Saud menjadi dibenci. Orang-orang Arab dan Muslim baik di dalam maupun di luar wilayah jazirah Arab marah besar kepada mereka. Di antara mereka adalah klan al-Rashid dari Hail, Arab Tengah, yang pada tahun 1891, dengan bantuan Ottoman, memutuskan untuk menyerang dan menumpas keluarga Wahhabi-Saud di Riyadh. Bagaimanapun, beberapa di antara mereka berhasil melarikan diri, di antaranya adalah Imam Abdurrahman al-Saud dan anak lelakinya yang masih remaja, Abdulaziz. Keduanya meminta pertolongan dan perlindungan kepada Inggris di Kuwait.
Negara Saudi-Wahhabi ketiga: 1902-?
Di Kuwait, Imam Abdurahman dan putranya, Abdulaziz, menghabiskan waktunya untuk mengemis dan memohon kepada tuan mereka, Inggris, untuk diberikan uang, persenjataan, dan bantuan untuk merebut kembali Riyadh. Pada akhir tahun 1800-an, Abdurrahman yang sudah menua menyerahkan kepemimpinannya kepada Abdulaziz. Dengan demikian Abdulaziz menjadi Imam Wahhabi yang baru.
Karena strategi Inggris di Jazirah Arab pada awal abad ke-20 adalah sesegera mungkin menghancurkan kekuatan Ottoman dan sekutunya klan al-Rashid di Najd, mereka memutuskan untuk mendukung Imam Abdulaziz. Didukung oleh Inggris, pada tahun 1902 Abdulaziz berhasil merebut kembali Riyadh. Salah satu tindakan biadab yang dilakukan Abdulaziz setelah mengalahkan klan al-Rashid adalah mengusung kepala mereka di atas tombak dan menempatkannya di tengah kota, guna meneror warga setempat. Dia dan pendukung fanatik Wahhabinya juga membakar lebih dari 1.200 orang sampai mati.
Dikenal dengan sebutan Ibnu Saud oleh Barat, Imam Abdulaziz sangat disukai oleh tuannya, Inggris. Banyak pejabat dan utusan Inggris di wilayah Teluk Arab sering bertemu dan berinteraksi dengannya, dan dengan murah hati mendukungnya dengan uang, senjata, dan konsultan. Imam Abdulaziz secara bertahap mampu menaklukkan sebagian besar Jazirah Arab dengan cara yang kejam di bawah panji-panji Wahhabisme untuk menciptakan Negara Wahhabi-Saudi ketiga, yang saat ini dikenal sebagai Arab Saudi.
Dalam mendirikan Arab Saudi, Imam Abdulaziz dan “Tentara Allah” Wahhabi-nya melakukan pembantaian yang mengerikan, terutama di tempat suci Islam Hijaz, yang mana mereka secara brutal mengusir Keluarga Syarif yang terhormat, mereka adalah anak keturunan Nabi Muhammad SAW. Di Turabah pada Mei 1919 mereka melancarkan serangan mendadak di tengah malam kepada tentara Hijazi dan dengan kejam membantai lebih dari 6.000 orang.
Sekali lagi, pada bulan Agustus 1924, kaum fanatik Saudi-Wahabi secara biadab masuk ke rumah penduduk di kota Taif, Hijazi, mengancam mereka, dan mencuri uang mereka dengan todongan senjata. Mereka memenggal anak-anak lelaki dan lelaki tua, dan merasa terhibur oleh jeritan dan tangisan kengerian dari para wanitanya. Banyak wanita Taif lari terbirit-birit bersembunyi di dalam sumur air untuk menghindari pemerkosaan dan pembunuhan yang dilakukan oleh orang-orang Saudi-Wahabi yang biadab.
Kelompok primitif ini juga membunuh banyak Imam ketika mereka shalat di masjid-masjid; membakar sebagian besar bangunan di Taif hingga rata; tanpa pandang bulu membantai kebanyakan pria yang mereka temukan di jalan; dan mencuri sebanyak mungkin yang bisa diangkut. Lebih dari 400 orang yang tidak bersalah dengan cepat dibantai di Taif.
Penaklukan Dua Kota Suci
Ketika pasukan Saudi-Wahhabi memasuki kota tersuci Islam, penduduk Mekkah yang ketakutan bersembunyi di rumah mereka, jalanan benar-benar sepi, pintu dan jendela rumah ditutup rapat-rapat. Saudi-Wahhabi secara brutal menerobos masuk ke rumah-rumah di Mekkah dan menghancurkan semua alat musik dan rekaman, gramofon, radio, rokok, pipa tembakau, gambar-gambar, dan cermin – oleh mereka pada waktu itu dianggap sebagai buatan Iblis.
Gerombolan primitif itu kemudian menggunakan rangka kayu dan pintu rumah penduduk Mekkah sebagai bahan bakar untuk memasak. Mereka juga mencambuk penduduk Mekkah yang mengenakan pakaian Barat, emas, parfum, atau sutera. Mereka juga merusak banyak kuburan, dan menghancurkan banyak pemakaman yang indah, merusak ornamen-ornamen masjid, dan kompleks suci yang telah berdiri selama berabad-abad yang mencerminkan masa lalu Islam yang mulia dan sejarah besar kota suci.
Selain itu, para penyerbu barbar itu secara biadab menghancurkan jejak-jejak peninggalan bersejarah Nabi Muhammad. Bangunan-bangunan bersejarah peninggalan Nabi dan para pengikutnya dihancurkan dengan alasan “agar tidak dijadikan tempat suci dan disembah.”
Setelah Mekkah, pasukan Wahhabi Imam Abdulaziz dengan kejam membombardir kota suci kedua, yaitu Madinah. Untuk menciptakan kengerian bagi seluruh Muslim di dunia, mereka bahkan membom dan menembaki makam Nabi Muhammad, membuatnya sangat rusak.
Pasukan fanatik Saudi-Wahhabi kemudian selama sepanjang tahun mengepung dan melumpuhkan kota pelabuhan Jeddah, mengakibatkan bencana kelaparan bagi penduduknya. Akibatnya, air minum praktis mustahil ditemukan dan penduduk miskin di Jeddah menghabiskan hari-hari mereka mencari makanan di tempat sampah. Banyak dari mereka bahkan mengambil dan memakan jagung yang tidak tercerna yang ditemukan di dalam kotoran unta. Setelah membombardir sebagian kota, para pejuang Saudi-Wahhabi akhirnya memasuki Jeddah dan segera menghancurkan saluran telepon, stasiun radio, dan tanda-tanda kehidupan modern lainnya, yang oleh mereka (pada waktu itu) dianggap tidak religius dan merupakan buatan Iblis.
Dalam rentang waktu selama 30 tahun mendirikan Arab Saudi (1902-1932), kaum fanatik Saudi-Wahhabi secara brutal telah membunuh dan melukai lebih dari 400.000 dari 4 juta orang Arab di seluruh Jazirah Arab; dan melakukan eksekusi kepada lebih dari 40.000 orang dan amputasi kepada lebih dari 350.000 orang di hadapan publik. Selain itu, teror Saudi-Wahhabi juga memaksa lebih dari satu juta penduduk Jazirah Arab melarikan diri untuk menyelamatkan hidup mereka ke bagian lain dunia Arab, dan tidak pernah kembali.
Tidak seperti masa sebelumnya ketika pasukan Dinasti Ustmaniyah (Ottoman) menumpas gerombolan ini, kali ini wilayah Arab dan Dunia Muslim sedang berada di bawah penjajahan kolonial Barat, sehingga gerombolan fanatik Saudi-Wahhabi dapat lolos dari segala hukuman. Mereka juga mendapatkan perlindungan dan keamanan di bawah kekuatan besar Inggris.
Setelah mendirikan Negara Wahhabi buatan Inggris, Imam Abdulaziz menjadi seorang diktator brutal yang mengendalikan segalanya secara pribadi. Dia menghancurkan kebebasan pers, partai politik, konstitusi, dan semua aparatur pemerintahan di Hijaz. Imam Wahhabi ini kemudian tanpa malu-malu menamai seluruh negeri dengan nama keluarganya sendiri, menyebutnya sebagai Kerajaan Arab “Saudi.”
Selain diktator, Raja Abdulaziz dikenal sebagai seseorang yang gila seks. Selain gundik-gundiknya yang tak terhitung jumlahnya, Imam Wahhabi yang “saleh” ini menikahi sampai sekitar 300 perempuan; bahkan beberapa dari mereka hanya dinikahi dalam satu malam. Sementara itu putra-putranya diperkirakan ada sampai sekitar 125 orang, dan untuk anak perempuannya, tidak ada yang tahu pasti berapa jumlahnya.
Selain itu, Imam Abdulaziz juga mendorong praktik perbudakan, dia memiliki ratusan budak yang diperkerjakan untuk dirinya dan keluarganya. Namun, untuk menghindari tekanan internasional, Wahhabisme dan Keluarga Saud akhirnya dipaksa untuk menghapuskan perbudakan pada tahun 1962. Hal memalukan lainnya yang datang dari Wahhabisme adalah ketika tahun 1969, sheikh terkemuka Wahhabi, Abdulaziz bin Baz, dengan tegas menyatakan bahwa Bumi itu datar, statis , dan Matahari berputar mengelilinginya.
Sumber : Roy Anwar
Komentar
Posting Komentar