Langsung ke konten utama

Islam Nusantara Perspektif Tradisi Pemikiran NU

Ilustrasi Islam Nusantara


Oleh: Muhammad Sulton Fatoni

 

Terma 'Islam Nusantara' menjadi perbincangan masyarakat Indonesia tidak lama setelah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menetapkannya sebagai tema Muktamar NU Ke-33 di Jombang pada tanggal 1—5 Agustus 2015, "Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia". Berbagai diskusi digelar, begitu juga puluhan artikel muncul di media nasional, dari tulisan mahasiswa hingga Guru Besar. Tak pernah terjadi dalam sejarah NU sebelumnya tema Muktamar bisa meledak dan jadi bahan diskusi seramai ini.


Di antara pemikiran yang muncul tentang 'Islam Nusantara' adalah mengkomparasikannya dengan istilah 'Islam: The Straight Path' yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, 'Islam: Jalan Lurus', atau Islam: Shiratal Mustaqim. Memaknai 'Islam: The Straight Path' dengan 'Islam: Jalan Lurus' memang tidak menimbulkan pergeseran pemahaman. Namun menjadi persoalan besar jika menyamakan makna 'Islam: The Straight Path' (Islam: Jalan Lurus) dengan 'Islam: Sirathal Mustaqim'.


Rangkaian kata shirathal mustaqim terdapat dalam surah al-Fatihah ayat 6 (enam) yang lengkapnya, ihdinas shirathal mustaqim. Maksud kata shirath dalam nash tersebut adalah 'agama Islam'. Sedangkan maksud mustaqim dalam ayat tersebut adalah 'kemapanan tanpa distorsi' (Ahmad as-Showy, 1813M). Sehingga jika dirangkai dalam satu kalimat, 'islam: Shiratal Mustaqim' menimbulkan kekacauan arti yang bersumber dari kesalahan merangkai kata. Padahal Rasulullah saw menegaskan bahwa Islam itu kesaksian ketuhanan hanya Allah, kerasulan Muhammad saw, komitmen melaksanakan salat, mengeluarkan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji saat mampu (Imam Muslim, 875M).


Muncul juga pemikiran mengkomparasikan 'Islam Nusantara' dengan istilah 'Islam Rahmatan lil 'Alamin'. Kalimat 'rahmatan lil 'alamin' ini terdapat dalam surah al-Anbiya' ayat 107, wa ma arsalnaka illa rahmatan lil alamin (Aku tidak utus engkau Muhammad kecuali untuk mengasihi alam semesta). Ibn Abbas menegaskan bahwa subyek dari misi 'mengasihi alam semesta' adalah Nabi Muhammad saw. Sedangkan obyeknya adalah seluruh umat manusia (at-Thabari: 919M). Maka rangkaian kata 'Islam rahmatan lil 'Alamin' pun memunculkan kekacauan arti yang disebabkan oleh kesalahan merangkai kata.


Kedua rangkaian kata di atas sudah cukup populer di tengah masyarakat. Kedua fakta tersebut tentu problem besar mengingat keduanya (shiratal mustaqim dan rahmatan lil 'alamin) adalah bagian dari nash al-Qur'an. Padahal telah menjadi kesepakatan ulama bahwa hanya orang-orang dengan kriteria tertentu saja yang punya otoritas untuk memaknai al-Qur'an.


Terma 'Islam Nusantara' juga tidak tepat dianalisa dengan pendekatan ilmu linguistik Arab teori nisbat. Sebab kata 'Nusantara' dalam rangkaian 'Islam Nusantara'—dalam berbagai tulisan para pemikir NU—itu bukan untuk kategorisasi. Kata 'Nusantara' dalam konteks linguistic hanya menerangkan teritori dimana penghuninya memeluk agama Islam.


Begitu memahami 'Islam Nusantara' dengan pisau analisa pendapat Koentjaraningrat. Sudah sepatutnya Koentjaraningrat berpendapat bahwa agama itu titah Tuhan dan sebaiknya tidak berusaha mengembangkan suatu agama Islam khas Indonesia. Pernyataan Koentjaraningrat tersebut berkesesuaian dengan prinsip Islam sebagai ajaran yang mapan tanpa distorsi (shirathal mustaqim). Hanya saja terma 'Islam Nusantara' bukanlah bentuk pengembangan agama Islam.


Lalu bagaimana dengan terma 'Islam Nusantara'? Dua rangkaian kata ini sebenarnya membutuhkan penjelasan sederhana. 'Islam' dan 'Nusantara' adalah dua kata yang masing-masing mempunyai makna, dan kedua kata tersebut digabungkan untuk membentuk frasa. Maka jadilah rangkaian 'Islam Nusantara' yang memperlihatkan hubungan erat antara bagian yang diterangkan-menerangkan (Ramlan, 1985) meski tanpa menimbulkan makna baru.


Dalam ilmu bahasa Indonesia jenis penggabungan kata ini disebut 'aneksi'. Karena masuk dalam kategori 'aneksi' maka terma 'Islam Nusantara' sama saja dengan terma 'Islam di Nusantara'.

 
'Islam Nusantara' dengan makna yang sama dapat dipahami dari perspektif gramatika Arab bahwa rangkaian dua kata 'Islam Nusantara' bukan susunan shifat-maushuf (sifat-yang disifati), melainkan susunan idlâfah (aneksi). Karena itu di antara kedua kata tersebut terkandung kata imbuhan, bisa berimbuhan min (dari) atau fî (di). Contoh, khâtamu hadîdin, artinya cincin 'dari' besi; qiyâmul lail, artinya salat 'di' malam hari. Maka rangkaian 'Islam Nusantara' itu bukan bermakna 'Islam' disifati 'Nusantara', tapi 'Islam hidup di Nusantara'. Kata 'Nusantara' bukan sifat dari Islam, tetapi sebagai idlâfah (KH. Subhan Ma'mun, 2015).

 
Sedangkan dari sisi substansi, terma 'Islam Nusantara' itu paham dan praktik keislaman di bumi Nusantara sebagai hasil dialektika antara teks syariat dengan realita dan budaya setempat. Spirit 'Islam Nusantara' adalah praktik berislam yang didahului dialektika antara nash syariah dengan realitas dan budaya tempat umat Islam tinggal (Afifuddin Muhajir, 2015).


Perspektif ushul fiqh, proses dialektika antara nash syariah dengan realitas dan budaya tempat umat Islam tinggal itu sesuatu yang lumrah terjadi bahkan pasti terjadi mengingat Islam itu ajaran yang universal. Dan 'Islam Nusantara'  adalah wujud Islam sebagai agama universal mengingat ia telah dipeluk oleh ratusan juta penduduk Nusantara dan telah melahirkan ratusan ribu produk hukum dan khazanah keislaman lainnya. Bertolak dari pemahaman di atas, tak perlu takut Islam terdistorsi gara-gara muncul terma 'Islam Nusantara', atau bahkan nanti menyusul muncul terma 'Islam Amerika', 'Islam Eropa', 'Islam Australia', 'Islam Afrika, dan lainnya.

  
Terlepas dari kajian sisi linguistiknya, terma 'Islam Nusantara' dan 'Islam Rahmatan lil 'Alamin' mempunyai spirit sama mengingat keduanya lahir dari rahim Nahdlatul Ulama. Hanya dari sisi konsekuensinya, 'Islam Nusantara' tidak problematik mengingat ia tidak menimbulkan kekacauan arti.


Dialektika Nash Syariah dan Budaya Lokal


Masyarakat muslim pesisir pantai pada musim tertentu melakukan ritual 'sedekah laut'. Terdapat kajian menunjukkan bahwa 'sedekah laut' tersebut adalah bentuk konversi kepercayaan non Islam ke agama Islam. Padahal 'sedekah laut' tersebut bukan wujud konversi melainkan wujud dari hasil dialektika antara nash syariah dengan budaya setempat. Artinya, 'sedekah laut' yang masih bertahan di tengah masyarakat tidak pertentangan dengan Islam. Jika proses sedekah di laut itu sebatas konversi tentu tak ada gunanya Islam mereka anut. Begitu juga dengan kepercayaan terhadap Nyi Loro Kidul yang dianut oleh sebagian muslim di pesisir pantai bukanlah bentuk konversi namun hasil dialektika nash syariah dengan budaya.


Budaya yang telah mendapatkan legitimasi nash syariah menjelma menjadi ritual ibadah. Proses ini sesuatu yang lumrah terjadi di lingkungan para kiai di Nusantara. Sehingga keislaman masyarakat Nusantara mempunyai corak yang sama karena referensi (masyrab wal ma'khadz) dan konsep pemikirannya yang tunggal (ittifaqul ara'). KH Hasyim Asyari dalam kitabnya, Risalatu Ahlissunnah wal Jamaah mencatat masyarakat Islam negeri Jawa baru mengalami pertentangan dan gesekan saat memasuki tahun 1912M. Problem sosial keagamaan ini disebabkan kemunculan kelompok penentang (mutadafi'ah) dan kelompok-kelompok yang mengusung aliran-aliran baru (mutanawwi'ah).


Maksud mutadafi'ah saat itu adalah kemunculan kelompok kecil pendatang yang pendapat dan perilaku keislamannya menimbulkan pertentangan di tengah masyarakat Islam. Sedangkan maksud mutanawwi'ah saat itu adalah kelompok-kelompok kecil pendatang yang masing-masing di antara mereka berbeda pemikiran dan perilakunya sehingga tampak 'aneh-aneh'. Maka menghadapi kelompok mutadafi'ah dan mutanawwi'ah yang ekspresif ini perlu gerakan sistematis. Caranya dengan mendorong Nahdlatul Ulama untuk memberikan perlindungan (jam'iyyatu aman) dan memperjuangkan keadilan (jam'iyyatu 'adl) untuk masyarakat luas (KH Hasyim Asyari, 1928).


Memberikan perlindungan (jam'iyyatu aman) dalam konteks kemunculan kelompok mutadafi'ah dan mutanawwi'ah adalah mendampingi masyarakat muslim untuk melaksanakan ibadahnya, baik yang bersifat mahdhah (pure) maupun ghairu mahdhah (social and culture). Resources masyarakat tentu terbatas dibanding resources kelompok mutadafi'ah yang kecil dan solid. Karena itu para kiai dan perangkat organiknya selalu berupaya hadir di tengah masyarakat sebagai bentuk menjaga ketertiban sosial.


Sedangkan memperjuangkan keadilan (jam'iyyatu 'adl) dalam konteks kemunculan kelompok mutadafi'ah dan mutanawwi'ah adalah menempatkan para kiai sebagai intelektual organik yang berpikir obyektif. Masyarakat muslim yang mengalami tekanan dari kelompok mutadafi'ah dan mutanawwi'ah diadvokasi untuk mendapatkan kembali hak ritualnya.


Para kiai tidak hanya sekedar menjelaskan ritual dari sisi basis teoritisnya namun juga proses dialektika nash syariah dengan kebudayaan setempat. Bahasa kebudayaan untuk mengekspresikan empati dan rasa yang tidak bisa diekspresikan oleh masyarakat sendiri (Leszek Kolakowski, 1978) sekaligus basis teoritik yang menjadi titik lemah masyarakat.


Meneruskan Tradisi Pemikiran


Di antara kekuatan Nahdlatul Ulama adalah melakukan diaspora pemikiran yang tak pernah putus sepanjang eksistensinya sejak 1926. Para kiai dan kelompok intelektual NU selalu melahirkan pemikiran dan ide baru yang mampu menggugah umat Islam Indonesia untuk larut dalam arus gagasannya. Contoh, gagasan besar NU yang dicetuskan pada saat Muktamar di Surabaya tahun 1927 yang menyerukan 'perang kebudayaan' melawan penetrasi budaya Barat yang disimbolkan oleh kolonial Belanda. Waktu itu asesoris dasi dilawan dengan kopyah, jas dilawan dengan baju koko, celana dilawan dengan sarung, sepatu dilawan dengan bakiak (doc. PBNU).

 
Tradisi berpikir dan membangun gagasan besar hingga menjadi kebudayaan telah menjadi bagian penting kehidupan NU. Mestinya jika bangsa ini ingin besar tradisi ini tidak hanya tumbuh subur di kalangan NU namun di sepanjang sejarah sebagian besar orang-orang Indonesia. Namun cukup kecil para intelektual yang berminat di bidang ini.

 
Bagi kelompok tertentu, terma 'Islam Nusantara' itu diyakini gagasan yang tidak masuk akal sehingga patut diremehkan. 'Islam Nusantara' dianggap sebagai sisi gelap agama Islam. Belajar dari logika Antoni Giddens, padahal jika ingin benar-benar memahami tradisi perlu tidak menganggap 'Islam Nusantara' sebagai ketololan. Para intelektual muslim perlu mendekati gagasan 'Islam Nusantara' secara hati-hati.


Terma 'Islam Nusantara' juga bagian dari ide kreatif para kiai sebagai bagian dari ekspresi kesetiaan terhadap ilmu keislaman yang bercirikan tradisional. Terma 'Islam Nusantara' yang dijadikan tema Muktamar NU Ke-33 di Jombang pada tanggal 1—5 Agustus 2015 sebenarnya tidak berdiri sendiri. Terma ini mempunyai mata rantai dengan hasil riset KH Hasyim Asyari yang kemudian mencetuskan terma 'muslimul aqtharil Jawiyyah' (masyarakat Islam Jawa dan sekitarnya) pada 1912M.


Memilih terma 'Islam Nusantara' agar masyarakat muslim Indonesia lebih nyaman dan mudah memahami dibanding menyebut 'Islam Negeri Jawa'. Meskipun di era lampau penyebutan kata 'jawa' itu bermaksud menunjuk teritori Asia Tenggara di era kini namun faktanya hanya segelintir orang yang mengetahui hal tersebut. Thomas Rawlison pada awal abad ke-18 pernah melakukan hal yang sama saat ia merancang mode pakaian baru menggantikan yang lama supaya lebih nyaman dan mudah bagi para pekerja (Giddens, 1999).


Kalimat 'muslimul aqtharil jawiyyah' yang dipopulerkan KH Hasyim Asyari seratus tahun lalu adalah gambaran mayoritas muslim dalam berpikir dan bertindak (manhajan wa ibadatan). Jika kebanyakan sesuatu yang dianggap tradisional itu mampu menembus batas waktu tak lebih dari dua abad (Giddens, 1999) justru terma 'muslimul aqtharil jawiyyah' menembus 14 abad. Sebab kalimat 'muslimul aqtharil jawiyyah' itu implementasi dari nash syariah, 'sawadul a'dham' (corak muslim mayoritas).

 
Menurut KH Hasyim Asyari, 'sawadul a'dham' itu masyarakat yang mengikuti khittah 'ulama mayoritas'. Sedangkan 'ulama mayoritas' (sawadhul a'dham) dalam konteks kekinian adalah yang sesuai dengan ulama Mekkah, Madinah & al-Azhar. Maka term 'Islam Nusantara' itu maksudnya kesatuan pikir & tindakan ulama Jawa-Makkah-Madinah & al-Azhar yang diikuti oleh masyarakat Islam sedunia. Maksud 'ulama al-Azhar' itu para ulama di al-Azhar as-Syarif Kairo Mesir yg selama ini kukuh dlm kebenaran. Sedangkan maksud 'ulama Makkah dan Madinah' adalah ulama-ulama ahlussunnah wal jamaah di dua kota suci tersebut yang masih bertahan di tengah kekuasaan rezim Wahabi. Inilah mata rantai 'Islam Nusantara' dalam sejarah panjang bangunan peradaban yang digagas Nahdlatul Ulama.


Terma 'sawadul a'dham' diperkenalkan Rasulullah saw. Begitu juga terma 'muslimul aqtharil jawiyyah' sebagai implementasi atas nash suci tersebut, dikreasi oleh KH Hasyim Asyari 14 abad setelah terma sawadul a'dham pertama kali di-nash-kan. Sedangkan NU memperkenalkan 'Islam Nusantara' seratus tahun setelah KH Hasyim Asyari memperkenalkan terma 'muslimul aqtharil jawiyyah'. Semua itu dirancang, dikreasikan, diwujudkan, diciptakan dan bukan tumbuh secara spontan.


Nahdlatul Ulama mampu bertahan hingga kini salah satu faktornya adalah memposisikan dirinya sebagai agen perubahan, bukan institusi yang bertahan dari arus perubahan. Sebagai institusi di barisan tradisionalis, NU terus menciptakan tradisi-tradisi yang berbasis keislaman dan kelangsungannya dijaga orang-orang bijak, pemimpin agama, guru (Giddens, 1999) dan tentu saja para kiai. [FM]

 

DETIK, 29 Jul 2015

Muhammad Sulton Fatoni | Wakil Sekjend PBNU; Dosen Sosiologi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, Jakarta


Artikel Terkait

Komentar

Artikel Populer

Prahara Aleppo

French Foreign Minister Bernard Kouchner takes off a Jewish skull-cap, or Kippa, at the end of a visit to the Yad Vashem Holocaust Memorial in Jerusalem, Tuesday, Sept. 11, 2007. Kouchner is on an official visit to Israel and the Palestinian Territories. (AP Photo/Kevin Frayer) Eskalasi konflik di Aleppo beberapa hari terakhir diwarnai propaganda anti-rezim Suriah yang sangat masif, baik oleh media Barat, maupun oleh media-media “jihad” di Indonesia. Dan inilah mengapa kita (orang Indonesia) harus peduli: karena para propagandis Wahabi/takfiri seperti biasa, mengangkat isu “Syiah membantai Sunni” (lalu menyamakan saudara-saudara Syiah dengan PKI, karena itu harus dihancurkan, lalu diakhiri dengan “silahkan kirim sumbangan dana ke no rekening berikut ini”). Perilaku para propagandis perang itu sangat membahayakan kita (mereka berupaya mengimpor konflik Timteng ke Indonesia), dan untuk itulah penting bagi kita untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Suriah. Tulisan i

Amalan Pada Malam Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha

Nabi Muhammad ﷺ bersabda: عن عبادة بن الصامت رضي الله عنه أن رسول ﷺ قال: “من أحيا ليلة الفطر وليلة الأضحى لم يمت قلبه يوم تموت القلوب” رواه الطبراني في الكبير والأوسط. Dari Ubadah Ibn Shomit r.a. Sungguh Rosulullah ﷺ bersabda: "Barangsiapa menghidupkan malam Idul Fitri dan malam Idul Adlha, hatinya tidak akan mati, di hari matinya hati." ( HR.Thobaroni ) عن أبي أمامه رضي الله عنه عن النبي ﷺ قال : “من قام ليلتي العيدين محتسباً لم يمت قلبه يوم تموت القلوب”. وفي رواية “من أحيا” رواه ابن ماجه Dari Abi Umamah r.a, dari Nabi ﷺ, bersabda: Barangsiapa beribadah di dua malam Hari Raya dengan hanya mengharap ALLAH, maka hatinya tidak akan mati pada hari matinya hati. ( HR. Ibnu Majah ) Bagaimana cara menghidupkan dua Hari Raya itu? Telah disebutkan oleh Syaikh Abdul Hamid Al Qudsi, dengan mengamalkan beberapa amalan: 1. Syaikh Al Hafni berkata: Ukuran minimal menghidupkan malam bisa dengan Sholat Isya’ berjama’ah dan meniatkan diri untuk jama’ah Sholat Shubuh pada besoknya. Atau mempe

Sholawat-Sholawat Pembuka Hijab

Dalam Islam sangat banyak para ulama-ulama sholihin yang bermimpi Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam dan mendapatkan petunjuk atau isyarat untuk melakukan atau mengucapkan kalimat-kalimat tertentu (seperti dzikir, sholawat, doa dll ). Bahkan sebagian di antara mereka menerima redaksi sholawat langsung dari Rasulullah dengan ditalqin kata demi kata oleh Beliau saw. Maka jadilah sebuah susunan dzikir atau sholawat yg memiliki fadhilah/asror yg tak terhingga.  Dalam berbagai riwayat hadits dikatakan bahwa siapa pun yang bermimpi Nabi saw maka mimpi itu adalah sebuah kebenaran/kenyataan, dan sosok dalam mimpinya tersebut adalah benar-benar Nabi Muhammad saw. Karena setan tidak diizinkan oleh Alloh untuk menyerupai Nabi Muhammad saw. Beliau juga bersabda, "Barangsiapa yg melihatku dalam mimpi maka ia pasti melihatku dalam keadaan terjaga" ----------------------------- 1. SHOLAWAT JIBRIL ------------------------------ صَلَّى اللّٰهُ عَلٰى مُحَمَّدٍ SHOLLALLOOH 'ALAA MUHAMMA

3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup - Himayah atau Pemimpin Ulama di Tanah Banten

Forum Muslim - Banten merupakan provinsi Seribu Kyai Sejuta Santri. Tak heran jika nama Banten terkenal diseluruh Nusantara bahkan dunia Internasional. Sebab Ulama yang sangat masyhur bernama Syekh Nawawi AlBantani adalah asli kelahiran di Serang - Banten. Provinsi yang dikenal dengan seni debusnya ini disebut sebut memiliki paku atau penjaga yang sangat liar biasa. Berikut akan kami kupas 3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup. 1. Abuya Syar'i Ciomas Banten Selain sebagai kyai terpandang, masyarakat ciomas juga meyakini Abuya Syar'i sebagai himayah atau penopang bumi banten. Ulama yang satu ini sangat jarang dikenali masyarakat Indonesia, bahkan orang banten sendiri masih banyak yang tak mengenalinya. Dikarnakan Beliau memang jarang sekali terlihat publik, kesehariannya hanya berdia di rumah dan menerima tamu yg datang sowan ke rumahnya untuk meminta doa dan barokah dari Beliau. Banyak santri - santrinya yang menyaksikan secara langsung karomah beliau. Beliau jug

ALASAN ALI MENUNDA QISHASH PEMBUNUH UTSMAN

Oleh :  Ahmad Syahrin Thoriq   1. Sebenarnya sebagian besar shahabat yang terlibat konflik dengan Ali khususnya, Zubeir dan Thalhah telah meraih kesepakatan dengannya dan mengetahui bahwa Ali akan menegakkan hukum qishash atas para pemberontak yang telah membunuh Utsman.  Namun akhirnya para shahabat tersebut berselisih pada sikap yang harus diambil selanjutnya. Sebagian besar dari mereka menginginkan agar segera diambil tindakan secepatnya. Sedangkan Ali memilih menunda hingga waktu yang dianggap tepat dan sesuai prosedur. 2. Sebab Ali menunda keputusan untuk menegakkan Qishash adalah karena beberapa pertimbangan, diantaranya : Pertama, para pelaku pembunuh Ustman adalah sekelompok orang dalam jumlah yang besar. Mereka kemudian berlindung di suku masing-masing atau mencari pengaruh agar selamat dari hukuman. Memanggil mereka untuk diadili sangat tidak mungkin. Jalan satu-satunya adalah dengan kekuatan. Dan Ali menilai memerangi mereka dalam kondisi negara sedang tidak stabil sudah pas

Daun Pepaya Jepang, Aman Untuk Pakan Kambing di @kapurinjing

KH.MUNFASIR, Padarincang, Serang, Banten

Akhlaq seorang kyai yang takut memakai uang yang belum jelas  Kyai Laduni yang pantang meminta kepada makhluk Pesantren Beliau yang tanpa nama terletak di kaki bukit padarincang. Dulunya beliau seorang dosen IAIN di kota cirebon. Saat mendapatkan hidayah beliau hijrah kembali ke padarincang, beliau menjual seluruh harta bendanya untuk dibelikan sebidang sawah & membangun sepetak gubuk ijuk, dan sisa selebihnya beliau sumbangkan. Beliau pernah bercerita disaat krisis moneter, dimana keadaan sangatlah paceklik. Sampai sampai pada saat itu, -katanya- untuk makan satu biji telor saja harus dibagi 7. Pernah tiba tiba datanglah seseorang meminta doa padanya. Saat itu Beliau merasa tidak pantas mendoakan orang tersebut. Tapi orang tersebut tetap memaksa beliau yang pada akhirnya beliaupun mendoakan Alfatihah kepada orang tersebut. Saat berkehendak untuk pamit pulang, orang tersebut memberikan sebuah amplop yang berisi segepok uang. Sebulan kemudian orang tersebut kembali datang untuk memi

Abuya Syar'i Ciomas Banten

''Abuya Syar'i Ciomas(banten)" Abuya Syar'i Adalah Seorang Ulama Yg Sangat Sepuh. Menurut beliau sekarang beliau telah berrusia lebih dari 140 tahun. Sungguh sangat sepuh untuk ukuran manusia pada umumnya. Abuya Sar'i adalah salah satu murid dari syekh. Nawawi al bantani yg masih hidup. Beliau satu angkatan dengan kyai Hasyim asy'ary pendiri Nahdatul ulama. Dan juga beliau adalah pemilik asli dari golok ciomas yg terkenal itu. Beliau adalah ulama yg sangat sederhana dan bersahaja. Tapi walaupun begitu tapi ada saja tamu yg berkunjung ke kediamannya di ciomas banten. Beliau juga di yakini salah satu paku banten zaman sekarang. Beliau adalah kyai yg mempunyai banyak karomah. Salah satunya adalah menginjak usia 140 tahun tapi beliau masih sehat dan kuat fisiknya. Itulah sepenggal kisah dari salah satu ulama banten yg sangat berpengaruh dan juga kharismatik. Semoga beliau senantiasa diberi umur panjang dan sehat selalu Aaamiiin... (FM/ FB )

Kisah Siti Ummu Ayman RA Meminum Air Kencing Nabi Muhammad SAW

Di kitab Asy Syifa disebutkan bahwa Kanjeng Nabi Muhammad SAW punya pembantu rumah tangga perempuan bernama Siti Ummu Ayman RA. Dia biasanya membantu pekerjaan istri Kanjeng Nabi dan nginap di rumah Kanjeng Nabi. Dia bercerita satu pengalaman uniknya saat jadi pembantu Kanjeng Nabi. Kanjeng Nabi Muhammad itu punya kendi yang berfungsi sebagai pispot yang ditaruh di bawah ranjang. Saat di malam hari yang dingin, lalu ingin buang air kecil, Kanjeng Nabi buang air kecil di situ. Satu saat, kendi pispot tersebut hilang entah ke mana. Maka Kanjeng Nabi menanyakan kemana hilangnya kendi pispot itu pada Ummu Ayman. Ummu Ayman pun bercerita, satu malam, Ummu Ayman tiba-tiba terbangun karena kehausan. Dia mencari wadah air ke sana kemari. Lalu dia nemu satu kendi air di bawah ranjang Kanjeng Nabi SAW yang berisi air. Entah air apa itu, diminumlah isi kendi itu. Pokoknya minum dulu. Ternyata yang diambil adalah kendi pispot Kanjeng Nabi. Dan yang diminum adalah air seni Kanjeng Nabi yang ada dal

Mengelola Blog Wordpress dan Blogspot Melalui Ponsel

Di jaman gatget yang serba canggih ini, sekarang dasboard wordpress.com dan blogspot.com semakin mudah dikelola melalui ponsel. Namun pada settingan tertentu memang harus dilakukan melalui komputer seperti untuk mengedit themes atau template. Dan bagi kita yang sudah terbiasa "mobile" atau berada di lapangan maka kita bisa menerbitkan artikel kita ke blog wordpress.com melalui email yang ada di ponsel kita, so kita nggak usah kawatir.