Latar belakangnya jelas, dan suka atau tidak suka, dia telah berhasil membawa Rusia bangkit, kalau tidak bisa dikatakan kembali ke puncak adidaya.
Politik, selalu rumit dan tidak hitam-putih. Sebagaimana partai Baath 'terpaksa' harus berkuasa di Syria karena status perangnya dengan israel, Putin juga punya cara sendiri untuk mempertahankan agar Rusia tidak kembali ke era Yeltsin.
Sebagaimana Assad, Rouhani, Maduro, Morales dan semua negara yang punya kecenderungan untuk tidak cium tangan pada Washington, media dengan cepat melabeli Putin sebagai tokoh antagonis. Tiran. Kejam.
Namun sebelum kita bertanya pada rakyat Rusia yang baru saja berbondong-bondong kembali memilihnya menjadi pemimpin, kesamaan retorika dengan Washington ternyata tak membuat beberapa orang berhati-hati.
Kita, sebaiknya tidak meniru kebiasaan Pentagon untuk nyinyir mengenai urusan dalam negeri orang lain - sebagaimana kita juga benci jika orang melakukan hal yang serupa terhadap kita.
Seolah rakyat dalam naungan seorang 'diktator' yang bersangkutan tidak memiliki daya dan upaya sama sekali untuk melawan. Sebagaimana saat kita merasa tercerahkan, mungkin kenyataannya mereka yang kita 'kasihani' lebih cerdas dan paham tentang situasinya.
Sebagai rakyat bumi, hanya kebijakan luar negeri seorang pemimpin-lah yang patut kita soroti, karena kaitannya dengan nasib manusia lain dalam luar batas-negara.
Seperti misalnya, Donald Trump yang keukeuh mempertahankan tentara AS dan pesawat jetnya untuk menduduki ladang minyak di Syria secara ilegal, atau kebijakan Netanyahu untuk membantai demonstran tak bersenjata di Gaza.
Jadi, lain kali, kalau hanya untuk menjatuhkan lawan politik, tak perlu meniru cara Washington yang terkenal mematikan itu. Karena bagi saya, kebijakan media neocon tentang seseorang dan pelabelannya, cukup untuk memberi petunjuk.
Siapapun yang dibenci AS, ia adalah temanmu. Dan (seringkali), begitu juga sebaliknya.
Sumber : Halmi Aditya
Komentar
Posting Komentar