Forum Muslim - Dalam beberapa ayat al-Quran, Allah SWT menyebutkan bahwa ada sebagian rasul yang diutamakan di antara para untusan-Nya, sebagaimana keutamaan para rasul daripada nabi dan seterusnya. Yang paling utama di antara para rasul disebut sebagai Ulul Azmi.
Pengertian Ulul Azmi
Hanya sekali Allah SWT menyebut kata ulul azmi dalam al-Quran, namun sinyalemen mengenai siapa saja yang masuk kategori ini bisa dilihat pada beberapa ayat yang menyebut nama-nama tertentu.
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُل (الأحقاف [46]: 35)
Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar (QS. al-Ahqaf [46]: 35)
Menurut Maqatil, ayat ini diturunkan pada waktu perang Uhud, sebagai pelipur lara dalam perang yang terpaksa harus menelan pil pahit kekalahan itu. Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw agar bersabar terhadap kaum-Nya, seperti yang dilakukan oleh para utusan sebelum-Nya, Ulul Azmi.
Imam Fakhrur-Razi menyatakan bahwa kriteria Ulul Azmi adalah rasul yang mempunyai kesungguh-sungguhan, kesabaran, dan keteguhan hati yang melebihi rasul-rasul yang lain. Ada sebanyak lima rasul yang ditetapkan langsung dalam al-Qur'an sebagai Ulul Azmi berdasarkan surat al-Ahzab ayat 7 dan asy-Syura ayat 13: Nabi Muhamamad saw, Nabi Ibrahim as, Nabi Nuh as, Nabi Musa as, dan Nabi Isa as.
Tanda-tanda Ulul Azmi dibuktikan melalui diturunkannya bebarapa kitab, mengangkat derajat, atau dalam kesungguhan beribadah kepada Allah SWT, berdakwah dan melaksanakan kewajiban yang diamanahkan padanya: Nabi Muhammad saw mendapat al-Quran, Nabi Musa as mendapat Taurat, Nabi Isa as mendapat kitab Injil, Nabi Nuh as ditunjuk sebagai Rasul pertama yang membawa syariat, dan Allah SWT menyebutnya sebagai 'Abdan Syakûrâ (hamba yang banyak bersyukur), Nabi Ibrahim as diangkat sebagai Khalîl (kekasih Allah SWT).
Jika demikian, lalu mengapa Nabi Daud as tidak tergolong Ulul Azmi, padahal beliau juga menerima kitab (Zabur)?, dan penyebutannya secara spesifik dalam al-Qur'an surah al-Isra' ayat 55:
وَلَقَدْ فَضَّلْنَا بَعْضَ النَّبِيِّينَ عَلَى بَعْضٍ وَآَتَيْنَا دَاوُودَ زَبُورًا (الإسراء [17]: 55)
Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain), dan Kami berikan Zabur kepada Daud. (QS. Al-Isra' [17]: 55)
Ada dua pendapat dalam menafsiri ayat tersebut. Pertama, Nabi Daud as disebut secara spesifik (takhshîsh) karena keutamaan Nabi Dawud as dengan kitab Zaburnya, dan Allah SWT pernah menyebut keutamaan Nabi Muhammad saw dan umatnya dalam Zabur berdasarkan ayat:
وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الْأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُون. (الأنبياء: 105)
Dan sungguh telah Kami tulis didalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hambaKu yang saleh. (QS. Al-Anbiya' [21]: 105)
Kedua, Nabi Daud as tidak membawa syariat secara langsung. Hal tersebut diketahui dari isi kitab Zabur yang diriwatkan oleh Ibnu Jarir dari Qatadah mengatakan: bahwa dalam kitab Zabur hanya berisi doa Nabi Daud as dan puji-pujian kepada Allah SWT, tidak terdapat hukum halal-haram, kewajiban serta sanksi atas pelanggaran kaumnya. Jadi, Ulul Azmi adalah para rasul yang menyampaikan syariat tersendiri pada umatnya, sedangkan Nabi Daud as tidak demikian.
Perjanjian dengan Allah SWT
Para rasul pilihan, yang menyandang gelar Ulul Azmi, diambil sumpahnya oleh Allah SWT dan sebagaimana dalam surah al-Ahzab ayat 7:
وَإِذْ أَخَذْنَا مِنَ النَّبِيِّينَ مِيثَاقَهُمْ وَمِنْكَ وَمِنْ نُوحٍ وَإِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ وَأَخَذْنَا مِنْهُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا (الأحزاب [33]: 7)
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri) dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh. (QS. Al-Ahzab [33]: 7)
Secara khusus, Allah SWT mengingatkan pada para rasul Ulul Azmi tentang sumpah atau janji yang pernah disepakati bersama untuk menyampaikan risalah, syariat, dan mengajak pada agama yang benar, serta diminta pertanggungjawabannya. Hal ini senada dengan sabda Nabi SWT, bahwa "Setiap pemimpin pasti dimintai pertanggungjawabannya kelak disisi Allah SWT". Begitu juga dengan para rasul.
Menurut suatu riwayat, perjanjian itu diambil pada saat keluarnya benih manusia dari tulang iga Nabi Adam as. Ibnu Mardawih meriwayatkan dari Ibnu Abbas as, bahwa seorang sahabat bertanya kepada Nabi saw: Ya Rasullah, kapan pengambilan janji itu dilaksanakan? Nabi saw menjawab: "Pada saat Nabi Adam as masih berwujud antara jasad dan ruh.
Bagaimana Menyikapinya?
Sebelumnya, Rasullah saw telah memperingatkan agar kita tidak mengutamakan salah satu di antara para nabi, sebagimana yang di riwayatkan Abu Hurairah dalam Shahîhain, bahwa Nabi saw bersabda: "Jangan sekali-kali kamu mengutamakan di antara para nabi". Lantas bagaimana dengan klaim Khairu-Anbiyâ' wal mursalîn (Nabi dan Rasul terbaik) atau dengan identitas Ulul Azmi?
Menurut beberapa ulama, yang dimaksud Hadist tersebut adalah hanya bagi orang yang mengagungkan dengan maksud tertentu tanpa ada dalil yang kongkrit. Namun kalau disertai dengan dalil atau bukti nyata, seperti para rasul Ulul Azmi di atas, maka kita wajib mengikutinya. Wa Allâhu a'lam.
*) Penulis adalah santri Pondok Pesantren Sidogiri asal Surabaya
Gambar hanyalah Ilustrasi, Sumber : g+
Komentar
Posting Komentar