Langsung ke konten utama

Golongan Khawarij

Ilustrasi kaum khawarij
Forum Muslim - Mayoritas umat Islam meyakini bahwa Ahlussunnah Wal-Jama'ah itu pengikut madzhab al-Asy'ari dan al-Maturidi. Tetapi tidak sedikit pula yang berasumsi bahwa aliran Wahhabi juga masuk dalam golongan Ahlussunnah Wal-Jama'ah. Padahal menurut para ulama yang otoritatif di kalangan Sunni, aliran Wahhabi itu tergolong Khawarij, bukan Ahlussunnah Wal-Jama'ah.

Dalam sebuah diskusi tentang ASWAJA di Kantor PWNU Jawa Timur di Surabaya, ada pembicaraan mengenai Wahhabi, apakah termasuk Ahlussunnah Wal-Jama'ah atau bukan. Dalam kesempatan itu saya menjelaskan bahwa aliran Wahhabi atau Salafi itu bukan Ahlussunnah Wal-Jama'ah. Bahkan aliran Wahhabi itu termasuk golongan Khawarij. Mendengar penjelasan ini, sebagian peserta ada yang bertanya, "Mengapa aliran Wahhabi Anda masukkan dalam golongan Khawarij? Bukankah mereka juga berpedoman dengan kitab-kitab hadits yang menjadi pedoman kita seperti Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim dan lain-lain?"

Aliran Wahhabi itu dikatakan Khawarij karena ada ajaran penting di kalangan Khawarij menjadi ajaran Wahhabi, yaitu takfir al-mukhalif dan istihlal dima' al-mukhalifin (mengkafirkan dan menghalalkan darah kaum Muslimin yang berbeda dengan mereka). Suatu kelompok dikatakan keluar dari Ahlussunnah Wal-Jama'ah, tidak harus berbeda 100 % dengan Ahlussunnah Wal-Jama'ah. Kaum Khawarij pada masa sahabat dulu dikatakan Khawarij bukan semata-mata karena perlawanan mereka terhadap kaum Muslimin, akan tetapi karena perlawanan mereka terhadap Sayyidina Ali dilatarbelakangi oleh motif ideologi yaitu takfir dan istihlal dima' al-mukhalifin (pengkafiran dan pengahalalan darah kaum Muslimin yang berbeda dengan mereka). Sayyidah 'Aisyah, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin al-'Awwam dan banyak sahabat yang lain juga memerangi Sayidina Ali. Sayidina Mu'awiyah bin Abi Sufyan juga memerangi Sayidina Ali. Akan tetapi karena latar belakang peperangan mereka bukan motif ideologi, tetapi karena semata-mata karena persoalan politik, maka mereka tidak dikatakan Khawarij.

Persoalan bahwa kaum Wahhabi juga merujuk terhadap kitab-kitab tafsir dan hadits yang menjadi rujukan Ahlussunnah Wal-Jama'ah, hal ini bukan alasan menganggap mereka sebagai Ahlussunnah Wal-Jama'ah. Kalau kita mempelajari ilmu rijal hadits, dalam Shahih al-Bukhari, Muslim dan lain-lain, tidak sedikit para perawi hadits yang mengikuti aliran Syi'ah, Khawarij, Murji'ah, Qadariyah dan lain-lain. Para ulama kita, termasuk dari kalangan ahli hadits, sangat toleran dengan siapapun, sehingga tidak menghalangi menerima hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para perawi ahli bid'ah untuk dimasukkan dalam kitab-kitab mereka dan kemudian menjadi rujukan utama kaum Muslimin Ahlussunnah Wal-Jama'ah. Kalau setiap orang yang merujuk terhadap Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim dan kitab-kitab hadits lainnya harus dimasukkan dalam golongan Ahlussunnah Wal-Jama'ah, maka kita tentunya harus pula memasukkan semua perawi hadits al-Bukhari dan lain-lain dalam Ahlussunnah Wal-Jama'ah. Padahal faktanya tidak demikian.

Bersama Ulama Wahhabi

Alasan utama mengapa aliran Wahhabi dikatakan Khawarij dan bukan Ahlussunnah Wal-Jama'ah, adalah paradigma pemikirannya yang mengusung konsep takfir dan istihlal dima' wa amwal al-mukhalifin (pengkafiran dan penghalalan darah dan harta benda kaum Muslimin di luar alirannya). Dalam sebuah diskusi di PCNU Sumenep, pada 22 Mei 2010, tentang aliran Syi'ah dan Wahhabi, seorang ulama Wahhabi kelahiran Sumatera dan sekarang tinggal di Jember, berinisial AMSP menggugat pernyataan saya, bahwa Wahhabi mengkafirkan dan menghalalkan darah kaum Muslimin di luar mereka. Ia mengatakan:

"Wahhabi itu Ahlussunnah Wal-Jama'ah, bukan Khawarij. Karena Wahhabi tidak mengkafirkan dan menghalalkan darah kaum Muslimin yang berbeda dengan dirinya." Mendengar pernyataan tersebut saya katakan: "Bahwa Wahhabi itu mengkafirkan dan menghalalkan darah kaum Muslimin, itu bukan kata saya. Tetapi itu pernyataan Syaikh Muhammad, pendiri aliran Wahhabi.

Misalnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata:

"Aku pada waktu itu tidak mengerti makna la ilaha illallah dan tidak mengerti agama Islam, sebelum kebaikan yang dianugerahkan oleh Allah. Demikian pula guru-guruku, tidak seorang pun di antara mereka yang mengetahui hal tersebut. Barangsiapa yang berasumsi di antara ulama Aridh (Riyadh) bahwa ia mengetahui makna la ilaha illallah atau mengetahui makna Islam sebelum waktu ini, atau berasumsi bahwa di antara guru-gurunya ada yang mengetahui hal tersebut, berarti ia telah berdusta, mereka-reka (kebohongan), menipu manusia dan memuji dirinya dengan sesuatu yang tidak dimilikinya." (Ibn Ghannam, Tarikh Najd hal. 310).

Dalam pernyataan di atas, jelas sekali Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menyatakan bahwa sebelum ia menyebarkan faham Wahhabi, ia sendiri tidak mengerti makna kalimat la ilaha illallah dan tidak mengerti agama Islam. Bahkan tidak seorang pun dari guru-gurunya dan ulama manapun yang mengerti makna kalimat la ilaaha illallah dan makna agama Islam. Pernyataan ini menunjukkan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengkafirkan guru-gurunya, semua ulama dan mengkafirkan dirinya sebelum menyebarkan faham Wahhabi. Pernyataan tersebut ditulis oleh muridnya sendiri, Syaikh Ibn Ghannam dalam Tarikh Najd hal. 310.

Dalam kitab Kasyf al-Syubuhat hal. 29-30, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata: "Ketahuilah bahwa kesyirikan orang-orang dulu lebih ringan dari pada kesyirikan orang-orang masa kita sekarang ini." Maksudnya kaum Muslimin di luar golongannya itu telah syirik semua. Kesyirikan mereka melebihi kesyirikan orang-orang Jahiliyah. Sebagaimana ia tulis dalam kitab Kasyf al-Syubuhat, kitab pendiri Wahhabi yang paling ekstrem dan paling keras dalam mengkafirkan seluruh kaum Muslimin selain golongannya.

Dalam kitab al-Durar al-Saniyyah fi al-Ajwibat al-Najdiyyah, kumpulan fatwa-fatwa ulama Wahhabi sejak masa pendirinya, yang di-tahqiq oleh Syaikh Abdurrahman bin Muhammad bin Qasim, ulama Wahhabi kontemporer, ada pernyataan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, bahwa ilmu fiqih dan kitab-kitab fiqih madzhab empat yang diajarkan oleh para ulama adalah ilmu syirik, sedangkan para ulama yang menyusunnya adalah syetan-syetan manusia dan jin. (Al-Durar al-Saniyyah, juz 3 hal. 56). Pernyataan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab ini berarti pembatalan dan pengkafiran terhadap kaum Muslimin yang mengikuti madzhab fiqih yang empat.

Dalam berbagai kitab dan risalahnya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab selalu menyebutkan kalimat-kalimat yang ditujukan kepada orang-orang musyrik. Namun ia tidak pernah menyebut seorang pun nama orang musyrik yang menjadi lawan polemiknya dalam kitab-kitab dan tulisannya. Justru yang ia sebutkan adalah nama-nama para ulama terkemuka pada waktu itu seperti Syaikh Ibn Fairuz, Marbad al-Tamimi, Ibn Suhaim, Syaikh Sulaiman dan ulama-ulama lainnya. Maksudnya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengkafirkan seluruh ulama pada waktu itu yang tidak mengikuti ajarannya. Bahkan secara terang-terangan, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menyebutkan dalam kitab Kasyf al-Syubuhat, bahwa kaum Muslimin pada waktu itu telah memilih mengikuti agamanya Amr bin Luhay al-Khuza'i, orang yang pertama kali mengajak orang-orang Arab memuja berhala.

Pengkafiran terhadap kaum Muslimin terus dilakukan oleh ulama Wahhabi dewasa ini. Dalam kitab Kaifa Nafhamu al-Tauhid, karangan Muhammad bin Ahmad Basyamil, disebutkan:



عَجِيْبٌ وَغَرِيْبٌ أَنْ يَكُوْنَ أَبُوْ جَهْلٍ وَأَبُوْ لَهَبٍ أَكْثَرَ تَوْحِيْدًا للهِ وَأَخْلَصَ إِيْمَانًا بِهِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ الَّذِيْنَ يَتَوَسَّلُوْنَ بِاْلأَوْلِيَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَيَسْتَشْفِعُوْنَ بِهِمْ إِلَى اللهِ. أَبُوْ جَهْلٍ وَأَبُوْ لَهَبٍ أَكْثَرُ تَوْحِيْدًا وَأَخْلَصُ إِيْمَانًا مِنْ هَؤُلاَءِ الْمُسْلِمِيْنَ الَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ. (محمد بن أحمد باشميل، كيف نفهم التوحيد، ص/١٦).



"Aneh dan ganjil, ternyata Abu Jahal dan Abu Lahab lebih banyak tauhidnya kepada Allah dan lebih murni imannya kepada-Nya dari pada kaum Muslimin yang bertawassul dengan para wali dan orang-orang saleh dan memohon pertolongan dengan perantara mereka kepada Allah. Ternyata Abu Jahal dan Abu Lahab lebih banyak tauhidnya dan lebih tulus imannya dari mereka kaum Muslimin yang mengucapkan tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad Rasul Allah." (Muhammad bin Ahmad Basyamil, Kaifa Nafhamu al-Tauhid, hal. 16).

Dalam pernyataan tersebut, Basyamil menganggap bahwa kaum Muslimin selain Wahhabi, lebih syirik dari pada Abu Jahal dan Abu Lahab. Kitab karya Basyamil ini dibagi-bagikan secara gratis oleh tokoh-tokoh Wahhabi kepada siapapun yang berminat. Demikian dialog saya dengan AMSP yang tidak berjalan lama. Karena ia minta agar dialog segera diakhiri.

Mereka Ahli Bid'ah Abad Modern

Dalam sebuah diskusi di Surabaya tentang status Wahhabi sebagai golongan Khawarij, ada seorang teman bertanya: "Mengapa Anda memasukkan Wahhabi ke dalam golongan Khawarij? Apa bukti-buktinya?". Teman kita ini sepertinya keberatan sekali kalau Wahhabi dimasukkan ke dalam golongan Khawarij. Akhirnya pada waktu itu saya berusaha meyakinkan semua peserta diskusi yang hadir, dengan memberikan penjelasan bahwa kita mengganggap Wahhabi sebagai Khawarij, karena semua ulama Ahlussunnah Wal-Jama'ah yang otoritatif (mu'tabar) di kalangan pesantren mengatakan demikian. Dari kalangan ulama madzhab al-Maliki, al-Imam Ahmad bin Muhammad al-Shawi al-Maliki, ulama terkemuka abad 12 Hijriah dan semasa dengan pendiri Wahhabi, berkata dalam Hasyiyah 'ala Tafsir al-Jalalain sebagai berikut:



هَذِهِ اْلآَيَةُ نَزَلَتْ فِي الْخَوَارِجِ الَّذِيْنَ يُحَرِّفُوْنَ تَأْوِيْلَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَيَسْتَحِلُّوْنَ بِذَلِكَ دِمَاءَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَمْوَالَهُمْ كَمَا هُوَ مُشَاهَدٌ اْلآَنَ فِيْ نَظَائِرِهِمْ وَهُمْ فِرْقَةٌ بِأَرْضِ الْحِجَازِ يُقَالُ لَهُمُ الْوَهَّابِيَّةُ يَحْسَبُوْنَ أَنَّهُمْ عَلىَ شَيْءٍ أَلاَ إِنَّهُمْ هُمُ الْكَاذِبُوْنَ. (حاشية الصاوي على تفسير الجلالين، ٣/٣٠٧).



"Ayat ini turun mengenai orang-orang Khawarij, yaitu mereka yang mendistorsi penafsiran al-Qur'an dan Sunnah, dan oleh sebab itu mereka menghalalkan darah dan harta benda kaum Muslimin sebagaimana yang terjadi dewasa ini pada golongan mereka, yaitu kelompok di negeri Hijaz yang disebut dengan aliran Wahhabiyah, mereka menyangka bahwa mereka akan memperoleh sesuatu (manfaat), padahal merekalah orang-orang pendusta." (Hasyiyah al-Shawi 'ala Tafsir al-Jalalain, juz 3, hal. 307).

Dari kalangan ulama madzhab Hanafi, al-Imam Muhammad Amin Afandi yang populer dengan sebutan Ibn Abidin, juga berkata dalam kitabnya, Hasyiyah Radd al-Muhtar sebagai berikut:



"مَطْلَبٌ فِي أَتْبَاعِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ الْخَوَارِجِ فِيْ زَمَانِنَا :كَمَا وَقَعَ فِيْ زَمَانِنَافِيْ أَتْبَاعِ ابْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ الَّذِيْنَ خَرَجُوْا مِنْ نَجْدٍ وَتَغَلَّبُوْا عَلَى الْحَرَمَيْنِ وَكَانُوْايَنْتَحِلُوْنَ مَذْهَبَ الْحَنَابِلَةِ لَكِنَّهُمْ اِعْتَقَدُوْا أَنَّهُمْ هُمُ الْمُسْلِمُوْنَ وَأَنَّ مَنْ خَالَفَاعْتِقَادَهُمْ مُشْرِكُوْنَ وَاسْتَبَاحُوْا بِذَلِكَ قَتْلَ أَهْلِ السُّنَّةِ وَقَتْلَ عُلَمَائِهِمْ حَتَى كَسَرَ اللهُشَوْكَتَهُمْ وَخَرَبَ بِلاَدَهُمْ وَظَفِرَ بِهِمْ عَسَاكِرُ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَ ثَلاَثٍ وَثَلاَثِيْنَ وَمِائَتَيْنِوَأَلْفٍ." اهـ (ابن عابدين، حاشية رد المحتار، ٤/٢٦٢).



"Keterangan tentang pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab, kaum Khawarij pada masa kita. Sebagaimana terjadi pada masa kita, pada pengikut Ibn Abdil Wahhab yang keluar dari Najd dan berupaya keras menguasai dua tanah suci. Mereka mengikuti madzhab Hanabilah. Akan tetapi mereka meyakini bahwa mereka saja kaum Muslimin, sedangkan orang yang berbeda dengan keyakinan mereka adalah orang-orang musyrik. Dan oleh sebab itu mereka menghalalkan membunuh Ahlussunnah dan para ulamanya sampai akhirnya Allah memecah kekuatan mereka, merusak negeri mereka dan dikuasai oleh tentara kaum Muslimin pada tahun 1233 H." (Ibn Abidin, Hasyiyah Radd al-Muhtar 'ala al-Durr al-Mukhtar, juz 4, hal. 262).

Dari kalangan ulama madzhab Hanbali, al-Imam Muhammad bin Abdullah bin Humaid al-Najdi berkata dalam kitabnya al-Suhub al-Wabilah 'ala Dharaih al-Hanabilah ketika menulis biografi Syaikh Abdul Wahhab, ayah pendiri Wahhabi, sebagai berikut:



عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ سُلَيْمَانَ التَّمِيْمِيُّ النَّجْدِيُّ وَهُوَ وَالِدُ صَاحِبِ الدَّعْوَةِ الَّتِيْ انْتَشَرَشَرَرُهَا فِي اْلأَفَاقِ لَكِنْ بَيْنَهُمَا تَبَايُنٌ مَعَ أَنَّ مُحَمَّدًا لَمْ يَتَظَاهَرْ بِالدَّعْوَةِ إِلاَّ بَعْدَمَوْتِ وَالِدِهِ وَأَخْبَرَنِيْ بَعْضُ مَنْ لَقِيْتُهُ عَنْ بَعْضِ أَهْلِ الْعِلْمِ عَمَّنْ عَاصَرَ الشَّيْخَ عَبْدَالْوَهَّابِ هَذَا أَنَّهُ كَانَ غَاضِبًا عَلىَ وَلَدِهِ مُحَمَّدٍ لِكَوْنِهِ لَمْ يَرْضَ أَنْ يَشْتَغِلَ بِالْفِقْهِكَأَسْلاَفِهِ وَأَهْلِ جِهَتِهِ وَيَتَفَرَّسُ فِيْه أَنَّهُ يَحْدُثُ مِنْهُ أَمْرٌ .فَكَانَ يَقُوْلُ لِلنَّاسِ: يَا مَا تَرَوْنَ مِنْ مُحَمَّدٍ مِنَ الشَّرِّ فَقَدَّرَ اللهُ أَنْ صَارَ مَاصَارَ وَكَذَلِكَ ابْنُهُ سُلَيْمَانُ أَخُوْ مُحَمَّدٍ كَانَ مُنَافِيًا لَهُ فِيْ دَعْوَتِهِ وَرَدَّ عَلَيْهِ رَدًّا جَيِّداًبِاْلآَياَتِ وَاْلآَثاَرِ وَسَمَّى الشَّيْخُ سُلَيْمَانُ رَدَّهُ عَلَيْهِ ( فَصْلُ الْخِطَابِ فِي الرَّدِّ عَلىَمُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ ) وَسَلَّمَهُ اللهُ مِنْ شَرِّهِ وَمَكْرِهِ مَعَ تِلْكَ الصَّوْلَةِ الْهَائِلَةِ الَّتِيْأَرْعَبَتِ اْلأَبَاعِدَ فَإِنَّهُ كَانَ إِذَا بَايَنَهُ أَحَدٌ وَرَدَّ عَلَيْهِ وَلَمْ يَقْدِرْ عَلَى قَتْلِهِ مُجَاهَرَةًيُرْسِلُ إِلَيْهِ مَنْ يَغْتَالُهُ فِيْ فِرَاشِهِ أَوْ فِي السُّوْقِ لَيْلاً لِقَوْلِهِ بِتَكْفِيْرِ مَنْ خَالَفَهُوَاسْتِحْلاَلِ قَتْلِهِ. اهـ (ابن حميد النجدي، السحب الوابلة على ضرائح الحنابلة، ٢٧٥).



"Abdul Wahhab bin Sulaiman al-Tamimi al-Najdi, adalah ayah pembawa dakwah Wahhabiyah, yang percikan apinya telah tersebar di berbagai penjuru. Akan tetapi antara keduanya terdapat perbedaan. Padahal Muhammad (pendiri Wahhabi) tidak terang-terangan berdakwah kecuali setelah meninggalnya sang ayah. Sebagian ulama yang aku jumpai menginformasikan kepadaku, dari orang yang semasa dengan Syaikh Abdul Wahhab ini, bahwa beliau sangat murka kepada anaknya, karena ia tidak suka belajar ilmu fiqih seperti para pendahulu dan orang-orang di daerahnya. Sang ayah selalu berfirasat tidak baik tentang anaknya pada masa yang akan datang. Beliau selalu berkata kepada masyarakat, "Hati-hati, kalian akan menemukan keburukan dari Muhammad." Sampai akhirnya takdir Allah benar-benar terjadi. Demikian pula putra beliau, Syaikh Sulaiman (kakak Muhammad bin Abdul Wahhab), juga menentang terhadap dakwahnya dan membantahnya dengan bantahan yang baik berdasarkan ayat-ayat al-Qur'an dan hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Syaikh Sulaiman menamakan bantahannya dengan judul Fashl al-Khithab fi al-Radd 'ala Muhammad bin Abdul Wahhab. Allah telah menyelamatkan Syaikh Sulaiman dari keburukan dan tipu daya adiknya meskipun ia sering melakukan serangan besar yang mengerikan terhadap orang-orang yang jauh darinya. Karena setiap ada orang yang menentangnya, dan membantahnya, lalu ia tidak mampu membunuhnya secara terang-terangan, maka ia akan mengirim orang yang akan menculik dari tempat tidurnya atau di pasar pada malam hari karena pendapatnya yang mengkafirkan dan menghalalkan membunuh orang yang menyelisihinya." (Ibn Humaid al-Najdi, al-Suhub al-Wabilah 'ala Dharaih al-Hanabilah, hal. 275).

Dari kalangan ulama madzhab Syafi'i, al-Imam al-Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan al-Makki, guru pengarang I'anah al-Thalibin, kitab yang sangat otoritatif (mu'tabar) di kalangan ulama di Indonesia, berkata:



وَكَانَ السَّيِّدُ عَبْدُ الرَّحْمنِ الْأَهْدَلُ مُفْتِيْ زَبِيْدَ يَقُوْلُ: لاَ يُحْتَاجُ التَّأْلِيْفُ فِي الرَّدِّ عَلَى ابْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ، بَلْ يَكْفِي فِي الرَّدِّ عَلَيْهِ قَوْلُهُ صلى الله عليه وسلم سِيْمَاهُمُ التَّحْلِيْقُ، فَإِنَّهُ لَمْ يَفْعَلْهُ أَحَدٌ مِنَ الْمُبْتَدِعَةِ اهـ (السيد أحمد بن زيني دحلان، فتنة الوهابية ص/٥٤).



"Sayyid Abdurrahman al-Ahdal, mufti Zabid berkata: "Tidak perlu menulis bantahan terhadap Ibn Abdil Wahhab. Karena sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam cukup sebagai bantahan terhadapnya, yaitu "Tanda-tanda mereka (Khawarij) adalah mencukur rambut (maksudnya orang yang masuk dalam ajaran Wahhabi, harus mencukur rambutnya)". Karena hal itu belum pernah dilakukan oleh seorang pun dari kalangan ahli bid'ah." (Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Fitnah al-Wahhabiyah, hal. 54).

Demikian pernyataan ulama terkemuka dari empat madzhab, Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali, yang menegaskan bahwa golongan Wahhabi termasuk Khawarij bukan Ahlussunnah Wal-Jama'ah. Tentu saja masih terdapat ratusan ulama lain dari madzhab Ahlussunnah Wal-Jama'ah yang menyatakan bahwa Wahhabi itu Khawarij dan tidak mungkin kami kutip semuanya dalam diskusi kali ini.

Dialog Sunni vs Wahhabi

Ada dialog menarik antara orang Sunni dengan orang Wahhabi yang akan kami kutip di sini. Namun sebelum mengutip dialog tersebut, ada baiknya dikutip terlebih dahulu tulisan seorang teman di dunia maya yang menguraikan kesamaan Wahhabi dengan Khawarij. Menurut teman tersebut, ada beberapa kesamaan antara Wahhabi dengan Khawarij. Pertama, Khawarij telah mengucilkan diri dari seluruh kaum Muslimin dengan berpendapat bahwa pelaku dosa besar itu kafir. Dan ternyata Wahhabi juga mengucilkan diri dari kaum Muslimin dengan mengkafirkan kaum Muslimin karena perbuatan dosa menurut asumsi Wahhabi.

Kedua, Khawarij menetapkan negara Islam yang penduduknya melakukan dosa besar sebagai negara harbi, yang dihalalkan melakukan tindakan seperti yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam terhadap negara harbi (darah dan harta bendanya dihalalkan). Demikian pula kaum Wahhabi, akan menghukumi negara Islam sebagai negara harbi meskipun penduduknya orang yang paling taat beribadah kepada Allah subhanahu wa ta'ala dan paling saleh, apabila mereka meyakini bolehnya bepergian berziarah ke makam Nabi dan makam orang-orang saleh dan meminta syafa'at kepada mereka. Dari kedua poin ini bisa disimpulkan bahwa Wahhabi itu lebih buruk dari pada Khawarij. Kaum Khawarij melihat perbuatan yang disepakati sebagai dosa besar oleh kaum Muslimin lalu mengkafirkan pelakunya. Sementara Wahhabi melihat amal-amal yang sama sekali bukan perbuatan dosa, bahkan termasuk amaliah sunnat yang dilakukan oleh generasi salaf yang saleh dari kalangan sahabat, tabi'in dan generasi berikutnya tanpa ada perselisihan di kalangan ulama. Lalu kaum Wahhabi mengkafirkan pelaku amaliah sunat tersebut.

Ketiga, Wahhabi dan Khawarij sama-sama ekstrem (ghuluw) dalam beragama serta jumud dalam memahaminya. Kaum Khawarij ketika membaca firman Allah subhanahu wa ta'ala "in al-hukmu illa lillah (hukum itu hanyalah milik Allah)", maka mereka mengatakan bahwa orang yang membolehkan arbitrase telah syirik kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Mereka membuat semboyan, "la hukma illa lillah (tidak ada hukum selain dari Allah)", kata-kata benar yang disalahgunakan (kalimatu haqqin urida biha bathilun). Pernyataan Khawarij tersebut jelas kejumudan dan kedangkalan berpikir. Karena arbitrase dalam persengketaan telah ditetapkan dalam al-Qur'an, Sunnah, sirah Rasul shallallahu alaihi wa sallam dan tidak bertentangan dengan logika nalar. Demikian pula Wahhabi, ketika mereka membaca firman Allah subhanahu wa ta'ala, "Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan", (QS. 1 : 5)), dan firman Allah subhanahu wa ta'ala, "Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi-Nya tanpa izin-Nya", (QS. 2 : 255), "Dan mereka tiada memberi syafa'at melainkan kepada orang yang diridhai Allah", (QS. 21 : 28), maka bereka berkata: "Barangsiapa berpendapat boleh meminta syafa'at kepada Nabi dan orang-orang saleh, maka ia telah syirik kepada Allah subhanahu wa ta'ala, dan barangsiapa yang bermaksud ziarah ke makam Nabi dan meminta syafa'at kepadanya, maka ia telah menyembahnya dan menjadikannya sebagai tuhan selain Allah subhanahu wa ta'ala. Dari sini, kaum Wahhabi selalu membawa slogan "Tidak ada yang disembah selain Allah", dan "syafa'at hanya milik Allah", sebuah kalimat benar yang disalahgunakan. Hal ini termasuk kejumudan dan kedangkalan dalam berpikir. Karena kebolehan hal tersebut telah dimaklumi dari sejarah kehidupan para sahabat, tabi'in dan generasi sesudahnya.

Keempat, Ibn Taimiyah berkata, "Aliran Khawarij adalah bid'ah pertama yang muncul dalam Islam, lalu pengikut Khawarij mengkafirkan dan menghalalkan darah kaum Muslimin". Demikian pula Wahhabi, bid'ah terakhir dalam Islam, pengikutnya mengkafirkan dan menghalalkan darah kaum Muslimin.

Kelima, hadits-hadits shahih yang menerangkan tentang Khawarij dan keluarnya mereka dari agama, sebagiannya sesuai dengan aliran Wahhabi. Dalam Shahih al-Bukhari, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

"Akan ada sekelompok manusia keluar dari arah timur. Mereka membaca al-Qur'an, namun apa yang mereka baca tidak melewati tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama sebagaimana anak panah keluar dari sasarannya. Tanda-tanda mereka mencukur rambut."

Al-Imam al-Qasthalani berkata dalam mengomentari hadits ini, bahwa yang dimaksud dari arah timur adalah arah timur kota Madinah seperti Najd dan sesudahnya. Demikian pula Wahhabi, lahir di Najd dan kemudian menyebar ke mana-mana. Di samping mencukur rambut juga menjadi ciri khas mereka. Kaum Wahhabi memerintahkan orang-orang yang mengikuti mereka agar mencukur rambut, meskipun kaum wanita. Oleh karena itu, sebagian ulama yang semasa dengan lahirnya ajaran Wahhabi berkata, "Tidak perlu menulis bantahan terhadap Ibn Abdil Wahhab. Karena sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam cukup sebagai bantahan terhadapnya, yaitu "Tanda-tanda mereka (Khawarij) adalah mencukur rambut (maksudnya orang yang masuk dalam ajaran Wahhabi, harus mencukur rambutnya)". Dalam hadits lain tentang Khawarij, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Mereka akan membunuh umat Islam, akan tetapi membiarkan penyembah berhala". Hadits ini persis dengan aliran Wahhabi. Mereka belum pernah mengarahkan peperangan terhadap selain umat Islam. Dalam sejarah mereka belum pernah dikenal bahwa mereka mendatangi atau bermaksud memerangi penyembah berhala, karena hal tersebut tidak masuk dalam prinsip dan buku-buku mereka yang isinya penuh dengan kecaman dan pengkafiran terhadap umat Islam. Al-Imam al-Bukhari juga meriwayatkan dari Ibn Umar dalam menjelaskan ciri-ciri kaum Khawarij, "Mereka mengambil ayat-ayat al-Qur'an yang turun mengenai orang-orang kafir, lalu mereka tuangkan kepada orang-orang beriman". Ibn Abbas juga berkata: "Janganlah kalian seperti Khawarij, memaksakan penafsiran ayat-ayat al-Qur'an untuk umat Islam (ahlil qiblah). Padahal ayat-ayat tersebut turun mengenai ahlul-kitab dan orang-orang musyrik. Mereka tidak mengetahui ilmunya, lalu mereka mengalirkan darah dan merampas harta benda orang-orang Muslim". Demikian pula kaum Wahhabi, mengambil ayat-ayat yang turun mengenai pemuja berhala, lalu mereka terapkan pada orang-orang yang beriman. Hal tersebut memenuhi buku-buku dan menjadi dasar madzhab mereka.

Berikut ini dialog menarik antara Sunni dengan Wahhabi. Wahhabi berkata: "Kitab-kitab madzhab Hanbali itu kitab-kitab Wahhabi. Apa yang Anda tidak setuju? Anda tidak boleh menilai negatif mereka kecuali dengan apa yang tertulis dengan jelas dalam kitab-kitab mereka, bukan berdasarkan informasi dari pihak lawan Wahhabi". Sunni berkata: "Bagaimana Anda menilai aliran Qaramithah?" Wahhabi menjawab: "Mereka orang-orang kafir dan mulhid".

Sunni berkata: "Orang-orang Qaramithah berasumsi bahwa madzhab mereka itu madzhab Ahlul Bait. Menurut mereka, kitab-kitab Ahlul Bait itu kitab-kitab Qaramithah. Bukankah dalam kitab-kitab Ahlul Bait itu hanya kebenaran dan cahaya?" Wahhabi berkata: "Qaramithah itu berbohong. Para sejarawan telah mencatat kekafiran dan kebohongan Qaramithah."

Sunni berkata: "Anda menganggap kesaksian sejarawan sebagai hujjah?" Wahhabi berkata: "Ya, karena al-Syafi'i menjelaskan bahwa informasi para sejarawan secara kolektif dari banyak orang ke banyak orang lebih ia senangi daripada hadits yang diriwayatkan seorang ahli hadits, melalui seorang perawi dari seorang perawi." Sunni menjawab: "Kalau begitu Anda harus menerima argumentasi saya. Bukankah para sejarawan yang menyaksikan lahirnya Wahhabi mencatat kekafiran mereka yang nyata. Perbuatan seseorang sangat kuat sebagai hujjah dan dalil, meskipun lidahnya tidak mengakuinya. Qaramithah ketika menghalalkan darah dan harta benda kaum Muslimin, maka tanpa ragu-ragu para ulama meyakini kekafiran mereka. Demikian pula generasi awal aliran Wahhabi, perbuatannya sama dengan Qaramithah, mengkafirkan dan membantai kaum Muslimin." Akhirnya orang Wahhabi itu emosi. Ia tidak mampu mengendalikan bicaranya dengan kalimat-kalimat yang sulit dimengerti.

Sunni berkata: "Bagaimana pendapat Anda tentang hadits-hadits yang menerangkan tentang Khawarij. Dalam hadits-hadits tersebut diterangkan bahwa Khawarij keluar dari agama, mereka akan menjadi anjing-anjing di neraka dan mereka seburuk-buruk orang yang dibunuh di bawah langit?" Wahhabi menjawab: "Hadits-hadits yang ada memberikan kesimpulan yang pasti dan tanpa keraguan bahwa Khawarij memang keluar dari agama dan berhak menerima murka Allah subhanahu wa ta'ala. Tetapi mereka orang-orang yang diperangi oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu di Nahrawan. Wahhabi bukan bagian dari mereka."

Sunni berkata: "Mengapa Khawarij berhak menerima murka Allah subhanahu wa ta'ala. Apakah karena shalat mereka lebih baik dari pada shalat para sahabat dan puasa mereka lebih baik dari pada puasa sahabat?" Wahhabi menjawab: "Bukan karena itu". Sunni berkata: "Atau karena mereka zuhud, bersahaja, membaca al-Qur'an dengan rajin dan sungguh-sungguh dan sering mengeluarkan hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam?" Wahhabi menjawab: "Bukan karena itu". Sunni menjawab: "Kalau bukan karena itu, lalu karena apa?" Wahhabi terdiam dan tidak bisa menjawab. Lalu Sunni menjawab: "Hal itu karena Khawarij mengkafirkan dan menghalalkan darah dan harta benda kaum Muslimin. Mereka mengklaim bahwa hanya mereka kaum Muslimin. Selain mereka jelas kafir. Sudah barang tentu, kelompok yang memiliki konsep ajaran seperti Khawarij, juga berhak menerima ancaman seperti mereka."

Sumber : Ust. Muhammad Idrus Ramli, alumni Pondok Pesantren Sidogiri tahun 1424/2004/FM

Artikel Terkait

Komentar

Artikel Populer

Prahara Aleppo

French Foreign Minister Bernard Kouchner takes off a Jewish skull-cap, or Kippa, at the end of a visit to the Yad Vashem Holocaust Memorial in Jerusalem, Tuesday, Sept. 11, 2007. Kouchner is on an official visit to Israel and the Palestinian Territories. (AP Photo/Kevin Frayer) Eskalasi konflik di Aleppo beberapa hari terakhir diwarnai propaganda anti-rezim Suriah yang sangat masif, baik oleh media Barat, maupun oleh media-media “jihad” di Indonesia. Dan inilah mengapa kita (orang Indonesia) harus peduli: karena para propagandis Wahabi/takfiri seperti biasa, mengangkat isu “Syiah membantai Sunni” (lalu menyamakan saudara-saudara Syiah dengan PKI, karena itu harus dihancurkan, lalu diakhiri dengan “silahkan kirim sumbangan dana ke no rekening berikut ini”). Perilaku para propagandis perang itu sangat membahayakan kita (mereka berupaya mengimpor konflik Timteng ke Indonesia), dan untuk itulah penting bagi kita untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Suriah. Tulisan i

Sholawat-Sholawat Pembuka Hijab

Dalam Islam sangat banyak para ulama-ulama sholihin yang bermimpi Rosululloh Shollallohu Alaihi Wasallam dan mendapatkan petunjuk atau isyarat untuk melakukan atau mengucapkan kalimat-kalimat tertentu (seperti dzikir, sholawat, doa dll ). Bahkan sebagian di antara mereka menerima redaksi sholawat langsung dari Rasulullah dengan ditalqin kata demi kata oleh Beliau saw. Maka jadilah sebuah susunan dzikir atau sholawat yg memiliki fadhilah/asror yg tak terhingga.  Dalam berbagai riwayat hadits dikatakan bahwa siapa pun yang bermimpi Nabi saw maka mimpi itu adalah sebuah kebenaran/kenyataan, dan sosok dalam mimpinya tersebut adalah benar-benar Nabi Muhammad saw. Karena setan tidak diizinkan oleh Alloh untuk menyerupai Nabi Muhammad saw. Beliau juga bersabda, "Barangsiapa yg melihatku dalam mimpi maka ia pasti melihatku dalam keadaan terjaga" ----------------------------- 1. SHOLAWAT JIBRIL ------------------------------ صَلَّى اللّٰهُ عَلٰى مُحَمَّدٍ SHOLLALLOOH 'ALAA MUHAMMA

Amalan Pada Malam Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha

Nabi Muhammad ﷺ bersabda: عن عبادة بن الصامت رضي الله عنه أن رسول ﷺ قال: “من أحيا ليلة الفطر وليلة الأضحى لم يمت قلبه يوم تموت القلوب” رواه الطبراني في الكبير والأوسط. Dari Ubadah Ibn Shomit r.a. Sungguh Rosulullah ﷺ bersabda: "Barangsiapa menghidupkan malam Idul Fitri dan malam Idul Adlha, hatinya tidak akan mati, di hari matinya hati." ( HR.Thobaroni ) عن أبي أمامه رضي الله عنه عن النبي ﷺ قال : “من قام ليلتي العيدين محتسباً لم يمت قلبه يوم تموت القلوب”. وفي رواية “من أحيا” رواه ابن ماجه Dari Abi Umamah r.a, dari Nabi ﷺ, bersabda: Barangsiapa beribadah di dua malam Hari Raya dengan hanya mengharap ALLAH, maka hatinya tidak akan mati pada hari matinya hati. ( HR. Ibnu Majah ) Bagaimana cara menghidupkan dua Hari Raya itu? Telah disebutkan oleh Syaikh Abdul Hamid Al Qudsi, dengan mengamalkan beberapa amalan: 1. Syaikh Al Hafni berkata: Ukuran minimal menghidupkan malam bisa dengan Sholat Isya’ berjama’ah dan meniatkan diri untuk jama’ah Sholat Shubuh pada besoknya. Atau mempe

3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup - Himayah atau Pemimpin Ulama di Tanah Banten

Forum Muslim - Banten merupakan provinsi Seribu Kyai Sejuta Santri. Tak heran jika nama Banten terkenal diseluruh Nusantara bahkan dunia Internasional. Sebab Ulama yang sangat masyhur bernama Syekh Nawawi AlBantani adalah asli kelahiran di Serang - Banten. Provinsi yang dikenal dengan seni debusnya ini disebut sebut memiliki paku atau penjaga yang sangat liar biasa. Berikut akan kami kupas 3 Ulama Paku Banten paling keramat yang masih hidup. 1. Abuya Syar'i Ciomas Banten Selain sebagai kyai terpandang, masyarakat ciomas juga meyakini Abuya Syar'i sebagai himayah atau penopang bumi banten. Ulama yang satu ini sangat jarang dikenali masyarakat Indonesia, bahkan orang banten sendiri masih banyak yang tak mengenalinya. Dikarnakan Beliau memang jarang sekali terlihat publik, kesehariannya hanya berdia di rumah dan menerima tamu yg datang sowan ke rumahnya untuk meminta doa dan barokah dari Beliau. Banyak santri - santrinya yang menyaksikan secara langsung karomah beliau. Beliau jug

Daun Pepaya Jepang, Aman Untuk Pakan Kambing di @kapurinjing

ALASAN ALI MENUNDA QISHASH PEMBUNUH UTSMAN

Oleh :  Ahmad Syahrin Thoriq   1. Sebenarnya sebagian besar shahabat yang terlibat konflik dengan Ali khususnya, Zubeir dan Thalhah telah meraih kesepakatan dengannya dan mengetahui bahwa Ali akan menegakkan hukum qishash atas para pemberontak yang telah membunuh Utsman.  Namun akhirnya para shahabat tersebut berselisih pada sikap yang harus diambil selanjutnya. Sebagian besar dari mereka menginginkan agar segera diambil tindakan secepatnya. Sedangkan Ali memilih menunda hingga waktu yang dianggap tepat dan sesuai prosedur. 2. Sebab Ali menunda keputusan untuk menegakkan Qishash adalah karena beberapa pertimbangan, diantaranya : Pertama, para pelaku pembunuh Ustman adalah sekelompok orang dalam jumlah yang besar. Mereka kemudian berlindung di suku masing-masing atau mencari pengaruh agar selamat dari hukuman. Memanggil mereka untuk diadili sangat tidak mungkin. Jalan satu-satunya adalah dengan kekuatan. Dan Ali menilai memerangi mereka dalam kondisi negara sedang tidak stabil sudah pas

KH.MUNFASIR, Padarincang, Serang, Banten

Akhlaq seorang kyai yang takut memakai uang yang belum jelas  Kyai Laduni yang pantang meminta kepada makhluk Pesantren Beliau yang tanpa nama terletak di kaki bukit padarincang. Dulunya beliau seorang dosen IAIN di kota cirebon. Saat mendapatkan hidayah beliau hijrah kembali ke padarincang, beliau menjual seluruh harta bendanya untuk dibelikan sebidang sawah & membangun sepetak gubuk ijuk, dan sisa selebihnya beliau sumbangkan. Beliau pernah bercerita disaat krisis moneter, dimana keadaan sangatlah paceklik. Sampai sampai pada saat itu, -katanya- untuk makan satu biji telor saja harus dibagi 7. Pernah tiba tiba datanglah seseorang meminta doa padanya. Saat itu Beliau merasa tidak pantas mendoakan orang tersebut. Tapi orang tersebut tetap memaksa beliau yang pada akhirnya beliaupun mendoakan Alfatihah kepada orang tersebut. Saat berkehendak untuk pamit pulang, orang tersebut memberikan sebuah amplop yang berisi segepok uang. Sebulan kemudian orang tersebut kembali datang untuk memi

Kisah Siti Ummu Ayman RA Meminum Air Kencing Nabi Muhammad SAW

Di kitab Asy Syifa disebutkan bahwa Kanjeng Nabi Muhammad SAW punya pembantu rumah tangga perempuan bernama Siti Ummu Ayman RA. Dia biasanya membantu pekerjaan istri Kanjeng Nabi dan nginap di rumah Kanjeng Nabi. Dia bercerita satu pengalaman uniknya saat jadi pembantu Kanjeng Nabi. Kanjeng Nabi Muhammad itu punya kendi yang berfungsi sebagai pispot yang ditaruh di bawah ranjang. Saat di malam hari yang dingin, lalu ingin buang air kecil, Kanjeng Nabi buang air kecil di situ. Satu saat, kendi pispot tersebut hilang entah ke mana. Maka Kanjeng Nabi menanyakan kemana hilangnya kendi pispot itu pada Ummu Ayman. Ummu Ayman pun bercerita, satu malam, Ummu Ayman tiba-tiba terbangun karena kehausan. Dia mencari wadah air ke sana kemari. Lalu dia nemu satu kendi air di bawah ranjang Kanjeng Nabi SAW yang berisi air. Entah air apa itu, diminumlah isi kendi itu. Pokoknya minum dulu. Ternyata yang diambil adalah kendi pispot Kanjeng Nabi. Dan yang diminum adalah air seni Kanjeng Nabi yang ada dal

Abuya Syar'i Ciomas Banten

''Abuya Syar'i Ciomas(banten)" Abuya Syar'i Adalah Seorang Ulama Yg Sangat Sepuh. Menurut beliau sekarang beliau telah berrusia lebih dari 140 tahun. Sungguh sangat sepuh untuk ukuran manusia pada umumnya. Abuya Sar'i adalah salah satu murid dari syekh. Nawawi al bantani yg masih hidup. Beliau satu angkatan dengan kyai Hasyim asy'ary pendiri Nahdatul ulama. Dan juga beliau adalah pemilik asli dari golok ciomas yg terkenal itu. Beliau adalah ulama yg sangat sederhana dan bersahaja. Tapi walaupun begitu tapi ada saja tamu yg berkunjung ke kediamannya di ciomas banten. Beliau juga di yakini salah satu paku banten zaman sekarang. Beliau adalah kyai yg mempunyai banyak karomah. Salah satunya adalah menginjak usia 140 tahun tapi beliau masih sehat dan kuat fisiknya. Itulah sepenggal kisah dari salah satu ulama banten yg sangat berpengaruh dan juga kharismatik. Semoga beliau senantiasa diberi umur panjang dan sehat selalu Aaamiiin... (FM/ FB )

Mengelola Blog Wordpress dan Blogspot Melalui Ponsel

Di jaman gatget yang serba canggih ini, sekarang dasboard wordpress.com dan blogspot.com semakin mudah dikelola melalui ponsel. Namun pada settingan tertentu memang harus dilakukan melalui komputer seperti untuk mengedit themes atau template. Dan bagi kita yang sudah terbiasa "mobile" atau berada di lapangan maka kita bisa menerbitkan artikel kita ke blog wordpress.com melalui email yang ada di ponsel kita, so kita nggak usah kawatir.