Ilustrasi korupsi - File fajar.co.id |
Forum Muslim - Informasi kasus korupsi selalu muncul dari waktu ke waktu; dari zaman nabi hingga masa kini, dari ibu kota hingga pelosok desa, dari negeri monarkis hingga yang demokratis. Lantas, bisakah disimpulkan bahwa korupsi adalah bagian dari ‘takdir dan warna’ kehidupan manusia yang tidak bisa dilenyapkan hingga kapanpun?
Biasanya, korupsi diidentikkan sebagai penyakit kekuasan dan birokrasi. Namun tidak berarti bahwa ia tidak terjadi dalam realitas masyarakat luas. Sebab korupsi pada dasarnya tidak berbeda dengan mencuri dan bentuk kejahatan sosial lainnya. Hanya, korupsi merupakan tindakan kriminal yang merugikan banyak pihak.
Pada era Nabi saw pernah terjadi kasus korupsi, di mana ada sehelai kain sutera merah yang merupakan salah satu harta rampasan (ghanîmah) orang-orang Mukmin pasca kemenangan dalam perang Badr al-Kubrâ kedapatan hilang tanpa jejak. Muncullah tuduhan miring atas Nabi saw: “Barangkali Nabi yang mengambilnya.” Dari kejadian ini turunlah ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang korupsi dan sekaligus membersihkan nama Nabi saw dari tuduhan keji itu. Allah SWT berfirman, “Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu [untuk mendapat balasan]” (QS. Ali Imran [3]: 161). Belakangan diketahui bahwa ternyata yang mengkorup kain tersebut adalah seseorang bernama Kirkirah.
Dalam agama Islam, bila suatu perbuatan dosa diancam dengan bentuk siksa tersendiri, maka mengindikasikan bahwa perbuatan itu termasuk kategori dosa besar (kabâ’ir). Ayat di atas juga membuktikan bahwa tindak pidana korupsi ternyata sudah menjadi bagian dari perjalanan kehidupan manusia dari zaman ke zaman, dari generasi ke generasi. Al-Qur’an begitu tegas merespon kasus korupsi, walaupun ‘hanya’ berupa kasus kain sutera. Bagaimana bila kasus korupsinya sekelas dengan yang terjadi pada era sekarang ini?
Dalam sebuah hadits juga dijelaskan, bahwa Nabi saw bersabda, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya yang membuat orang-orang sebelum kamu menjadi binasa adalah bahwa ketika orang mulia (kalangan penguasa) mereka mencuri (baca: korupsi), maka mereka membiarkannya. Dan ketika yang lemah dari mereka (rakyat jelata) mencuri, maka mereka melaksanakan hukuman atasnya” (HR. al-Bukhari-Muslim dari Aisyah ra).
Tindakan-tindakan Kategori Korupsi
Korupsi pada umumnya merupakan tindak penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang dalam kekuasaan, birokrasi atau organisasi. Namun ia bisa meliputi hal-hal berikut:
1. Penyalahgunaan atau penyelewengan kekuasaan/wewenang;
2. Tindakan manipulasi, penggelapan, penyimpangan keuangan negara atau orgasnisasi;
3. Tindakan suap-menyuap, moneypolitic dan semacamnya;
4. Tidak menyalurkan hak orang lain;
5. Tidak memenuhi kewajiban membayar pajak dan zakat;
6. Tidak memenuhi kewajiban membayar angusaran atau mengembalikan pinjaman selaku debitor;
7. Mengambil atau menguasai segala sesuatu yang bukan haknya;
8. Memanfaatkan nama, waktu atau fasilitas jabatan, dinas atau organisasi untuk kepentingan lain;
9. Memperjual-belikan putusan hukum (makelar peradilan);
10. Membantu atau mendukung pihak lain yang melakukan tindakan korupsi.
Faktor-faktor Pendorong Perilaku Korupsi
Korupsi bisa disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
1. Kecenderungan mental tidak jujur, tamak, egois, dan sesamanya;
2. Rendahnya kedisiplinan diri;
3. Hilangnya kepekaan sosial;
4. Menurunnya kadar keimanan/ketakwaan dalam kehidupan beragama;
5. Tidak atau kurang memahami hak dan kewajiban;
6. Dorongan lingkungan rumah-tangga dan gaya hidup konsumtif/ materialistik;
7. Kondisi keterpaksaan oleh kebutuhan mendesak.
Semua faktor di atas masih terkait dengan faktor lain, yaitu adanya kesempatan untuk melakukan tindakan korupsi yang biasanya terdapat dalam lingkaran kekuasaan, birokrasi atau organisasi. Faktor ini bisa timbul oleh beberapa hal antara lain:
1. Kekuasaan yang relatif tidak terkontrol;
2. Sistem birokrasi atau administrasi yang relatif lemah;
3. Lemahnya peranan dunia pers yang independen;
4. Keadaan lingkungan yang cenderung korup.
Selain itu, korupsi sangat terkait dengan faktor kolusi. Semua tindak pidana korupsi rata-rata dilakukan dengan praktik kolusi atau konspirasi antar-oknum yang punya kepentingan ‘sama’ dalam sebuah struktur kekuasaan atau birokrasi. Oleh karenanya, korupsi dan kolusi merupakan dua hal dalam satu paket.
Implikasi Korupsi atas Kehidupan Sosial
Tindak pidana korupsi berdampak langsung dalam kehidupan bermasyarakat. Semakin banyak kasus korupsi terjadi di sebuah pemerintahan atau lembaga, maka semakin banyak pula imbasnya pada kehidupan sosial yang terkait. Berikut ini beberapa contoh dampak negatif tindakan korupsi:
1. Lambannya pelaksanaan pembangunan fisik, seperti macetnya proyek-proyek infrastruktur;
2. Lemah dan lambannya pembangunan mental bangsa;
3. Realisasi pembangunan yang tidak merata karena adanya tarik-ulur kepentingan oleh kelompok-kelompok tertentu;
4. Munculnya gejolak sosial dan aksi masif seperti demontrasi;
5. Lahirnya generasi penerus yang tidak bertanggung jawab sebagai korban ‘pendidikan aplikatif’ oleh pendahulunya yang korup;
6. Hilangnya kepercayaan pada lembaga hukum;
7. Jatuhnya martabat bangsa di mata dunia internasional.
Pendidikan Agama dan Penegakan Hukum sebagai Solusi
Keberadaan korupsi di negeri ini merupakan ironi yang benar-benar memprihatinkan. Tidak sedikit pemberitaan media lokal maupun luar tentang Indonesia sebagai salah satu negara terkorup di dunia. Lalu, sampai kapankah negeri dengan penduduk Muslim terbesar ini bisa steril dari tindak pidana korupsi?
Tak pelak lagi bahwa penegakan hukum yang seadil-adilnya, merupakan salah satu solusi jitu dalam menanggulangi kasus korupsi. Supremasi hukum harus mendapat jaminan aman dari ‘gangguan’ pihak manapun. Law government harus benar-benar diwujudkan tanpa pandang bulu. Dukungan warga masyarakat juga mutlak diperlukan.
Namun yang tak kalah penting dari hal di atas adalah adanya upaya preventif. Salah satunya adalah perlunya penanaman pendidikan agama/moral sejak dini dan mendasar (esensial) kepada seluruh lapisan warga masyarakat. Menanamkan iman dan ketakwaan dalam jiwa akan mampu menjadi power control batin yang sangat efektif bagi seseorang untuk tidak terjebak dalam segala macam godaan tindak penyelewengan. Sebab keberadaan sistem saja tak akan menjamin seseorang atau kelompok untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi, bila tidak didasari iman dan ketakwaan (imtak). Wa Allahu a’lam bi alsh-shawâb. [FM]
Komentar
Posting Komentar