لَقَدْ سَمِعَ اللّٰهُ قَوْلَ الَّذِيْنَ قَالُوْٓا اِنَّ اللّٰهَ فَقِيْرٌ وَّنَحْنُ اَغْنِيَاۤءُ ۘ سَنَكْتُبُ مَا قَالُوْا وَقَتْلَهُمُ الْاَنْۢبِيَاۤءَ بِغَيْرِ حَقٍّۙ وَّنَقُوْلُ ذُوْقُوْا عَذَابَ الْحَرِيْقِ ( اٰل عمران : ١٨١) Sesungguhnya Allah telah mendengar perkatan orang-orang yang mengatakan: "Sesunguhnya Allah miskin dan kami kaya". Kami akan mencatat perkataan mereka itu dan perbuatan mereka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar, dan Kami akan mengatakan (kepada mereka): "Rasakanlah olehmu azab yang mem bakar". ( QS. Ali 'Imran ayat 181 ). Sungguh, Allah telah mendengar perkataan orang-orang Yahudi yang mengatakan, "Sesungguhnya Allah itu miskin dan kami kaya." Orang-orang Yahudi beranggapan bahwa perintah berinfak di jalan Allah atau bersedekah untuk kepentingan sosial menunjukkan bahwa Allah miskin sehingga butuh pinjaman harta dari manusia. Seandainya Allah kaya, menurut mereka, niscaya Allah tidak menyuruh untuk berinfak dan bersede
![]() |
Kaligrafi Sholawat |
sekadar bacaan biasa. Memang bunyinya seakan mendoakan Kanjeng Nabi
Muhammad Saw. Secara harfiah memang demikian. Namun, di balik itu
semua, ada sebuah rahasia besar yang luar biasa sekali.
Jika kita menganggap bahwa sholawat itu semata-mata adalah mendoakan
rahmat kepada Kanjeng Nabi, itu salah besar. Kanjeng Nabi itu tidak
butuh doa kita. Amalan beliau sudah turah-turah (lebih). Kanjeng Nabi
kok butuh doa kita, lha emang kita ini siapa?
Bila dikaji dengan secara mendalam, ternyata sholawat adalah kata
kunci, semacam "password" untuk menyatukan seluruh frekuensi kehidupan
di jagad raya ini. Jadi, bukan sekadar mendoakan rahmat kepada Kanjeng
Nabi semata. Oleh karena itu, jika membaca sholawat jangan sampai
hanya sebatas "Allahumma shalli 'ala Sayyidina Muhammad". Secara
harfiah itu boleh-boleh saja, tidak salah. Namun itu termasuk
"Sholawat Buntung".
Lalu bagaimana yang lebih sempurna? Bacalah "Allahumma shalli 'ala
Sayyidina Muhammad wa 'ala ali Sayyidina Muhammad" (Ya Allah semoga
kiranya rahmat senantiasa tercurah kepada Kanjeng Nabi Muhammad dan
juga atas keluarga Kanjeng Nabi Muhammad). Minimal demikian. Jangan
lupa sertakan selalu kalimat "Wa 'ala ali Sayyidina Muhammad".
Menurut Sayyidina Imam Syafi'i, kalimat "Wa 'ala ali Sayyidina
Muhammad" itu tidak sekadar tertuju kepada keluarga, ahlul bait atau
dzurriyah Kanjeng Nabi semata, tetapi juga seluruh ummat Muslimin di
muka bumi ini.
Jadi, ketika membaca sholawat secara lengkap akan menjadi kekuatan
super dahsyat, dimana kaum Muslimin di seluruh jagad raya ini
menyatukan diri dalam sebuah frekuensi. Menjadi bagian dari kekuatan
doa yang maha dahsyat. Semua termaktub dalam satu kalimat. Sungguh
luar biasa.
Karena itu, mulai sekarang selalu diingat-ingat ya, jika bersholawat
jangan biasakan membaca sholawat yang buntung. Bacalah sholawat dengan
mencangking seluruh keluarga besar kaum Muslimin. Allahumma shalli
'ala Sayyidina Muhammad wa 'ala ali Sayyidina Muhammad.
(Disampaikan oleh Maulana Habib M. Luthfi bin Yahya dalam Maulidur
Rosul Majelis Angudi Barokahing Gusti Kudus, 22 Januari 2017.
Ditranskrip oleh: Shuniyya Ruhama).
Komentar
Posting Komentar