Iran Diduga Pelaku Penyerangan Kapal Perang Saudi |
kapal frigat Saudi Arabia bulan lalu. Demikian pernyataan Angkatan
Laut Amerika seperti dilansir USNI.org, Senin (20 Februari).
Dalam serangan pada tanggal 30 Januari itu sebuah perahu bermuatan bom yang
tidak berawak menabrak kapal frigat Saudi Al Madinah (702). Meski
kapal tersebut tetap bisa berlayar, dua orang awak kapal Saudi tewas
dan sejumlah kerusakan terjadi.
Sebelumnya perahu itu diduga milik kelompok pejuang Houthi. Namun kini
diyakini kapal tersebut milik Iran.
"Penyelidikan kami menyimpulkan bahwa kapal itu tidak berawak yang
dikendalikan dari jarak jauh," kata Vice Adm. Kevin Donegan, komandan
Armada ke-5 Amerika yang berbasis di Bahrain, Minggu (19 Februari).
Kantor berita USNI News mengklaim mendapatkan kepastian bahwa Iran di
belakang penyerangan itu dari keterangan para pejabat Angkatan Laut
Amerika, sehari kemudian.
Dalam video yang beredar di dunia maya awal bulan ini terkait insiden
ini, tampak sebuah perahu cepat menabrak bagian belakang kapal frigat
Saudi diikuti dengan ledakan besar, tanpa perlawanan sedikit pun dari
awak kapal Saudi tersebut dan kapal-kapal armada Saudi lainnya di
tempat itu.
Media-media dan para pejabat Barat menyebut bahwa Iran telah membantu
kelompok Houthi dengan sejumlah perahu cepat. Houthi juga diyakini
memiliki rudal-rudal jelajah anti-kapal yang dikirim Iran. Angkatan
Laut Tentara
Pengawal Revolusi Iran (The IRGC) yang bertanggungjawab atas
pertahanan laut Iran di Teluk Parsi telah mengembangkan kapal-kapal
cepat berbasis
perahu komersial. Di antara perahu cepat itu adalah perahu tanpa awak.
Dalam laporan tahun 2015 atas ancaman perahu-perahu cepat tanpa awak
itu, militer Amerika menyebut bahwa dengan senjata-senjata itu Iran
mampu
memberikan ancaman serius bagi lawan-lawannya: "utilizing suicide drones is
an asymmetric strategy which both allows Iran to compete on an uneven
playing field and poses a risk by allowing operators to pick and choose
targets of opportunity."
Afshon Ostovar, seorang professor di Naval Post Graduate School
mengatakan kepada USNI News bahwa dengan 'asymmetric advantage' atau
keuntungan asimetrik itu Iran yang mampu membuat kelompok Houthi
mengintensifkan
serangan terhadap Saudi dan koalisinya.
"Kelompok Houthis berhasil menahan gempuran koalisi Saudi sejak awal,
yang sebagian karena dukungan Iran yang terus-menerus. Situasi saat
ini (dimana
koalisi Saudi mengalami kemandegan offensif) setidaknya dipengaruhi
oleh dukungan Iran kepada kelompok Houthi," katanya.
Houthi Hit Back
Sementara itu kantor berita AFP kemarin (22 Februari) melaporkan bahwa
kelompok Houthi berhasil menewaskan komandan senior koalisi Saudi
dalam sebuah serangan rudal di pantai Laut Merah.
Mayjend Ahmad Saif Al Yafii, komandan senior militer koalisi Saudi
tewas karena serangan rudal pencari panas di luas kota Mokha, tulis
AFP. Pada saat yang sama kelompok Houthi dan sekutu-sekutunya berhasil
memukul mundur
pasukan koalisi Saudi dan telah mendekati bagian timur kota Mokha yang
terletak di pantai Laut Merah, yang diduduki koalisi Saudi pada 10
Februari lalu.
"Ini adalah pukulan besar atas offensiv yang dilancarkan pasukan
pemerintah (Mansour Hadi, sekutu Saudi) pada bulan Januari dalam
upayanya menguasai
garis pantai Laut Merah sepanjang 450, yang sebelumnya dikuasai
sepenuhnya oleh pemberontak," tulis AFP. Setelah menguasai Mokha
melalui pertempuran sengit, pasukan Mansour Hadi yang didukung Saudi
bertekad menguasai kota pelabuhan Hodeida, sebuah kota strategis di
utara. Namun perkembangan terakhir di Mokha menjadi pukulan
berat bagi pasukan Mansour dan Saudi [Cahyono Adi]
Komentar
Posting Komentar