Forummuslim.org - Tulisan ini dibuat sebagai bentuk keprihatinan kami atas kondisi yang terjadi di tanah air yang nyaris sama dengan apa yang terjadi di Rusia pra-revolusi Bolshevik tahun 1917 yang menumbangkan pemerintahan Tsar Dinasti Romanov yang mengawali berkuasanya komunisme.
Yang terjadi di Rusia kala itu adalah sebuah konspirasi pemberontakan agen-agen asing bekerjasama dengan para komprador lokal, untuk menguasai sebuah negara besar berdaulat yang menolak tunduk pada tekanan asing. Bedanya dengan Indonesia saat ini adalah bila di Rusia agen-agen asingnya adalah pemberontak-komunisme, di Indonesia saat ini agen asingnya justru pemerintah. Namun, modus-modus dan sasaran penghancurannya sama. Baik di Rusia kala itu dan juga di Indonesia saat ini, yang dihancurkan adalah spirit nasionalisme-religius: di Rusia adalah spirit Kristen-Monarkhi, di Indonesia adalah Islam-Republik Demokrasi.
Sampai pergantian abad 19 ke abad 20 Rusia menjadi satu-satunya negara Kristen Eropa besar yang masih belum dikuasai kekuatan uang (money power) yahudi internasional setelah Inggris (melalui Perang Sipil yang menewaskan Raja Charles di abad 15) dan Perancis (melalui Revolusi Perancis tahun 1789) dan disusul oleh negara-negara Eropa lainnya, takluk. Maka upaya sistematis dan massif pun dikerahkan kekuatan uang yahudi untuk menundukkan Rusia.
Terima kasih pada sebagian kelas menengah Rusia yang korup dan kelas bawah yang masih idiot, pada akhir abad 19 kekuatan uang yahudi berhasil menancapkan kekuatan di Rusia melalui gerakan komunisme (di Inggris mereka menggunakan gerakan Jesuit dan di Perancis menggunakan gerakan Freemasons, ketiganya adalah gerakan revolusioner yang didukung kekuatan asing).
Namun ketika kaum komunis memberontak tahun 1905, kekuatan nasionalis-religius Rusia yang menopang Kekaisaran Romanov masih terlalu kuat sehingga pemberontakan pun mengalami kegagalan. Maka zionis-komunis terpaksa memutar haluan. Sasaran mendudukkan komunisme sebagai penguasa Rusia untuk sementara ditunda dan menggantikannya dengan proksi lain yang lebih moderat, yaitu gerakan sosialisme yang diusung oleh Partai Mensheviki.
Kegagalan komunisme dalam pemberontakan tahun 1905 membuktikan bahwa rakyat Rusia belum menerima komunisme yang serba 'revolusi mental': anti agama dan anti-tatanan sosial. Namun dengan sosialisme yang lebih moderat, rakyat Rusia relatif masih bisa menerima.
Maka terlaksanalah apa yang direncanakan. Sosialisme berhasil menduduki kursi kekuasaan di Rusia melalui Pemerintahan Transisi yang dibentuk pada bulan Maret 1917 setelah Tsar Nicholas II mengundurkan diri akibat rongrongan komunisme, namun komunisme sendiri masih belum bisa diterima sepenuhnya oleh publik.
Tujuan sebenarnya Pemerintahan Transisi adalah untuk mempersiapkan komunisme merebut kekuasaan, setelah sebelumnya kekuatan-kekuatan nasionalis-religius dihancurkan. Dan selanjutnya yang terjadi di Rusia adalah seperti apa yang terjadi di Indonesia saat ini ketika kekuatan nasionalis-religius terlibat 'dialektika politik' dengan agen-agen kepentingan asing yang menguasai pemerintahan.
Sejarah Singkat Revolusi Rusia
Lenin |
Beberapa tahun yang lalu penulis pernah menulis sebuah artikel berjudul sama dengan judul bab ini, yaitu Pelajaran dari Rusia. Tulisan yang terilhami oleh romantisme novel Boris Pasternak: DR Zhivago dan buku John Reed: Ten Days that Shock the World itu memaparkan dialektika politik Rusia menjelang dan paska Revolusi Bolshevik tahun 1917. Pesan moral yang saya sampaikan dalam tulisan itu adalah bahwa kaum komunis bolshevik berhak untuk memerintah Rusia daripada para pengikut Tsar.
Penulis bersyukur tulisan itu tidak jadi dimuat di media massa, sehingga penulis tidak merasa berdosa telah melakukan kebohongan kepada publik. Pasalnya banyak fakta yang tidak terungkap dalam tulisan tersebut yang membuat opini penulis tanpa sadar melenceng jauh dari fakta sebenarnya tentang sejarah Rusia.
Fakta pertama adalah para pemimpin komunis Rusia adalah Yahudi, dan fakta kedua adalah Yahudi berusaha menghancurkan Tsar Rusia karena kebencian rasialis dan ketamakan untuk berkuasa. Fakta terakhir yang paling penting namun paling banyak disembunyikan media massa dan buku-buku sejarah adalah bahwa kaum komunisme Bolshevik Rusia telah membunuh puluhan juta penduduk Kristen Rusia sebagai jalan bagi penguasaan Yahudi atas Eropa dan dunia. Pustakawan Frank Weltner bahkan menyatakan kaum komunis Yahudi membunuh 65 juta rakyat Kristen Rusia.
Winston Churchill, sejarahwan dan pemimpin dalam sebuah artikel yang dipublikasikan London Illustrated Sunday Herald tahun 1920 mengatakan:
“Bolshevisme adalah sebuah konspirasi global untuk menghancurkan kebudayaan dan membentuk masyarakat baru yang berdasarkan “pembangunan diktatorial, pelanggaran hak-hak asasi, dan ilusi persamaan hak. Tanpa kesulitan kita dapat mengetahui bahwa penggerak gerakan ini adalah orang-orang Yahudi”. (sebuah artikel di jewwatch.com. Menurut Mark Weber, sejarahwan Institute for Historical Review, menjelang dan saat Revolusi tahun 1917, Yahudi menguasai posisi puncak kekuasaan kaum komunis Bolshevik. Dari 12 anggota Central Comitee yang memutuskan melakukan kudeta Revolusi Oktober 1917, 6 di antaranya adalah Yahudi. Sedangkan tujuh anggota Politbiro yang bertugas melaksanakan aksi kudeta, empat di antaranya adalah Yahudi. (The Jewish Role in the Bolshevik Revolution and Russia's Early Soviet Regime. Assessing the Grim Legacy of Soviet Communism, artikel di jewwatch.com)
“Bolshevisme adalah sebuah konspirasi global untuk menghancurkan kebudayaan dan membentuk masyarakat baru yang berdasarkan “pembangunan diktatorial, pelanggaran hak-hak asasi, dan ilusi persamaan hak. Tanpa kesulitan kita dapat mengetahui bahwa penggerak gerakan ini adalah orang-orang Yahudi”. (sebuah artikel di jewwatch.com. Menurut Mark Weber, sejarahwan Institute for Historical Review, menjelang dan saat Revolusi tahun 1917, Yahudi menguasai posisi puncak kekuasaan kaum komunis Bolshevik. Dari 12 anggota Central Comitee yang memutuskan melakukan kudeta Revolusi Oktober 1917, 6 di antaranya adalah Yahudi. Sedangkan tujuh anggota Politbiro yang bertugas melaksanakan aksi kudeta, empat di antaranya adalah Yahudi. (The Jewish Role in the Bolshevik Revolution and Russia's Early Soviet Regime. Assessing the Grim Legacy of Soviet Communism, artikel di jewwatch.com)
Fakta sebenarnya lebih mengagetkan lagi. Bila Churcill dan Weber tidak mengakui Lenin dan Stalin (dua orang pemimpin tertinggi Uni Sovyet pertama dan paling berpengaruh) sebagai Yahudi, Frank Weltner, pendiri The Jew Watch Project yang merilis situs internet terkenal jewwatch.com mengungkapkan bahwa keduanya adalah Yahudi. Menurut Weltner, Lenin yang lahir tahun 1870 adalah cucu buyut dari Moishe Itskovich Blank dan cucu dari Srul Moishevich Blank yang berdarah Yahudi. Untuk menyembunyikan identitas ke-Yahudi-annya nenek Lenin mengubah nama Srul Moishevich menjadi nama Rusia, Alexander Dmitrievict, tak lupa membaptiskan diri sebagai penganut Kristen.
Adapun Stalin bernama asli Joseph David Djugashvili, nama yang sangat Yahudi dimana nama Djugashvili bermakna “sang Anak Yahudi”. Selama masa revolusi Stalin mengubah namanya penggilannya menjadi “Kochba” yang tidak lain adalah nama seorang pemimpin Yahudi kuno. Orang Rusia asli tidak pernah mengubah namanya, kecuali Yahudi. Ke-Yahudi-an Stalin semakin tinggi karena ia menikahi tiga orang wanita yang semuanya adalah Yahudi. Ekaterina Svanidze, Kadya Allevijah, dan Rosa Kaganovich. Yang terakhir adalah adik perempuan Lazar Kaganovich, seorang pejabat ekonomi Sovyet.
Seorang putri Stalin, Svetlana Stalin, pindah kewarganegaraan menjadi WN Amerika tahun 1967. Di sana ia kawin dengan Mihail, anak laki-laki Lazar Kaganovich. Selanjutnya Svetlana kawin lagi dengan tiga orang laki-laki, dua di antaranya Yahudi.
Wakil Stalin di Sovyet, Molotov (terkenal dengan bom bensin temuannya), juga menikahi wanita Yahudi yang merupakan adik dari Sam Karp, seorang businessman asal Connecticut, Amerika. Selain fakta beberapa kapitalis Yahudi Amerika seperti Josept Schif menggelontorkan dana puluhan juta dolar kepada kaum bolshevik selama revolusi, semuanya itu menambah daftar hitam rekayasa yahudi dalam menciptakan komunisme guna menciptakan “Tata Dunia Baru” yang tak lain adalah tata dunia dimana Yahudi sebagai penguasa menggantikan kekuasaan Kristen-Eropa.
Mengenai pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh kaum komunis Yahudi terhadap rakyat Rusia, cukup menjadi bukti adalah fakta-fakta yang diungkapkan oleh para sejarahwan Rusia sendiri. Dmitri Volkogonov, kepala sebuah komisi khusus Parlemen Rusia baru-baru ini mengungkapkan bahwa: "dari tahun 1929 sampai 1952 sebanyak 21.5 juta warga Uni Soviet ditahan. Sepertiga di antaranya ditembak, sisanya dipenjara dimana sebagian diantaranya meninggal di penjara." Olga Shatunovskaya, seorang anggota Komisi Pengawas Partai Komunis semasa pemerintahan Perdana Menteri Khrushchev tahun 60-an mengatakan: "Dari bulan January 1935 sampai 22 Juni 1941, sebanyak 19,840,000 warga yang dianggap musuh negara ditangkap. Tujuh juta di antaranya ditembak di penjara dan sebagian besar sisanya meninggal di kamp tawanan.
Sementara itu Robert Conquest, sejarahwan Rusia terkenal mengatakan: “Sangat sulit membantah bahwa kematian warga Rusia setelah tahun 1934 melebihi 10 juta jiwa. Masih ditambah sekitar 10 juta lagi korban wabah kelaparan antara tahun 1930-1933, korban sistem kerja paksa Gulak, dan program anti-petani yang dilakukan pemerintah. Total keseluruhan adalah sekitar 20 juta jiwa.
Di antara pembunuhan-pembunuhan itu pembunuhan Tsar Nicholas II dan keluarganya adalah yang paling terkenal karena menjadi momentum kehancuran kekaisaran Rusia yang telah berlangsung ratusan tahun sekaligus menjadi kejatuhan Eropa keseluruhan dalam kekuasaan Yahudi. (Eropa sempat bangkit di bawah kepemimpinan Hitler dan Mussolini, namun hanya sebentar saja. Kini Eropa dan Amerika, kecuali Rusia yang bangkit melawan Yahudi di bawah kepemimpinan Vladimir Putin, telah jatuh bulat-bulat ke dalam kekuasaan Yahudi).
Tsar Nicholas II dibunuh oleh kaum komunis pada malam hari tanggal 17 Juli 1918 di dalam sebuah istana tempat ia menjalani tahanan setelah digulingkan. Bersama dia turut meninggal secara keji adalah permaisuri, seorang putra remaja dan empat putri kecil sang Tsar. Pembunuhan tersebut sangatlah keji mengingat Tsar adalah seorang raja dari dinasti Romanov yang telah berkuasa selama tiga abad lebih. Ia masih memiliki pertalian darah dengan raja-raja Eropa dan dikenal rakyatnya sebagai raja yang bijaksana.
Sebelumnya orang-orang Yahudi telah membuat makar yang menyebabkan Raja Charles dari Inggris dan Raja Louis XVI dari Perancis digulingkan dari singgasana dan dihukum mati oleh rakyatnya. Namun setidaknya Charles dan Louis masih dapat menjalani kematian secara terhormat karena melalui proses pengadilan, sementara Tsar Nicholas tidak. Selain itu keturunan Charles dan Louis masih sempat meraih kembali kekuasaannya meski kemudian hilang kembali, sementara Tsar Nicholas harus kehilangan seluruh keluarganya.Beberapa saat setelah pembunuhan Tsar, koran resmi regim komunis Rusia menulis: Tanpa ampun kita akan membunuh musuh-musuh kita, ratusan bahkan ribuan. Biarkan mereka tenggelam dalam kubangan darah mereka sendiri. Demi darah Lenin dan Uritskii, biarkan membanjir darah orang-orang borjuis, lebih banyak darah, sebanyak-banyaknya.
Sementara itu tokoh komunis Grigori Zinoviev dalam sebuah pidato di sebuah rapat partai komunis tahun 1918 dengan dingin mengatakan: Kita harus menyelamatkan 90 juta dari 100 juta penduduk Rusia bersama kita. Adapun sisanya sejumlah 10 juta, mereka harus dihabisi.
Lembaran hitam kekejaman Yahudi itu kini menjadi kesadaran kolektif masyarakat Rusia sehingga kini mereka mendukung sepenuhnya program anti Ologarki dan Mafia-Yahudi yang dilancarkan Presiden Vladimir Putin.
Belajar Dari Rusia
Jika saja rakyat Rusia kala itu tahu bahwa sosialisme Mensheviki dan komunisme Bolsheviki adalah satu komplotan antek zionis untuk menundukkan Rusia dan menjajahnya, mereka tentu sudah menolak kedua partai itu dan memilih mendukung rajanya sampai mati. Namun, bahkan di jaman modern seperti sekarang saja masih banyak orang-orang idiot yang menjadi pendukung penguasa jongos aseng asing. Apalagi kala itu ketika informasi sangat terbatas dan komunikasi berjalan lambat.
Tidak seperti komunisme Bolshevik yang terang-terangan anti-Tuhan dan agama, anti-nasionalisme (lebih suka internasionalisme), dan membenci tatanan sosial dan nilai-nilai tradisi dan menanamkan benih-benih perpecahan dengan isyu pertentangan kelas, sosialisme Mensheviki berpura-pura menghormati agama, menghormati persatuan dan kebhinnekaan. Maka ketika Tsar Nicholas II dipaksa mundur dari kekusaan bulan Maret 1917, rakyat bisa menerima regim Mensheviki.
Apalagi bila melihat 'statuta' Pemerintahan Transisi (Regim Mensheviki) yang menyebutkan bahwa tujuan pemerintahan ini adalah menyelenggarakan pemilu demi terbentuknya pemerintah, parlemen dan konstitusi yang demokratis, menjamin kebebasan pers dan kebebasan berekspresi, menyampaikan pendapat dan berkumpul/berorganisasi.Namun semuanya itu hanya kedok belaka karena pada dasarnya mereka adalah 'komunis'. Mereka berkuasa hanya untuk mempersiapkan komunisme matang dan siap untuk kembali merebut kekuasaan setelah gagal pada tahun 1905. Dan misi ini sukses ketika komunis sukses melancarkan Revolusi Bolshevik pada bulan Oktober 1917. Kemudian, setelah misinya selesai, pemimpin Mensheviki sekaligus Perdana Menteri Pemerintahan Transisi, Alexander Kerensky, melarikan diri ke Amerika.
Revolusi Rusia
Pemimpin sosialis yang anti-kapitalis itu justru meninggalkan negaranya untuk tinggal di Amerika hingga meninggalnya. Hal yang sama ditiru oleh Leon Trotsky, pemimpin komunis Bolsheviki ketika tersingkir dari kekuasaan oleh pesaingnya, Joseph Stalin. Trotsky, manusia yang berlumuran darah rakyat Rusia yang dituduhnya antek kapitalis itu bermaksud tinggal di negara biang kapitalisme. Namun, para kapitalis Amerika itu khawatir, keberadaan Trotsky akan membuka kedok komunisme sebagai alat kapitalis yahudi. Maka Trotsky ditolak masuk Amerika dan harus bertahan di Mexico. Kemudian, karena sudah tidak dibutuhkan lagi dan dikhawatirkan bisa menjadi 'whistle blower' kejahatan komunisme dan persengkongkolannya dengan kapitalis yahudi, Trotsky pun dibunuh.
Sampai di sini para liberal idiot, jokower-ahoker, termasuk sapi marif yang simpati pada komunisme mungkin bingung dengan maksud tulisan ini. Apa kaitannya dengan kondisi Indonesia saat ini? Mereka bingung karena pengetahuan mereka memang masih nanggung, meski sudah bergelar profesor doktor sekalipun.
Baiklah otong! Sori, maksudnya o'on. (Setiap nyebut jokower-ahoker kok selalu teringat pada mantan rekan kerja, seorang jokower-ahoker yang suka bohong dan ngemplang gaji karyawan). PKI dan komunisme mungkin sudah mati, khususnya di Indonesia sejak tahun 1960-an setelah ditumpas oleh TNI dan ummat Muslim serta dilarang oleh TAP MPR. Namun semangat mereka tidak akan pernah mati, sebagaimana setan dan iblis tidak mati sampai hari kiamat. Karena, seperti sudah disampaikan, komunisme hanyalah alat kapitalis yahudi penyembah setan. Pada dasarnya komunisme adalah semangat anti-Tuhan dan anti-agama serta perbudakan manusia. Kita lihat saja saat ini, semangat anti-ulama dan anti-Islam begitu gencar dilancarkan musuh-musuh agama.
Seperti Indonesia saat ini, terjadi polarisasi di tengah masyarakat Rusia antara dua kubu. Bila di Indonesia polarnya adalah kelompok Islam-Nasionalis melawan jokower-ahoker-liberal- komunis, di Rusia kala itu polarnya adalah antara kelompok Kristen-Nasionalis melawan kubu komunis-sosialis-liberal. Kubu pro-komunis ini diam-diam mendapat bantuan finansial dan material yang tidak terhingga dari para kapitalis yahudi dunia, sama seperti kubu jokower-ahoker yang mendapat dukungan finansial besar-besaran dari para kapitalis aseng-asing.
Situasinya sama seperti di Indonesia pra-G30S/PKI atau kondisi Indonesia saat ini, situasinya adalah 'point of no return', tidak ada jalan lain untuk menghindar karena sudah tidak ada lagi yang bisa dikompromikan. Pilihan kedua kubu adalah memukul atau dipukul. Didahului atau mendahului.
Selama masa Pemerintahan Transisi Rusia, dialektika politik di tengah masyarakat berlangsung keras. Sama seperti di Indonesia pra-G 30 S/PKI dan terulang lagi saat ini. Aksi berbalas aksi terjadi setiap hari. Namun polanya hampir sama, komunis melakukan provokasi, agitasi dan intimidasi dan orang-orang nasionalis-Kristen melakukan reaksi.
Ketika orang-orang komunis menggelar drama yang mengolok-olok kaum agamawan dan bangsawan, para pemuda nasionalis membubarkannya. Namun, orang-orang yahudi di balik layar telah memiliki pengalaman matang untuk menyingkirkan Raja Charles di Inggris di abad 17 dan Raja Louis di Perancis seabad kemudian. Selain berhasil menyuap elit Rusia juga mengirim ribuan agen provokator, tentara bayaran hingga teroris. Sementara Pemerintahan Transisi secara diam-diam memberikan perlindungan pada komunis. Mereka membebaskan para teroris komunis, dan sebaliknya menangkapi tokoh-tokoh nasionalis dan agamawan. Sama seperti regim Jokowi melindungi Ahok dan mengkriminalisasi ummat Islam.
Namun, tentara masih menjadi ancaman bagi komunis meski saat itu tentara, sebagaimana mayoritas rakyat, kebingungan tentang siapa musuh negara sesungguhnya. Maka, disusunlah sebuah konspirasi untuk menjebak dan kemudian menyandera tentara dengan apa yang kemudian dikenal dengan nama 'Kornilov Affair'.
Ini adalah sebuah konspirasi komunis-yahudi internasional dengan mengesankan terjadi kudeta militer terhadap Pemerintahan Transisi. Pada bulan Agustus 1917 sekelompok tentara Rusia dipimpin Jendral Kornilov melancarkan kudeta. Namun karena sudah di-'setting' untuk gagal, pemberontakan berakhir dalam beberapa hari saja tanpa hasil apapun. Sebaliknya, dengan kudeta ini militer menjadi tersandera sebagai pihak yang bersalah. Sementara, komunis yang diam-diam telah memperkuat diri dengan senjata yang diam-diam dikirim dari Eropa dan Amerika serta senjata yang diberikan oleh Pemerintahan Transisi, memiliki alasan untuk kembali melancarkan kudeta.
Pada bulan Oktober 1917, partai komunis Bolshevik berhasil merebut kekuasaan melalui kudeta berdarah. Sementara pemimpin Pemerintahan Transisi Alexander Kerensky melarikan diri ke Amerika.
Di hari pertama, komunis Rusia sudah menunjukkan watak aslinya sebagai penumpah darah nomor wahid. Sekitar 4.000 polisi negara yang dikenal sebagai loyalis Kaisar, dieksekusi ramai-ramai di jalanan. Hal itu membuka mata rakyat Rusia, bahwa komunis adalah musuh mereka yang sebenarnya. Maka dua tahun kemudian rakyat Rusia yang dibantu oleh rakyat negara-negara Eropa yang membenci komunisme, melancarkan pemberontakan terhadap pemerintahan komunis Uni Sovyet. Namun komunisme sudah terlanjur kuat. Pemberontakan rakyat Rusia melawan komunisme gagal, meski mereka berhasil membebaskan Finlandia, Polandia, Estonia, Latvia dan Lithuania.( Sumber - Indonesian Free Press.)
Fakta sebenarnya lebih mengagetkan lagi. Bila Churcill dan Weber tidak mengakui Lenin dan Stalin (dua orang pemimpin tertinggi Uni Sovyet pertama dan paling berpengaruh) sebagai Yahudi, Frank Weltner, pendiri The Jew Watch Project yang merilis situs internet terkenal jewwatch.com mengungkapkan bahwa keduanya adalah Yahudi. Menurut Weltner, Lenin yang lahir tahun 1870 adalah cucu buyut dari Moishe Itskovich Blank dan cucu dari Srul Moishevich Blank yang berdarah Yahudi. Untuk menyembunyikan identitas ke-Yahudi-annya nenek Lenin mengubah nama Srul Moishevich menjadi nama Rusia, Alexander Dmitrievict, tak lupa membaptiskan diri sebagai penganut Kristen.
Adapun Stalin bernama asli Joseph David Djugashvili, nama yang sangat Yahudi dimana nama Djugashvili bermakna “sang Anak Yahudi”. Selama masa revolusi Stalin mengubah namanya penggilannya menjadi “Kochba” yang tidak lain adalah nama seorang pemimpin Yahudi kuno. Orang Rusia asli tidak pernah mengubah namanya, kecuali Yahudi. Ke-Yahudi-an Stalin semakin tinggi karena ia menikahi tiga orang wanita yang semuanya adalah Yahudi. Ekaterina Svanidze, Kadya Allevijah, dan Rosa Kaganovich. Yang terakhir adalah adik perempuan Lazar Kaganovich, seorang pejabat ekonomi Sovyet.
Seorang putri Stalin, Svetlana Stalin, pindah kewarganegaraan menjadi WN Amerika tahun 1967. Di sana ia kawin dengan Mihail, anak laki-laki Lazar Kaganovich. Selanjutnya Svetlana kawin lagi dengan tiga orang laki-laki, dua di antaranya Yahudi.
Wakil Stalin di Sovyet, Molotov (terkenal dengan bom bensin temuannya), juga menikahi wanita Yahudi yang merupakan adik dari Sam Karp, seorang businessman asal Connecticut, Amerika. Selain fakta beberapa kapitalis Yahudi Amerika seperti Josept Schif menggelontorkan dana puluhan juta dolar kepada kaum bolshevik selama revolusi, semuanya itu menambah daftar hitam rekayasa yahudi dalam menciptakan komunisme guna menciptakan “Tata Dunia Baru” yang tak lain adalah tata dunia dimana Yahudi sebagai penguasa menggantikan kekuasaan Kristen-Eropa.
Mengenai pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh kaum komunis Yahudi terhadap rakyat Rusia, cukup menjadi bukti adalah fakta-fakta yang diungkapkan oleh para sejarahwan Rusia sendiri. Dmitri Volkogonov, kepala sebuah komisi khusus Parlemen Rusia baru-baru ini mengungkapkan bahwa: "dari tahun 1929 sampai 1952 sebanyak 21.5 juta warga Uni Soviet ditahan. Sepertiga di antaranya ditembak, sisanya dipenjara dimana sebagian diantaranya meninggal di penjara." Olga Shatunovskaya, seorang anggota Komisi Pengawas Partai Komunis semasa pemerintahan Perdana Menteri Khrushchev tahun 60-an mengatakan: "Dari bulan January 1935 sampai 22 Juni 1941, sebanyak 19,840,000 warga yang dianggap musuh negara ditangkap. Tujuh juta di antaranya ditembak di penjara dan sebagian besar sisanya meninggal di kamp tawanan.
Sementara itu Robert Conquest, sejarahwan Rusia terkenal mengatakan: “Sangat sulit membantah bahwa kematian warga Rusia setelah tahun 1934 melebihi 10 juta jiwa. Masih ditambah sekitar 10 juta lagi korban wabah kelaparan antara tahun 1930-1933, korban sistem kerja paksa Gulak, dan program anti-petani yang dilakukan pemerintah. Total keseluruhan adalah sekitar 20 juta jiwa.
Di antara pembunuhan-pembunuhan itu pembunuhan Tsar Nicholas II dan keluarganya adalah yang paling terkenal karena menjadi momentum kehancuran kekaisaran Rusia yang telah berlangsung ratusan tahun sekaligus menjadi kejatuhan Eropa keseluruhan dalam kekuasaan Yahudi. (Eropa sempat bangkit di bawah kepemimpinan Hitler dan Mussolini, namun hanya sebentar saja. Kini Eropa dan Amerika, kecuali Rusia yang bangkit melawan Yahudi di bawah kepemimpinan Vladimir Putin, telah jatuh bulat-bulat ke dalam kekuasaan Yahudi).
Tsar Nicholas II dibunuh oleh kaum komunis pada malam hari tanggal 17 Juli 1918 di dalam sebuah istana tempat ia menjalani tahanan setelah digulingkan. Bersama dia turut meninggal secara keji adalah permaisuri, seorang putra remaja dan empat putri kecil sang Tsar. Pembunuhan tersebut sangatlah keji mengingat Tsar adalah seorang raja dari dinasti Romanov yang telah berkuasa selama tiga abad lebih. Ia masih memiliki pertalian darah dengan raja-raja Eropa dan dikenal rakyatnya sebagai raja yang bijaksana.
Sebelumnya orang-orang Yahudi telah membuat makar yang menyebabkan Raja Charles dari Inggris dan Raja Louis XVI dari Perancis digulingkan dari singgasana dan dihukum mati oleh rakyatnya. Namun setidaknya Charles dan Louis masih dapat menjalani kematian secara terhormat karena melalui proses pengadilan, sementara Tsar Nicholas tidak. Selain itu keturunan Charles dan Louis masih sempat meraih kembali kekuasaannya meski kemudian hilang kembali, sementara Tsar Nicholas harus kehilangan seluruh keluarganya.
Beberapa saat setelah pembunuhan Tsar, koran resmi regim komunis Rusia menulis: Tanpa ampun kita akan membunuh musuh-musuh kita, ratusan bahkan ribuan. Biarkan mereka tenggelam dalam kubangan darah mereka sendiri. Demi darah Lenin dan Uritskii, biarkan membanjir darah orang-orang borjuis, lebih banyak darah, sebanyak-banyaknya.
Sementara itu tokoh komunis Grigori Zinoviev dalam sebuah pidato di sebuah rapat partai komunis tahun 1918 dengan dingin mengatakan: Kita harus menyelamatkan 90 juta dari 100 juta penduduk Rusia bersama kita. Adapun sisanya sejumlah 10 juta, mereka harus dihabisi.
Lembaran hitam kekejaman Yahudi itu kini menjadi kesadaran kolektif masyarakat Rusia sehingga kini mereka mendukung sepenuhnya program anti Ologarki dan Mafia-Yahudi yang dilancarkan Presiden Vladimir Putin.
Belajar Dari Rusia
Jika saja rakyat Rusia kala itu tahu bahwa sosialisme Mensheviki dan komunisme Bolsheviki adalah satu komplotan antek zionis untuk menundukkan Rusia dan menjajahnya, mereka tentu sudah menolak kedua partai itu dan memilih mendukung rajanya sampai mati. Namun, bahkan di jaman modern seperti sekarang saja masih banyak orang-orang idiot yang menjadi pendukung penguasa jongos aseng asing. Apalagi kala itu ketika informasi sangat terbatas dan komunikasi berjalan lambat.
Tidak seperti komunisme Bolshevik yang terang-terangan anti-Tuhan dan agama, anti-nasionalisme (lebih suka internasionalisme), dan membenci tatanan sosial dan nilai-nilai tradisi dan menanamkan benih-benih perpecahan dengan isyu pertentangan kelas, sosialisme Mensheviki berpura-pura menghormati agama, menghormati persatuan dan kebhinnekaan. Maka ketika Tsar Nicholas II dipaksa mundur dari kekusaan bulan Maret 1917, rakyat bisa menerima regim Mensheviki.
Apalagi bila melihat 'statuta' Pemerintahan Transisi (Regim Mensheviki) yang menyebutkan bahwa tujuan pemerintahan ini adalah menyelenggarakan pemilu demi terbentuknya pemerintah, parlemen dan konstitusi yang demokratis, menjamin kebebasan pers dan kebebasan berekspresi, menyampaikan pendapat dan berkumpul/berorganisasi.
Namun semuanya itu hanya kedok belaka karena pada dasarnya mereka adalah 'komunis'. Mereka berkuasa hanya untuk mempersiapkan komunisme matang dan siap untuk kembali merebut kekuasaan setelah gagal pada tahun 1905. Dan misi ini sukses ketika komunis sukses melancarkan Revolusi Bolshevik pada bulan Oktober 1917. Kemudian, setelah misinya selesai, pemimpin Mensheviki sekaligus Perdana Menteri Pemerintahan Transisi, Alexander Kerensky, melarikan diri ke Amerika.
Revolusi Rusia |
Pemimpin sosialis yang anti-kapitalis itu justru meninggalkan negaranya untuk tinggal di Amerika hingga meninggalnya. Hal yang sama ditiru oleh Leon Trotsky, pemimpin komunis Bolsheviki ketika tersingkir dari kekuasaan oleh pesaingnya, Joseph Stalin. Trotsky, manusia yang berlumuran darah rakyat Rusia yang dituduhnya antek kapitalis itu bermaksud tinggal di negara biang kapitalisme. Namun, para kapitalis Amerika itu khawatir, keberadaan Trotsky akan membuka kedok komunisme sebagai alat kapitalis yahudi. Maka Trotsky ditolak masuk Amerika dan harus bertahan di Mexico. Kemudian, karena sudah tidak dibutuhkan lagi dan dikhawatirkan bisa menjadi 'whistle blower' kejahatan komunisme dan persengkongkolannya dengan kapitalis yahudi, Trotsky pun dibunuh.
Sampai di sini para liberal idiot, jokower-ahoker, termasuk sapi marif yang simpati pada komunisme mungkin bingung dengan maksud tulisan ini. Apa kaitannya dengan kondisi Indonesia saat ini? Mereka bingung karena pengetahuan mereka memang masih nanggung, meski sudah bergelar profesor doktor sekalipun.
Baiklah otong! Sori, maksudnya o'on. (Setiap nyebut jokower-ahoker kok selalu teringat pada mantan rekan kerja, seorang jokower-ahoker yang suka bohong dan ngemplang gaji karyawan). PKI dan komunisme mungkin sudah mati, khususnya di Indonesia sejak tahun 1960-an setelah ditumpas oleh TNI dan ummat Muslim serta dilarang oleh TAP MPR. Namun semangat mereka tidak akan pernah mati, sebagaimana setan dan iblis tidak mati sampai hari kiamat. Karena, seperti sudah disampaikan, komunisme hanyalah alat kapitalis yahudi penyembah setan. Pada dasarnya komunisme adalah semangat anti-Tuhan dan anti-agama serta perbudakan manusia. Kita lihat saja saat ini, semangat anti-ulama dan anti-Islam begitu gencar dilancarkan musuh-musuh agama.
Seperti Indonesia saat ini, terjadi polarisasi di tengah masyarakat Rusia antara dua kubu. Bila di Indonesia polarnya adalah kelompok Islam-Nasionalis melawan jokower-ahoker-liberal- komunis, di Rusia kala itu polarnya adalah antara kelompok Kristen-Nasionalis melawan kubu komunis-sosialis-liberal. Kubu pro-komunis ini diam-diam mendapat bantuan finansial dan material yang tidak terhingga dari para kapitalis yahudi dunia, sama seperti kubu jokower-ahoker yang mendapat dukungan finansial besar-besaran dari para kapitalis aseng-asing.
Situasinya sama seperti di Indonesia pra-G30S/PKI atau kondisi Indonesia saat ini, situasinya adalah 'point of no return', tidak ada jalan lain untuk menghindar karena sudah tidak ada lagi yang bisa dikompromikan. Pilihan kedua kubu adalah memukul atau dipukul. Didahului atau mendahului.
Selama masa Pemerintahan Transisi Rusia, dialektika politik di tengah masyarakat berlangsung keras. Sama seperti di Indonesia pra-G 30 S/PKI dan terulang lagi saat ini. Aksi berbalas aksi terjadi setiap hari. Namun polanya hampir sama, komunis melakukan provokasi, agitasi dan intimidasi dan orang-orang nasionalis-Kristen melakukan reaksi.
Ketika orang-orang komunis menggelar drama yang mengolok-olok kaum agamawan dan bangsawan, para pemuda nasionalis membubarkannya. Namun, orang-orang yahudi di balik layar telah memiliki pengalaman matang untuk menyingkirkan Raja Charles di Inggris di abad 17 dan Raja Louis di Perancis seabad kemudian. Selain berhasil menyuap elit Rusia juga mengirim ribuan agen provokator, tentara bayaran hingga teroris. Sementara Pemerintahan Transisi secara diam-diam memberikan perlindungan pada komunis. Mereka membebaskan para teroris komunis, dan sebaliknya menangkapi tokoh-tokoh nasionalis dan agamawan. Sama seperti regim Jokowi melindungi Ahok dan mengkriminalisasi ummat Islam.
Namun, tentara masih menjadi ancaman bagi komunis meski saat itu tentara, sebagaimana mayoritas rakyat, kebingungan tentang siapa musuh negara sesungguhnya. Maka, disusunlah sebuah konspirasi untuk menjebak dan kemudian menyandera tentara dengan apa yang kemudian dikenal dengan nama 'Kornilov Affair'.
Ini adalah sebuah konspirasi komunis-yahudi internasional dengan mengesankan terjadi kudeta militer terhadap Pemerintahan Transisi. Pada bulan Agustus 1917 sekelompok tentara Rusia dipimpin Jendral Kornilov melancarkan kudeta. Namun karena sudah di-'setting' untuk gagal, pemberontakan berakhir dalam beberapa hari saja tanpa hasil apapun. Sebaliknya, dengan kudeta ini militer menjadi tersandera sebagai pihak yang bersalah. Sementara, komunis yang diam-diam telah memperkuat diri dengan senjata yang diam-diam dikirim dari Eropa dan Amerika serta senjata yang diberikan oleh Pemerintahan Transisi, memiliki alasan untuk kembali melancarkan kudeta.
Pada bulan Oktober 1917, partai komunis Bolshevik berhasil merebut kekuasaan melalui kudeta berdarah. Sementara pemimpin Pemerintahan Transisi Alexander Kerensky melarikan diri ke Amerika.
Di hari pertama, komunis Rusia sudah menunjukkan watak aslinya sebagai penumpah darah nomor wahid. Sekitar 4.000 polisi negara yang dikenal sebagai loyalis Kaisar, dieksekusi ramai-ramai di jalanan. Hal itu membuka mata rakyat Rusia, bahwa komunis adalah musuh mereka yang sebenarnya. Maka dua tahun kemudian rakyat Rusia yang dibantu oleh rakyat negara-negara Eropa yang membenci komunisme, melancarkan pemberontakan terhadap pemerintahan komunis Uni Sovyet. Namun komunisme sudah terlanjur kuat. Pemberontakan rakyat Rusia melawan komunisme gagal, meski mereka berhasil membebaskan Finlandia, Polandia, Estonia, Latvia dan Lithuania.
( Sumber - Indonesian Free Press.)
Komentar
Posting Komentar