Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Indonesia lazimnya diisi dengan
pembacaan rawi atau sejarah hidup Nabi Muhammad SAW.
Di tengah pembacaan rawi ini pada bagian tertentu orang-orang tua dan
guru kita mendadak berdiri dari duduk bersilanya. Mereka membaca
shalawat bersama-sama. Ini merupakan cara bagaimana mereka memberikan
contoh kepada generasi umat Islam selanjutnya perihal penghormatan
bagi Rasulullah SAW.
Perihal berdiri di tengah peringatan maulid. Apakah hukum berdiri
ketika Barzanjian saat bacaan tertentu yang dikenal dengan sebutan
Mahallul qiyam?. Memang kita tidak menemukan dalil baik Al-Quran
maupun hadits secara spesifik yang memerintahkan atau melarang kita
untuk berdiri di tengah pembacaan rawi. Hanya saja hal ini lebih
didorong oleh rasa hormat dan takzim yang begitu besar dari umat
kepada rasul yang mereka cintai.
Sementara berdiri yang dilakukan oleh orang tua dan para guru kita
lebih karena akhlak mereka terhadap Rasulullah SAW. Para orang tua
kita jelas meneladani akhlak para ulama sebagai pewaris para nabi
terhadap rasulnya.
Ada baiknya kita telaah uraian Sayid Bakri bin Sayid Muhammad Syatha
Ad-Dimyathi dalam I'anatut Thalibin sebagai berikut :
فائدة) جرت العادة أن الناس إذا سمعوا ذكر وضعه صلى الله عليه وسلم
يقومون تعظيما له صلى الله عليه وسلم وهذا القيام مستحسن لما فيه من
تعظيم النبي صلى الله عليه وسلم ، وقد فعل ذلك كثير من علماء الامة الذين
يقتدى بهم. قال الحلبي في السيرة فقد حكى بعضهم أن الامام السبكي اجتمع
عنده كثير من علماء عصره فأنشد منشده قول الصرصري في مدحه صلى الله عليه
وسلم: قليل لمدح المصطفى الخط بالذهب على ورق من خط أحسن من كتب وأن تنهض
الاشراف عند سماعه قياما صفوفا أو جثيا على الركب فعند ذلك قام الامام
السبكي وجميع من بالمجلس، فحصل أنس كبير في ذلك المجلس وعمل المولد.
واجتماع الناس له كذلك مستحسن.
Artinya : "Sudah menjadi tradisi bahwa ketika mendengar kelahiran Nabi
Muhammad SAW disebut-sebut, orang-orang akan berdiri sebagai bentuk
penghormatan bagi Rasul akhir zaman. Berdiri seperti itu didasarkan
pada istihsan (anggapan baik) sebagai bentuk penghormatan bagi
Rasulullah SAW. Hal ini dilakukan banyak ulama terkemuka panutan umat
Islam".
Al-Halabi dalam Sirah-nya mengutip sejumlah ulama yang menceritakan
bahwa ketika majelis Imam As-Subki dihadiri para ulama di zamannya,
Imam As-Subki membaca syair pujian untuk Rasulullah SAW dengan suara
lantang,
'Sedikit pujian untuk Rasulullah SAW oleh tinta emas,
di atas mata uang dibanding goresan indah di buku-buku
Orang-orang mulia terkemuka bangkit saat mendengar namanya, berdiri
berbaris atau bersimpuh di atas lutut'
Selesai membaca syair Imam As-Subki berdiri yang kemudian diikuti oleh
para ulama yang hadir. Kebahagiaan muncul di majelis tersebut dan
maulid Rasulullah SAW diperingati di dalamnya.
Pertemuan umat Islam demi kelahiran Rasulullah SAW juga didasarkan
pada istihsan," (Lihat Sayid Bakri bin Sayid Muhammad Syatha
Ad-Dimyathi, I'anatut Thalibin, Darul Fikr, Beirut, Libanon, tahun
2005 M/1425-1426 H, juz III, halaman 414).
Dari keterangan di atas kita dapat menarik simpulan bahwa berdiri saat
pembacaan rawi berlangsung bukan dilatarbelakangi oleh sebuah perintah
wajib di dalam Al-Quran atau hadits. Aktivitas berdiri ketika itu
lebih didorong oleh akhlak umat terhadap Nabinya. Para ulama memandang
bahwa berdiri untuk menghormati Rasulullah SAW adalah sesuatu yang
baik (istihsan).
Selagi fisik masih sehat, hadirilah majelis-majelis yang memperingati
hari kelahiran Rasulullah SAW karena di situ rahmat Allah ta'ala turun
sehingga menambah pengalaman batin tidak sedikit orang yang hadir. Di
samping itu ada baiknya kita berdiri saat mahallul qiyam sebagai
bentuk cinta dan takzim kita kepada Nabi Muhammad SAW.
Semoga Allah memberikan mandat syafa'at kepada Rasul-Nya untuk
menyelamatkan kita di dunia maupun di akhirat.
(Alhafiz Kurniawan/nu.or.id)
Komentar
Posting Komentar