Mau tahu betapa masifnya efek pembebasan Aleppo bagi AS, NATO dan Sekutunya?
Bersiaplah untuk gelombang propaganda fitnah, bejibun 'last call' yang
berceloteh tanpa bukti, yang bahkan tidak bisa diverifikasi apakah
pemerannya warga Aleppo atau bukan. Ambil contoh Bilal Abdul Kareem,
yang lahir dan tumbuh besar di AS.
Beragam sumber anonim akan menghiasi berita-berita, membeberkan
kesaksian tanpa bukti tentang bagaimana tentara Syria mengeksekusi
warga sipil, dan bahkan memperkosa mereka. Beragam headline akan
mengudara, menyelipkan kata 'diduga' dalam setiap tuduhan yang
konsisten, mempermainkan persepsi publik. Beragam gambar pembantaian
akan di daur ulang, dengan mengambil caption 'Aleppo'.
Jumlah 250.000 warga sipil yang dinyatakan terjebak di Aleppo oleh
Media Mainstream (MSM), dari dulu ditanggapi Syria dengan serius. Dan
dengan modal itu pula lah, kehati-hatian dalam operasi militer
menyebabkan proses pembebasan Aleppo berjalan begitu lama.
Namun, lagi-lagi, saya harus bersimpati pada SAA dan koalisinya.
Distrik demi distrik mereka bebaskan dengan bertaruh nyawa, dan kini,
terhitung hanya 80.000+ sipil yang berhasil dievakuasi dari Aleppo
timur. Bahkan setelah mereka membolak-balik gedung demi gedung kosong
yang hancur, setiap lubang basemen dan got-got yang tertutup
reruntuhan.
Kemana yang lain?
Itulah masalahnya. Sekarang terungkap bahwa teroris dan rekannya di
korporasi media telah menyiapkan angka ini untuk memainkan opini
publik pasca pembebasan Aleppo.
Kini, negara pendukung 'mujahidin' seperti AS dan Uni Eropa, mulai
menghembuskan propaganda bahwa Assad, membunuh 170.000 penduduk yang
lain dalam pembebasan Aleppo.
170.000. Let that sink in.
Bagaimana menyembunyikan mayat dan kejahatan dalam skala sebesar itu
di area yang hanya seluas 60 km persegi?
Does it even make sense?
Dulu, reporter dan jurnalis media umum tak ada yang berani memasuki
Aleppo timur, karena tiadanya jaminan bahwa 'pemberontak' tak akan
menculik atau membunuh mereka.
Kini, Aleppo sepenuhnya terbebas, dan media dari beragam negara dengan
leluasa wira-wiri meliput.
Dimanakah 170.000 warga sipil, atau puluhan bahkan ratusan anak-istri
teroris yang dibunuh tentara Syria?
Manusia yang berakal sehat pasti menolaknya. Namun corong propaganda
teroris takkan bergeming untuk sementara waktu, dan akan berusaha
menggodok isu murahan ini demi menyudutkan Assad, dan jika mungkin,
mendorong intervensi militer secara terbuka.
Ban Ki Moon, pimpinan PBB (dulu, sekarang sudah menjadi mantan) yang
berulangkali menghalangi bantuan Rusia yang ditujukan ke Aleppo, kini
berusaha meningkatkan agitasi dunia berdasar klaim pembantaian tanpa
bukti.
Padahal, baru tiga tahun yang lalu PBB mengakui bahwa serangan gas
Sarin yang terjadi di Ghouta, berasal dari wilayah yang dikuasai
'pemberontak', namun MSM masih saja memikul hal ini sebagai salah satu
'kejahatan' Assad.
Quick trivia: Serangan gas Sarin di Ghouta terjadi persis saat
pemeriksa senjata kimia dari PBB mendarat di Damaskus.
Dan biarkan saya mengingatkan kita tentang sesuatu. There is no WMD in
Iraq, hingga detik ini.
Namun, mesin-mesin propaganda sudah dihidupkan, roda-roda berita sudah
digenjot. Kalah di perang sesungguhnya, AS dan sekutunya mencoba
mempertahankan Aleppo melalui permainan media.
Ada beberapa hal sederhana yang bisa dipahami dalam jurnalisme.
Mengapa MSM menggunakan istilah 'Fall of Aleppo' atau Jatuhnya Aleppo?
Aleppo adalah bagian dari pemerintahan Syria yang sah, dan suka atau
tidak, Syria telah merebutnya kembali. Lalu mengapa menggunakan
istilah 'Fall', ketimbang 'Recapture', misalnya, seperti yang mereka
gunakan di Palmyra?
Saat Jerman kalah pada PD II, pemerintahnya menyebut peristiwa itu
dengan 'Fall of Berlin'. Istilah 'Fall' selalu datang dari pemerintah
yang sah, bukan pemberontak atau kubu oposisi (dalam hal ini Sekutu).
Have you find the dots?
Bahkan Perancis, negeri 'Je Suis everything', menanggapi bebasnya
Aleppo dari pemberontak dan teroris bayaran – teroris yang sama yang
membunuh warganya sendiri – dengan mematikan lampu di menara Eiffel.
Seharusnya ini menjadi perlambang dan pengingat yang sempurna bagi kita.
Tadi malam, menara Eiffel sama hitamnya seperti hati pemimpin dan
sekutunya, dan sama hitamnya seperti bendera Daesh.
Know your enemy.
(Helmi Aditya)
Bersiaplah untuk gelombang propaganda fitnah, bejibun 'last call' yang
berceloteh tanpa bukti, yang bahkan tidak bisa diverifikasi apakah
pemerannya warga Aleppo atau bukan. Ambil contoh Bilal Abdul Kareem,
yang lahir dan tumbuh besar di AS.
Beragam sumber anonim akan menghiasi berita-berita, membeberkan
kesaksian tanpa bukti tentang bagaimana tentara Syria mengeksekusi
warga sipil, dan bahkan memperkosa mereka. Beragam headline akan
mengudara, menyelipkan kata 'diduga' dalam setiap tuduhan yang
konsisten, mempermainkan persepsi publik. Beragam gambar pembantaian
akan di daur ulang, dengan mengambil caption 'Aleppo'.
Jumlah 250.000 warga sipil yang dinyatakan terjebak di Aleppo oleh
Media Mainstream (MSM), dari dulu ditanggapi Syria dengan serius. Dan
dengan modal itu pula lah, kehati-hatian dalam operasi militer
menyebabkan proses pembebasan Aleppo berjalan begitu lama.
Namun, lagi-lagi, saya harus bersimpati pada SAA dan koalisinya.
Distrik demi distrik mereka bebaskan dengan bertaruh nyawa, dan kini,
terhitung hanya 80.000+ sipil yang berhasil dievakuasi dari Aleppo
timur. Bahkan setelah mereka membolak-balik gedung demi gedung kosong
yang hancur, setiap lubang basemen dan got-got yang tertutup
reruntuhan.
Kemana yang lain?
Itulah masalahnya. Sekarang terungkap bahwa teroris dan rekannya di
korporasi media telah menyiapkan angka ini untuk memainkan opini
publik pasca pembebasan Aleppo.
Kini, negara pendukung 'mujahidin' seperti AS dan Uni Eropa, mulai
menghembuskan propaganda bahwa Assad, membunuh 170.000 penduduk yang
lain dalam pembebasan Aleppo.
170.000. Let that sink in.
Bagaimana menyembunyikan mayat dan kejahatan dalam skala sebesar itu
di area yang hanya seluas 60 km persegi?
Does it even make sense?
Dulu, reporter dan jurnalis media umum tak ada yang berani memasuki
Aleppo timur, karena tiadanya jaminan bahwa 'pemberontak' tak akan
menculik atau membunuh mereka.
Kini, Aleppo sepenuhnya terbebas, dan media dari beragam negara dengan
leluasa wira-wiri meliput.
Dimanakah 170.000 warga sipil, atau puluhan bahkan ratusan anak-istri
teroris yang dibunuh tentara Syria?
Manusia yang berakal sehat pasti menolaknya. Namun corong propaganda
teroris takkan bergeming untuk sementara waktu, dan akan berusaha
menggodok isu murahan ini demi menyudutkan Assad, dan jika mungkin,
mendorong intervensi militer secara terbuka.
Ban Ki Moon, pimpinan PBB (dulu, sekarang sudah menjadi mantan) yang
berulangkali menghalangi bantuan Rusia yang ditujukan ke Aleppo, kini
berusaha meningkatkan agitasi dunia berdasar klaim pembantaian tanpa
bukti.
Padahal, baru tiga tahun yang lalu PBB mengakui bahwa serangan gas
Sarin yang terjadi di Ghouta, berasal dari wilayah yang dikuasai
'pemberontak', namun MSM masih saja memikul hal ini sebagai salah satu
'kejahatan' Assad.
Quick trivia: Serangan gas Sarin di Ghouta terjadi persis saat
pemeriksa senjata kimia dari PBB mendarat di Damaskus.
Dan biarkan saya mengingatkan kita tentang sesuatu. There is no WMD in
Iraq, hingga detik ini.
Namun, mesin-mesin propaganda sudah dihidupkan, roda-roda berita sudah
digenjot. Kalah di perang sesungguhnya, AS dan sekutunya mencoba
mempertahankan Aleppo melalui permainan media.
Ada beberapa hal sederhana yang bisa dipahami dalam jurnalisme.
Mengapa MSM menggunakan istilah 'Fall of Aleppo' atau Jatuhnya Aleppo?
Aleppo adalah bagian dari pemerintahan Syria yang sah, dan suka atau
tidak, Syria telah merebutnya kembali. Lalu mengapa menggunakan
istilah 'Fall', ketimbang 'Recapture', misalnya, seperti yang mereka
gunakan di Palmyra?
Saat Jerman kalah pada PD II, pemerintahnya menyebut peristiwa itu
dengan 'Fall of Berlin'. Istilah 'Fall' selalu datang dari pemerintah
yang sah, bukan pemberontak atau kubu oposisi (dalam hal ini Sekutu).
Have you find the dots?
Bahkan Perancis, negeri 'Je Suis everything', menanggapi bebasnya
Aleppo dari pemberontak dan teroris bayaran – teroris yang sama yang
membunuh warganya sendiri – dengan mematikan lampu di menara Eiffel.
Seharusnya ini menjadi perlambang dan pengingat yang sempurna bagi kita.
Tadi malam, menara Eiffel sama hitamnya seperti hati pemimpin dan
sekutunya, dan sama hitamnya seperti bendera Daesh.
Know your enemy.
(Helmi Aditya)
sedih banget setiap kali dapat kabar dari suriah, kapan negara kita bisa membantu dengan pasukan perang elitnya yang sudah memiliki nama tigkat internasional
BalasHapusSemoga Syiria, negeri yang diberkahi Allah kembali damai
BalasHapus