يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَاَنْتُمْ حُرُمٌ ۗوَمَنْ قَتَلَهٗ مِنْكُمْ مُّتَعَمِّدًا فَجَزَۤاءٌ مِّثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهٖ ذَوَا عَدْلٍ مِّنْكُمْ هَدْيًاۢ بٰلِغَ الْكَعْبَةِ اَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسٰكِيْنَ اَوْ عَدْلُ ذٰلِكَ صِيَامًا لِّيَذُوْقَ وَبَالَ اَمْرِهٖ ۗعَفَا اللّٰهُ عَمَّا سَلَفَ ۗوَمَنْ عَادَ فَيَنْتَقِمُ اللّٰهُ مِنْهُ ۗوَاللّٰهُ عَزِيْزٌ ذُو انْتِقَامٍ ( الماۤئدة : ٩٥) Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai had-yad yang dibawa sampai ke Ka'bah atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa y
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mempertanyakan tidak
adanya mekanisme pengujian atas kebijakan Kementerian Komunikasi dan
Informatika (Kemenkominfo) dalam pemblokiran 11 situs yang diduga
mengandung konten Suku, Agama, dan Ras (SARA) yang membahayakan
persatuan dan kesatuan bangsa.
Ketua AJI Indonesia, Suwarjono menyerukan kepada semua pihak untuk
menghormati kaidah-kaidah pelaksanaan kebebasan berekspresi
sebagaimana diatur dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM)
serta Konvenan Sipil dan Politik. "Pelaksanaan kebebasan berekspresi
harus mengacu kepada prinsip-prinsip yang diatur DUHAM maupun Konvenan
Sipil dan Politik," kata Suwarjono.
Suwarjono menyatakan, lantaran medium internet bersifat seketika dan
tanpa batas-batas, misalnya batas geografis, maka pembatasan sebagai
pelaksanaan aturan Konvenan Sipil dan Politik memang boleh
diberlakukan seketika. "Contohnya dengan memblokir situs-situs yang
menganjurkan kebencian atas dasar kebangsaan, ras atau agama yang
merupakan hasutan untuk melakukan diskriminasi, permusuhan atau
kekerasan," jelas Suwarjono.
Akan tetapi, Suwarjono menegaskan tetap harus ada mekanisme pengadilan
untuk sesegera mungkin menguji objektivitas penilaian pemerintah
terkait dugaan anjuran kebencian oleh suatu situs atas dasar
kebangsaan, ras atau agama yang menimbulkan hasutan untuk melakukan
diskriminasi, permusuhan atau kekerasan. "Mekanisme uji oleh
pengadilan penting agar kewenangan negara untuk memastikan pelaksanaan
kebebasan berekspresi mengikuti aturan Konvenan Sipil dan Politik
tidak disalahgunakan untuk kepentingan penguasa," ujar Suwarjono.
Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia Iman D Nugroho mengatakan segala
macam bentuk pemblokiran berpotensi melanggar kebebasan warga negara
untuk berekspresi. Risiko itu muncul saat perangkat hukum yang
dijalankan pemerintah tidak mencakup rumusan mekanisme uji pengadilan,
"Mekanisme pengujian pengadilan atas keputusan pemerintah meminta ISP
memblokir akses 11 situs harus dilakukan secepat-cepatnya untuk
memastikan hak warga negara memperoleh informasi tidak dilanggar,"
kata Iman.
AJI Indonesia juga menyerukan kepada semua pihak untuk menggunakan
kebebasan berekspresi dengan sebaik-baiknya. Pada Kamis (3/11),
Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo telah berkirim
surat kepada sejumlah Internet Service Provider (ISP) yang isinya
meminta 11 situs tersebut diblokir sementara. Permintaan pemblokiran
itu dilakukan terkait dengan dugaan bahwa kesebelas laman internet itu
telah menyebarluaskan konten yang mengandung unsur SARA.
(republika.co.id)
adanya mekanisme pengujian atas kebijakan Kementerian Komunikasi dan
Informatika (Kemenkominfo) dalam pemblokiran 11 situs yang diduga
mengandung konten Suku, Agama, dan Ras (SARA) yang membahayakan
persatuan dan kesatuan bangsa.
Ketua AJI Indonesia, Suwarjono menyerukan kepada semua pihak untuk
menghormati kaidah-kaidah pelaksanaan kebebasan berekspresi
sebagaimana diatur dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM)
serta Konvenan Sipil dan Politik. "Pelaksanaan kebebasan berekspresi
harus mengacu kepada prinsip-prinsip yang diatur DUHAM maupun Konvenan
Sipil dan Politik," kata Suwarjono.
Suwarjono menyatakan, lantaran medium internet bersifat seketika dan
tanpa batas-batas, misalnya batas geografis, maka pembatasan sebagai
pelaksanaan aturan Konvenan Sipil dan Politik memang boleh
diberlakukan seketika. "Contohnya dengan memblokir situs-situs yang
menganjurkan kebencian atas dasar kebangsaan, ras atau agama yang
merupakan hasutan untuk melakukan diskriminasi, permusuhan atau
kekerasan," jelas Suwarjono.
Akan tetapi, Suwarjono menegaskan tetap harus ada mekanisme pengadilan
untuk sesegera mungkin menguji objektivitas penilaian pemerintah
terkait dugaan anjuran kebencian oleh suatu situs atas dasar
kebangsaan, ras atau agama yang menimbulkan hasutan untuk melakukan
diskriminasi, permusuhan atau kekerasan. "Mekanisme uji oleh
pengadilan penting agar kewenangan negara untuk memastikan pelaksanaan
kebebasan berekspresi mengikuti aturan Konvenan Sipil dan Politik
tidak disalahgunakan untuk kepentingan penguasa," ujar Suwarjono.
Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia Iman D Nugroho mengatakan segala
macam bentuk pemblokiran berpotensi melanggar kebebasan warga negara
untuk berekspresi. Risiko itu muncul saat perangkat hukum yang
dijalankan pemerintah tidak mencakup rumusan mekanisme uji pengadilan,
"Mekanisme pengujian pengadilan atas keputusan pemerintah meminta ISP
memblokir akses 11 situs harus dilakukan secepat-cepatnya untuk
memastikan hak warga negara memperoleh informasi tidak dilanggar,"
kata Iman.
AJI Indonesia juga menyerukan kepada semua pihak untuk menggunakan
kebebasan berekspresi dengan sebaik-baiknya. Pada Kamis (3/11),
Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo telah berkirim
surat kepada sejumlah Internet Service Provider (ISP) yang isinya
meminta 11 situs tersebut diblokir sementara. Permintaan pemblokiran
itu dilakukan terkait dengan dugaan bahwa kesebelas laman internet itu
telah menyebarluaskan konten yang mengandung unsur SARA.
(republika.co.id)
Komentar
Posting Komentar