Bapak Tarban - Kisah Perjalanan Sang Pertapa Tua |
Kalau kalian bangga mengibarkan bendera merah putih, apakah kalian benci melihat orang mengibarkan bendera masyarakat seluruh dunia yang warna-warni karena kecintaan pada perdamaian dan kasih sayang?
Dan atas jawaban dan alasan yang dikemukan oleh Bapak Tarban , Bapak Tarban pun dipulangkan ke rumah tanpa cidera apapun, komandan dan anak buahnya pun memberi hormat kepadanya atas alasan-alasannya itu.
Sampai beberapa waktu, kadang ada anggota koramil yang datang bersilaturahmi ke rumah untuk meminta wejangan-wejangan dari Bapak Tarban, ada pula yang meminta doa dan berkah dari beliau. Namun saya kira hal itu dilakukan karena tentara memiliki misi intelijen untuk memastikan keterlibatan Bapak Tarban pada gerakan-gerakan tertentu yang menjurus pada makar yang membahayakan negara. Setelah Para tentara meyakini tidak ada pada Bapak Tarban hal-hal yang mencurigakan, akhirnya merekapun tidak pernah bersilaturahmi lagi, dan membiarkan Bapak Tarban kembali menggeluti dunia spiritualnya sebagai seorang pertapa tua yang hidup dalam kesendirian, di kamar kecil, di rumah pagar bambu beratapkan daun rumbia.
Saya yang hidup serumah dengan Bapak Tarban, yang dididik dan dibesarkan dengan latar belakang pendidikan islam kadang selalu menentang dan berbeda pandangan dengan beliau, karena memprediksi
kejadian di masa yang akan datang adalah perkara yang ghaib, dan perkara ghaib adalah menjadi urusan Allah, kalau kita meramalkan kejadian masa depan yang bersifat ghaib adalah mendahului kehendak Allah dan bisa terjerumus ke jurang kesyirikan yang besar dosanya. Dalam menghadapi semua prediksi-prediksi beliau, saya selalu membantah dalam hati dan berdoa pada Allah agar segala sesuatu yang buruk tidak menimpa negara kita yang imbasnya adalah timbulnya kesusahan pada rakyat juga, walaupun secara lahiriah selalu menganggukan kepala terhadap ucapan-ucapan beliau sebagai tanda hormat anak kepada orang tuanya. Tetapi Bapak Tarban adalah orang yang tegas, kalau sedang meramalan sesuatu kejadian, maka dia akan Berbicara seperti seorang warok yang sedang beradu mulut ketika akan bertanding dengan musuhnya, tatapan matanya yang tajam dan memerah, suaranya lantang menggelegar, dan dia berani bersumpah dengan taruhan memotong lidah bahkan nyawanya sekalipun. Dan pernah ketika dia bersumpah, disertai bunyi petir yang menggelegar, entah karena kebetulan saja, atau karena petirpun mengamini ucapan sumpah beliau.
Memahami watak dan tabiat seperti itu, maka saya mengalah dan menghargai pandangan-pandangan beliau. Memang yang selalu Bapak Tarban prediksikan selalu menjadi kenyataan, dan dia mengklaim bahwa ramalannya bersumber dari Kitab Jayabaya, padahal Bapak Tarban sendiri tidak mempunyai kitab tersebut, apalagi diapun tidak dapat membaca dan menulis , tapi katanya dia sudah "ngawaki" (bersatu dan merasakan) Kitab Jayabaya tersebut melalui lelakon batinnya.
Selama dalam pertapaannya, saya memahami bahwa Bapak Tarban adalah seseorang yang tergiring pada pemahaman Islam Sejati oleh "Gumelaring Jagat" yang diklaim sebagai guru sejatinya. Dia mempercayai kebenaran Islam seperti yang dibawa oleh Nabi Muhammad, namun kepercayaan dia hanyalah sebatas hakikat, tanpa melakukan sederetan syariat seperti rukun islam dan sebagainya, ketika saya hendak ambil air wudhu untuk sholat, dialah yang memompakan airnya karena sumur kami adalah sumur pompa bantuan pemerintah namun tidak memiliki bak penampungan untuk berwudhu. Ketika saya mengajak Bapak Tarban untuk sholat, dia katakan : kau amalkan yang menjadi keyakinanmu, dan saya lakukan yang menjadi keyakinanku. Mungkin suatu pandangan hidup yang demokratis, tapi dia katakan : orang jawa ojo lali jawane, orang jawa jangan melupakan kejawen, juga harus melakukan adat istiadat secara jawa seperti masyarakat pada umumnya, seperti perhitungan hari baik dan buruk pada waktu melakukan hajatan mendirikan rumah, perkawinan, bepergian dsb. Kemudian saya tanyakan kepadanya : bagaimana kalau saya sebagai orang jawa tidak meyakini dan tidak melakukan kejawen sebagaimana Orang jawa pada umumnya? Maka jawab beliau : kalau begitu kamu harus memiliki keyakinan yang lebih kuat dari kejawen, karena kejawen memiliki kekuatan baik dan buruk yang bisa mendatangkan bala bencana bila diyakini tapi dilanggar. Kalau begitu saya harus memiliki keyakinan yang kuat karena saya tidak meyakini kejawen. Maka Bapak Tarban pun membenarkan ucapanku. Walaupun Bp Tarban adalah seorang ahli hitung kejawen yang diakui dan dituakan oleh masyarakatnya, namun dia sendiri sering menghadapi keanehan pada dirinya sendiri pada waktu di menggelar hajatan pernikahan atau khitanan anak-anaknya. Bp Tarban selalu menggelar pertunjukkan wayang kulit. Walaupun rumahnya terbuat dari pagar bambu dan beratapkan rumbia, tapi selera kesenian dan kecintaannya pada wayang kulit membuat dia selalu menggelar pertunjukkan wayang kulit. Dan dengan perhitungannya sendiri yang "otak atik mathuk" maka pagelaran wayang pun diselenggarakan dalam suasana yang meriah.
Komentar
Posting Komentar