Bapak Tarban - Kisah Perjalanan Sang Pertapa Tua |
Lain kecuali dijemput oleh yang punya hajat, itupun dari kalangan keluarga terdekat, menyerahkan seluruh urusan persawahan, pernikahan putra-putrinya kepada kepada istrinya. Selama menjalani pertapaannya Bapak Tarban benar-benar tinggal di rumah.
Memang sejak menjalani kehidupan spiritual, kehidupan Bapak Tarban berubah total dari yang tadinya sebagai sosok pekerja keras yang selalu hidup di sawah dan ladang, kini mengurung diri di kamar siang dan malam seperti dalam penjara. Namun perubahan batin menjadi mencolok karena dia menjadi ahli hitung untuk segala hajatan, juga sering dimintai doa dan barokahnya oleh orang yang sakit dengan media air putih. Dan yang luar biasa adalah ketajaman mata batin beliau dalam memprediksi kejadian-kejadian di masa yang akan datang yang berhubungan dengan gonjang-ganjing ketatanegaraan dalam rentang 3 sampai 10 tahun sebelum kejadian, dan dia ramalkan kejadian-kejadian itu di bawah sumpah dengan taruhan nyawa dan potong lidah. Banyak yang Bapak Tarban Prediksikan dari peristiwa penebangan pohon di jalanan untuk jaringan PLN yang dikatakannya sebagai "banteng ijo diamuk", pembunuhan misterius yang dikatakan sebagai "bangkai berceceran di sepanjang jalan", krisis moneter yang dikatakannya "kiamat jam 07.00 tanggal 07 bulan 07 tahun 1997" dimana masyarakat baru merasakan goncangannya sebulan kemudian padahal para penggede republik ini sudah tahu terjadi pada bulan juli 1997 dan lengsernya Presiden Suharto yang dikatakan "sing salah kudu seleh", naiknya Gus Dur yang dikatakan "wong ngantuk nemu gethuk, wong bodho kanggo", dan banyak lagi prediksi yang kadang diungkapkan dengan simbol-simbol yang aneh. Bahkan pada tahun 1977, dimana pemerintahan orde baru medoktrinasi Pancasila sebagai azas tunggal dalam berpolitik, berbangsa dan bernegara, multi partai yang dilebur menjadi dua partai dan satu golongan karya, tidak boleh mengibarkan bendera selain bendera merah putih, entah mendapat wangsit apa, di luar kebiasaan pertapaan beliau, Bapak Tarban pergi ke Pasar Petarukan sambil berjalan kaki. Apa yang dia cari? Ternyata dia membeli kain yang berwarna-warni, sampai berpuluh-puluh lembar dengan panjang masing-masing 1,5 meter. Untuk apa kain sebanyak itu diborong oleh Bapak Tarban , masyarakat bertanya-tanya karena hal itu di luar kebiasaannya. Sepulang dari pasar membeli kain, Bapak Tarban pergi ke perkebunan tebu, di sana dia
menemui penjaga kebun teb dan membeli tebu ireng beberapa puluh batang kemudian dibawa pulang ke rumah. Ternyata tebu ireng itu ia jadikan sebagai tiang bendera dengan kain yang berwarna-warni yang kemudian dia tancapkan di sepanjang gang menuju rumah dia, dari jalan raya masuk ke gang hingga sampai ke rumah berjarak kira-kira 200 meter. Masyarakat dibuat geger, sampai pihak kelurahan mengontak Koramil untuk menyelidiki latar belakang apa Bp Tarban memasang bendera berwarna warni pada perayaan HUT RI, bukannya bendera merah putih, apakah ini sebuah pemberontakan, dan masyarakatpun banyak yang menuduh kalau Bp Tarban itu bagian dari antek-antek PKI dengan perbuatannya yang nyleneh itu. Tak tanggung, satu truk di penuhi tentara bersenjata lengkap mendatangi rumah Bp Tarban untuk menangkap dan mengintrogasi beliau. Bp Tarban pun dibawa ke koramil, ini peristiwa menegangkan karena kalau seseorang sampai di introgasi ke Koramil, bukannya kantor Polisi, pastilah terjadi pelanggaran-pelanggaran luar biasa yang dilakukan oleh Bp Tarban. Seluruh keluargapun dibuat panik dan cemas, juga masyarakat sekitar, sebab pasti kalaulah nanti Bp Tarban pulang, pun dengan muka atau tubuh yang babak belur karena dihajar oleh aparat. Tapi Bp Tarban yang dibawa ke koramil tetap tenang menghadapi semua itu. Ketika diinterogasi ditanyakan kepadanya bukankan Bapak tahu kalau ini adalah perayaan tujuh belasan, negara mewajibkan pengibaran bendera merah putih kepada warganya sebagai tanda bersyukur atas nikmat kemerdekaan, tapi Bapak tidak mengibarkan bendera merah putih, tapi malah mengibarkan bendera yang warna-warni, apakah Bapak mau memberontak terhadap pemerintahan yang sah?
Mendapat pertanyaan seperti itu, Bp Tarban malah balik bertanya kepada komandan yang mengintrogasi dirinya dengan suara lantang, apakah Bapak sebagai seorang tentara sudah merasa mencintai Indonesia dengan sebenar-benarnya? Suara Bp Tarban yang lantang memang mengandung kekuatan batin yang dahsyat, siapapun yang berhadapan berbicara dengannya, apalagi bila dia sudah marah, pasti akan merasa gentar dan turun mentalnya bagai terkena hipnotis darinya. Dengan pelan Komandan pun menjawab Ya, aku mencintai Indonesia. Lalu Bp Tarban pun kembali bertanya, apakah Bapak sebagai seorang tentara dan manusia juga mencintai bangsa lain, Cina, Inggris, Afrika, Asia, Amerika, yang hitam, yang merah, yang putih? Ketahuilah bapak-bapak tentara, kalau kalian merasa bangga mencintai negara Indonesia, aku juga mencintai negara Indonesia, aku justru mencintai seluruh bangsa-bangsa di seluruh dunia, karena akulah lanange jagat!
Komentar
Posting Komentar