Bapak Tarban - Kisah Perjalanan Sang Pertapa Tua |
Tahun 1975, Adalah Bapak Tarban, seorang petani dari Dusun Kapurinjing, Desa Iser, Kec. Petarukan - Pemalang, pada suatu malam pergi ke ladang untuk mengairi tanaman kedelai yang baru berumur sekitar dua minggu. Biasanya dia menanam padi, tapi karena sedang mendekati puncak musim kemarau sehingga dia menanam kedelai yang relatif lebih tahan dari kekeringan. Karena sudah larut malam dan air belum juga sampai ke bagian belakang dari hamparan tanaman kedelainya yang luas, tapi dia tidak mau pulang sebelum tanaman kedelai mendapat aliran air semua, akhirnya Bapak Tarban pun sambil rebahan di atas pematang sawah sampai akhirnya ketiduran.
Dalam tidurnya Bapak Tarban bermimpi bertemu seseorang yang memberikan sebuah batu permata berwarna kemerahan dengan corak warna lima macam sambil memerintahkan kepada Bapak Tarban untuk melakukan tirakatan berupa Topo Broto selama 25 tahun. Selama 25 tahun, mungkinkah…?
Setelah Bapak Tarban menerima wangsit untuk melakukan Topo Broto selama 25 tahun, dia pikir adalah sesuatu perintah yang tidak masuk akal dan tidak mungkin untuk dilakukan sebab merasa sebagai manusia biasa yang tidak pernah mengenyam pendidikan baik formal maupun informal, apalagi dia dilahirkan pada tahun 1921, dimana pada saat itu rakyat Indonesia sedang dalam belenggu penjajahan yang sama sekali tidak memperhatikan masalah pendidikan bagi rakyat biasa. Mengajipun Bapak Tarban tidak bisa, apalagi memahami agama islam secara benar,
Dalam kekalutan batin antara mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan menjalani kehidupan kerohanian sebagai seorang pertapa, Bapak Tarban memutuskan untuk tetap menjadi manusia biasa yang menjalani aktifitas kehidupan seperti orang kebanyakan, mencari nafkah, memelihara ternak, pergi ke sawah sambil membantu istrinya Ibu Driah yang berjualan makanan matang hasil palawija di pasar petarukan, dan dia sama sekali tidak peduli dengan wangsit yang diterimanya, karena menganggap wangsit itu hanyalah mimpi belaka untuk menggodanya.
Namun beberapa hari kemudian Bapak Tarban jatuh sakit yang mengakibatkan dia harus beristirahat total dari segala aktifitas. Dan dalam sakitnya itu Bapak Tarban kembali didatangi seorang tua yang kembali memerintahkannya untuk menjalankan topo broto selama 25 tahun.
Dalam kebimbangan, antara menjalankan amanat dan tanggung jawab dia sebagai kepala keluarga, akhirnya Bapak Tarban memilih untuk menjalankan wangsit yang memerintahkannya untuk lelakon topo broto selama 25 tahun. Bapak Tarban pun meminta keikhlasan istri tercintanya untuk memberi ijin kepadanya untuk menjalani kehidupan kerohaniahan sebagai seorang pertapa.
Pada tahun 1975, saat usia Bapak Tarban menginjak umur 54 tahun, pada saat itu, sebagai persiapan untuk memulai kehidupan baru sebagai seorang pertapa, Bapak Tarban menyerahkan penggarapan sawah miliknya kepada anak-anaknya dan juga hewan-hewan ternak miliknya.
Bagaimana wujud pertapaan Bapak Tarban selama 25 tahun itu? Apakah kita membayangkan bahwa Bapak Tarban bertapa di puncak gunung di dalam gua sambil duduk bersila dan memejamkan mata tanpa makan dan minum? Ternyata tidak. Dia melakukan pertapaan yang menurut kita adalah tidak lazim, dia melakukan pertapaan atau kita sebut saja lelakon di dalam rumahnya sendiri yang terbuat dari pagar bambu dan beratapkan daun rumbia. Aktifitas pertapaannya adalan "makan dan tidur". Bangun tidur langsung makan, sehabis makan tidur lagi. Kalau capek tidur dan tidak ingin makan, maka dia duduk di kursi tua yang terbuat dari rotan sambil memberi wejangan kepada keluarganya tentang hidup dan kehidupan. Barangkali bagi kita tampak konyol lelakon seperti itu, dan secara lahiriah tampak seperti orang malas. Tapi mungkin di dalam alam tidurnya, dia sedang menjalani penggemblengan spiritual yang luar biasa berat dari guru batinnya. Dan pernah pada suatu malam yang sunyi, dari atap di atas kamar beliau keluar sinar Putih seperti sinar lampu petromax memancar ke langit, dan orang-orang yang melihat sinar itu kemudian mendatangi kamar beliau dan di dapatinya beliau sedng
tidur pulas. Bapak Tarban juga menerangkan bahwa selama dalam pertapaannya, dia belajar spiritual pada "Gumelaring Jagat" / alam semesta yang diakuinya sebagai guru batinnya. Dan Bapak Tarban mengklaim dirinya sebagai "Lanange Jagat" / putra dari alam semesta.
Adalah suatu peristiwa spiritual yang luar biasa yang di jalani oleh Bapak Tarban , karena selama menjalani pertapaannya selama 25 tahun, dia tidak pernah minum obat atau jamu walau sedang sakit, dan kalau tepaksa diberi obat, akan muntah kembali, tidak pernah meminta disediakan makan dan minum walaupun sedang lapar dan haus, tidak pernah bekerja untuk orang lain yang menuntut bayaran, tidak pernah melakukan akad jual beli, tidak pernah keluar rumah melewati batas pagar rumahnya sendiri kecuali ke sungai untuk buang hajat, tidak pernah menghadiri undangan hajatan/kenduri dari orang lain kecuali kerabatnya sendiri. (bersambung)
- - -
Jakarta, 5 Februari 2010 22:54
Komentar
Posting Komentar