Akhir-akhir ini kita melihat ada kecenderungan dari beberapa orang
ustad, untuk mengajak orang hanya memakai air untuk berwudhu sebanyak
satu "Mudd" (sekitar 1/2 liter). Ajakan ini bisa dilihat di beberapa
video Youtube yang menjelaskan tata cara berwudu. Ajakan ini bukan
tanpa alasan dan pijakan, tapi justru didasarkan kepada hadis yang
menjelaskan bahwa Nabi dahulu berwudhu dengan menggunakan air sebanyak
satu "Mudd". Lantaran ajakannya agak 'keras', akhirnya muncullah kesan
dan anggapan di sebagian masyarakat bahwa, berwudhu dengan menggunakan
air melebihi satu "Mudd" itu adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan
Sunnah Nabi, alias salah atau menyimpang.
Lantas, bagaimana pula pandangan para ulama sekaliber imam Syafi`i,
Nawawi dan Syafi`iyyah lainnya, tentang hal ini?
Kalau dirujuk karya imam Syaf`i seperti al-Umm misalkan, justru yang
ditemukan pandangan beliau yang berbeda dengan apa yang dijelaskan di
atas. Beliau justru tidak mematok ukuran minimal dan maksimal dari
volume air wuduk yang akan digunakan. Patokan beliau bukan pada volume
sedikit atau banyak, melainkan justru pada terpenuhinya hal-hal yang
dituntut dalam melakukan wudhu, seperti "al-Ghaslu" (basuhan) dan
"al-Mashu" (usapan). Jika membasuh atau mengusap anggota wudhu itu
sudah terpenuhi dengan air yang kurang dari satu "Mudd", maka itu
sudah dianggap cukup. Tapi kalau lebih, maka itupun tidak dianggap
"Saraf" (berlebihan) dalam menggunakan air.
Lebih dari itu, imam Syafi`i mensyaratkan harus ada apa yang disebut
"Jarayaan al-Maa'i" (air mengalir) di atas anggota yang dibasuh.
Artinya, bila air yang digunakan pada saat membasuh tangan (umpamanya)
itu tidak mengalir di bagian tangan yang akan dibasuh, maka belum
dianggap "al-Ghasl" (membasuh).
Pandangan imam Syafi`i ini, ternyata juga diamini dan dipertegas lagi
oleh para ulama Syafi`iyyah selanjutnya, sepert imam Nawawi dalam
al-Majmuu`. Bahkan, beliau dengan tegas menyampaikan bahwa para ulama
menyepakati tidak ada ukuran khusus untuk volume air yang digunakan
dalam berwudhu.
Lalu, bagaimana dengan hadis yang menceritakan Nabi berwudhu dengan
menggunakan air bervolume satu "Mudd"?
Imam Syafi`i dan Syafi`iyyah senior, memahaminya sebagai anjuran
Sunnah terkait ukuran minimal, sehingga mereka mengatakan bahwa
disunatkan untuk tidak menggunakan air kurang dari satu "Mudd".
Itupun, menurut Ibn Hajr al-Haitamy dalam Tuhfah al-Muhtaaj,
tergantung pada kondisi dimana ukuran fisik atau postur seseorang itu
mendekati ukuran postur Rasulullah.
Bahkan, imam ar-Rafi`i seperi yang dilansir oleh imam Nawawi, memahami
penyebutan satu "Mudd" dalam hadis itu sebagai bentuk "Taqriib"
(ukuran perkiraan), bukan "Tahdiidd" (ukuran pas). Hal ini didasarkan
pada riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi pernah berwudhu kurang dari
satu "Mudd", yaitu 2/3 Mudd.
ustad, untuk mengajak orang hanya memakai air untuk berwudhu sebanyak
satu "Mudd" (sekitar 1/2 liter). Ajakan ini bisa dilihat di beberapa
video Youtube yang menjelaskan tata cara berwudu. Ajakan ini bukan
tanpa alasan dan pijakan, tapi justru didasarkan kepada hadis yang
menjelaskan bahwa Nabi dahulu berwudhu dengan menggunakan air sebanyak
satu "Mudd". Lantaran ajakannya agak 'keras', akhirnya muncullah kesan
dan anggapan di sebagian masyarakat bahwa, berwudhu dengan menggunakan
air melebihi satu "Mudd" itu adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan
Sunnah Nabi, alias salah atau menyimpang.
Lantas, bagaimana pula pandangan para ulama sekaliber imam Syafi`i,
Nawawi dan Syafi`iyyah lainnya, tentang hal ini?
Kalau dirujuk karya imam Syaf`i seperti al-Umm misalkan, justru yang
ditemukan pandangan beliau yang berbeda dengan apa yang dijelaskan di
atas. Beliau justru tidak mematok ukuran minimal dan maksimal dari
volume air wuduk yang akan digunakan. Patokan beliau bukan pada volume
sedikit atau banyak, melainkan justru pada terpenuhinya hal-hal yang
dituntut dalam melakukan wudhu, seperti "al-Ghaslu" (basuhan) dan
"al-Mashu" (usapan). Jika membasuh atau mengusap anggota wudhu itu
sudah terpenuhi dengan air yang kurang dari satu "Mudd", maka itu
sudah dianggap cukup. Tapi kalau lebih, maka itupun tidak dianggap
"Saraf" (berlebihan) dalam menggunakan air.
Lebih dari itu, imam Syafi`i mensyaratkan harus ada apa yang disebut
"Jarayaan al-Maa'i" (air mengalir) di atas anggota yang dibasuh.
Artinya, bila air yang digunakan pada saat membasuh tangan (umpamanya)
itu tidak mengalir di bagian tangan yang akan dibasuh, maka belum
dianggap "al-Ghasl" (membasuh).
Pandangan imam Syafi`i ini, ternyata juga diamini dan dipertegas lagi
oleh para ulama Syafi`iyyah selanjutnya, sepert imam Nawawi dalam
al-Majmuu`. Bahkan, beliau dengan tegas menyampaikan bahwa para ulama
menyepakati tidak ada ukuran khusus untuk volume air yang digunakan
dalam berwudhu.
Lalu, bagaimana dengan hadis yang menceritakan Nabi berwudhu dengan
menggunakan air bervolume satu "Mudd"?
Imam Syafi`i dan Syafi`iyyah senior, memahaminya sebagai anjuran
Sunnah terkait ukuran minimal, sehingga mereka mengatakan bahwa
disunatkan untuk tidak menggunakan air kurang dari satu "Mudd".
Itupun, menurut Ibn Hajr al-Haitamy dalam Tuhfah al-Muhtaaj,
tergantung pada kondisi dimana ukuran fisik atau postur seseorang itu
mendekati ukuran postur Rasulullah.
Bahkan, imam ar-Rafi`i seperi yang dilansir oleh imam Nawawi, memahami
penyebutan satu "Mudd" dalam hadis itu sebagai bentuk "Taqriib"
(ukuran perkiraan), bukan "Tahdiidd" (ukuran pas). Hal ini didasarkan
pada riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi pernah berwudhu kurang dari
satu "Mudd", yaitu 2/3 Mudd.
Komentar
Posting Komentar