Forummuslim.org - Dalam riwayat imam al-Nasa'i, sayyidah Ummu Salamah menceritakan keadaan Nabi s.a.w. di detik-detik terakhir menjelang wafatnya. Beliau mengatakan bahwa Nabi s.a.w. mengucapkan: "al-Shalah, wa maa malakat aimanukum", kalimat ini selalu dulang-ulang oleh Nabi s.a.w. sampai suaranya tidak terdengar lagi. Yang akhirnya ini menjadi wasiat terakhir Nabi s.a.w. untuk umatnya di depan orang-orang terdekat yang menyksikan beliau wafat.
Kalau diterjemahkan, kalimat terakhir Nabi s.a.w. itu maksudnya; "jagalah shalat kalian, jaga pula budak serta hamba sahaya yang kalian miliki!". Ini wasiat terakhir Nabi s.a.w. sebelum beliau wafat. Dari sini kemudian ulama menafsirkan bahwa memang Nabi s.a.w. mempunyai kelebihan yang sering disebut dengan istilah "Jawami' al-Kalim"; maksudnya orang yang perkataannya itu sedikit tapi dari yang sedikit itu punya arti yang dalam dan luas.
Ya. Memang 2 kalimat itu sedikit, tapi nyata punya kandungan yang dalam dan universal. Maksud wasiat Nabi s.a.w. itu agar kita umatnya menjadi umat yang sholeh ritual, juga sholeh sosial. Dengan bahasa yang lebih sederhana, kita dituntut oleh Nabi s.a.w. kita untuk jadi
muslim yang hablum-minallah-nya bagus, dan hablum-minannas-nya juga
lurus sejurus.
Kalimat Nabi s.a.w.; "als-shalah", atau "jagalah shalat kalian", ini mewakili tuntutan syariah kepada kita untuk jadi orang yang hubungan dengan Allah punya status yang baik. Yang disebutkan memang hanya shalat, tapi maksudnya adalah seluruh ritual ibadah kita kepada Allah s.w. t. Disebutkan hanya shalat karena memang ibadah tersebut adalah
bentuk ritual ibadah vertikal paling optimal untuk menggambarkan
ketundukkan kita kepada Allah s.w.t. Banyak hadits Nabi s.a.w. yang
menggambarkan shalat sebagai tiang agama, yang bisa saja sebuah bangunan itu runtuh akibat tiangnya yang tidak kuat. Saking pentingnya, ibadah shalatlah yang akan pertama kali ditanya nanti ketika kita masuk mahkamah keadilan akhirat nanti.
Untuk tuntutan sosial, Nabi s.a.w. mewakilinya dengan kalimat "jagalah/hormati budak serta hamba sahaya yang kalian miliki!". Kenapa
Nabi s.a.w. memilih kalimat ini? Coba kita lihat, budak ketika itu adalah manusia dengan strata sosial paling rendah. Sangat rendah. Tidak ada manusia ketika itu yang derajatnya kebih rendah selain budak. Jangankan untuk baju yang ia miliki, bahwa badannya sendiri, ia tidak miliki itu. Nabi s.a.w. menunutu kita untuk bisa mengormati
mereka, menjaga hak-hak mereka, memberikan sikap baik yang sama
sebagaimana kita bersikap kepada selain budak. Masalahnya manusia sangat bisa dan terbiasa untuk menghormati orang yang jauh lebih tinggi derajatnya, baik itu dari segi ekonomi, keilmuan, atau juga tinggi jabatan, serta status profesi dan sosial.
Akan tetapi sulit sekali bagi manusia –biasanya- untuk menghormati orang yang derajatnya jauh lebih rendah; baik itu dari segi jabatan, ekonomi, keilmuan apalagi. Maka wajar Nabi s.a.w. menjadikan budak sebagai "model" penghormatan bagi kita semua; karena memang itu sesuatu yang sulit.
Maksudnya, kalau orang sudah bisa menggormati orang yang status
sosialnya atau ekonominya atau jebatannya atau keilmuannya atau juga
profesinya lebih rendah, maka bukan barang yang sulit untuk dia menghormati orang yang lebih tinggi derajatnya. Tapi sebaliknya, kalau hanya terbiasa menghormati dan bisa memberikan penghormatan kepada orang yang tinggi derajatnya, sulit rasanya kalau harus memberikanñpenghormatan yang sama kepada orang yang jauh lebih rendah. Coba kita lihat sekeliling kita, banyak orang yang punya jabatan serta profesi
dan keilmuan yang jauh lebih rendah dari kita. Katakanlah pembantu, tukang sampah, pengamen jalanan, tukang asongan, termasuk juga pendosa, pelaku maksiat, bagaimana kita memandang mereka? Dengan mata murka kah? Merasa jauh lebih baik dan lebih dekat dengan tuhan sehingga melegalkan kita untuk mencibir mereka walau dalam hati?
Nabi s.a.w. mewanti-wanti agar kita tidak jatuh menjadi orang yang jumawa dengan apa yang kita miliki. Ilmu serta yang kita miliki serta ibadah banyak yang sudah kita lakukan, tidak bisa menjadikan kita sombong. Masih dihormatinya kita oleh orang lain, bukan karena ilmu, bukan juga karena harta, bukan juga karena jabatan juga, tapi karena Allah s.w.t. masih menutupi aib kita di depan khalayak. Kalau saja
Allah s.w.t. membuka aib itu, mungkin kita bisa saja menjadi hina yybahkan jauh lebih hina dari yang kita hina selama ini. Maka perlakukanlah mereka sama. Bukankah agama ini juga datang dengan semangat "al-musawah bainan-naas"? persamaan antara setiap manusia.
(Ahmad Zarkasih)
Komentar
Posting Komentar